Anda di halaman 1dari 13

HIKMAH DALAM AL-QUR’AN

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

AL-QURAN DAN ILMU PENGETAHUAN

Dosen Pengampu: Rijal Sabri, M.Ag

Disusun Oleh:

1. Tarishah Ananda Prinduri (22411902)


2. Mutiara (22411905)

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS DHARMAWANGSA
MEDAN
2023/2024
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah senantiasa kita panjatkan khadirat Allah SWT tuhan


semesta alam yang telah melimpahkan rahmat, taufiq dan hidayah serta menganugerahkan
tetesan ilmu, kesehatan, dan kekuatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini
unutuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah manajmen organisasi dengan judul
“Hikmah Dalam Al-qur’an”. Kami juga berterima kasih kepada bapak Rijal Sabri,
M.Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Al-Qur’an dan Ilmu Pengetahuan yang telah
memberikan tugas ini kepada kami. Dan tak lupa pula penulis hanturkan solawat serta
salam kepada jujungan nabi besar kita Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir
pada kita di hari akhir kelak aamiin.

Bagian dari makalah ini akan membahas tentang “Hikmah Dalam Al-qur’an”.
Materi ini merupakan pengantar untuk mempelajari materi- materi selanjutnya. kami
sangat bersyukur karena mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu sebagai
tugas. Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini bisa memberikan
manfaat.

Medan, 13 Oktober 2023


Penulis,

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 3

C. Tujuan Masalah .............................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................... 4

A. Tafsir Hikmah Dalam QS. Al-Nahl: 125 ....................................................... 4

B. Konsep Hikmah Dalam Al-Qur’an................................................................ 5

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 9

A. Kesimpulan ..................................................................................................... 9

B. Saran ................................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Agama dalam pengertian etimologinya berasal dari dua kata, yaitu a dan
gam. A bermakna tidak dan gam adalah kacau.1 Agama berarti ketidakkacauan
atau dalam bahasa sederhananya adalah keteraturan.Kedudukan agama sebagai
keteraturan mengisyaratkan bahwa ia merupakan sumber nilai moral mencakup
keseluruhan aktivitas hidup manusia, baik bersifat pribadi, sosial, dan khususnya
menyangkut ritualitas ketuhanan Persisnya, agama adalah sumber nilai
keseluruhan hidup, landasan dalam berpikir maupun bertindak yang menuntun
setiap penganutnya agar senantiasa menjunjug tinggi prinsip moralitas,
humanisme, dan religiositas. Agama selalu menyebarkan pesan pesan
kedamaian, keluhuran, kebajiksin, dan kebaikan universal bagi seluruh umat
manusia. Secara teologis, kedudukan agama sebagai sumber moral adalah
pengertian yang berlaku umum bagi semua agama agama dunia,2 baik agama
samawi maupun non samawi
Begitu pun dengan Islam, semenjak awal kehaduannya Islam memiliki visi
universalitas yang bertumpu pada penegakan nilai-nilai kemanusiaan dan
moralitas umat (rahmah lil a l-‘alamin) Visi tersebut tercemin jelas dalam
kerasulan Muhammad yang memiliki tujuan utama melakukan penguatan dan
perbaikan moral manusia.3 Melalui kemunculan Nabi Muhammad dan ajaran
Islam secara khusus, kehidupan manusia yang dulunya dipenuhi oleh ragam
keburukan. pertentangan, dan segala bentuk praktik amoral yang berakar pada
kebodohan (Jahiliyah), kemudian diubahnya pada jalan moralitas, keadilan, dan
pembelaan terhadap semua prinsip kemanusiaan. Semuanya bermuara pada
ketercerahan hidup, baik dalam berpikir, bertindak bersikap, dan berperilaku
Aspek pencerahan inilah yang kemudian juga ditanamkan dalam prinsip ajaran

1 Thaib Thahir Abdul Muin, Ilmu Kalam II , (Jakarta:,Widjaja,1973),h.5.


2 Petrus Lakonawa, “Agama dan Pembentukan Cara Pandang Serta Perilaku Hidup
Masyarakat”, Jurnal Humaniora, Vo.4, No. 2 (2013),h.729
3 Arif Nuh Safri , “ Otentisitas Risalah Kenabian Pluralisme dan Kemanusiaan”, Jurnal

Esensial , Vol.13, No.1 (2012),h.169.

