Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SUMBER DAN KARAKTERISTIK AJARAN ISLAM

OLEH:

Roni Saputra Harahap (1830300007)

DOSEN PENGAMPU:
Maslina Daulay, M.A.

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYEKH ALI HASAN AHMAD ADDARY
PADANGSIDIMPUAN
T.A. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa saya mengucapkan
terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Pemakalah sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan saya berharap lebih jauh lagi
agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman saya.
Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Padangsidimpuan, 28 Juli 2023

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI.......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................2
C. Tujuan Masalah.......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................3
A. Sumber Ajaran Islam...............................................................................3
1. Primer...............................................................................................3
2. Sekunder...........................................................................................3
B. Sifat Dasar Ajaran Islam.........................................................................5
C. Karakteristik Islam..................................................................................7
1. Normavitas.......................................................................................7
2. Historisitas........................................................................................7
D. Moralitas Islam........................................................................................9
1. Ibadah...............................................................................................9
2. Pendidikan........................................................................................10
3. Ilmu dan Sosial.................................................................................11
E. Islam dan Wacana Pembaharuan............................................................11
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................13
B. Saran........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sebagai makluk hidup dan mempunyai akal serta paling sempurna,
manusia mempunyai ciriciri organ tubuhnya yang lengkap dan spesifik
terutama memiliki otak, dan juga proses pencernaan. Adapun penjelasan
terciptanya manusia sebagai makhluk hidup yang sempurna, termuat di Q.S.
At-Tin ayat 4 yakni, “sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya”. Manusia juga memiliki kebutuhan dalam
kehidupannya, di dalam hidup manusia ada dua hal yang harus dipenuhi baik
itu secara manusia sebbagai kebutuhan individu, “peranan agama dalam
kesehatan mental” yang terbagi dalam 2 kebutuhan yakni kebutuhan primer
dan kebutuhan sekunder.
Kebutuhan Primer adalah kebutuhan yang berupa jasmaniah, contohnya
makan, minum, seks dan sebagainya (hal ini di dapatkan sejak lahir) yang ada
didalam kebutuhan primer adalah kebutuhan yang hampir semua nya
berkesinambungan dengan makhluk hidup, seperti keinginan untuk makan.
Dengan memiliki untuk makan maka dia harus memasukkan makanan untuk
dikonsumsinya., yang menjadikannya lelah, lelah disini akibat dia
kekenyangan atau lelah. Kebutuhan Sekunder adalah suatu bentuk kebutuhan
Rohaniah contoh seperti berhubungan dengan sosial. Dan kebutuhan ini telah
kita dapatkan sedari kita kecil. Kebutuhan sekunder terbagi menjadi 3 bagian
yakni kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan terhadap agama, serta
kebutuhan terhadap agama. Didalam kehidupan manusia ada peran agama
yang sangat penting dan melekat didalamnya. Yang bertujuan unuk
mendapakan kebahagian dan kesejahteraan hidup jasmani dan rohani. Untuk
dekat dengan sang pencipta kita harus berada di jalan agama yang benar.
Adapun urgensi agama untuk kehirasional untuk lebih sabar dan bisa
saling meminta maaf jika terjadinya perselisihan dupan manusia sangatlah
penting guna mengakses kebahagiaan dunia dan akhirat. Jadi agama sebagai

1
pengawas dan petunjuk dalam menjalani kehidupan ini. Sebagai mana
contohnya pentingnya dokrin agama di dalam kehidupan adalaha kasus
pembunuhan sepasang suami istri yang di lakukan oleh teman dekatnya
sendiri, yang berada di kota Palangka Raya Kalimantan Tengah. Yang di
dilatarbelakangi oleh sakit hati sehingga membuat sang pelaku tega
melakukan pembunuhan tersebut. Dengan adanya dokrin agama manusia
seharusnya bisa untuk berpikir lebih.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sumber ajaran Islam?
2. Apa yang dimaksud dengan sifat dasar ajaran Islam?
3. Apa yang dimaksud dengan karakteristik Islam?
4. Apa yang dimaksud dengan moralitas Islam?
5. Apa yang dimaksud dengan Islam dan wacana pembaharuan?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui tentang sumber ajaran Islam.
2. Untuk mengetahui tentang sifat dasar ajaran Islam.
3. Untuk mengetahui tentang karakteristik Islam.
4. Untuk mengetahui tentang moralitas Islam.
5. Untuk mengetahui Islam dan wacana pembaharuan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sumber Ajaran Islam


