Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

AS-Sunnah, Teladan, dan Pendidikan Agama Islam


Dosen Pengampuh: Dr.Dra.Nurani Aziz M.P Di

Oleh:
Kelompok 4
• Rayi Tresna Gustira : (105191108223)
• Nayif Aqil : (105191107923)
• Muh.Fahril Khairy: (1051191107823)

Pendidikan Agama Islam S1


Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammdiyah Makassar
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul "assunnah,teladan,pendidikan islam" dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Sejarah. Selain itu, makalah
ini bertujuan menambah wawasan tentang manusia prasejarah bagi para pembaca
dan juga bagi penulis.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Ibu DR.DRA.NUR ANI AZIZ M.PI
selaku dosen pengampuh mata kuliah Pendidikan agama islam. Ucapan terima kasih
juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu diselesaikannya
makalah ini.

Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 18 oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………...ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………...1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………………..2
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………………….3
A. AS-SUNNAH………………………………………………………………………………..3
1. Pengertian As-Sunnah……………………………………………………………………..3
2.Kedudukan Atau Hadits Dalam Islam……………………………………………………..4
3.Urgensi Dan Kedudukan Sunnah Di Dalam Al Quran…………………………………..4
B. TELADAN…………………………………………………………………………………..6
1. Pengertian Teladan…………………………………………………………………………6
2. Bentuk Bentuk Keteladanan ………………………………………………………………7
3.Urgensi Keteladanan ……………………………………………………………………….7
C. PENDIDIKAN ISLAM………………………………………………………………………7
1. Pengertian Pendidikan Islam……………………………………………………………….7
2. Fungsi Tujuan Pendidikan Islam ………………………………………………………….8
3. Tujuan Pendidikan Islam……………………………………………………………………8
4. Landasan Pendidikan Islam………………………………………………………………..9
BAB III PENUTUP……………………………………………………………………………..10
A. Kesimpulan………………………………………………………………………………...12
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………..13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan Islam harus memiliki dasar materi yang kuat saat mempertimbangkan hal-
hal yang benar, baik atau diinginkan. Kebanyakan manusia menginginkan kebahagiaan
keidupan dunia dan akhirat namun bingung menentukan jalan kehidupannya sehingga
menyebabkan manusia menentang ajaran Islam dan menjadikan dunia layaknya surga yang
sesungguhnya. Sejatinya kehidupan dunia bukanlah mencari surga, melainkan menjadikan
Allah SWT. sebagai tujuan hidupnya serta mencari keridhaannya. Untuk mendapatkan
ridhanya dibutuhkan usaha dan doa, usaha yang dilakukan diantaranya dapat dengan
mempelajari materi pendidikan Islam, sebagai seorang peserta didik. Pendidikan Islam sangat
penting dipelajari dalam mengarungi kehidupan dunia dan akhirat, sebab tujuan dari
pendidikan islam itu sendiri ialah menjadikan mausia yang memiliki kepribadian muslim yang
tidak hanya memikirkan kebahagiaan dunia saja melaikan mempesiapkan diri di kehidupan
akhirat kelak yang dimana manusia itu sendiri kekal di dalamnya.

As-Sunnah secara etimologi adalah jalan yang ditempuh, sedangkan secara


terminologi adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi shalallahu alahi wasalam, baik
berupa perbuatan, perkataan atau pernyataan di dalam masalah-masalah yang berhubungan
dengan hukum syariat. Ḥadiṡ menurut bahasa adalah baru (lawan dari lama), sedangkan
menurut istilah adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi shalallahu alahi
wasalam, baik berupa ucapan, perbuatan atau penetapan.

Ḥadiṡ Nabi merupakan sumber ajaran Islam yang kedua, setelah AlQur’an. Hal ini
dikarenakan ḥadiṡ merupakan penafsiran Al-Qur’an dalam praktik atau penerapan ajaran
Islam secara faktual dan ideal. Mengingat bahwa pribadi Nabi merupakan perwujudan dari Al-
Qur’an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan
seharihari. Dilihat dari periwayatannya, ḥadiṡ berbeda dengan Al-Qur’an. AlQur’an semuanya
diriwayatkan secara muttawātir, sehingga tidak diragukan lagi kebenaran atau keṣaḥīhannya.
Adapun ḥadiṡ Nabi, sebagiannya diriwayatkan secara muttawātir dan sebagian lainnya secara
ahād. Dengan demikian, jika dilihat dari periwayatannya ḥadiṡ muttawātir tidak perlu diteliti
lagi karena tidak diragukan kebenarannya, adapun ḥadiṡ ahad, masih memerlukan penelitian.
Dengan penelitian itu, akan diketahui, apakah ḥadiṡ yang bersangkutan dapat diterima
periwayatannya ataukah tidak.