1
Islam hingga sekarang, sebagaimana termuat dalam sumber utamanya, yakni al
Quran dan hadis. Dalam kaitan ini, Alquran sebagai bagian kredo keagamaan
Islam selain berstatus sebagai kitab suci juga berfungsi sebagai perangkat moral
yang berusaha menegakkan nilai universal, 4 khususnya yang bersentuhan dengan
prinsip kemanusiaan.
Kedudukan fungsi al Qur'an sebagai pegangan hidup umat
Islam,mensyaratkan kehadiran dirinya dalam kehidupan nyata. Pada titik ini, al-
Qur'an yang di dalamnya memuat nilai dan ajaran Islam mengambil bagian dalam
ruang kehidupan supaya dapat diterjemahkan sebaik dan sesempurna mungkin
oleh segenap pemeluk dan penganutnya. Untuk dapat menerjemahkan pesan
Allah, al Qur'an tidak dapat dipandang sebagai susunan teks mati. Sebaliknya, ia
harus dilihat sebagai teks hidup.5 Tesis bahwa al-Qur'an adalah identitas hidup
didasarkan pada kenyataan kemunculan al Qur'an sendin yang tidak hadir di
ruang hampa, melainkan ia muncul di tengah realitas masyarakat yang memiliki
varian konteks sosial. Karenanya, tidak dapat dibenarkan jika kemudian proses
interpretasi al-Qur'an dilakukan sekadar berpijak pada teks zahir, tanpa
melibatkan honzon sosial yang melatannya Dalam kerangka berpikir inilah akal-
melalui aktivitas berpikir dan menalar secara langsung-menemukan peran dan
fungsinya, yakni sebagai instrumen dialektis untuk mencan menelusun, dan
menemukan sisi onsinalitas makna (Original meaning) di balik konteks sosial itu
sendiri.6
Pada dasamya, Islam menempatkan dinnya sebagai jalan kebijaksanaan
kah yang membuka dan terhadap keberadaan akal, lmu, dan menempatkan
sesuatu berdasarkan tempatnya masing- masing.7 Pengakuan al-Qur'an terhadap
keberadaan akal mengandikasikan atas ketiadaan pertentangan antara akal dan al
Qur'an. Pesan pesan yang terkandung dalam al Qur'an akan dapat
termanifestasikan dalam keludupan manakala diolah melalui akai. Tanpa

4 Ghozali Munir,”Al-quran dan Sejarah Rea litas Umat Islam”,Jurnal At-Taqaddum, Vol.
4, No.1 (2012),h.2.
5 Moh Muhtador , “Pemaknaan Ayat Al-Quran dalam Mujahadah :Studi Living qur’an di

PP AL-Munawir Krapyak Komplek al-Kandiyas, Jurnal Penelitian,Vol .8, No.1 (2014),h.96


6 Ade Jamarudin, “Eksitenis Fungsi Akal Manusia Perspektif Al-Quran”, Jurnal AN-Nur,

Vol.4,NO.1 (2015),h.78
7 Jamal Al-Banna,Al-islam Kama Tuqaddimuh Da’wat al-Ihya al-Islami , (Kairo: Dar al-

