PENDIDIKAN AGAMA
Dosen Pengampu :
KELOMPOK 5
Anggota :
1. Fahira Puandi (2310413015)
2. Fahma Hutabara (2310411017)
3. Husni Huriah (2310413017)
4. Muhammad Faruqi ‘Aidi (2310411019)
5. Rihhadatul Aisy (2310412015)
UNIVERSITAS ANDALAS
T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang hadist/sunnah
sebagai sumber hukum Islam ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami juga berterima kasih pada bapak Drs. Mursal Sah, M.Ag selaku Dosen Pendidikan
Agama Islam yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai hadist/sunnah
sebagai sumber hukum Islam. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah
yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Pemakalah
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................4
C. Tujuan.................................................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
A. Pengertian Hadist/Sunnah...................................................................................................................6
B. Macam-macam Hadist/Sunnah...........................................................................................................9
C. Fungsi dan Peranan Hadist/Sunnah...................................................................................................10
D. Para Peneliti Hadist/Sunnah..............................................................................................................12
E. Perbedaan Al-Quran dan Hadist/Sunnah...........................................................................................15
BAB III.....................................................................................................................................................19
PENUTUP................................................................................................................................................19
A. Kesimpulan.......................................................................................................................................19
B. Saran.................................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadar- minta, 1976:974) sumber
adalah asal sesuatu. Sumber hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum
Islam, Dalam kepustakaan hukum Islam di tanah air kita, sumber hukum Islam, kadang-
kadang disebut 'dalil' hukum Islam atau 'pokok' hukum Islam atau 'dasar' hukum Islam
(M. Tolchah Mansoer, 1980, 24; Mukhtar Yahya, 1979:21). Allah telah menentukan
sendiri sumber hukum (agama dan ajaran) Islam yang wajib diikuti oleh setiap Muslim.
Menurut Alquran surat Al-Nisa' (4) ayat 59, setiap Muslim wajib mentaati (mengikuti)
kemauan atau kehendak Allah, kehendak rasul dan kehendak ulil amri yakni orang yang
mempunyai kekuasaan atau "penguasa": Kehendak Allah berupa ketetapan kini tertulis
dalam Alquran, kehendak rasul berupa sunnah terhimpun sekarang dalam kitab-kitab
hadis, kehendak "penguasa kini dimuat dalam peraturan perundang-undangan (dulu dan
sekarang) atau dalam hasil karya orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad karena
mempunyai "kekuasaan" berupa ilmu pengetahuan untuk mengalirkan (ajaran) hukum
Islam dari dua sumber utamanya yakni dari Alquran dan dari kitab-kitab hadis yang
memuat Sunnah Nabi Muhammad.
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa sumber- sumber hukum Islam
adalah (1) Alquran dan (2) As-Sunnah (Al- Hadis) serta (3) akal pikiran (ra'yu) manusia
yang memenuhi syarat untuk berijtihad karena pengetahuan dan peng. alamannya, dengan
mempergunakan berbagai jalan (metode) atau cara, 'di antaranya' adalah (a) ijmak, (b)
qiyas, (c) istidal (d) al-masalih al-mursalah, (e) istihṣan, (f) istishab, dan (g) 'urf.
As-Sunnah atau Al-Hadis (kadang-kadang dalam buku ini ditulis As-Sunnah saja), adalah
sumber hukum Islam kedua setelah Alquran, berupa perkataan (sunnah qauliyah),
perbuatan (sunnah filiyah) dan sikap diam (sunnah taqririyah atau sunnah sukutiyah)
Rasulullah yang tercatat (sekarang) dalam kitab- kitab hadis. Ia merupakan penafsiran
serta penjelasan otentik tentang Alquran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dalam makalah in dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian hadist/sunnah?
