Kelompok 4 HTN D
Disusun oleh :
Ahmad Rifa’i (231120123)
Ayu Safitri (231120143)
Shafa Adzqia Rahaman (231120127)
i
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
memahami Kedudukan dan fungsi hadits.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca,sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki masih kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1
ii
BAB l
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, memiliki peranan sangat penting
dalam membentuk peradaban manusia yang mulia. Sebagai agama, Islam tidak saja hanya
mengatur hubungan manusia dan Tuhannya, tetapi juga hubungan manusia dan manusia,
hubungan manusia dan alam sekitarnya.
Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam adalah wahyu Allah SWT yang berisikan
sejarah, hukum, dan syariat-syariat yang menuntun dan membimbing umat Islam ke jalan
yang benar, yang pada akhirnya akan memuliakan manusia itu sendiri. Al-Quran juga
membenarkan Kitab-Kitab yang Allah turunkan sebelumnya yaitu Zabur, Taurat dan Injil.
Sebagai kitab suci tentu saja Al-Quran merupakan sumber hukum utama bagi umat
Islam dalam menjalankan perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan Allah.
Untuk menjelaskan banyak hal yang bersifat umum dalam Al-Quran, maka Hadist memiliki
peran penting dalam menuntun dan dan mengarahkan manusia dalam menjalankan ajaran Al-
Quran.
Kata “Hadis” secara bahasa dapat diartikan “baru” (al-jadid), yang merupakan lawan
kata dari al-qadim (lama/terdahulu). Makna ini dipahami sebagai berita yang disandarkan
kepada Nabi Saw, karena pembaruannya sebagai perimbangan dengan berita yang
terkandung dalam Al-Quran yang sifatnya qadim. Dengan demikian hadist memiliki peran
yang sangat penting dan tinggi bagi umat Islam sebagai sumber hukum atau penjelasan dari
sumber hukum yang ada didalam Al-Quran.
Terkadang, banyak yang memahami agama setengah-setengah, dengan dalih kembali
pada ajaran Islam yang murni, yang hanya berpegang teguh pada sunnatullah atau Al-Quran
saja dan meniadakan peranan hadist, sehingga banyak yang terjerumus pada jalan yang sesat,
mereka tidak hanya sesat melainkan juga menyesatkan yang lain. Oleh karena itu, peranan
hadist terhadap Al-Quran dalam melahirkan hukum syariat Islam tidak bisa dikesampingkan
lagi, karena tidak mungkin umat Islam memahami ajaran Islam dengan benar jika hanya
merujuk pada Al-Quran saja, melainkan harus diimbangi dengan hadist.
Di sisi lain Imam Syafi’i telah menanamkan fondasi epistemologis yang sangat kokoh
ketika mengeluarkan kaidah fiqhiyah yang berbunyi: iza asaha al-hadits fahuwa
mazhabi, bahwa ketika “jika sebuah hadist telah teruji kesahihannya, itulah mazhabku”.
Berawal dari konteks ini ternyata perkembangan agama (hukum) Islam tidak terlepas dari
kontek kajian hadist.
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana Kedudukan Hadits sebagai sumber hukum islam ?
2. Apa Fungsi Hadits terhadap Al-Quran ?
3. Bagaimana Studi Hadits secara ilmiah ?
2
BAB ll
BAB II PEMBAHASAN
1. Dalil Al-Qur’an
Dalam Al-Quran banyak terdapat ayat yang menegaskan tentang kewajiban
mengikuti Allah yang digandengkan dengan ketaatan mengikuti rasul-Nya, seperti firman
Allah berikut ini:
3
َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا َأِط يُعوا َهَّللا َو َأِط يُعوا الَّرُسوَل َو ُأوِلي اَأْلْم ِر ِم ْنُك ْم َۖفِإْن
َتَناَز ْع ُتْم ِفي َش ْي ٍء َفُر ُّد وُه ِإَلى ِهَّللا َو الَّرُسوِل ِإْن ُكْنُتْم ُتْؤ ِم ُنوَن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم
اآْل ِخ ر
َٰذ ِلَك َخ ْيٌر َو َأْح َس ُن َتْأِو ياًل
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
mengimani Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih
baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 59).