Menurut Harun Nasution Islam merupakan agama yang ajaran-ajarannya
diwahyukan Tuhan kepada masyarakat manusia melalui Nabi Muhammad SAW. 1
Secara Istilah adalah mengacu kepada agama yang bersumber pada wahyu yang
datang dari Allah SWT, bukan berasal dari manusia dan bukan pula berasal dari
Nabi Muhammad SAW.2 Kemudian kalangan ulama’ sepakat bahwa sumber
ajaran Islam yang utama adalah Al-Qur’an dan Al-Sunnah, sedangkan penalaran
atau akal pikiran sebagai alat untuk memahami Al-Qur’an dan Al-Sunnah.
Ketentuan ini sesuai dengan agama Islam itu sendiri sebagai wahyu yang berasal
dari Allah SWT.
1. Sumber Ajaran Islam Primer.
a. Al-Qur’an
Menurut pendapat yang paling kuat, seperti yang dikemukakan
oleh Subni Shalih, Al-Qur’an berarti bacaan. Ia merupakan kata turunan
(mashdar) dari kata qara’a (fi’il madhi) dengan arti ism al-maf’ul, yaitu
maqru’ yang dibaca. Kemudian secara istilah secara lengkap
dikemukakan oleh Abd. Al-Wahhab Al-Khallaf. Menurutnya Al-Qur’an
adalah firman Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad
bin Abdullah, melalui jibril dengan menggunakan bahasa Arab dan
maknanya yang benar, agar ia menjadikan hujjah bagi Rasul, bahwa ia
benar-benar Rosulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi
petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana untuk melakukan
pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya. Ia
terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surat Al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat Al-Nas, disampaikan kepada kita secara mutawatir dari

1
Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya,jilid 1, (Jakarta: UI Press,
1979), hlm. 24.
2
Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A., Metodologi Studi Islam,(Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 1998), hlm. 65.

3
generasi ke generasi baik secara lisan maupun tulisan serta terjaga dari
perubahan dan penggantian.3
b. Al-Hadis
Al-Hadis berkedudukan sebagai sumber ajaran Islam yang kedua
setelah Al-qur’an. Selain didasarkan pada keterangan-keterangan ayat-
ayat Alqur’an dan Hadis juga didasarkan kepada pendapat kesepakatan
para sahabat. Yakni seluruh sahabat sepakat untuk menetapkan tentang
wajib mengikuti hadis, baik pada masa Rasulullah masih hidup maupun
setelah beliau wafat.
Dalam literatur hadis dijumpai beberapa istilah lain yang
menunjukkan penyebutan al-hadits, seperti al-sunnah, al-khabar, dan al-
atsar. Dalam arti terminologi, ketiga istilah tersebut kebanyakan ulama’
hadis adalah sama dengan terminologi al-hadits meskipun ulama’ lain
ada yang membedakannya.
2. Ijtihad sebagai Sumber Ajaran Islam Sekunder
Secara bahasa, ijtihad berasal dari kata jahada. Kata ini beserta seluruh
variasinya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa, sulit
dilaksanakan atau yang tidak disenangi.4 Upaya seorang ahli fiqh dengan
kemampuannya dalam mewujudkan hukum-hukum amaliyah yang diambil
dari dalil-dalil yang rinci. Sebagian lagi menggunakan metode ma’quli
(berdasarkan ra’yi dan akal).5 Secara harfiah ra’yi berarti pendapat dan
pertimbangan. Tetapi orang-orang arab telah mempergunakannya bagi
pendapat dan keahlian yang dipertimbangkan dengan baik dalam menangani
urusan yang dihadapi.6

3
Abd. Al-Wahab al-Khallaf,Ilmu Ushul al-Fiqh, (Jakarta: Al-Majelis al-‘Ala al-Indonesia
li al-Da’wah al-Islamiyah,1972), cet. IX, hlm. 23.
4
Drs. Atang Abd Hakim, M. A dan Dr. Jaih Mubarok,Op. Cit, hlm. 95.
5
Ibid,hlm. 98.
6
Hasan Ahmad, Pintu Ijtihad Sebelum Tutup, (Bandung: Pustaka Bandung, 1984), hlm.
104.