2. Apa saja macam-macam hadist/sunnah?
3. Apa fungsi dan peranan hadist/sunnah?
4. Siapa saja para peneliti hadist/sunnah?
5. Apa perbedaan Al-Quran dan hadist/sunnah?
C. Tujuan
Tujuan penulisan dalam makalah ini ditunjukan untuk mencari tujuan dari dibahasnya
pembahasan atau rumusan masalah dalam makalah. Adapun tujuan penulisan makalah
adalah sebagai berikut :
1. Memahami pengertian hadist/sunnah
2. Memahami apa saja macam-macam hadist/sunnah
3. Memahami fungsi dan peranan hadist/sunnah
4. Memahami para peneliti hadist/sunnah
5. Memahami perbedaan Al-Quran dan hadist/sunnah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadist/Sunnah
Hadist adalah ucapan Rasulullah SAW tentang suatu yang berkaitan dengan
kehidupan manusia atau tentang suatu hal, atau disebut pula sunnah Qauliyyah. hadist
merupakan bagian dari Sunnah Rasulullah. Pengertian Sunnah sangat luas, sebab Sunah
mencakup dan meliputi :
1. Semua ucapan Rasulullah SAW yang mencakup Sunnah Qauliyah.
2. Semua perbuatan Rasulullah SAW disebut Sunnah fi'liyah.
3. Semua persetujuan Rasulullah SAW yang disebut sunnah taqriri- yah).
Sunnah qauliyah, perkataan Rasulullah yang menerangkan hukum-hukum agama dan
maksud isi Qur'an.
As-Sunnah atau Al-Hadis (kadang-kadang dalam buku ini ditulis As-Sunnah
saja), adalah sumber hukum Islam kedua setelah Alquran, berupa perkataan (sunnah
qauliyah), perbuatan (sunnah filiyah) dan sikap diam (sunnah taqririyah atau sunnah
sukutiyah) Rasulullah yang tercatat (sekarang) dalam kitab- kitab hadis. Ia merupakan
penafsiran serta penjelasan otentik tentang Alquran.
Ucapan, perbuatan dan sikap diam nabi dikumpulkan tepat pada awal penyebaran
Islam. Orang-orang yang me- ngumpulkan Sunnah nabi (dalam kitab-kitab hadis) mene-
lusuri seluruh jalur riwayat ucapan, perbuatan dan pendiaman nabi. Hasilnya, di kalangan
Sunni terdapat enam kumpulan hadis utama, seperti yang dikumpulkan antara lain oleh
Bukhari dan Muslim yang dengan segera mendapatkan pengakuan di kalangan Sunni
(ahlus sunnah wal jama'ah) sebagai sumber nilai dan norma kedua sesudah kitab suci
Alquran. Di kalangan Syi'ah juga terjadi proses serupa tetapi di sam- ping ucapan-ucapan
nabi ditambahkan pula ucapan para Imam Syi'ah, yang menjelaskan arti petunjuk nabi itu
dan menjadi bagian kumpulan hadis. Salah-satu kumpulan hadis yang menonjol di
kalangan Syi'ah adalah Usul il-Kafi (baca Usulil Kufi) karya Kulaini.
Kitab-kitab hadis, baik di kalangan Sunni maupun Syi'ah adalah sumber
pengetahuan yang monumental tentang Islam, yang sekaligus menjadi alat penafsir dan
bagian yang komplementer terhadap Alquran. Sunnah, terutama ucapan nabi membahas
berbagai hal, mulai dari metafisika sampai pada tata tertib di meja makan. Di dalamnya
orang dapat menjumpai apa yang dikatakan nabi pada saat ia berada dalam kesusahan
waktu ia menerima duta negara lain, bagaimana ia memperla kukan tawanan, sikapnya
terhadap keluarganya dan hampir segala hal yang berhubungan dengan kehidupan rumah
tangga, hukum, sosial, ekonomi, politik. Selain itu di dalam hadis dibahas juga berbagai
pertanyaan yang berhubungan dengan metafisika, kosmologi, eskatologi (masa yang akan
datang akhirat) dan kehidupan spiritual. Sesudah Alquran, kitab hadis yang memuat
Sunnah nabi yang terikat erat pada Alquran adalah sumber petunjuk yang paling berharga
yang dimiliki umat Islam, dan keduanya adalah mata air seluruh kehidupan dan pikiran
Muslim.