Keteladanan merupakan sikap dan perbuatan yang dilakukan baik sengaja maupun
tidak sengaja oleh seseorang dan menjadi contoh untuk orang lain yang ada disekitarnya.

1
Keteladanan seorang guru misalnya, dalam kegiatan sehari-harinya guru akan menjadi
cermin bagi siswa di sekolah, maka dari itu guru harus mengedepankan aspek sikap dalam
bentuk aksi nyata dari pada hanya sekedar nasihat tanpa dibuktikan perbuatan. Oleh karena
itu, guru merupakan sosok figur yang didambakan kehadiran dan peranannya dalam
pendidikan. Tidak akan pernah menjadi teladan seorang guru apabila ia hanya bertugas
memberikan prinsip dan ilmu saja. Akan tetapi, jauh lebih bermakna apabila seorang guru
memberikan cerminan dalam mengaplikasikan prinsip dan ilmu tersebut. Sebesar apa pun
prinsip yang diberikan kepada siswa jika tanpa disertai keteladanan maka tidak bermakna
apa-apa.

Pendidikan Islam merupakan sistem tersendiri di antara berbagai sistem di dunia ini,
kendatipun ada perincian dan unsur-unsurnya yang bersamaan. Dia merupakan sistem
tersendiri, baik tentang cakupannya maupun tentang kesadarannya terhadap detak-detak
jantung, goresan hati, karsa dan rasa manusia. Pengaruhnya merupakan sistem tersendiri
dalam jiwa dan kehidupan nyata. Diantara pengaruhnya adalah ummat yang pernah
mengagumkan sejarah, yaitu ummat yang memulai karirnya dari yang sekecil kecilnya sampai
mampu menyebarluaskan ajarannya ke santero jagat, ummat yang betul-betul bercerai-berai
dan hampir tak pernah berjumpa selain didalam pertarungan dan peperangan, tetapi tiba tiba
menjadi ummat yang kokoh dan bersatu, tidak ada tolak bandingannya di bumi, menaklukkan
dan menjarah, memakmurkan, membangun, menegakkan nilai nilai moral dan kemanusiaan
yang belum dikenal, baik sebelum maupun sesudahnya, menjadi ummat yang terbesar ke
seluruh muka bumi, menyebarkan cahaya petunjuk, membangun kembali kehidupan ini atas
izin Tuhan.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan di uraikan dalam makalah ini adalah:

1. Apa definisi Assunnah, keteladanan dan Pendidikan islam


2. Apa urgensi dan fungsi assunnah terhadap Alquran?
3. Apa kriteria dan urgensi keteladanan?
4. Apa fungsi Pendidikan islam?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. As-Sunnah

1. Pengertian As-sunnah

Pengertian sunnah menurut rumusan dafinisi itu adalah mencakup semua riwayat
yang bersumber dari Rasulullah saw selain al-Qur’an, yang wujudnya berupa perkataan,
perbuatan dan taqrir (ketetapan) beliau yang dapat dijadikan dalil hukum syar’i. Dengan
demikian pengertian sunnah yang dirumuskan oleh para ulama’ Ushul Fiqh cakupannya lebih
sempit dibandingkan dengan pengertian yang disampaikan oleh para ulama’ hadis
sebagaimana telah diuraikan di atas. Sebab ulama’ Ushul Fiqh ternyata hanya merujuk
pengertian sunnah pada riwayat-riwayat dari Rasulullah saw yang berisikan hukum syar’i
semata. Hal demikian ini berarti bahwa riwayat-riwayat dari Rasulullah saw yang sama sekali
tidak berkaitan dengan hukum syar’i, misalnya riwayat yang menjelaskan masalah-masalah
akidah, tidaklah termasuk ke dalam kategori pengertian sunnah. Sedangkan hadis oleh ulama’
Ushul Fiqh hanya dipergunakan untuk pengertian yang lebih sempit yakni hanya merujuk
sunnah qauliyah (sunnah berupa perkataan), tidak kepada lainnya. Jadi pengertian hadis di
sini memiliki cakupan lebih sempit dibandingkan dengan sunnah.