4
B. Sifat Dasar Ajaran Islam
Ali Anwar Yusuf menyebutkan bahwa karakteristik ajaran Islam tersebut
adalah sebagai berikut.7
1. Komprehensif
Walaupun umat Islam itu berbeda-beda bangsa dan berlainan suku,
dalam menghadapi asas-asas yang umum, umat Islam bersatu padu untuk
mengamalkan asas-asas tersebut.
2. Moderat
Islam memenuhi jalan tengah, jalan yang imbang, tidak berat ke
kanan untuk mementingkan kejiwaan (rohani) dan tidak berat ke kiri untuk
mementingkan kebendaan (jasmani). Inilah yang diistilahkan dengan teori
wasathaniyah, menyelaraskan antara kenyataan dan fakta dengan ideal dan
cita-cita.
3. Dinamis
Ajaran Islam mempunyai kemampuan bergerak dan berkembang,
mempunyai daya hidup, dapat membentuk diri sesuai dengan perkembangan
dan kemajuan ajaran Islam terpencar dari sumber yang luar dan dalam, yaitu
Islam yang memberikan sejumlah hukum positif yang dapat dipergunakan
untuk segenap masa dan tempat.
4. Universal
Ajaran Islam tidak ditujukan kepada suatu kelompok atau suatu
bangsa tertentu, melainkan sebagai rahmatan lil ‘alamin, sesuai dengan misi
yang diemban oleh Rasulullah SAW. Ajaran Islam diturunkan untuk
dijadikan pedoman hidup seluruh manusia untuk meraih kebahagiaan di dunia
dan di akhirat. Dengan demikian, hukum Islam bersifat universal , untuk
seluruh umat manusia di muka bumi dan dapat diberlakukan di setiap bangsa
dan negara.
5. Elastis dan Fleksibel
Ajaran Islam berisi disiplin-disiplin yang dibebankan kepada setiap
individu. Disiplin tersebut wajib ditunaikan dan orang yang melanggarnya

7
Rosihun Anwar, Pengantar Studi Islam, hlm. 145.

5
akan berdosa. Meskipun jalurnya sudah jelas membentang, dalam keadaan
tertentu terdapat kelonggaran (rukhsah). Kelonggaran-kelonggaran tersebut
menunjukkan bahwa ajaran Islam bersifat elastis, luwes, dan manusiawi.
Demikian pula, adanya qiyas, ijtihad, istihsan, dan mashlahih mursalah,
merupakan salah satu jalan keluar dari kesempitan.
6. Tidak Memberatkan
Ajaran Islam tidak pernah membebani seseorang sampai melampaui
kadar kemampuannya karena Islam mempunyai misi sebagai rahmat bagi
manusia. Islam datang untuk membebaskan manusia dari segala sesuatu yang
memberatkannya.
7. Graduasi (berangsur-angsur)
Ajaran-ajaran Islam yang diberikan kepada manusia secara psikologis
sesuai dengan fitrahnya sendiri. Apabila ajaran-ajaran tersebut diturunkan
sekaligus, sangat sulit bagi manusia untuk menjalankannya. Oleh karena itu,
Allah menurunkan ajaran Islam secara berangsur-angsur, agar manusia
melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
8. Sesuai dengan fitrah manusia
Ajaran Islam sesuai dengan fitrah manusia, dalam arti sesuai dengan
watak hakiki dan asli yang dimiliki oleh manusia. Dengan demikian, ajaran
Islam yangs sesuai dengan fitrah manusia memberikan keterangan yang pasti
tentang kepercayaan asli dan hakiki yang ada dalam manusia. Artinya,
kondisi awal ciptaan manusia memiliki potensi untuk selalu mengetahui dan
cenderung pada kebenaran, yang dalam Al-Qur’an disebut dengan hanif.
9. Argumentatif filosofis
Ajaran Islam merupakan ajaran yang argumentatif; tidak cukup dalam
menetapkan persoalan-persoalan dengan mengandalkan doktrin lugas dan
intruksi keras. Demikian pula, tidak cukup sekedar berdialog dengan hati dan
perasaan serta mengandalkannya untuk menjadi dasar pedoman. Akan tetapi,
harus dapat mengikuti dan menguasai segala persoalan dengan disertai alasan
yang kuat dan argumentasi yang akurat.