Hadis mempunyai beberapa sinonim/murâdif menurut para pakar ilmu hadis,
yaitu sunnah, khabar, dan utsar. Masing-masing istilah ini akan dibicarakan pada
pembahasan berikut. Pada bab ini terlebih dahulu akan dibahas pengertian hadis, karena
yang banyak disebut di tengah-tengah masyarakat Islam adalah hadis. Sunnah juga sering
disebut oleh sebagian masyarakat, tetapi terkadang dimaksudkan makna berganda.
Sebelum berbicara pengertian hadis secara terminologi, terlebih dahulu akan dibicarakan
dari segi etimologi. Kata "Hadis" (Hadits) berasal dari akar kata:
َفَم اِل َهُؤاَل ِء اْلَقْو ِم اَل َيَكاُد وَن َيْفَقُهوَن َحِد يًثا
Artinya: “Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak
memahami pembicaraan sedikit pun?”
Ketiga makna etimologis di atas lebih tepat dalam konteks istilah Ulumul Hadis,
karena yang dimaksud hadis di sini adalah berita yang datang dari Nabi, sedangkan
makna pertama dalam konteks teologis bukan konteks Ilmu Hadis. Menurut Abû Al-
Baqâ', hadis (hadits) adalah kata benda (isim) dari kata at-tahdits yang diartikan al-ikhbar
= pemberitaan, kemudian menjadi termin nama suatu perkataan, perbuatan, dan
persetujuan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad. Pemberitaan, yang merupakan
makna dari kata hadis sudah dikenal orang Arab sejak jahiliyah, yaitu untuk menunjuk
“hari-hari yang populer" dengan nama al-ahâdîts. Menurut Al-Farra al-ahâdîts adalah
bentuk jamak (plural) dari kata uhdûtsah kemudian dijadikan plural bagi kata hadis.
Sunnah menurut bahasa banyak artinya, di antaranya: (suatu perjalanan yang
diikuti), baik dinilai perjalanan baik atau perjalanan buruk. sunnah menurut ulama
maw'izhah adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi dan sahabat, sedangkan bid'ah
antonim dari sunnah, yaitu sesuatu yang tidak datang dari keduanya, seperti shalat wajib
3 atau 4 kali sehari semalam, semua shalat wajib dilaksanakan hanya 2 rakaat, ibadah haji
dilakukan pada semua bulan, dan lain-lain.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sunnah menurut ulama
hadis lebih bersifat umum, yaitu meliputi segala sesuatu yang datang dari Nabi dalam
bentuk apa pun, baik berkaitan dengan hukum atau tidak. Sedangkan sunnah menurut
ulama ushul fiqh dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan hukum saja dan yang tidak
berkaitan dengan hukum seperti amal mubâhât seperti makan, minum, duduk, berdiri,
jongkok, dan lain-lain tidak termasuk sunnah.
Menurut ulama fiqh hanya melihat sepihak maksud hukum sunnah yang merupakan
antonim dari wajib. Demikian juga sunnah di mata ulama maw'izhah yang hanya melihat
pada sisi lawan sunnah tanpa melihat substansi dan makna yang tersirat dalam sunnah
tersebut. Perbedaan hadis dan sunnah, yaitu jika penyandaran sesuatu kepada Nabi
walaupun baru sekali dikerjakan atau bahkan masih berupa azam (hadis hammi) menurut
sebagian ulama disebut hadis bukan sunnah. Sunnah harus sudah berulang kali atau
menjadi kebiasaan yang telah dilakukan Rasul. Perbedaan lain, hadis menurut sebagian
ushûlîyün identik dengan sunnah qawliyah saja, karena mereka melihat hadis hanya
berbentuk perkataan, sedangkan sunnah berbentuk tindakan atau perbuatan yang telah
mentradisi secara kontinu.
