Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA

HADIST/SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM KEDUA

Dosen Pengampu :

Drs. Mursal Sah, M.Ag

KELOMPOK 5
Anggota :
1. Fahira Puandi (2310413015)
2. Fahma Hutabara (2310411017)
3. Husni Huriah (2310413017)
4. Muhammad Faruqi ‘Aidi (2310411019)
5. Rihhadatul Aisy (2310412015)

KELAS A5 AGAMA GANJIL

UNIVERSITAS ANDALAS

T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang hadist/sunnah
sebagai sumber hukum Islam ini dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya.
Kami juga berterima kasih pada bapak Drs. Mursal Sah, M.Ag selaku Dosen Pendidikan
Agama Islam yang telah memberikan tugas ini kepada kami. Kami sangat berharap makalah ini
dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai hadist/sunnah
sebagai sumber hukum Islam. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna.
Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah
yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun
yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang
yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.

Padang, 9 September 2023

Pemakalah
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang....................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...............................................................................................................................4
C. Tujuan.................................................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
A. Pengertian Hadist/Sunnah...................................................................................................................6
B. Macam-macam Hadist/Sunnah...........................................................................................................9
C. Fungsi dan Peranan Hadist/Sunnah...................................................................................................10
D. Para Peneliti Hadist/Sunnah..............................................................................................................12
E. Perbedaan Al-Quran dan Hadist/Sunnah...........................................................................................15
BAB III.....................................................................................................................................................19
PENUTUP................................................................................................................................................19
A. Kesimpulan.......................................................................................................................................19
B. Saran.................................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................20
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadar- minta, 1976:974) sumber
adalah asal sesuatu. Sumber hukum Islam adalah asal (tempat pengambilan) hukum
Islam, Dalam kepustakaan hukum Islam di tanah air kita, sumber hukum Islam, kadang-
kadang disebut 'dalil' hukum Islam atau 'pokok' hukum Islam atau 'dasar' hukum Islam
(M. Tolchah Mansoer, 1980, 24; Mukhtar Yahya, 1979:21). Allah telah menentukan
sendiri sumber hukum (agama dan ajaran) Islam yang wajib diikuti oleh setiap Muslim.
Menurut Alquran surat Al-Nisa' (4) ayat 59, setiap Muslim wajib mentaati (mengikuti)
kemauan atau kehendak Allah, kehendak rasul dan kehendak ulil amri yakni orang yang
mempunyai kekuasaan atau "penguasa": Kehendak Allah berupa ketetapan kini tertulis
dalam Alquran, kehendak rasul berupa sunnah terhimpun sekarang dalam kitab-kitab
hadis, kehendak "penguasa kini dimuat dalam peraturan perundang-undangan (dulu dan
sekarang) atau dalam hasil karya orang yang memenuhi syarat untuk berijtihad karena
mempunyai "kekuasaan" berupa ilmu pengetahuan untuk mengalirkan (ajaran) hukum
Islam dari dua sumber utamanya yakni dari Alquran dan dari kitab-kitab hadis yang
memuat Sunnah Nabi Muhammad.

Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa sumber- sumber hukum Islam
adalah (1) Alquran dan (2) As-Sunnah (Al- Hadis) serta (3) akal pikiran (ra'yu) manusia
yang memenuhi syarat untuk berijtihad karena pengetahuan dan peng. alamannya, dengan
mempergunakan berbagai jalan (metode) atau cara, 'di antaranya' adalah (a) ijmak, (b)
qiyas, (c) istidal (d) al-masalih al-mursalah, (e) istihṣan, (f) istishab, dan (g) 'urf.
As-Sunnah atau Al-Hadis (kadang-kadang dalam buku ini ditulis As-Sunnah saja), adalah
sumber hukum Islam kedua setelah Alquran, berupa perkataan (sunnah qauliyah),
perbuatan (sunnah filiyah) dan sikap diam (sunnah taqririyah atau sunnah sukutiyah)
Rasulullah yang tercatat (sekarang) dalam kitab- kitab hadis. Ia merupakan penafsiran
serta penjelasan otentik tentang Alquran.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dalam makalah in dapat ditarik rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Apa pengertian hadist/sunnah?
2. Apa saja macam-macam hadist/sunnah?
3. Apa fungsi dan peranan hadist/sunnah?
4. Siapa saja para peneliti hadist/sunnah?
5. Apa perbedaan Al-Quran dan hadist/sunnah?
C. Tujuan
Tujuan penulisan dalam makalah ini ditunjukan untuk mencari tujuan dari dibahasnya
pembahasan atau rumusan masalah dalam makalah. Adapun tujuan penulisan makalah
adalah sebagai berikut :
1. Memahami pengertian hadist/sunnah
2. Memahami apa saja macam-macam hadist/sunnah
3. Memahami fungsi dan peranan hadist/sunnah
4. Memahami para peneliti hadist/sunnah
5. Memahami perbedaan Al-Quran dan hadist/sunnah
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadist/Sunnah
Hadist adalah ucapan Rasulullah SAW tentang suatu yang berkaitan dengan
kehidupan manusia atau tentang suatu hal, atau disebut pula sunnah Qauliyyah. hadist
merupakan bagian dari Sunnah Rasulullah. Pengertian Sunnah sangat luas, sebab Sunah
mencakup dan meliputi :
1. Semua ucapan Rasulullah SAW yang mencakup Sunnah Qauliyah.
2. Semua perbuatan Rasulullah SAW disebut Sunnah fi'liyah.
3. Semua persetujuan Rasulullah SAW yang disebut sunnah taqriri- yah).
Sunnah qauliyah, perkataan Rasulullah yang menerangkan hukum-hukum agama dan
maksud isi Qur'an.
As-Sunnah atau Al-Hadis (kadang-kadang dalam buku ini ditulis As-Sunnah
saja), adalah sumber hukum Islam kedua setelah Alquran, berupa perkataan (sunnah
qauliyah), perbuatan (sunnah filiyah) dan sikap diam (sunnah taqririyah atau sunnah
sukutiyah) Rasulullah yang tercatat (sekarang) dalam kitab- kitab hadis. Ia merupakan
penafsiran serta penjelasan otentik tentang Alquran.
Ucapan, perbuatan dan sikap diam nabi dikumpulkan tepat pada awal penyebaran
Islam. Orang-orang yang me- ngumpulkan Sunnah nabi (dalam kitab-kitab hadis) mene-
lusuri seluruh jalur riwayat ucapan, perbuatan dan pendiaman nabi. Hasilnya, di kalangan
Sunni terdapat enam kumpulan hadis utama, seperti yang dikumpulkan antara lain oleh
Bukhari dan Muslim yang dengan segera mendapatkan pengakuan di kalangan Sunni
(ahlus sunnah wal jama'ah) sebagai sumber nilai dan norma kedua sesudah kitab suci
Alquran. Di kalangan Syi'ah juga terjadi proses serupa tetapi di sam- ping ucapan-ucapan
nabi ditambahkan pula ucapan para Imam Syi'ah, yang menjelaskan arti petunjuk nabi itu
dan menjadi bagian kumpulan hadis. Salah-satu kumpulan hadis yang menonjol di
kalangan Syi'ah adalah Usul il-Kafi (baca Usulil Kufi) karya Kulaini.
Kitab-kitab hadis, baik di kalangan Sunni maupun Syi'ah adalah sumber
pengetahuan yang monumental tentang Islam, yang sekaligus menjadi alat penafsir dan
bagian yang komplementer terhadap Alquran. Sunnah, terutama ucapan nabi membahas
berbagai hal, mulai dari metafisika sampai pada tata tertib di meja makan. Di dalamnya
orang dapat menjumpai apa yang dikatakan nabi pada saat ia berada dalam kesusahan
waktu ia menerima duta negara lain, bagaimana ia memperla kukan tawanan, sikapnya
terhadap keluarganya dan hampir segala hal yang berhubungan dengan kehidupan rumah
tangga, hukum, sosial, ekonomi, politik. Selain itu di dalam hadis dibahas juga berbagai
pertanyaan yang berhubungan dengan metafisika, kosmologi, eskatologi (masa yang akan
datang akhirat) dan kehidupan spiritual. Sesudah Alquran, kitab hadis yang memuat
Sunnah nabi yang terikat erat pada Alquran adalah sumber petunjuk yang paling berharga
yang dimiliki umat Islam, dan keduanya adalah mata air seluruh kehidupan dan pikiran
Muslim.
Hadis mempunyai beberapa sinonim/murâdif menurut para pakar ilmu hadis,
yaitu sunnah, khabar, dan utsar. Masing-masing istilah ini akan dibicarakan pada
pembahasan berikut. Pada bab ini terlebih dahulu akan dibahas pengertian hadis, karena
yang banyak disebut di tengah-tengah masyarakat Islam adalah hadis. Sunnah juga sering
disebut oleh sebagian masyarakat, tetapi terkadang dimaksudkan makna berganda.
Sebelum berbicara pengertian hadis secara terminologi, terlebih dahulu akan dibicarakan
dari segi etimologi. Kata "Hadis" (Hadits) berasal dari akar kata:

‫حدَث َيْح ُد ُث ُحُدوَنا َو َح َداثة‬


Hadis dari akar kata di atas memiliki beberapa makna, antara lain sebagai
berikut.
1. (al-jiddah = baru), dalam arti sesuatu yang ada setelah tidak ada atau sesuatu
yang wujud setelah tidak ada, lawan dari kata al-qadîm = terdahulu, misalnya: /=
alam baru. Alam maksudnya segala sesuatu selain Allah, baru berarti diciptakan
setelah tidak ada. Makna etimologi ini mempunyai konteks teologis bahwa segala
kalam selain kalam Allah bersifat hadits (baru), sedangkan kalam Allah bersifat
qadim (terdahulu).
2. (ath-thart = lunak, lembut, dan baru). Misalnya: = pemuda laki-laki. Ibnu Faris
mengatakan bahwa hadis dari kata ini karenaberita atau kalam itu datang secara
silih berganti' bagaikan perkembangan usia yang silih berganti dari masa ke masa.
3. (al-khabar = berita, pembicaraan dan al-kalâm = perkataan). Oleh karena itu,
ungkapan pemberitaan hadis yang diungkapkan oleh para perawi yang
menyampaikan periwayatan jika bersambung sanad-nya selalu menggunakan
ungkapan: = memberitakan kepada kami, atau sesamanya seperti mengkhabarkan
kepada kami, dan menceritakan kepada kami. Hadis di sini diartikan sama dengan
al-khabar dan an-naba'. Dalam Alquran banyak sekali kata hadis disebutkan, lebih
kurang mencapai 27 tempat termasuk dalam bentuk jamak, seperti Surah An-Nisa'
(4): 78:

‫َفَم اِل َهُؤاَل ِء اْلَقْو ِم اَل َيَكاُد وَن َيْفَقُهوَن َحِد يًثا‬
Artinya: “Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak
memahami pembicaraan sedikit pun?”
Ketiga makna etimologis di atas lebih tepat dalam konteks istilah Ulumul Hadis,
karena yang dimaksud hadis di sini adalah berita yang datang dari Nabi, sedangkan
makna pertama dalam konteks teologis bukan konteks Ilmu Hadis. Menurut Abû Al-
Baqâ', hadis (hadits) adalah kata benda (isim) dari kata at-tahdits yang diartikan al-ikhbar
= pemberitaan, kemudian menjadi termin nama suatu perkataan, perbuatan, dan
persetujuan yang disandarkan kepada Nabi Muhammad. Pemberitaan, yang merupakan
makna dari kata hadis sudah dikenal orang Arab sejak jahiliyah, yaitu untuk menunjuk
“hari-hari yang populer" dengan nama al-ahâdîts. Menurut Al-Farra al-ahâdîts adalah
bentuk jamak (plural) dari kata uhdûtsah kemudian dijadikan plural bagi kata hadis.
Sunnah menurut bahasa banyak artinya, di antaranya: (suatu perjalanan yang
diikuti), baik dinilai perjalanan baik atau perjalanan buruk. sunnah menurut ulama
maw'izhah adalah segala sesuatu yang datang dari Nabi dan sahabat, sedangkan bid'ah
antonim dari sunnah, yaitu sesuatu yang tidak datang dari keduanya, seperti shalat wajib
3 atau 4 kali sehari semalam, semua shalat wajib dilaksanakan hanya 2 rakaat, ibadah haji
dilakukan pada semua bulan, dan lain-lain.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sunnah menurut ulama
hadis lebih bersifat umum, yaitu meliputi segala sesuatu yang datang dari Nabi dalam
bentuk apa pun, baik berkaitan dengan hukum atau tidak. Sedangkan sunnah menurut
ulama ushul fiqh dibatasi pada hal-hal yang berkaitan dengan hukum saja dan yang tidak
berkaitan dengan hukum seperti amal mubâhât seperti makan, minum, duduk, berdiri,
jongkok, dan lain-lain tidak termasuk sunnah.
Menurut ulama fiqh hanya melihat sepihak maksud hukum sunnah yang merupakan
antonim dari wajib. Demikian juga sunnah di mata ulama maw'izhah yang hanya melihat
pada sisi lawan sunnah tanpa melihat substansi dan makna yang tersirat dalam sunnah
tersebut. Perbedaan hadis dan sunnah, yaitu jika penyandaran sesuatu kepada Nabi
walaupun baru sekali dikerjakan atau bahkan masih berupa azam (hadis hammi) menurut
sebagian ulama disebut hadis bukan sunnah. Sunnah harus sudah berulang kali atau
menjadi kebiasaan yang telah dilakukan Rasul. Perbedaan lain, hadis menurut sebagian
ushûlîyün identik dengan sunnah qawliyah saja, karena mereka melihat hadis hanya
berbentuk perkataan, sedangkan sunnah berbentuk tindakan atau perbuatan yang telah
mentradisi secara kontinu.