fikr al-islami,2004),h.107

2
aktualiras akal maka teks al-qur'an beserta makna yang terkandung di dalamnya
akan menjadi realitas absurd. Baik akal maupun Alquran keduanya memiliki
relasi dialektis yang bersifat produktif yang dapat menghasilkan sintesis dan
berfungsi strategis bagi berlangsungnya hidup dan peradaban manusia.
Karenanya, menganulir kehadiran dalam kedudukan akal sebagai instrumen
perwujudan hikmah Islam, itu sama halnya dengan penegak siang terhadap
rekam jejak peradaban umum manusia yang telah berlangsung dari masa klasik
hingga postmodern8
Fakta bahwa Islam menempatkan dirinya dalam lingkaran kebijaksanaan
(hikmah), maka sudah sepatutnya setiap pemikiran yang berkembang juga
berorientasi pada nilai kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang dimaksud di sini
adalah terciptanya otonomi dalam mengkreasi metode-metode atau manifestasi
baru dalam memahami bahasa agama. Iya berisi prinsip-prinsip keterbukaan
seperti kebebasan, berpikir rasional, berorientasi keadilan dan kemaslahatan,
yang kesemuanya berpangkalan pada penghargaan dan penghormatan nilai-nilai
kemanusiaan.9 Sampai pada batas ini, boleh dibilang unsur kemanusiaan adalah
sentral keberlangsungan Alquran, dan jika kehidupan Alquran berkedudukan
sebagai sumber segala nilai dan norma kehidupan, maka manusia dengan segala
kemampuan dan daya berpikirnya adalah saluran atau instrumen

B. Rumusan Masalah

1. Apa tafsiran hikmah dalam QS. Al-Nahl:125 ?


2. Bagaimana Konsep Hikmah Dalam Al-Qur’an ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Untuk mengetahui tafsiran tentang hikmah dalam QS. Al-Nahl:125

2. Untuk mengetahui Bagaimana Konsep Hikmah Dalam Al-Qur’an

8 Jamal Al-Banna, Tajdid al- islam wa I’ Adat Ta’sis Manzumat al-Ma’rifah al-

Islamiyah (Kairo:Dar Al-Fikr Al-Islami,2005),H.257


9 Ibid,....h.70

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Tafsir QS. Al-Nahl :125


➢ QS. An-Nahl ayat 125:

‫اُدعُ ا ِٰلى س ِبي ِل ر ِبك ِبال ِحكم ِة والمو ِعظ ِة الحسن ِة وجادِلهُم ِبالَّتِي هِي‬
‫احس ُن اِ َّن ربَّك هُو اعلمُ بِمن ض َّل عن سبِيلِه وهُو اعلمُ بِال ُمهتدِين‬
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan Hikmah11dan pengajaran
yang baik, dan berdepatlah dengan mereka dengan cara yang baik sesungguhnya tuhanmu,
dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan -Nya dan dialah yang lebih
mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”12(QS. An-Nahl (16): 125).
Dari interpretasi ahli tafsir , dapat dipahami bahwa ayat di atas ini
bersangkutan dengan makna hikmah :
Hikmah merupakan nikmat yang besar yang Allah berikan kepada orang
yang khusus. Barangsiapa yang memperoleh hikmat sungguh ia telah mendapatkan
anugerah yang luar biasa. Sebagian ulama berpandangan bahwa hikmah bermakna
al-nubuwwah dan al-Quran. Dakwah dengan hikmah bermakna mengedepan
substansi, metodologi, etika dan esetetika yang terkandung dalam Al Quran (Tafsir
Bahrul ‘Ulum). Hikmah juga bermakna sesuatu yang baik, disampaikan pada waktu
yang cocok dan tempat yang tepat. Betapa banyak hal yang baik kemudia ditolak
karena tidak mempertimbangkan kearifan tempat dan waktu.
Hikmah juga bermakna tidak adanya pertentangan antara ucapan yang
diutrakan dengan perbuatan dalam keseharian. Seorang da’i bisa menunjukkan
kesesuaian antara da’wah bil hal dan da’wah bil aqwal. Da’wa bil hal merupakan
komunikasi dakwah dengan anggota badan, tingkah laku dan perbuatan kita.
Sementara da’wah bil aqwal merupakan ajakan dengan lisan.
Buya Hamka menafsirkan “Hikmah” adalah dengan cara bijaksana, akal
budi yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih”.
Sayyid Quthb dan Buya Hamka tidak menafsirkan Hikmah dengan Al
Qur’an dan As Sunnah sebagaimana Ibnu Jarir bukan berarti menyelisihi para