Selain itu banyak dalil Al-Quran yang memerintahkan ketaatan kepada rasul dan
mengikuti sunnahnya. Perintah patuh kepada rasul berarti perintah mengikuti sunah sebagai
hujah. Antara lain:
a. Konsekuensi iman kepada Allah adalah taat kepada-Nya. Sebagaimana perintah Allah
dalam surat Ali Imran: 179
َفآِم ُنوا ِباِهَّلل َو ُرُس ِلِه َۚو ِإْنُتْؤ ِم ُنوا َو َتَّتُقوا َفَلُك ْم َأْج ٌر َع ِظ يم
“Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan
bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.”
b. Perintah iman kepada rasul beserta iman kepada Allah. Sebagaimana perintah Allah dalam
surat An-Nisa: 136
َيا َأُّيَهااَّلِذ يَن آَم ُنوا آِم ُنوا ِباِهَّلل َو َر ُسوِلِه َو اْلِكَتاِب اَّلِذ ي َنَّزَلَع َلٰى َر ُسوِلِه
َو اْلِكَتاِباَّلِذ ي َأْنَز َل ِم ْن َقْبُل
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan
kepada kitab yang Alllah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya.”
Disamping itu, banyak juga ayat yang mewajibkan ketaatan kepada rasul secara
khusus dan terpisah karena pada dasarnya ketaatan kepada rasul berarti ketaatan kepada Allah
SWT, yaitu:
1) Q.S An-Nisa (4) ayat 65 dan 80
2) Q.S Ali Imran (3) ayat 31
3) Q.S AN-Nur (24) ayat 56, 62 dan 63
4) Q.S Al-A’raf (7) ayat 158.
Selain Allah memerintahkan agar umat Islam agar percaya kepada Rasul SAW, juga
menyerukan agar menaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya,
baik berupa perintah maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada Rasul SAW ini sama
4
halnya dengan tuntutan taat kepada Allah SWT. Banyak ayat Al-Quran yang berkenaan
dengan masalah itu.
2. Dalil Hadits
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan keharusan menjadikan hadis
sebagai pedoman hidup, di samping Al-Quran sebagai pedoman utamanya. Beliau
bersabda:
َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم َق اَل
َتَر ْك ُت
.ِفيُك ْم َأْم َر ْيِن َلْن َتِض ُّلوا َم ا َتَم َّس ْك ُتْم ِبِهَم ا ِكَت اَب ِهَّللا َو ُس َّنَة َنِبِّي ِه
)(اإلمام مالك
“Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi SAW, bahwa Rasulullah bersabda: "Telah Aku
tinggalkan pada diri kamu sekalian dua perkara sehingga kamu tidak akan sesat selama
kamu berpegang teguh kepadanya. Yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya" (H.R.
Malik).
5
sebagaimana duduknya Rasulullah SAW, saya makan sebagaimana makannya
Rasulullah dan saya sahalat sebagaimana shalatnya Rasul”.
4) Diceritakan dari Sa’id bin Musayyab bahwa Usman bin ‘Affan berkata: “Saya duduk
sebagaimana duduknya Rasulullah SAW, saya makan sebagaimana makannya
Rasulullah dan saya shalat sebagaimana shalatnya Rasul”.
6
Dengan kata lain, semua lafaz yang mencakup semua makna yang pantasdengan suatu
ucapan saja. Misalnya lafaz al-Muslimun (orang-orang Islam), al-rijal (anak-anak laki-
lakimu), dan lain-lain. Misalnya, terkait informasi Al-Quran tentang ketentuan anak laki-laki
yang dapat mewarisi orang tua dari keluarganya, di dalam Al-Quran dijelaskan sebagai
berikut: “Allah telah mewasiatkan kepadamu tentang bagian anak-anakmu, yakni untuk laki-
laki sama dengan dua bagian untuk anak perempuan”. (Q.S. An-Nisa: 11). Ayat ini tidak
menjelaskan syarat-syarat untuk dapat saling mewarisi antara keluarga. Selanjutnya hal itu
dijelaskan oleh hadis yang menerangkan tentang persyaratan khusus tentang kebisaan saling
mewarisi tersebut, antara lain tidak berlainan agama dan tidak ada tindakan pembunuhan di
antara mereka.