B. Macam-macam Hadist/Sunnah
Dilihat dari segi jumlah perawinya sunnah dapat dibagi ke dalam tiga kelompok
yaitu :
1. Sunnah Mutawattir yaitu : Sunnah yang diriyawatkan banyak pe- rawi.
2. Sunnah Masyur yaitu sunnah yang diriwayatkan 2 orang atau lebih yang tidak
mencapai tingkatan mutawattir.
3. Sunnah Ahad yaitu Sunnah yang diriwayatkan satu perawi saja.
Adapun penjelasan lebih lanjut tentang ketiga Sunnah tersebut sebagai berikut :
a) Sunnah mutawatir, yaitu Sunnah yang diriwayatkan oleh satu ja- maah dari satu
jamaah dan seterusnya, yang mana setiap jamaah terdiri dari jumlah yang besar yang
tidak ungkin meraka bersepa- kat untuk berdusta. Umpamanya hadis Nabi yang
mengatakan: "Sesungguhnya setiap amalan adalah dengan niat, sesungguhnya apa yang
akan diperolehnya adalah apa yang diniatkannya", sunnah Nabi yang menetapkan akidah
dan pokok-pokok ibadat pada umumnya diriwayatkan secara mutawatir hingga dapat
diterima oleh semua pihak.
b) Sunnah masyhur, yaitu sunnah yang diriwayatkan oleh dua orang atau lebih dari Nabi
SAW, sesudah itu tersebar dan diriwayatkan oleh jamaah dalam jumlah yang banyak
yang tidak mungkin bersekongkol untuk berdusta. Kemasyuran sunnah ini berlaku
sesudah generasi sahabat Nabi.
c) Sunnah ahad yaitu sunnah yang diriwayatkan oleh satu atau dua orang secara dua
orang perorangan dan seterusnya sampai kepada Nabi. Periwayatannya tidak memenuhi
persyaratan sunnah mutawatir. Sebagian besar dari sunnah nabi adalah dalam bentuk
sunnah ahad. Sebagian dari padanya mencapai persyaratan sunnah yang sahih dan
sebagian lagi tidak memenuhi persyaratan sunnah sahih
Pembagian Hadist dapat pula dilakukan melalui pembagian berdasarkan rawiya,
dan berdasarkan sifat perawinya. Dalam keadaan yang sempurna hadist terdiri dari dua
bagian, yaitu:
1. Matan, teks atau bunyi yang lengkap dari hadist itu dalam susunan kalimat yang
tertentu.
2. Sanad, bahagian yang menjadi dasar untuk meenentukan dapat dipercaya atau tidaknya
sesuatu hadist. Jadi tentang nama dan keadaan orang-orang yang sambung bersambung
menerima dan menyampaikan hadist tersebut, dimulai dari orang yang memberikannya
sampai kepada sumberya Nabi Muhammad SAW yang disebut rawi.
Ditinjau dari sudut periwayatnya (rawi) maka hadist dapat digolongkan ke dalam
empat tingkatan yaitu :
1. Hadist mutawatir, hadist yang diriwayatkan oleh kaum dari kaum yang lain hingga
sampai pada Nabi Muhammad SAW. Hadist yang semacam ini sedikit sekali.
2. Hadist masyur, hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah orang, kemudian tersebar luas.
Dari Nabi hanya diberitakan oleh seorang saja atau lebih.
3. Hadist Ahad, hadist yang diriwayatkan oleh satu, dua atau lebih hingga sampai kepada
Nabi Muhammad.
4. Hadist mursal, hadist yang rangkaian riwayatnya terputus di tengah-tengah, sehingga
tidak sampai kapada Nabi Muhammad SAW.