6
C. Karakteristik Islam
1. Pengertian Normativitas
Kata normatif berasal dari bahasa Inggris norm yang berarti norma
ajaran, acuan, ketentuan tentang masalah yang baik dan buruk yang boleh
dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. 8 Pada aspek normativitas, studi
Islam agaknya masih banyak terbebeni oleh misi keagamaan yang bersifat
memihak sehingga kadar muatan analisis, kritis, metodologis, historis,
empiris terutama dalam menelaah teks-teks atau naskah keagamaan produk
sejarah terdahulu kurang begitu ditonjolkan, kecuali dalam lingkungan
peneliti tertentu yang masih sangat terbatas.
2. Pengertian Historisitas
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, W.J.S. Poerwadaminta
mengatakan sejarah adalah kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi
pada masa lampau atau peristiwa penting yang benar-benar terjadi. 9 Definisi
tersebut terlihat menekankan kepada materi peristiwanya tanpa mengaitka
dengan aspek lainnya. Sedangkan dalam pengartian yang lebih komprehensif
suatu peristiwa sejarah perlu juga di lihat siapa yang melakukan peristiwa
tersebut, dimana, kapan, dan mengapa peristiwa tersebut terjadi.
Dari pengertian demikian kita dapat mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan sejarah Islam adalah peristiwa atau kejadian yang sungguh-
sungguh terjadi yang sluruhnya berkaitan dengan ajaran Islam diantara
cakupannya itu ada yang berkaitan dengan sejarah proses pertumbuhan,
perkembangan dan penyebarannya, tokoh-tokoh yang melakukan
pengembangan dan penyebaran agama Islam tersebut, sejarah kemajuan dan
kemunduran yang di capai umat Islam dalam berbagai bidang,seperti dalam
bidang pengetauan agama dan umum, kebudayaan, arsitektur, politik,
pemerintahan, peperangan, pendidikan, ekonomi dan lain sebagainya.

8
W.J.S Poerwadaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta ; Balai Pustaka, 1991), cet.
XII hlm.887.
9
Harun Nasution,Islam di tinjau dari berbagai aspeknya, Jilid I (Jakarta: UI Press, 1979), hlm
56-75.

7
Keterkaitan normativitas dan historisitas dalam studi keIslaman. Dari
perspektif filsafat ilmu, setiap ilmu, baik itu ilmu alam, humaniora, social,
agama atau ilmu-ilmu keIslaman, harus diformulasikan dan dibangun di atas
teori-teori yang berdasarkan pada kerangka metodologi yang jelas.Teori-teori
yang sudah ada terlebih dahulu tidak dapat dijadikan garansi kebenaran.
Anomali-anomali dan pemikiran-pemikiran yang tidak, kenyataannya ilmu
pengetahuan tidak tumbuh dalam kevakuman, akan tetapi selalu dipengaruhi
dan tidak dapat terlepas dari pengaruh cita rasa sejarah social dan politik.
Pemikiran ini muncul dari adanya kesadaran bahwa teori-teori ilmu
pengetahuan hanyalah merupakan produk, hasil karya manusia.
Dalam pengertian ini, penerapan filsafat ilmu pada diskusi akademik
ilmu-ilmu keIslaman harus dilakukan, karna filsafat ilmu saling berkaitan
dengan sosiologi ilmu pengetahuan. Dua cabang ilmu pengetahuan ini jarang
didiskusikan dan tidak pernah dimasukan dalam tradisi ilmu keIslaman yang
ada. Padahal keduanya merupakan prasyarat dan wacana awal yang harus
dimengerti bagi para ilmuan muslim yang ingin terhindar dari tuduhan
pembela tipe studi Islam yang hanya bersifat pengulang-ngulangan, statis,
disakralkan dan dogmatik.
Ketika pada akhirnya menghadapi masalah-masalah historisitas
pengetahuan, patut disayangkan bila sarjana-sarjana muslim dan non muslim
yang hendak mengembangkan wacana mereka dalam ilmu-ilmu keIslaman
secara psikologi merasa terintimidasi dengan problem reduksionisme dan non
reduksionisme. Dalam hal-hal tertentu, ada beban psikologis dan institusional
yang terlibat dalam memperbesar dan memperluas domain, scope dan
metodologi ilmu-ilmu keIslaman karena persoalan itu. Sejak awal mula
Fazlur Rahman sendiri telah menempatkan Islam normative dalam kerangka
kerjanya atau sebagai hard core dalam kerangka kerja Lakatos, yang harus
dilindungi dengan sifat-sifatnya yang mendorong pada penemuan-penemuan
dan penyelidikan-penyelidikan baru (positive heuristic). Hard core atau Islam
normative sama dengan apa yang telah ditetapkan sebagai objek studi agama
yang tepat dengan menggunakan pendekatan fenomenologis.