B. Macam-macam Hadist/Sunnah
Dilihat dari segi jumlah perawinya sunnah dapat dibagi ke dalam tiga kelompok
yaitu :
1. Sunnah Mutawattir yaitu : Sunnah yang diriyawatkan banyak pe- rawi.
2. Sunnah Masyur yaitu sunnah yang diriwayatkan 2 orang atau lebih yang tidak
mencapai tingkatan mutawattir.
3. Sunnah Ahad yaitu Sunnah yang diriwayatkan satu perawi saja.
Adapun penjelasan lebih lanjut tentang ketiga Sunnah tersebut sebagai berikut :
a) Sunnah mutawatir, yaitu Sunnah yang diriwayatkan oleh satu ja- maah dari satu
jamaah dan seterusnya, yang mana setiap jamaah terdiri dari jumlah yang besar yang
tidak ungkin meraka bersepa- kat untuk berdusta. Umpamanya hadis Nabi yang
mengatakan: "Sesungguhnya setiap amalan adalah dengan niat, sesungguhnya apa yang
akan diperolehnya adalah apa yang diniatkannya", sunnah Nabi yang menetapkan akidah
dan pokok-pokok ibadat pada umumnya diriwayatkan secara mutawatir hingga dapat
diterima oleh semua pihak.
b) Sunnah masyhur, yaitu sunnah yang diriwayatkan oleh dua orang atau lebih dari Nabi
SAW, sesudah itu tersebar dan diriwayatkan oleh jamaah dalam jumlah yang banyak
yang tidak mungkin bersekongkol untuk berdusta. Kemasyuran sunnah ini berlaku
sesudah generasi sahabat Nabi.
c) Sunnah ahad yaitu sunnah yang diriwayatkan oleh satu atau dua orang secara dua
orang perorangan dan seterusnya sampai kepada Nabi. Periwayatannya tidak memenuhi
persyaratan sunnah mutawatir. Sebagian besar dari sunnah nabi adalah dalam bentuk
sunnah ahad. Sebagian dari padanya mencapai persyaratan sunnah yang sahih dan
sebagian lagi tidak memenuhi persyaratan sunnah sahih
Pembagian Hadist dapat pula dilakukan melalui pembagian berdasarkan rawiya,
dan berdasarkan sifat perawinya. Dalam keadaan yang sempurna hadist terdiri dari dua
bagian, yaitu:
1. Matan, teks atau bunyi yang lengkap dari hadist itu dalam susunan kalimat yang
tertentu.
2. Sanad, bahagian yang menjadi dasar untuk meenentukan dapat dipercaya atau tidaknya
sesuatu hadist. Jadi tentang nama dan keadaan orang-orang yang sambung bersambung
menerima dan menyampaikan hadist tersebut, dimulai dari orang yang memberikannya
sampai kepada sumberya Nabi Muhammad SAW yang disebut rawi.
Ditinjau dari sudut periwayatnya (rawi) maka hadist dapat digolongkan ke dalam
empat tingkatan yaitu :
1. Hadist mutawatir, hadist yang diriwayatkan oleh kaum dari kaum yang lain hingga
sampai pada Nabi Muhammad SAW. Hadist yang semacam ini sedikit sekali.
2. Hadist masyur, hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah orang, kemudian tersebar luas.
Dari Nabi hanya diberitakan oleh seorang saja atau lebih.
3. Hadist Ahad, hadist yang diriwayatkan oleh satu, dua atau lebih hingga sampai kepada
Nabi Muhammad.
4. Hadist mursal, hadist yang rangkaian riwayatnya terputus di tengah-tengah, sehingga
tidak sampai kapada Nabi Muhammad SAW.

C. Fungsi dan Peranan Hadist/Sunnah


Hadits merupakan salah satu sumber pokok ajaran Islam. Terdapat beberapa
fungsi hadits sebagai sumber hukum Islam yang perlu dipahami. Hadits adalah sumber
pokoknajaran Islam yang tentunya dapat memberikan penjelasan lebih lanjut ajaran Islam
yang tercantum dalam Al-Qur’an.

Fungsi hadis terhadap Al-Qur'an secara umum adalah untuk menjelaskan makna
kandungan Al-Qur'an. Secara garis besar ada empat yaitu:
1.Bayan Taqrir
Posisi hadis sebagai penguat(Taqrir) atau memperkuat keterangan Al-Qur'an.Sebagian
ulama menyebut bayan ta'kid atau bayan Taqrir.Artinya Hadis menjelaskan apa sudah
dijelaskan Al-Qur'an,misal hadis yang memperkuat ketenangan perintah
shalat,zakat,puasa dalam Al-Quran surah Al-Baqarah(2):83 dan 183 dan juga perintah
haji pada Surah Ali Imran (3):97
2.Bayan Tafsir Hadis
Sebagai penjelas(tafsir) terhadap Al-Qur'an dan fungsi inilah yang terbanyak pada
umumnya.Ada 3 macam,yaitu sebagai berikut:
-Tafshil Al-Mujmal Hadis memberi penjelasan secara terperinci pada ayat ayat Alquran
yang bersifat global,baik menyangkut masalah ibadah maupun hukum.
-Takhshish Al-'amm Hadis mengkhususkan ayat ayat Alquran yang umum.Misalnya
ayat-ayat tentang waris dalam surah An-nisa(4):11 menjelaskan pembagian harta pusaka
terhadap ahli waris.
-Taqyid Al-Muthlaq Hadis membatasi kemutlakan ayat ayat Alquran artinya Alquran
keterangannya secara mutlak kemudian dibatasi dengan hadis yang Muqayyad = dibatasi,
mutlak=tidak terbatas.
3.Bayan Nasihin
Hadis menghapus hukum yang diterangkan dalam Al-Quran.Misalnya kewajiban wasiat
yang diterangkan dalam Al-Quran (2):180
4.Bayan Tasyri'i
Hadis menciptakan hukum syariat (tasyri) yang belum dijelaskan oleh Alquran.Para
ulama berbeda pendapat tentang fungsi Sunnah sebagai dalil pada suatu hal yang tidak
disebutkan dalam Mayoritas mereka berpendapat bahwa Sunnah berdiri sendiri sebagai
dalil hukum dan yang lain berpendapat bahwa Sunnah menetapkan dalil yang terkandung
atau tersirat secara implisit dalam Alquran.
5. Bayan al Takid
yakni memperkuat dasar hukum yang telah ditetapkan dalam Al- Quran, yakni dengan
cara mengulangi apa yang dikatakan dalam Al- Quran, seperti perintah Allah dalam Al-
Qur’an dalam Surah Al-Baqarah sebagai berikut: “Karena itu, barang siapa yang
mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa…. (Q.S. AlBaqarah/2:
185). Ayat Al-Qur’an ini juga di Ta’kid (di perkuat) oleh hadis Nabi SAW, yakni;
Apabila melihat (ru’yat) bulan, maka berpuasalah. Dan begitu pula apabila melihat
(ru’yat) bulan itu maka, berbukalah (HR. Muslim)
6. Bayan al takhsis
yaitu menjelaskan ayat Al-Quraan yang masih bersifat aam (umum) seperti dalam
pemberian harta waris kepada anak laki-laki dan perempuan bagi orang tua. Yang sudah
meninggal tapi Rasul membatasi dengan ketentuan bahwa anak yang membunuh tidak
bisa menerima warisan dari orang tua yang ia bunuh. Sebagaimana di jelaskan dalam Al-
Qur’an dalam Surah. An-Nisa 11: “Allah menyari’atkan bagimu tentang pembagian
pusaka untuk anak-anakmu, yaitu: bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua
anak perempuan.(Q.S. An-Nisa 11). Di perkuat oleh hadis Nabi, yakni “Seorang
pembunuh tidak berhak menerima harta warisan”.(HR. Ahmad)