4
ulama salaf, justru dari sinilah terlihat corak adabi ijtima’inya, karena penjelasanya
memang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai panduan dakwah.
Hikmah, yaitu dialog dengan menggunakan kata-kata yang benar, bijak,
lembut, sopan, memudahkan, disertai dengan dalildalil yang kuat (ilmiah dan logis)
dan perumpamaann yang dapat meresap dalam diri atau dapat mempengaruhi jiwa
peserta didik.10 Sehingga mereka dapat mengaplikasikan sikap-sikap positif yang
bisa membawa maslahat bagi hidupnya. Di samping itu, hikmah diartikan dengan
seuatu yang diturunkan dan berasal dari Nabi Muhammad SAW. yaitu al-Quran dan
as-sunnah.
Hal ini mempertegas dan memperjelas, bahwa hikmah harus bersih dari
sesutau yang bersifat negatif. Sebab al-Qur’an dan assunnah merupakan simbol dari
segala sesuatu yang bersifat positif dan kemaslahatan. Hikmah ini dapat
diaplikasikan ketika sedang melakukan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas
sebelum memulai pelajaran seorang pendidik harus memberikan kata-kata yang
bijak, lembut, sopan dan dapat dimengerti dengan baik sehingga peserta didik
terbuka pikirannya untuk mengikuti pelajaran yang diberikan oleh gurunya. Contoh
lainnya adalah ketika seorang guru menghadapi murid yang keras, tidak bisa diatur
maka seorang guru harus lebih menitikberatkan pada katakata yang bijak dan
lembut dibandingkan dengan tindakan karena kekerasan tidak bisa diselesaikan
dengan kekerasan pula. Seorang pendidik harus dapat menyentuh hati seorang
murid dengan katakata bijak dan lembut. Dengan menggunakan hikmah ini akan
membuat murid tersadar dengan perilakunya sebab pada hakikatnya manusia adalah
makhluk fitrah. Ia akan menerima katakata dari seorang guru yang penuh dengan
hikmah.

B. Konsep Hikmah Dalam Al-Quran


Trem hikmah (Arab:Hikmah) adalah bagian tak terpisahkan dari Islam.
Ajaran Dan konsep ini menduduki aspek cukup penting sebagaimana konsep Islam
lainnya. Dalam Alquran, kata hikmah dapat dijumpai di banyak ayat bahkan di
beberapa ayat tertentu, lafal hikmah senantiasa ditempatkan pada tema-tema

10 M. Quraish Shihab, Secercah Cahaya Ilahi Hidup Bersama Al-Qur’an ,(Bandung:

Mizan, 2007), 387

5
strategis. Besarnya perhatian Islam terhadap pembelajaran hikmah sebagaimana
tertuang jelas dalam Alquran secara langsung menempatkan dirinya sebagai salah
satu bagian penting pembahasan dan ajaran Islam. Baik yang bersifat ritual
(Ubudiyah) ,sosial (mu'amalah), bahkan hingga menyangkut aktivitas keagamaan
yang bersifat praktis sekalipun seperti halnya dakwah (QS. Al-nahl (16):125:10).
dakwah bukan sekedar tentang menyampaikan atau menyeru umat pada jalan
kebaikan dan kebenaran Islam, tapi berkenaan dengan kesedihan dan kesadaran diri
untuk senantiasa menjunjung tinggi sikap dan perilaku hikmah.
Dalam pengertian umum, hikmah memiliki arti kebijaksanaan (dari Allah),
sakti atau kesaktian, dan arti atau makna yang dalam (manfaat). dari sekian
pengertian ini dalam interpretasi umum hikmah lebih banyak disandingkan dengan
lafal kebijaksanaan. Konsep kebijaksanaan di sini mengandung dua arti, yakni
kepandaian menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuan), kecakapan
bertindak apabila menghadapi kesulitan dan sebagainya.11 Berdasarkan pada
pengertian umum di atas, Konsep hikmah dapat dikelompokkan pada dua poin
penting, yaitu:
1. Kepandaian dalam berpikir yang bertumpu pada pengetahuan dan
pengalaman. Dengan demikian berhikmah sama artinya dengan perwujudan
diri yang berilmu, terdidik, terpelajar dan berpengalaman tentang sesuatu
yang telah dijalani dijalani, dirasaii,ditanggung, dan sebagainnya. Dengan
berilmu, praktis akan membuat dirinya tercerahkan, sehingga dapat
membedakan antara yang baik buruk dan benar salah.
2. Kecakapan dalam bertindak untuk menjauhkan diri dari kesulitan. Bahwa
hikmah tidak sebatas pada pemenuhan kemampuan akal budi, namun juga
menghindarkan diri dari segala bentuk kesukaran, membebaskan manusia
dari segala bentuk permasalahan hidup. Mempunyai semangat pembelaan
yang besar terhadap nilai-nilai kebajikan dan kelurahan hidup.
Menurut Jamal, term hikmah merupakan tema tidak asing dalam Islam,
term ini sendiri sudah banyak tersebar luas di dalam sumber-sumber utama Islam,
khususnya dalam Alquran. Begitu kentalnya konsep hikmah dalam ajaran Islam,