Fungsi hadis terhadap Al-Qur'an secara umum adalah untuk menjelaskan makna
kandungan Al-Qur'an. Secara garis besar ada empat yaitu:
1.Bayan Taqrir
Posisi hadis sebagai penguat(Taqrir) atau memperkuat keterangan Al-Qur'an.Sebagian
ulama menyebut bayan ta'kid atau bayan Taqrir.Artinya Hadis menjelaskan apa sudah
dijelaskan Al-Qur'an,misal hadis yang memperkuat ketenangan perintah
shalat,zakat,puasa dalam Al-Quran surah Al-Baqarah(2):83 dan 183 dan juga perintah
haji pada Surah Ali Imran (3):97
2.Bayan Tafsir Hadis
Sebagai penjelas(tafsir) terhadap Al-Qur'an dan fungsi inilah yang terbanyak pada
umumnya.Ada 3 macam,yaitu sebagai berikut:
-Tafshil Al-Mujmal Hadis memberi penjelasan secara terperinci pada ayat ayat Alquran
yang bersifat global,baik menyangkut masalah ibadah maupun hukum.
-Takhshish Al-'amm Hadis mengkhususkan ayat ayat Alquran yang umum.Misalnya
ayat-ayat tentang waris dalam surah An-nisa(4):11 menjelaskan pembagian harta pusaka
terhadap ahli waris.
-Taqyid Al-Muthlaq Hadis membatasi kemutlakan ayat ayat Alquran artinya Alquran
keterangannya secara mutlak kemudian dibatasi dengan hadis yang Muqayyad = dibatasi,
mutlak=tidak terbatas.
3.Bayan Nasihin
Hadis menghapus hukum yang diterangkan dalam Al-Quran.Misalnya kewajiban wasiat
yang diterangkan dalam Al-Quran (2):180
4.Bayan Tasyri'i
Hadis menciptakan hukum syariat (tasyri) yang belum dijelaskan oleh Alquran.Para
ulama berbeda pendapat tentang fungsi Sunnah sebagai dalil pada suatu hal yang tidak
disebutkan dalam Mayoritas mereka berpendapat bahwa Sunnah berdiri sendiri sebagai
dalil hukum dan yang lain berpendapat bahwa Sunnah menetapkan dalil yang terkandung
atau tersirat secara implisit dalam Alquran.
5. Bayan al Takid
yakni memperkuat dasar hukum yang telah ditetapkan dalam Al- Quran, yakni dengan
cara mengulangi apa yang dikatakan dalam Al- Quran, seperti perintah Allah dalam Al-
Qur’an dalam Surah Al-Baqarah sebagai berikut: “Karena itu, barang siapa yang
mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa…. (Q.S. AlBaqarah/2:
185). Ayat Al-Qur’an ini juga di Ta’kid (di perkuat) oleh hadis Nabi SAW, yakni;
Apabila melihat (ru’yat) bulan, maka berpuasalah. Dan begitu pula apabila melihat
(ru’yat) bulan itu maka, berbukalah (HR. Muslim)
6. Bayan al takhsis
yaitu menjelaskan ayat Al-Quraan yang masih bersifat aam (umum) seperti dalam
pemberian harta waris kepada anak laki-laki dan perempuan bagi orang tua. Yang sudah
meninggal tapi Rasul membatasi dengan ketentuan bahwa anak yang membunuh tidak
bisa menerima warisan dari orang tua yang ia bunuh. Sebagaimana di jelaskan dalam Al-
Qur’an dalam Surah. An-Nisa 11: “Allah menyari’atkan bagimu tentang pembagian
pusaka untuk anak-anakmu, yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua
anak perempuan.(Q.S. An-Nisa 11). Di perkuat oleh hadis Nabi, yakni “Seorang
pembunuh tidak berhak menerima harta warisan”.(HR. Ahmad)
Salah satu sumber hukum Islam yang otentik adalah hadist. Dalam catatan sejarah
ditemukan berbagai karya hadist dari para ahli hadist (Imam Bukhari (194-252 H), Imam
Muslim (204-261 H), Abu Dawud (202-275 H), al-Nasa’I (215-303 H), al-Tirmiza (200-
279 H), dan ibn Majah (207-273 H) yang bisa diakses dan menjadi rujukan umat Islam
sampai saat ini.