D. Para Peneliti Hadist/Sunnah

Salah satu sumber hukum Islam yang otentik adalah hadist. Dalam catatan sejarah
ditemukan berbagai karya hadist dari para ahli hadist (Imam Bukhari (194-252 H), Imam
Muslim (204-261 H), Abu Dawud (202-275 H), al-Nasa’I (215-303 H), al-Tirmiza (200-
279 H), dan ibn Majah (207-273 H) yang bisa diakses dan menjadi rujukan umat Islam
sampai saat ini.

Ada beberapa istilah yang digunakan oleh ulama hadis dalam menggambarkan tentang
kitab-kitab hadis berdasarkan standar kualitasnya yang dapat dijadikan sebagai
rujukan hukum seperti kitab al-khamsah, al- kitab al-sittah, al- kitab al-sab‘ah, al- kitab al-
tsamaniyah, al- kitab al-Tis‘ah.Namun yang sangat terkenal adalah al- kitab as-Sittah.
Hierarki otoritas dari al- kitab al-Sittah yang terdiri dari Shahîh al-Bukhârî (194 H), Shahîh
Muslim (206 H), Sunan Abî Dâwud (224 H), Sunan al-Tarmizî (279 H), Sunan al-Nasâi
(215 H), dan Sunan Ibn Mâjah 273 H) diakui legalitasnya di kalangan ulama sejak
abad ke-4H. Kedua kitab hadis yang awal, menurut ulama hadis merupakan kitab
hadis yang memiliki otoritas tertinggi yang dikenal dengan nama Shahih Bukhari dan
Muslim. Sedangkan hasil karya keempat ulama ahli hadis yang terakhir, dikenal dengan
kitab “Sunan”5, yang menurut para ulama, kualitasnya berada di bawah kitab shahihain.

1. Imam Bukhari (194-252 H)


Pada usia 16 tahun, ia menunaikan ibadah haji dan menetap selama enam
tahun di Makkah dalam rangka untuk mengkaji hadis. Beliau kemudian tidak
hanya berdiam di Makkah saja, tapi juga ke berbagai wilayah lain seperti Mesir,
Baghdad, Kufah, Hims, Basrah, Madinah, Syam, Asqalan dan lainnya untuk
melakukan rihlah ilmiyyah li talab al-hadis. pada usia yang masih tergolong muda,
yaitu 18 tahun, beliau telah menyusun kitab perdananya tentang biografi serta
peristiwa hukum yang terjadi pada masa sahabat dan Tabi’in, yang diberi judul
Qadaya as-Shahabah wa at-Tabi’in. Selain Qadaya as-Shahabah wa at-
Tabi’inKarya-karya Imam al-Bukhariada sekitar 20 kitab terkait dengan ilmu hadis
di antaranya adalah al-Jami’ as-Shahih, al-Musnad al-Kabir, al-Adab al-Mufrad, at-
Tarikh as-Saghir, al-Awsat, al-Kabir, at-Tafsir al-Kabir, ad-Dhu’afa’, Asami as-
Shahabah, Khalq Af‘al al-‘Ibad, Raf‘ al-Yadainfi as-Salah, al-Qira’ah Khalf al-
Imam, Birr al-Walidain, dan lainnya.

Karena kecerdasannya dalam studi hadis, maka Imam Bukhari digelari Amir
al-Mu’minin fi al-hadis. Adapun murid-muridnya antara lain Syaikh Abu Zahrah,
Imam Muslim, at-Tirmizi, dan an-Nasa’i.