As-Sunnah menurut istilah syari’at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bentuk qaul (ucapan), fi’il (perbuatan), taqrir (penetapan),
sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri’ (pensyari’atan) bagi
ummat Islam.

1) As-Sunnah menurut istilah ulama ushul fiqih ialah segala sesuatu yang bersumber dari
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selain dari Al-Qur-an, baik perbuatan, perkataan,
taqrir (penetapan) yang baik untuk menjadi dalil bagi hukum syar’i.
2) Ulama ushul fiqih membahas dari segala yang disyari’atkan kepada manusia sebagai
undang-undang kehidupan dan meletakkan kaidah-kaidah bagi perundang-undangan
tersebut.
3) As-Sunnah menurut istilah ahli fiqih (fuqaha’) ialah segala sesuatu yang sudah tetap
dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hukumnya tidak fardhu dan tidak wajib,
yakni hukumnya sunnah.
4) As-Sunnah menurut ulama Salaf adalah petunjuk yang dilaksanakan oleh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Shahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqaad
(keyakinan), perkataan maupun perbuatannya.

3
2. Kedudukan Sunah atau Hadis dalam Islam

Umat Islam sepakat bahwa sunah merupakan sumber kedua ajaran Islam setelah al-
Qur’an, meski di kalangan Imam madzhab ada perbedaan dalam penentuan syarat
penerimaannya. Doktrin Islam yang belum dijelaskan rincian hukumnya, tidak dijelaskan
operasionalnya dan atau tidak dikhususkan menurut petunjuk ayat yang masih mutlak, maka
hendaknya dicarikan penyelesaiannya dengan sunah atau hadis. Seandainya usha ini
mengalami kegagalan, disebabkan belum adanya pada masa Nabi saw, sehingga
memerlukan ijtihad baru untuk menghindari kevakuman hukum dan kebekuan beramal, maka
baru boleh dicarikan solusinya lewat ijtihad, baik fardi maupun jama’i, sepanjang tidak kontras
dengan ruh dan semangat umum doktrin Islam. Tahapan penetapan hukum semacam ini
sejalan dengan realitas historis yang menerangkan bahwa Nabi saw telah menyetujui langkah
hukum sahabat Mu’adz bin Jabal, sahabat yang diangkat menjadi seorang qadli di negeri
Yaman, yang dalam memutuskan persoalan hukum mula-mula merujuk kepada ketetapan al-
Qur’an, kemudian disusul merujuk kepada hadis atau sunah dan akhirnya merujuk kepada
ijtihad.

Berkaitan dengan penempatan sunah sebagai sumber kedua ajaran Islam, di bawah
kirab sudi al-Qur’an, as-Syatibi memeberikan argumentasi sebagaimana berikut ini: 42 1. Al-
Qur’an, ditinjau dari segi periwayatannya, bersifat qath’i al-wurud, sedangkan sunah zhanni
al-wurud—selain hadis mutawatir. Keyakinan kita terhadap hadis hanya secara global, bukan
rinci, sedangkan al-Qur’an, baik secara global maupun detail, diterima secara meyakinkan. 2.
Sunah atau hadis ada kalanya menerangkan sesuatu yang masih global dalam al-Qur’an,
kadangkala memberi komentar terahadap al-Qur’an, dan kadangkala membicarakan sesuatu
yang belum dibicarakan oleh al-Qur’an.