11 Ibid,....234

6
hingga Al Banna menyebut hikmah sebagai bagian integral Islam. 12
Ḥikmah menurut Allamah Muhammad Husein Tabāṭabā’i dapat
dikategorikan keadalam tiga konsep dimensi. Pertama, dimensi ḥikmah sebagai
nikmat Allah SWT, yaitu dimensi yang menerangkan kedudukan hikmah sebagai
sesuatu yang diberikan Allah SWT kepada hamba pilihan-Nya. Kedua, dimensi
ḥikmah sebagai pemahaman yang mendalam tentang agama, dimensi ini
menerangkan kedudukan ḥikmah sebagai kemampuan berfikir dalam diri manusia.
Ketiga, dimensi ḥikmah sebagai ajaran tentang kebaikan, dimensi ini menjelaskan
kedudukan ḥikmah sebagai implikasi dari tindakan yang didasari oleh nilai-nilai
ḥikmah. Dimensi ḥikmah tersebut berkaitan erat dengan diskursus filsafat. Cabang
filsafat menjadi inti bahasannya yaitu ontologi, epistimologi dan aksiologi. 13 Dalam
kaitannya dengan ḥikmah menurut Tabāṭabā’i, penulis menlihat adanya korelasi
antara tiga konsep dimensi dalam intensi ḥikmah dengan kerangka cabang filsafat.
Ketiga konsep dimensi tersebut ialah:
1. Hikmah dalam dimensi nikmat Allah SWT sebagai aspek ontologi.
2. Ḥikmah dalam dimensi pemahaman yang mendalam tentang agama sebagai
aspek epistimologi.
3. Ḥikmah dalam dimensi ajaran entang kebaikan sebagai aspek aksiologinya.

Selain itu, terdapat juga beberapa tokoh pemikiran modern kontemporer,


mereka yang tergabung dalam kelompok ini adalah jamal al-banna, Armahedi
mazar, Salman Ghonim, dan Daniel madigan. Untuk dapat memberi pemahaman
jelas berikut akan disampaikan nikmat dalam Alquran berdasarkan pengelompokan
berikut:
1. Hikmah sebagai sunnah
Berdasarkan arti terminologi, sunnah memiliki arti jalan yang biasa
ditempuh, kebiasaan, aturan agama yang didasarkan atas segala apa yang
dinukilkan dari nabi Muhammad, baik perbuatan, perkataan, sikap, maupun
kebiasaan yang tidak pernah ditinggalkannya. Jika mengacu pada pengertian ini,
maka sunnah yang dimaksud di sini identik dengan segala sikap, perilaku, dan
perkataan nabi Muhammad.

12 Ibid,....256-257
13 Sauedi, Pengantar Filsafat Ilmu (Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2016),h.81

7
2. Hikmah sebagai kontrol kekuasaan
Berdasarkan akar katanya kata hikmah mengandung indiksikalitas 2
makna sekaligus, yakni hukum dan kekuasaan. 14 hukum berarti sekumpulan
perangkat nilai dan norma yang berfungsi untuk menciptakan dan menjaga
keteraturan masyarakat, sedangkan kekuasaan merujuk pada kemampuan diri
menyebabkan pengaruh pada orang lain, meski yang demikian bertentangan dengan
keinginan pribadi.
3. Hikmah sebagai penguat sosial
Hikmah dan pengertian ghonim kemudian disimpulkan sebagai jenis rasa
atau kekuatan untuk fokus serta komitmen dalam menjelaskan persoalan-persoalan
sosial yang terjadi di tengah masyarakat. Hikmah dapat memperkuat relasi sosial
masyarakat tertentu, menjauhkan mereka dari setiap perpecahan dan
menghindarkan masyarakat dari segala bentuk pertentangan.