Ada beberapa istilah yang digunakan oleh ulama hadis dalam menggambarkan tentang
kitab-kitab hadis berdasarkan standar kualitasnya yang dapat dijadikan sebagai
rujukan hukum seperti kitab al-khamsah, al- kitab al-sittah, al- kitab al-sab‘ah, al- kitab al-
tsamaniyah, al- kitab al-Tis‘ah.Namun yang sangat terkenal adalah al- kitab as-Sittah.
Hierarki otoritas dari al- kitab al-Sittah yang terdiri dari Shahîh al-Bukhârî (194 H), Shahîh
Muslim (206 H), Sunan Abî Dâwud (224 H), Sunan al-Tarmizî (279 H), Sunan al-Nasâi
(215 H), dan Sunan Ibn Mâjah 273 H) diakui legalitasnya di kalangan ulama sejak
abad ke-4H. Kedua kitab hadis yang awal, menurut ulama hadis merupakan kitab
hadis yang memiliki otoritas tertinggi yang dikenal dengan nama Shahih Bukhari dan
Muslim. Sedangkan hasil karya keempat ulama ahli hadis yang terakhir, dikenal dengan
kitab “Sunan”5, yang menurut para ulama, kualitasnya berada di bawah kitab shahihain.
Karena kecerdasannya dalam studi hadis, maka Imam Bukhari digelari Amir
al-Mu’minin fi al-hadis. Adapun murid-muridnya antara lain Syaikh Abu Zahrah,
Imam Muslim, at-Tirmizi, dan an-Nasa’i.
Beberapa di antara karya Imam Muslim yaitu al-Jami‘ as-Sahih, al-Asma’ wa al-
Kuna, Man Laisa Lahu Illa Rawin Wahid, al-Musnad al-Kabir ‘ala ar-Rijal, al-
Arqam, al-Mukhadramin, Aulad as-Sahabah, al-Aqran, al-Afrad wa al-Wihdan,
Masyayikh as-Sauri, Masyayikh Syu‘bah, at-Tarikh, Auham al-Muhaddisin, at-
Tamyiz, dan lainnya. Para murid Imam Muslim di antaranya ada Abu
Hatim ar-Razi, Ibrahim ibn Muhammad ibn Sufyan, Musa ibn Harun, Ahmad
ibn Salamah, Yahya ibn Sa‘id, Abu Bakr ibn Khuzaimah, Abu Isa at-Tirmizi, dan
lainnya.
4. al-Tirmidzi (209-279 H)
Sejak usia masih sangat muda beliau sudah gemar belajar hadis, bahkan
melakukan rihlah ilmiyah.ia terkenal sebagai seorang yang dapat dipercaya,
seorang ulama dan imam yang menjadi ikutan dan yang berilmu luas.
Kitabnya Al-Jami’us Sahih sebagai bukti atas keagungan derajatnya, keluasan
hafalannya, banyak bacaannya dan pengetahuannya tentang hadits yang
sangat mendalam.Kesungguhan al-Tirmidhi dalam menggali hadis dan ilmu
pengetahuan, dapat terlihat dari banyaknya hasil karyaya, antara lain: Kitab al-
Jami’ al-Sahih, yang dikenal juga dengan al-Jami' al-Tirmidhi, atau lebih
populer lagi dengan Sunan al-Tirmidhi, Kitab ‘Illal, kitab ini terdapat pada
akhir kitab al-Jami’ al-Tirmidhi, Kitab Tarikh, Kitab al-Sama’il al-Nabawiyyah,
Kitab al-Zuhud, Kitab al-Asma’ wa al-Kuna, Kitab al-‘llal al-Kabir, Kitab al-
Asma’ al-Sahabah, Kitab al-Asma’ al-Mauqufat, dan lainnya.