8
Dengan demikian, ilmu-ilmu keIslaman yang kritis, sebagaimana yang
dinyatakan oleh Fazlur Rahman dan Mohammed Arkoun beserta kolega-
kolega mereka yang memiliki keprihatinan yang sama, hanya dapat dibangun
secara sistematik dengan menggunakan model gerakan tiga pendekatan secara
sirkuler, dimana masing-masing dimensi dapat berinteraksi,
berinterkomunikasi satu dengan lainnya. Masing-masing pendekatan
berinteraksi dan dihubungkan dengan yang lainnya. Tidak ada satu
pendekatan maupun disiplin yang dapat berdiri sendiri. Gerakan dinamis ini
pada esensinya adalah hermeneutic.
D. Moralitas Islam
Moral, diambil dari bahasa Latin mos (jamak, mores) yang berarti
kebiasaan, adat. Sementara moralitas secara lughowi juga berasal dari kata mos
bahasa Latin (jamak, mores) yang berarti kebiasaan, adat istiadat. Kata ’bermoral’
mengacu pada bagaimana suatu masyarakat yang berbudaya berperilaku. Dan kata
moralitas juga merupakan sifat latin moralis, mempunyai arti sama dengan moral
hanya ada nada lebih abstrak. Kata moral dan moralitas memiliki arti yang sama,
maka dalam pengertiannya lebih ditekankan pada penggunaan moralitas, karena
sifatnya yang abstrak. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai
yang berkenaan dengan baik dan buruk. 10 Senada dengan pengertian tersebut, W.
Poespoprodjo mendefinisikan moralitas sebagai ”kualitas dalam perbuatan
manusia yang menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau
buruk. Moralitas mencakup tentang baik buruknya perbuatan manusia. Moralitas
islam ditinjau dari berbagai bidang :
1. Ibadah
Secara harfiah ibadah berarti bakti manusia kepada Allah SWT,
karena didorong dan dibangkitkan oleh akidah tauhid.11 Ibadah adalah sebagai
upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan mentaati segala
perintahNya dan menjauhi semua laranganNya. Ibadah ada yang umum ada
yang khusus. Yang umum ialah segala amalan yang diizinkan oleh Allah

10
Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak, cet.1, (Rajawali Press, Jakarta, 1992), hlm. 8.
11
QS. Adz-Dzariyat:56

9
SWT, sedangkan yang khusus adalah yang telah ditetapkan oleh Allah SWT
akan perincian-perinciannya, tingkat, dan cara-caranya yang tertentu.12
Ibadah yang akan kita bahas saat ini ialah ibadah yang khusus. Dalam
Islam diterangkan bahwa dalam beribadah dilarang yang namanya
"kreatifitas", sebab mengkreasi atau membentuk suatu ibadah dalam agama
Islam dinilai sebagai bid'ah yang dikutuk Nabi sebagai kesesatan. Bilangan
shalat lima waktu beserta tata cara mengerjakannya atau pun ketentuan
ibadah haji dan tata cara mengerjakannya misalkan adalah ibadah yang sudah
ditetapkan oleh Allah ketentuan-ketentuan dan segalanya, maka sebagai
manusia atau penganutnya tidak boleh ikut campur bahkan mengubahnya.
Ketentuan ajaran Islam yang begitulah yang membuat akal tidak boleh ikut
campur tangan, bahkan hak dan otoritas Tuhan sepenuhnya. Hal yang
demikianlah yang membuat atau membentuk manusia atau penganut berserah
diri, patuh dan tunduk guna mendapatkan kedamaian dan keselamatan. Dan
itulah yang membawa seorang hamba menjadi hamba yang sholeh,
mempunyai jiwa yang tenang, rendah hati, menyandarkan diri kepada amal
sholeh dan ibadah, dan tidak kepada nasab keturunan, semuanya itu adalah
gejala kedamaian dan keamanan sebagai pengalaman dari ibadah. 13 Sedangkan
ibadah yang berarti umum akan dibahas di selanjutnya, karena lebih mengarah
kemu'amalah sebagai sesama makhluk hidup.
2. Pendidikan
Sejalan dengan bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan, Islam juga
memiliki ajaran yang khas dalam pendidikan. Islam memandang bahwa
pendidikan adalah hak bagi setiap orang, laki-laki maupun perempuan, dan
berlangsung sepanjang hayat. Seperti yang terkutip di hadist Rasul.
"Menuntut ilmu itu adalah wajib bagi orang Islam laki-laki dan perempuan.
Tuntutlah ilmu mulai dari buaian hingga keliang lahat".