Kalau sunnah berfungsi sebagai penjelas atau pemberi komentar terhadap alQur’an,
maka sudah tentu ia memiliki status di bawah al-Qur’an. 3. Di dalam hadis sendiri terdapat
penegasan bahwa hadis atau sunah menduduki posisi kedua setelah al-Qur’an. Diantaranya
adalah riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim, yang memuat dialog nabi dengan Mu’adz bin
Jabal pada saat dia diangkat sebagai gubernur Yaman. Identik dengan argumen as-Syatibi
pertama di atas, Mahmud Abi Rayyah mengatakan bahwa posisi sunah atau hadis itu di
bawah al-Qur’an disebabkan oleh perbedaan tingkat periwayatannya. Al-Qur’an sampai
kepada umat Islam dengan jalan mutawatir dan tidak ada keraguan sedikit pun, dan
karenanya alQur’an dikatakan bersifat qath’i al-wurud, baik secara global maupun terinci.
Sedangkan hadis sampai kepada umat Islam tidak semuanya dengan jalan mutawatir, bahkan
sebagian besar diterima secara ahad. Dengan demikian hadis bersifat zhanni al-wurud,
kecuali hadis mutawatir yang jumlahnya relatif sangat sedikit.43

4
Kedudukan sunah sebagai sumber kedua dari ajaran Islam sebenarnya secara eksplisit telah
tercantum dalam sabda nabi berikut ini:

‫من يطع الرسو ل فقد أ طا ع هلال ومن تو لّى فما أرسلنا ك عليهم حفيظا‬

Artinya: “Barangsiapa mentaati rasul, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa
berpaling (dari ketaatan itu) maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi
mereka” (Qs. an-Nisa’: 80)

‫فإ ن تنا زعتم فى شيئ فر ّدوه إ لى هلال والرسول إن كنتم‬, ‫يا ا يها لذبن ا منوا أ طيعوا هلال وأ طيعوا ا لر سو ل وأو لى األمر منكم‬
‫ذ لك خير و أحسن تأ ويا‬. ‫تؤ منون باهلل واليو م األخر‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan rasul- (Nya), dan ulil amri
diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (alQur’an) dan rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya” (Qs. an-Nisa’: 59).

Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa perintah taat kepada Allah dan rasul berarti
perintah taat kepada al-Qur’an dan as-Sunnah,44 yang bahkan keduanya senantiasa berada
dalam saling keterkaitan. Maksudnya, seseorang tidaklah mungkin seseorang itu dinyatakan
taat kepada Allah SWT kalau seseorang itu tidak mau mentaati rasul-Nya, dan demikian pula
sebaliknya seseorang tidak mungkin dikatakan telah taat kepada rasul kalau orang itu tidak
bersedia mentaati Allah SWT. Adapun diantara cara mentaati rasul itu adalah dengan cara
menerima dan melaksanakan ajaran Islam yang telah disampaikan oleh para rasul dan
meninggalkan apa saja yang telah dilarang olehnya (Qs. alHasyr: 7).

3. Urgensi dan Fungsi Sunnah terhadap al-Qur’an

Sebagai salah satu sumber ajaran Islam, sunah memiliki peran signifikan untuk
menjelaskan al-Qur’an. Dengan kata lain, kehadiran Muhammad saw dengan sunnahnya
berperan untuk menjelaskan makna atau maksud firman Tuhan (al-Qur’an) yang sebagian
besar masih bersifat global maknanya. Dalam hal ini Allah SWT sendiri memberikan
penegasan melalui sebuah firman-Nya berikut ini:

‫وأ نزلنا إ ليك الذكر لتبيّن لل ّنا س ما ن ّز ل ا ليهم و لعلّهم يتف ّكرو ن‬

Artinya: “Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an agar kamu menerangkan kepada
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkannya” (Qs.
an-Nahl: 44).

5
Ayat tersebut menggambarkan bahwa fungsi utama sunah adalah sebagai al-bayan
atau penjelasan terhadap al-Qur’an. Hal demikian lebih dikarenakan kebanyakan ayat-ayat
al-Qur’an sebagai petunjuk bagi ummat manusia pada umumnya disampaikan dalam uslub
yang mujmal (global atau umum), sehingga manusia tidak mungkin bisa memahami dan
menggali petunjuk darinya kalau hanya mengandalkan al-Qur’an semata. Itulah sebabnya
Allah SWT memberikan otoritas (kewenangan) kepada Nabi Muhammad saw untuk
menjelaskan maksud yang terkandung dalam al-Qur’an dengan melalui sunnahnya. Adapun
fungsi sunah terhadap al-Qur’an selengkapnya telah disampaikan oleh Muhammad Abu Zahu
berikut ini:

1) Menegaskan kembali hukum-hukum yang sudah ditetapkan al-Qur’an. Di sini sunnah


atau hadis seakan-akan hanyalah mengulangi ketetapan al-Qur’an, sehingga hukum
itu memiliki dua sumber rujukan dan atasnya terdapat dua dalil yakni al-Qur’an dan
hadis (as-Sunnah).
2) Memberikan penjelasan arti yang masih samar dalam al-Qur’an atau memberikan
rincian terhadap apa yang disebutkan dalam al-Qur’an secara garis besar. Dalam hal
ini ada berbagai ragam bentuk penjelasan yang diberikan oleh hadis: a. Bayan tafshil,
yakni sunah menjelaskan atau memerinci ke-mujmal-an alQur’an. Di dalam al-Qur’an
terdapat perintah melaksanakan shalat, zakat, haji, jihad dan sebagainya, namun tidak
diikuti penjelasan tentang teknik operasionalnya, dan di sinilah peran sunnah yakni
memberikan penjelasan rincian tentang teknik operasional dari perintah al-Qur’an
yang masih mujmal.

B. Keteladanan

1. Pengertian Keteladanan

Keteladanan berasal dari kata” teladan “ yang berarti sesuatu yang patut ditiru atau
baik untuk dicontoh. Sedangkan dalam bahasa Arab adalah “uswatun hasanah”. Dilihat dari
segi kalimatnya uswatun hasanah terdiri dari dua kata yaitu uswatun dan hasanah. Mahmud
Yunus mendefenisikan “uswatun” sama dengan “qudwah “ yang berarti ikutan. Sedangkan
“hasanah” diartikan sebagai perbuatan yang baik. Jadi uswatun hasanah adalah suatu
perbuatan baik seseorang yang ditiru atau diikuti oleh orang lain. Keteladanan ini merupakan
perilaku seseorang yang sengaja ataupun tidak sengaja dilakukan dan dijadikan contoh bagi
orang yang mengetahui atau melihatnya. Pada umumnya keteladanan ini berupa contoh
tentang sifat, sikap dan perbuatan yang mengarah kepada perbuatan baik untuk ditiru atau
dicontoh. Menurut Al-Aziz dalam buku Ramayulis mengatakan ”tugas pendidik adalah orang
yang bertanggung jawab dalam menginternalisasikan nilai-nilai religius dan berupaya
menciptakan individu dengan pola pikir ilmiah dan pribadi yang sempurna.

6
2. Bentuk-bentuk keteladanan

Menurut Heri Jauhari Muchtar, menjelaskan bentuk-bentuk keteladanan sebagai berikut:

1) Keteladanan yang disengaja Keteladanan kadang kala diupayakan dengan cara


disengaja, yaitu guru sengaja memberi contoh yang baik kepada para anak didik
supaya mereka dapat menirunya. Umpamanya guru memberikan contoh bagaimana
cara membaca yang baik agar para anak didik menirunya. Dalam proses belajar
mengajar, keteladanan yang disengaja dapat berupa pemberian secara langsung
kepada anak didiknya melalui kisah-kisah nabi yang didalam kisah tersebut terdapat
beberapa hal yang patut dicontoh oleh para anak didik.
2) Keteladanan tidak disengaja Keteladanan ini terjadi ketika guru secara alami
memberikan contoh-contoh yang baik dan tidak ada unsur sandiwara didalamnya,
dalam hal ini guru tampil sebagai figur yang dapat memberikan contoh contoh yang
baik didalam maupun diluar kelas. Bentuk guru semacam ini keberhasilanya banyak
tergantung pada kualitas kesungguhan dan karakter guru yang diteladani, seperti
kualitas keilmuanya, kepemimpinanya, keihlasanya, dan sebagainya

3. Urgensi Keteladanan

Suri tauladan merupakan alat pendidikan yang sangat efektif bagi kelangsungan komunikasi
nilai-nilai agama. Karena keteladanan di sini sebagai suatu metode yang digunakan untuk
merealisasikan tujuan pendidikan dengan memberi contoh yang baik kepada peserta didik agar
mereka dapat berkembang baik fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan benar. Untuk
menciptakan anak yang sholeh, pendidik tidak cukup hanya memberikan prinsip saja karena yang lebih
penting bagi peserta didik adalah figur yang memberikan keteladanan dalam menerapkan prinsip
tersebut Peserta didik akan mencontohapa yang didengar dan dilihat, yang selanjutnya mereka akan
mengingat.