14 Daniel Madigan, The Qur’an’s Self-Image: Writing and Authority in Islam’s Scripture

(New Jersey: Princeton University Press, 2001), 93-96.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1) Buya Hamka menafsirkan “Hikmah” adalah dengan cara bijaksana, akal
budi yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih”.
2) Sayyid Quthb dan Buya Hamka tidak menafsirkan Hikmah dengan Al
Qur’an dan As Sunnah sebagaimana Ibnu Jarir bukan berarti menyelisih i
para ulama salaf, justru dari sinilah terlihat corak adabi ijtima’inya, karena
penjelasanya memang dibutuhkan oleh masyarakat sebagai panduan
dakwah .Di samping itu, hikmah diartikan dengan seuatu yang diturunkan
dan berasal dari Nabi Muhammad SAW. yaitu al-Quran dan as-sunnah. Hal
ini mempertegas dan memperjelas, bahwa hikmah harus bersih dari sesutau
yang bersifat negatif. Sebab al-Qur’an dan assunnah merupakan simbol dari
segala sesuatu yang bersifat positif dan kemaslahatan.
3) Konsep hikmah dapat dikelompokkan pada dua poin penting, yaitu:
• Kepandaian dalam berpikir yang bertumpu pada pengetahuan dan
pengalaman.
• Kecakapan dalam bertindak untuk menjauhkan diri dari kesulitan.

B. Saran

Mengingat berbagai kelemahan yang terdapat pada makalah ini, kami harap
kepada pemakalah selanjutnya agar melakukan tugas makalah ini dengan baik dan
beragam serta disertai dengan penjelasan yang akurat. Semoga Allah SWT.
Senantiasa melimpahkan hidayah dan maghfirah- Nya kepada kita, sehingga kita
semua dapat menggapai ketentraman lahir dan batin untukmengabdi kepada-Nya
dan menjadi hamba-Nya yang bahagia di dunia dan akhirat. Aamiin.

9
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Muin, Thaib Thahir (1973), Ilmu Kalam II (Jakarta: Widjaja), 5.


Bannā (al), Jamāl (2004). al-Islām Kamā Tuqaddimuh Da‘wat al-Ih}yā’ al-Islāmī.
Kairo: Dār al-Fikr al-Islāmī, H.107
Bannā (al), Jamāl (2005), Tajdīd al-Islām wa I‘ādat Ta’sīs Manz}ūmat al-Ma‘rifah
al-Islāmīyah. Kairo: Dār al-Fikr al-Islāmī, H.257
Jamarudin, Ade (2015) . “Eksistensi Fungsi Akal Manusia Perspektif al-Qur’ān”, Jurnal
An-Nur, Vol. 4, No. 1,h.78
Jamarudin, Ade (2015) . “Eksistensi Fungsi Akal Manusia Perspektif al-Qur’ān”, Jurnal
An-Nur, Vol. 4, No. 1,h.78
Madigan, Daniel (2001). The Qur’an’s Self-Image: Writing and Authority in Islam’s
Scripture. New Jersey: Princeton University Press, h.93-96
Muhtador, Moh. (2014) “Pemaknaan Ayat al-Qur’an dalam Mujahadah: Studi Living
Qur’an di PP Al-Munawwir Krapyak Komplek al-Kandiyas”, Jurnal
Penelitian, Vol. 8, No. 1,h.96
Safri, Arif Nuh (2012). “Otentisitas Risalah Kenabian; Pluralisme dan Kemanusiaan”,
Jurnal Esensia, Vol. 13, No. 1, h.169.
Sauedi. 2016. Pengantar Filsafat Ilmu (Bogor: Penerbit IPB Press).h.81

Shihab, M. Quraish (2007). Secercah Cahaya Ilahi Hidup Bersama Al-Qur’ān.


Bandung: Mizan, h.387

10

Anda mungkin juga menyukai