12
NasruddinRazak, Dienul Islam, (Bandung: al-ma'arif, 1977) cet. II hlm 44 dan 47.
13
Ahmad Amin, Fajar Islam, (Cirebon: 1967), hlm. 94 .

10
3. Ilmu dan Sosial
Ajaran Islam dalam bidang social adalah yang paling menonnjol
karena seluruh bidang ajaran Islam adalah untuk kesejahteraan manusia.
Islam menjunjung tinggi tolong menolong, saling menasehati tentang hak dan
kesabaran, kesetiakawanan, kerukunan antar tetangga, tenggang rasa dan
kebersamaan. Menurut penelitian yang dilakukan Jalaluddin Rahmat, Islam
ternyata agama yang menekankan urusan muamalah lebih besar daripada
urusan ibadah.14 Islam ternyata banyak memperhatikan aspek kehidupan
sosial dari aspek kehidupan ritual. Islam adalah agama yang menjadikan
seluruh bumi ini masjid, tempat mengabdi pada Allah SWT. Muamalah jauh
lebih luas dari pada ibadah (dalam arti khusus).
E. Islam dan Wacana Pembaharuan
Pembaharuan hukum Islam terdiri dari dua kata, yaitu: “pembaharuan”
yang berarti modernisasi, atau suatu upaya yang dilakukan untuk mengadakan
atau menciptakan suatu yang baru, dan “hukum Islam”, yakni kumpulan atau
koleksi daya upaya para fukaha dalam bentuk hasil pemikiran untuk menerapkan
syariat berdasarkan kebutuhan masyarakat, dalam hal ini hukum Islam sama
dengan fiqh, bukan syariat.
Pembaharuan yang dimaksud disini adalah pembaharuan yang kata
padanannya dalam bahasa Arab ialah tajdid, bukan bid’ah, ibda’ atau ibtida’.
Sebab, meskipun kata-kata ini juga mengandung makna kebaruan,
pembaharuan ataupun pembuatan hal baru, konotasinya negatif karena secara
semantik mengandung arti pembuatan hal baru dalam agama. Secara
kebahasaan sebetulnya kata-kata bid’ah dan tasyrifnya mempunyai arti
kreativitas atau daya cipta. Maka dalam al Quran pun Tuhan disebutkan
sebagai al-Badi’, Maha Kreatif atau Maha berdaya cipta (QS. 2:59 dan 6:101).
Dan jika Nabi SAW bersabda agar kita berbudi dengan mencontoh budi Tuhan,
maka kreativitas atau daya cipta adalah hal yang sangat terpuji. Namun sudah
dikatakan, tentu saja yang terpuji itu bukanlah kreativitas atau daya cipta dalam
hal agama itu sendiri, seperti kreativitas dan daya cipta dalam masalah ibadah

14
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta, PT RajaGrafindo, 2004), hlm. 89.

11
murni. Maka sama sekali tidak dapat dibenarkan, misalnya, menambah jumlah
rakaat dalam shalat atau memasukkan sesuatu yang sebenarnya hanya budaya
belaka menjadi bagian dari agama murni. Maka kreativitas atau daya cipta
dalam hal keagamaan murni (bukan dalam hal budaya keagamaan) sama
dengan tindakan mengambil wewenang Allah SWT dan Rasul-Nya, yang
menurut sabda Nabi SAW adalah sesat.
Hukum Islam itu hidup dan berkembang dalam pergumulan sejarah dan
sosial secara responsif, adaptif dan dinamis. Karakteristik ini
memungkinkannya melakukan reformasi atau pembaharuan. Jika pembaruan
itu dibawa ke dalam konteks hukum Islam, maka yang dimaksud “pembaruan
hukum Islam” adalah “upaya untuk memberikan jawaban-jawaban ajaran Islam
di bidang hukum terhadap kemajuan modern”. Berikut cara kita melakukan
pembaharuan hukum Islam:
a. Pemahaman baru terhadap Kitabullah
b. Pemahaman baru terhadap Sunnah
c. Pendekatan ta’aqquli (rasional)
d. Penekanan zawajir dan jawabir dalam pidana
e. Masalah ijma’
f. Masalik al-‘illat (cara penetapan ilat)
g. Masalih mursalah
h. Sadd az-zari’ah
i. Irtijab akhalf ad-dararain
j. Keputusan waliyy al-amr
k. Memfiqhkan hukum qat’i15.
l.