Hal tersebut sesuai dengan firman Allah dalam QS. as-Sajdah ayat 4:
ُ ْ ُ
َ٩ ‫ق ف‬ َُ ‫خ ف ي ه مَْنَُرو ح هَمَس‬
َ َ‫واه ليالَم ث َا تََْش َُكر َوَن )َُ ئدة‬ َ ََ‫َْ( َرَواألَصَاَل لَ َُك َم الَسَْمَعَواألبَ َوَجعََونف‬

“KemudianَDiaَmenyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan


bagi kamu pendengaran,َpenglihatanَdanَhati;َ(tetapi)َkamuَsedikitَsekaliَbersyukur.”َ

C. Pendidikan Islam

1. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan Islam adalah proses bimbingan kepada manusia yang mencakup jasmani
dan rohani yang berdasarkan pada ajaran dan dogma agama (Islam) agar terbentuk

7
kepribadian yang utama menurut aturan Islam dalam kehidupannya sehingga kelak
memperoleh kebahagiaan di akhirat nanti.

Dilihat dari sudut etistimologis, istilah pendidikan Islam sendiri terdiri dari atas dua kata, yakni
“pendidikan” dan “islami”. Definisi pendidikan sering disebut dengan berbagai istilah, yakni
altarbiyah, al-taklim, al-ta’dib dan al-riyadoh. Setiap istilah tersebut memiliki makna yang
berbeda-beda, hal ini dikarenakan perbedaan kontek kalimatnya dalam pengunaan istilah
tersebut. Akan tetapi dalam keadaan tertentu semua istilah itu memiliki makna yang sama,
yakni pendidkan.

2. Tujuan Pendidikan Islam

Para ahli pendidikan telah memberikan definisi tentang tujuan pendidikan Islam
dimana rumusan atau definisi yang satu berbeda dari definisi yang lain. Meskipun demikian,
pada hakikatnya rumusan dari tuuan pendidikan agama islam adalah sama, mungkin hanya
redaksi dan penekanannya saja yang berbeda.

Berikut ini akan kami kemukakan beberapa definisi pendidikan islam yang
dikemukakan oleh para ahli:

1. Naquib Al-Attas menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang penting harus diambil
dari pandangan hidup (Philosophy of life) jika pandangan hidup itu Islam maka tuuannya
adalah membentuk manusia sempurna (insane kamil) menurut Islam. Pemikiran Naquib Al-
attas ini tentu saja masih bersifat global dan belum operasional. Definisi tersebut
mengendalikan bahwa semua operesional pendidikan harus menuju pada nilai kesempurnaan
manusia. Insane Kamil atau manusia sempurna yang diharapkan tersebut hendaknya
diberikan indikator-indikator yang dibuat secara lengkap dan diperjenjang sesuai dengan jenis
dan jenjang pendidikan sehingga tuuan pendidikan tersebut dapat operasional dan mudah di
ukur.

2. Abd. Ar-Rohman, Abdullah, mengungkapkan bahwa tuuan pokok pendidikan Islam


mencakup tuuan jasmani, tuuan rohani, dan tujuan mental. Saleh Abdullah telah
mengklasifikasikan tuuan pendidikan ke dalam tiga bidang, yaitu : fisik-materil, ruhani-
spiritual, dan mental-emosional. Ketiga tiganya harus diarahkan menuu pada kesempurnaan
tiga tuuan ini tentu saja harus tetap dalam satu kesatuan (integratif) yang tidak terpisahkan.

3. Muhammad Athiyah Al-Abrasyi merumuskan tuuan pendidikan Islam secara lebih


rinci dia menyatakan bahwa tuuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk akhlak mulia,
persiapan menghadapi kehidupan dunia akhirat, persiapan untuk mencari rizki,
menumbuhkan semnagat ilmiah, dan menyiapkan profesionalisme subjek didik.