3. Hadist Sebagai Bayan Taqyid
Bayan taqyid adalah penjelasan terhadap Al-Qur’an dengan cara membatasi ayat-
ayat yang bersifat mutlak dengan keadaan, sifat dan syarat tertentu. Istilah mutlak maksudnya
adalah hakikat dari suatu ayat yang hanya berorientasi pada dhohirnya tanpa memiliki
limitasi yang dapat membuat pagar hukum yang sistematis. Adapun contoh hadits yang
memiliki pembatasan hukum adalah:
َقاَل َر ُسوُل ِهَّللَا صلى هللا عليه: َع ْن َع اِئَش َة َرِض َي ُهَّللَا َع ْنَها َقاَلْت
. ( اَل ُتْقَطُع َيُد َس اِرٍق ِإاَّل ِفي ُرُبِع ِد يَناٍر َفَص اِع ًد ا ) ُم َّتَفٌق َع َلْيِه: وسلم
ٍ َو الَّلْفُظ ِلُم ْس ِلم.
ُتْقَطُع َاْلَيُد ِفي ُرُبِع ِد يَناٍر َفَص اِع ًد ا َو ِفي ِرَو اَيٍة َأِلْح َم َد: َو َلْفُظ َاْلُبَخ اِرِّي
َو اَل َتْقَطُعوا ِفيَم ا ُهَو َأْد َنى ِم ْن َذ ِلَك,ِاْقَطُعوا ِفي ُرُبِع ِد يَناٍر
“Dari 'Aisyah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak boleh
dipotong tangan seorang pencuri, kecuali sebesar seperempat dinar atau lebih." Muttafaq
Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim. Menurut Lafadz Bukhari: "Tangan seorang
pencuri dipotong (jika mengambil sebesar seperempat dinar atau lebih." Menurut riwayat
Ahmad: "Potonglah jika mengambil seperempat dinar dan jangan memotong jika mengambil
lebih kurang daripada itu”.
Hadits di atas dalam prakteknya yaitu membatasi hukuman pencuri yang secara
hukum tetap ia dipotong tangannya sebagaimana dijelaskan secara mutlak dalam ayat:
َو الَّساِرُق َو الَّساِر َقُة َفاْقَطُعوا َأْيِدَيُهَم ا َج َز اًء ِبَم ا َك َسَبا َنَك ااًل ِم َن ِهَّللا
َو الَّلُهَع ِزيٌز َح ِكيٌم
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(Q.S. Al-Maidah (5) ayat 38).
Ayat ini menjelaskan tentang hukum mutlak potong tangan bagi pencuri laki-laki
dan perempuan tanpa ada suatu pembatas takaran curiannya. Ayat ini mengobligasikan
potong tangan secara mutlak. Maka, kemudian hadis datang untuk membatasi hukum bahwa
7
yang dikenakan potongan tangan adalah bagi mereka yang mencuri seperempat dinar atau
lebih.
8
anak dan sebagainya. Disinilah hadis mejelaskan haramnya menikahi bibi perempuan yang
dinikahi tanpa berorientasi terhadap Al-Quran dalam membuat keputusan itu.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa apa yang telah disunnahkan oleh Rasulullah SAW
tidak terdapat dalam kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga, sebagaimana
Allah berfirman:
“Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus, yaitu
jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan di bumi”. (Q.S. Al-
Syura: 52).
9
Ada dua peran penting yang dimainkan oleh sanad hadis Nabi, yaitu pertama,
peranananya dalam pendokumentasian hadis Nabi, dan yang kedua peranannya dalam
penentuan derajat hadis, baik dari sisi kuantitas / jumlah sanad (yang menghasilkan
derajat hadis mutawatir dan ahad) dan kualitas sanad (yang menghasilkan kualitas hadis
sahih, hasan atau daif).
Maka suatu hadis dapat dinyatakan sahih apabila memenuhi persyaratan (unsur-
unsur kaidah mayor kesahihan hadis): (a) sanad (mata rantai perawi)
bersambung, (b) seluruh perawi dalam sanad hadis bersifat ‘aidil (terpercaya), (c)
seluruh perawi dalam sanad bersifat dabit (cermat), (d) sanad dan matan hadis terhindar
dari kejanggalan (shadz), dan (e) sanad dan matan hadis terhindar dari cacat yang samar
(‘illat).