5. an-Nasa’i (215-303 H)
Pada usia remaja, yang belum genap berusia 15 tahun, beliau berangkat
melakukan rihlah ilmiyahnya menuju Hijaz, Irak, Syam, Mesir, dan Jazirah untuk
belajar hadis, sehingga menjadi orang yang terkemuka di bidang hadis yang
mempunyai sanad ‘ali.
An-Nasa’i terkenal juga sebagai ulama ahli Fiqh dan termasuk ulama yang
produktif menulis dalam berbagai bidang ilmu. Di antara karya-karyanya dalam
bidang hadis adalah Al-Sunan al-Kubra, Al-Sunan al-Sughra yang terkenal dengan
nama al-Mujataba, Al-Khashaish fi Fadhli ‘Ali bin Abi Thalib, Fadhail al-
Shahabah, Al-Manasik, Kitab al-Jum’ah, Musnad Imam ‘Ali. Al-Dlu’afa’ wa-al-
Matrukin, dll.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Al-Qur’an dan al-Sunnah menjadi dua sumber
utama pengetahuan dan epistemologi Islam. Oleh karena itu, kita tidak boleh
mengabaikan pentingnya al-Sunnah dalam pandangan dunia Islam sebagai sumber kedua.
Dalam proses mengembangkan pandangan dunia Islam murni yang tepat, alSunnah
digunakan sebagai referensi untuk menghindari informasi yang menyesatkan tentang
Islam dan epistemologi itu sendiri. Banyak penelitian tentang pandangan dunia Islam
telah dilakukan dan di antaranya;
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits/sunnah merupakan hukum islam yang kedua setelah Al-Quran. Dimana
Hadits/Sunnah tersebut berisi perbuatan, perkataan, dan sikap Rasulullah yang tercatat
dalam kitab-kitab. Dimana Hadits/Sunnah memiliki fungsi untuk menjelaskan dan
merincikan hal-hal yang belum dijelaskan di dalam Al-Quran. Perbedaan Al-Qur’an dan
hadis adalah Al-Qur'an dapat dikatakan sebagai pedoman hidup, sehingga pemahaman
terhadap Al-Qur'an perlu dikaji dan bukan hanya sekedar materi. Sedangkan hadits ialah
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik perkataan, perbuatan, taqrir,
dan sifat.
B. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan yang pemakalah lakukan, pada dasarnya
pembuatan makalah ini berjalan baik. Namun bukan suatu kekeliruan apabila pemakalah
ingin mengemukakan beberapa saran yang mudah-mudahan bermanfaat bagi kemajuan
pendidikan pada umumnya. Adapun saran yang pemakalah ajukan adalah sebagai
berikut:
Hendaknya pada peneliti atau pemakalah selanjutnya dapat memperdalam
kembali mengenai hadist/sunnah sebagai sumber hukum Islam.
Hendaknya para peneliti selanjutnya lebih mengembangkan ruang lingkup
pembahasan, mengingat makalah yang dilaksanakan ini belum sepenuhnya bisa
menggambarkan hadist/sunnah sebagai sumber hukum Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Majid, Abdul,M.Ag.2012 .Ulumul Hadis.Jakarta:18-23
Muftisany, Hafidz. 2021. Ensiklopedia islam tentang oksigen dalam Alquran hingga sejarah
laskar hisbullah. Jakarta: Intera.
Daud Ali , Mohammad . Hukum Islam . PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Jan. 2011
Kaharuddin.Abdussahid.2018. HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM: (Tinjauan Paham Inkar As-
Sunnah, Syi’ah, dan Orientalis). d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net.