8
3. Fungsi Pendidikan Islam

Pendidikan mempunyai peran dan fungsi ganda, pertama peran dan fungsinya
sebagai instrument penyiapan generasi bangsa yang berkualitas, kedua, peran serta fungsi
sebagai instrumen transfer nilai. Fungsi pertama menyiratkan bahwa pendidikan memiliki
peran artikulasi dalam membekali seseorang atau sekelompok orang dengan pengetahuan
dan keterampilan yang dibutuhkan, yang berfungsi sebagai alat untuk menjalani hidup yang
penuh dengan dinamika, kompetensi dan perubahan, fungsi kedua menyiratkan peran dan
fungsi pendidikan sebagai instrumen transformasi nilai-nilai luhur dari satu generasi
kegenerasi berikutnya. Kedua fungsi tersebut secara eksplisit menandai bahwa pendidikan
mengandung makna bagi pengembangan sains dan teknologi serta pengembangan etika,
moral, dan nilai-nilai spiritual kepada masyarakat agar tumbuh dan berkembang menjadi
warga negara yang memiliki kepribadian yang utuh sesuai dengan fitrahnya, warga negara
yang beradab dan bermartabat, terampil, demokratis dan memiliki keunggulan (competitive
advantage) serta keungulan komperatif (comperative advantage).

Secara sederhana, fungsi Pendidikan Islam adalah sarana untuk menyediakan fasilitas yang
dapat memungkinkan tugas pendidikan Islam dapat tercapai dan berjalan dengan lancar.
Menurut Kurshid Ahmad, fungsi pendidikan Islam adalah:
1. Alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan,
nilai-nilai tradisi dan sosial serta ide-ide masyarakat dan nasional
2. Alat untuk mengadakan perubahan, inovasi dan perkembangan yang secara garis
besarnya melalui pengetahuan dan skill yang baru ditemukan dan melatih tenaga-tenaga
manusia yang produktif untuk menemukan perimbangan perubahan sosial dan ekonomi.

Berikut ini merupakan metode-metode dalam mencapai pendidikan Islam yang


sesunguhnya, yaitu:

1) Metode Ceramah Metode ceramah ialah penerapan atau penuturan secara lian oleh
pendidik terhadap kelas, dengan kata lain dapat pula dimaksudkan, metode ceramah
adalah suatu cara penyajian atau informasi penerapan dan penuturan secara lisan
oleh pendidik terhadap peserta didiknya. Metode ini banyak sekali dipaki karena
metode ini mudah dilaksanakan. Nabi Muhammad saw dalam memberikan pelajaran
terhadap umatnya banyak mempergunakan metode ceramah, disamping metode lain.

2) Metode Moral Reasoning Metode ini dapat disebut juga dengan metode mencari
moral. Metode ini merupakan metode pembelajaran anak didik yang mengajak untuk

9
menentukan suatu perbuatan yang sebaiknya diperbuat pada suatu kondisi tertentu
dengan memberikan alasan-alasan yang melatar belakanginya.

3) Metode Tanya Jawab Metode tanya jawab adalah suatu cara mengajar seorang
pendidik mengajukan beberapa pertanyaan kepada peserta didik tentang bahan
pelajaran yang telah di ajarkan atau bacakan yang telah mereka baca sambil
memperhatikan proses berfikir diantara peserta didik. Pendidik mengharapkan dari
peserta didik jawab yang tepat dan berdasarkan fakta. Dalam tanya jawab, pertanyaan
adakalanya dari peserta didik (dalam hal ini atau peserta didik yang jawab). Apabila
peserta didik tidak menjawabnya barulah pendidik memberikan jawaban.

4. Landasan Pendidikan Islam

Landasan Pendidikan Islam terdiri dari Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad saw yang
dapat dikembangkan dengan ijtihad, almaslahah almursalah, istihsan, qiyas, dan sebagainya.

1. AL-QUR’AN

Al-Qur’an merupakan kalam Allah SWT. Yang memiliki pembendaharaan luas dan
besar bagi pengembanga kebudayaan umat manusia. Al-Qu’an merupakan sumber
pendidikan lengkap, baik itu pendidikan kemasyarakatan (sosial), moral(akhlak), maupun
spiritual (kerohanian), serta material (kejasmanian), dan alam semesta. Al-Qur’an merupakan
sumber nilai yang absolute dan utuh. Eksistensinya tidak akan pernah mengalami perubahan.
Ia merupakan pedoman normatife-teoritis bagi pelaksanaan pendidikan islam yang
memerlukan penafsiran lebih lanjut bagi operasional pendidikan.bila begitu luas persuasifnya
Al-Qur’an dalam menuntun manusia, yang kesemuanya merupakan proses pendidikan
kepada manusia, menjadikan Al-Qur’an sebagai kitab dasar utama bagi pengembangan ilmu
pengetahuan. Al-Qur’an ialah firman Allah berupa wahyu yang disampaikan oleh Jibril kepada
Nabi Muhammad saw. di dalamnya terkandung ajaran pokok yang dapat dikembangkan untuk
keperluan seluruh aspek kehidupan melalui ijtihad. Ajaran yang terkandung dalam Al-Qur’an
itu terdiri dari dua prinsip besar, yaitu yang berhubung dengan masalah keimanan yang
disebut AKIDAH, dan yang berhubungan dengan amal yang disebut SYARI’AH.