Dengan demikian hadis yang tidak memenuhi salah satu unsur tersebut tidak dapat
dikategorikan sebagai hadis shahih.
2. Matan Hadis
Matan (al-Matn) menurut bahasa adalah ( ماصلبوارتفعمناالرضtanah yang keras dan
meninggi). Secara terminologis, istilah ini mempunyai beberapa ungkapan/redaksi yang
substansi maknanya sama, yaitu isi kandungan atau lafadz hadis itu sendiri. Ada ulama
yang mendefinisikan matan dengan ujung atau kalimat yang disebut sesudah sanad
(ghayah al-sanad). Definisi ini memberikan pengertian bahwa apa yang tertulis setelah
penulisan silsilah sanad, adalah matan hadis. Muhammad Ajjajal-Khatib mendefinisikan
matan dengan ungkapan: ( هوالفاظالحديثالتيتقومبهامعانيهlafal-lafal hadis yang memuat beberapa
kandungan makna). Dengan demikian, yang disebut diujung sanad, tempat berakhirnya
sanad, atau lafal-lafal hadis yang di dalamnya mengandung makna-makna tertentu adalah
matan, yaitu materi atau lafal hadis itu sendiri, yang penulisannya ditempatkan setelah
sanad tandar matan yang sahih adalah: (1) sanad periwayatan berkualitas maqbul, (2)
redaksi matannya terhindar dari illat/cacat, (3) redaksi matannya terhindar dari shadz dan
(4) kandungan maknanya tidak bertentangan dengan dalil-dalil dan realitas yang sahih.
Dari penjelasan mengenai Sanad dan Matan dapat disimpulkan bahwa :
1) Pada dasarnya subtansi sanad adalah rangkaian perawi yang disebut sebelum matan
hadis;
2) Matan Hadis adalah teks hadis yang disebut di ujung/sesudah sanad hadis;
3) Kedududukan dan peran sanad sangat penting dalam studi hadis;
4) Matan hadis boleh diriwayatkan dengan makna dengan syarat tertentu;
5) Penilaian terhadap derajat dan status suatu hadis memerlukan kaidah dan syarat
tertentu yang telah dirumuskan para ulama hadis.
.
10
BAB lll
PENUTUP
3.1. Simpulan
Al-Quran memang merupakan pedoman umat Islam yang utama, namun isi
dan redaksi dari Al-Quran itu sendiri masih sangat bersifat global (mujmal). Maka
dari itu kedudukan hadis dalam Islam yang utama adalah menjelaskan ayat-ayat Al-
Quran yang masih global. Rasulullah diperintahkan untuk menjelaskan tiap-tiap
ajaran kepada para sahabat setelah beliau mendapatkan penjelasan dari Jibril.
Peran kedua adalah agar hadis menjadi pedoman ketika muncul persoalan-
persoalan yang tidak secara spesifik terdapat dalam Al-Quran. Setelah masa
Rasulullah SAW. Al-Quran dan Hadis dijadikan sebagai rujukan para ulama untuk
mengeluarkan fatwa dan aturan lainya. Karena tidak menutup kemungkinan
perseteruan akan terjadi di masa yang akan datang berhubungan dengan hukum
dalam Al-Quran.
Peran yang ketiga, menjaga agar ayat-ayat Al-Quran tidak secara
sembarangan dilencengkan sehingga seolah ayat-ayat Al-Quran berkontradiksi.
Penjelasan Rasulullah sudah merupakan penjelasan yang dapat dipahami
bahwa juga telah ditafsirkan mendalam oleh para ulama.
Rasulullah yang bergelar uswatun hasanah segala ucapan dan kepribaianya
adalah pencitraan dari Al-Quran. Sehingga umat Islam yang mengikuti hadis-hadis
Rasulullah adalah mereka yang juga taat kepada Al-Quran.
11
DAFTAR PUSTAKA
Agus Solehudin, M dan Suyadi, Agus. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia
Alwi, Zulfahmi dan Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis: Kajian Ma‘ani al-
Hadis
Noer Sulaiman, M. 2008. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta: Gaung Persada Press
12