2. Imam Muslim (204-261 H)


ketika usianya kurang lebih dua belas tahun Imam Muslim, ia mulai melakukan
rihlah ilmiyahuntuk mempelajari hadis, bahkan tak segan-segan bertanya kepada
banyak ulama di berbagai tempat dan negara.

Imam Muslim yang dikenal sangat tawadhu'dan wara'dan telah meriwayatkan


puluhan ribu hadis.

Beberapa di antara karya Imam Muslim yaitu al-Jami‘ as-Sahih, al-Asma’ wa al-
Kuna, Man Laisa Lahu Illa Rawin Wahid, al-Musnad al-Kabir ‘ala ar-Rijal, al-
Arqam, al-Mukhadramin, Aulad as-Sahabah, al-Aqran, al-Afrad wa al-Wihdan,
Masyayikh as-Sauri, Masyayikh Syu‘bah, at-Tarikh, Auham al-Muhaddisin, at-
Tamyiz, dan lainnya. Para murid Imam Muslim di antaranya ada Abu
Hatim ar-Razi, Ibrahim ibn Muhammad ibn Sufyan, Musa ibn Harun, Ahmad
ibn Salamah, Yahya ibn Sa‘id, Abu Bakr ibn Khuzaimah, Abu Isa at-Tirmizi, dan
lainnya.

3. Abu Dawud (202-275 H)


Sekitar umur 20 tahun, Abu Dawud mulai melakukan rihlah ilmiyahyang saat
itu menjadi salah satu tradisi dalam menuntutilmu, khususnya hadis. Imam Abu
Dawud telah menghasilkan banyak karya lainnya, di antaranya: Dalail an-
Nubuwwah, al-Marasil, As’ilah Ahmad ibn Hanbal, az-Zuhd, Risalah fi Wasf Kitab
as-Sunan, dan an-Nasikh wa al-Mansukh, al-Ba‘s wa an-Nusyur, Fada’il al-
Ansar, Musnad Malik, ad-Du‘a, dan at-Tafarrud fi as-Sunan

Ulama yang pernah menjadi muridnya dan yang meriwayatkan hadisnya


antara lain Abu‘Isa al-Tirmidhi, Abu Abdur Rahman al-Nasa’i, putranya sendiri
Abu Bakar ibn Abu Dawud, Abu‘Awana, Abu Sa’id aI-‘Arabi, Abu Ali al-Lu’lu’i,
Abu Bakar ibn Dassah, Abu Salim Muhammad ibn Sa’id al-Jaldawi dan lain-lain.

4. al-Tirmidzi (209-279 H)
Sejak usia masih sangat muda beliau sudah gemar belajar hadis, bahkan
melakukan rihlah ilmiyah.ia terkenal sebagai seorang yang dapat dipercaya,
seorang ulama dan imam yang menjadi ikutan dan yang berilmu luas.
Kitabnya Al-Jami’us Sahih sebagai bukti atas keagungan derajatnya, keluasan
hafalannya, banyak bacaannya dan pengetahuannya tentang hadits yang
sangat mendalam.Kesungguhan al-Tirmidhi dalam menggali hadis dan ilmu
pengetahuan, dapat terlihat dari banyaknya hasil karyaya, antara lain: Kitab al-
Jami’ al-Sahih, yang dikenal juga dengan al-Jami' al-Tirmidhi, atau lebih
populer lagi dengan Sunan al-Tirmidhi, Kitab ‘Illal, kitab ini terdapat pada
akhir kitab al-Jami’ al-Tirmidhi, Kitab Tarikh, Kitab al-Sama’il al-Nabawiyyah,
Kitab al-Zuhud, Kitab al-Asma’ wa al-Kuna, Kitab al-‘llal al-Kabir, Kitab al-
Asma’ al-Sahabah, Kitab al-Asma’ al-Mauqufat, dan lainnya.

5. an-Nasa’i (215-303 H)
Pada usia remaja, yang belum genap berusia 15 tahun, beliau berangkat
melakukan rihlah ilmiyahnya menuju Hijaz, Irak, Syam, Mesir, dan Jazirah untuk
belajar hadis, sehingga menjadi orang yang terkemuka di bidang hadis yang
mempunyai sanad ‘ali.

An-Nasa’i terkenal juga sebagai ulama ahli Fiqh dan termasuk ulama yang
produktif menulis dalam berbagai bidang ilmu. Di antara karya-karyanya dalam
bidang hadis adalah Al-Sunan al-Kubra, Al-Sunan al-Sughra yang terkenal dengan
nama al-Mujataba, Al-Khashaish fi Fadhli ‘Ali bin Abi Thalib, Fadhail al-
Shahabah, Al-Manasik, Kitab al-Jum’ah, Musnad Imam ‘Ali. Al-Dlu’afa’ wa-al-
Matrukin, dll.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Al-Qur’an dan al-Sunnah menjadi dua sumber
utama pengetahuan dan epistemologi Islam. Oleh karena itu, kita tidak boleh
mengabaikan pentingnya al-Sunnah dalam pandangan dunia Islam sebagai sumber kedua.
Dalam proses mengembangkan pandangan dunia Islam murni yang tepat, alSunnah
digunakan sebagai referensi untuk menghindari informasi yang menyesatkan tentang
Islam dan epistemologi itu sendiri. Banyak penelitian tentang pandangan dunia Islam
telah dilakukan dan di antaranya;