2. AS-SUNNAH

As-sunnah ialah perkataan, perbuatan ataupun pengakuan rosul Allah SWT. Yang
dimaksud dengan pengakuan itu ialah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui
rosulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah
merupakan sumber ajaran kedua sesudah AlQur’an.seperti Al-Qur’an, sunnah yang berisi
Akidah dan Syari’ah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia

10
dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang
bertakwa.

3. Ijtihad

Ijtihad adalah para fuqoha, yaitu berfikir dengan mengunakan seluruh ilmu yang
dimiliki oleh ilmuan syari’at Islam untuk menetapkan / menentukan suatu hukum syari’at Islam
dalam hal-hal yang ternyata belum ditegaskan hukumnya oleh Al-Qur’an dan Sunah. Ijtihad
dalam hal ini dapat saja meliputi seluruh aspek kehidupan termasuk aspek pendidikan, tetapi
tetap berpedoman pada alqur’an dan sunah. Namun demikian, ijtihad harus mengikuti
kaidahkaidah yang diatur oleh para mutahid tidak boleh bertentangan dengan AlQur’an dan
s-sunah tersebut. Karena itu ijtihad dipandang sebai salah satu sumber hukum Islam yang
sangat dibutuhkan sepanjang masa setelah rosul Allah wafat. Sasaran ijtihad ialah segala
sesuatu yang diperlukan dalam kehidupan, yang senantiasa berkembang. Ijtihad bidang
pendidikan sejalan dengan perkembangan zaman yang semakin maju, terasa semakin urgent
dan mendesak, tidak saja dibidang materi (isi) melainkan juga dibidang sistem dalam arti yang
luas.30 Dalam meletakkan ijtihad sebagai sumber pendidikan Islam pada dasarnya
merupakan proses penggalian dan penerapan hukum syari’ah yang dilakukan oleh para
mujtahid muslim dengan menggunakan pendekatan nalar dan pendekatan-pendekatan
lainnya. Secara independen, guna memberikan jawaban hukum atas berbagai persoalan
umat yang ketentuan hukumnya secara syari’ah tidak terdapat dalam Al-Qur’an dan hadis
rosulullah. Oleh karena itu, lahan kajian analisis ijtihad merupakan lahan kajian yang cukup
luas. Keluasan tersebut meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang begitu bervariasi dan
dinamis

11
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan

Dari ketiga materi di atas yaitu assunnah,teladan dan Pendidikan islam


merupakan,sesuatu hal yang berkaitan satu sama lain,assunnah yang berasal dari rasulullah
juga merupakan teladan bagi seluruh ummat islam yang yang mengikuti jejak bliau, sehingga
semua ini memerlukan wadah yakni sebuah Pendidikan yang berbasis islami yang membahas
tentang kedua materi di atas yakni assunnah dan teladan, sunnah adalah sesuatu yang tidak
lepas dari lingkup kehidupan rasulullah dan hanya ada pada di kehidupan rasulullah secara
khusus sedangkan teladan itu bisa siapa saja melakukan atau mengikuti keteladan dari
seseorang selama itu masih dalam ringkup teladan yang baik,sehinggah semuanya saling
berkaitan satu dengan yang lainnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

Referensi : https://almanhaj.or.id/2263-pengertian-as-sunnah-menurut-syariat.html

Arifin, HM., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, cet.ke-5

Daradjat, Zakiah, et.al., Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2000, cet. ke-4

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994, cet. ke-1

Soebahar, H. Abd. Halim, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2002,
cet.ke-1

Tafsir, Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2001, cet.ke-4

13

Anda mungkin juga menyukai