15
Mohammad Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di Indonesia,
(Jakarta:PT. Raja Grafindo persada, 2004), hlm. 31-34.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sumber ajaran Islam yang utama berasal dari Al-Quran dan Al-Sunnah.
Sumber ajaran Islam primer berupa Al-Quran dan hadist. Al-Quran adalah firman
Allah yang diturunkan kepada hati Rasulullah, Muhammad bin Abdullah, melalui
jibril dengan menggunakan bahasa Arab dan maknanya yang benar, agar ia
menjadikan hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-benar Rosulullah, menjadi undang-
undang bagi manusia, memberi petunjuk kepada mereka, dan menjadi sarana
untuk melakukan pendekatan diri dan ibadah kepada Allah dengan membacanya.
Ijtihad sebagai sumber ajaran Islam sekunder.
Ali Anwar Yusuf menyebutkan bahwa karakteristik ajaran Islam meliputi :
komprehensif, moderat, dinamis, universal, elastis dan fleksibel, tidak
memberatkan, graduasi (berangsur-angsur), sesuai dengan fitrah manusia, dan
argumentatif filosofis.
Sejarah Islam adalah peristiwa atau kejadian yang sungguh-sungguh
terjadi yang sluruhnya berkaitan dengan ajaran Islam diantara cakupannya itu ada
yang berkaitan dengan sejarah proses pertumbuhan, perkembangan dan
penyebarannya, tokoh-tokoh yang melakukan pengembangan dan penyebaran
agama Islam tersebut, sejarah kemajuan dan kemunduran yang di capai umat
Islam dalam berbagai bidang,seperti dalam bidang pengetauan agama dan umum,
kebudayaan, arsitektur, politik, pemerintahan, peperangan, pendidikan, ekonomi
dan lain sebagainya.
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang
berkenaan dengan baik dan buruk. Islam adalah agama yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad Saw sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman
hidup seluruh manusia hingga akhir zaman.
Jika pembaruan itu dibawa ke dalam konteks hukum Islam, maka yang
dimaksud “pembaruan hukum Islam” adalah “upaya untuk memberikan jawaban-
jawaban ajaran Islam di bidang hukum terhadap kemajuan modern”. Cara kita
melakukan pembaharuan hukum Islam : pemahaman baru terhadap Kitabullah,

13
pemahaman baru terhadap sunnah, pendekatan ta’aqquli (rasional), pemahaman
baru terhadap sunnah, masalah ijma’, masalik al-‘illat, masalih mursalah, sadd
az-zari’ah, irtijab akhalf ad-dararain, keputusan waliyy al-amr, dan memfiqhkan
hukum qat’i.
B. Saran
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun demi perbaikan penulisan di masa mendatang.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abd. Al-Wahab al-Khallaf. Ilmu Ushul al-Fiqh. Jakarta: Al-Majelis al-‘Ala al-
Indonesia li al-Da’wah al-Islamiyah,1972.

Abuddin Nata. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998.

. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo, 2004.

Ahmad Amin. Fajar Islam. Cirebon: 1967 .

Asmaran As. Pengantar Studi Akhlak, cet.1. Jakarta: Rajawali Press, 1992.

Harun Nasution. Islam di tinjau dari berbagai aspeknya, Jilid I. Jakarta: UI Press,
1979.

Hasan Ahmad. Pintu Ijtihad Sebelum Tutup. Bandung: Pustaka Bandung, 1984.

Mohammad Daud Ali. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Islam Di
Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 2004.

Nasruddin Razak. Dienul Islam. Bandung: al-ma'arif, 1977.

W.J.S Poerwadaminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka,


1991.

15

Anda mungkin juga menyukai