1. Sayyid Qutb (1965 & 1988)


Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sayyid Qutb (1965), lebih banyak
penelitian tentang pandangan dunia Islam telah dilakukan. Ada beberapa penelitian
yang dilakukan yang menekankan konsep pandangan dunia Islam.
2. Haron Din (1992)
ia lebih lanjut mendefinisikan dan menghubungkan konsep pandangan dunia dari
sudut pandang Islam sejati. Pandangan dunia yang sudah dinyatakan, berdasarkan
Al-Qur’an dan al-Sunnah sebagai pilar utama pandangan dunia Islam.
3. Muhammad Shukri Salleh (2003 ), Mohd Shukri Hanapi (2010 & 2011 ) dan
Fadzila Azni Ahmad (2010 )
telah menyimpulkan bahwa pandangan dunia Islam berpusat pada Al-Qur’an
sebagai sumber utama dan al-Sunnah sebagai sumber kedua selain konsensus dan
Qiyas. Melalui penelitian yang dilakukan, sudah diciptakan teori inti dari
perkembangan Islam.
4. Muhammad Shukri Salleh (2003)
menyatakan dalam penelitiannya, bahwa Al-Qur’an dan Sunnah membentuk enam
prinsip utama perkembangan Islam. Tetapi penelitian Muhammad Shukri Salleh
telah menjadi pelopor yang telah membentuk banyak penelitian lain setelah itu
seperti penelitian oleh Fadzila Azni Ahmad ( 2010 ) dan MohdShukri Hanapi
( 2010 & 2011 ).

E. Perbedaan Al-Quran dan Hadist/Sunnah


 Al Quran
Al-Quran adalah kitab suci dalam agama Islam yang dianggap sebagai firman
Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Berikut
adalah penjelasan lengkap tentang Al-Quran:
1. Asal-Usul Al-Quran:
- Al-Quran dianggap sebagai wahyu langsung dari Allah SWT kepada Nabi
Muhammad SAW selama periode sekitar 23 tahun.
- Wahyu ini disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dalam
berbagai kesempatan selama hidupnya.
- Nabi Muhammad menerima wahyu tersebut secara lisan dan menghafalnya, kemudian
wahyu-wahyu tersebut ditulis oleh para sahabatnya dan dikumpulkan dalam bentuk kitab
setelah wafatnya Nabi Muhammad.
2. Struktur Al-Quran:
- Al-Quran terdiri dari 114 surat atau bab, yang terbagi lagi menjadi ayat-ayat.
- Ayat-ayat dalam Al-Quran berjumlah lebih dari 6.000 dan mencakup berbagai topik,
termasuk hukum, moral, ajaran agama, sejarah, dan petunjuk bagi umat manusia.
3. Bahasa Al-Quran:
- Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab, dan bahasa Arab Al-Quran dianggap suci
dalam konteks Islam.
- Bahasa Arab Al-Quran sangat indah dan memiliki gaya sastra yang unik, dan banyak
upaya telah dilakukan untuk memahami dan menerjemahkan pesan Al-Quran ke dalam
berbagai bahasa.
4. Isi Al-Quran:
- Al-Quran berisi berbagai macam ajaran, termasuk hukum-hukum Islam (syariah), etika,
nilai-nilai moral, dan petunjuk tentang bagaimana beribadah kepada Allah SWT.
- Kitab ini juga berbicara tentang sejarah para nabi sebelum Nabi Muhammad, kisah-
kisah moral, dan konsep-konsep teologis tentang Allah, akhirat, dan kehidupan setelah
kematian.
5. Penghormatan Terhadap Al-Quran:
- Al-Quran dihormati secara sangat tinggi dalam Islam. Umat Islam membacanya dengan
rasa hormat dan memperlakukan salinan Al-Quran dengan penuh kepatutan.
- Tradisi membaca dan menghafal Al-Quran juga sangat dihargai dalam masyarakat
Muslim.
6. Panduan Hidup:
- Al-Quran adalah panduan utama dalam hidup umat Islam. Mereka mencari petunjuk
dalam Al-Quran untuk mengambil keputusan, memahami hukum, dan menjalani
kehidupan sehari-hari sesuai dengan ajaran agama mereka.
Al-Quran adalah dasar bagi agama Islam, dan umat Islam diwajibkan untuk
mempelajarinya, memahaminya, dan menjalani hidup mereka sesuai dengan ajaran yang
terkandung dalam kitab suci ini.
 Hadis
Hadis (atau juga dikenal sebagai hadith) adalah catatan tentang perkataan,
tindakan, persetujuan, atau ketidaksukaan Nabi Muhammad SAW dan apa yang beliau
lakukan, katakan, atau diamkan. Hadis merupakan sumber penting dalam Islam untuk
memahami dan menjelaskan ajaran Al-Quran, dan merupakan salah satu sumber utama
hukum Islam (syariah). Berikut adalah penjelasan lebih lanjut tentang hadis:
1. Kedudukan Hadis:
- Hadis dianggap sebagai sumber kedua dalam Islam setelah Al-Quran. Mereka
memberikan pemahaman lebih lanjut tentang cara menerapkan ajaran Al-Quran dalam
kehidupan sehari-hari.
- Hadis membantu menjelaskan konteks dan rincian yang tidak diuraikan secara lengkap
dalam Al-Quran.
2. Koleksi Hadis:
- Hadis dikumpulkan oleh para ulama (ahli hadis) yang mendokumentasikan pernyataan
dan tindakan Nabi Muhammad SAW serta memverifikasikan keaslian mereka.
- Salah satu koleksi hadis yang paling terkenal adalah Sahih al-Bukhari dan Sahih
Muslim, yang dianggap sebagai yang paling otentik oleh umat Islam.
3. Jenis-jenis Hadis:
- Hadis dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan berbagai faktor seperti
keotentikan, isinya, dan penggunaannya. Jenis-jenis utama antara lain:
a. Sahih: Hadis yang dianggap otentik dan dapat diandalkan.
b. Daif: Hadis yang dianggap lemah dalam sanad (rantai perawi) atau isi.
c. Hasan: Hadis yang memiliki tingkat keotentikan yang lebih rendah dari Sahih
tetapi masih dapat diterima.
d. Mawdu: Hadis palsu atau diciptakan.
4. Fungsi Hadis:
- Hadis digunakan untuk merinci tata cara ibadah, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji.
- Mereka memberikan panduan hukum dalam hal seperti perkawinan, perceraian,
warisan, dan keadilan.
- Hadis juga memberikan contoh moral dan etika yang seharusnya diikuti oleh umat
Islam.
5. Pentingnya Sanad:
- Setiap hadis memiliki sanad, yaitu rangkaian perawi yang menghubungkannya dengan
Nabi Muhammad SAW. Keotentikan sanad menjadi kriteria penting dalam menilai
keabsahan sebuah hadis.
6. Ijma' dan Qiyas:
- Selain Al-Quran dan Hadis, dua sumber tambahan dalam hukum Islam adalah Ijma'
(konsensus umat Islam) dan Qiyas (analogi hukum berdasarkan prinsip-prinsip Islam).
Dengan bantuan hadis, umat Islam dapat lebih mendalam dalam memahami dan
menjalankan ajaran agama mereka serta memperoleh panduan tentang berbagai aspek
kehidupan mereka sesuai dengan ajaran Islam.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Hadits/sunnah merupakan hukum islam yang kedua setelah Al-Quran. Dimana
Hadits/Sunnah tersebut berisi perbuatan, perkataan, dan sikap Rasulullah yang tercatat
dalam kitab-kitab. Dimana Hadits/Sunnah memiliki fungsi untuk menjelaskan dan
merincikan hal-hal yang belum dijelaskan di dalam Al-Quran. Perbedaan Al-Qur’an dan
hadis adalah Al-Qur'an dapat dikatakan sebagai pedoman hidup, sehingga pemahaman
terhadap Al-Qur'an perlu dikaji dan bukan hanya sekedar materi. Sedangkan hadits ialah
segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik perkataan, perbuatan, taqrir,
dan sifat.

B. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan yang pemakalah lakukan, pada dasarnya
pembuatan makalah ini berjalan baik. Namun bukan suatu kekeliruan apabila pemakalah
ingin mengemukakan beberapa saran yang mudah-mudahan bermanfaat bagi kemajuan
pendidikan pada umumnya. Adapun saran yang pemakalah ajukan adalah sebagai
berikut:
 Hendaknya pada peneliti atau pemakalah selanjutnya dapat memperdalam
kembali mengenai hadist/sunnah sebagai sumber hukum Islam.
 Hendaknya para peneliti selanjutnya lebih mengembangkan ruang lingkup
pembahasan, mengingat makalah yang dilaksanakan ini belum sepenuhnya bisa
menggambarkan hadist/sunnah sebagai sumber hukum Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Majid, Abdul,M.Ag.2012 .Ulumul Hadis.Jakarta:18-23

Muftisany, Hafidz. 2021. Ensiklopedia islam tentang oksigen dalam Alquran hingga sejarah
laskar hisbullah. Jakarta: Intera.

Daud Ali , Mohammad . Hukum Islam . PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, Jan. 2011

Sudarsono . Pokok Pokok Hukum Islam . Rineka Cipta, Jakarta , 1992

Khon , Abdul Majid . Ulumul Hadis . Jakarta, AMZAH, Apr. 2012

Amalia Taufik, (20021), Pendekatan Historiografi dalam Studi


Hadistdoi.org/10.51700/irfani.v2i2.315

Wan khairul aiman.dkk.2013. the authoritativeness of sunnah in the development of islamic


worldview research. sultan zainal abidin university. malaysia.

Kaharuddin.Abdussahid.2018. HADIS SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM: (Tinjauan Paham Inkar As-
Sunnah, Syi’ah, dan Orientalis). d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net.

Anda mungkin juga menyukai