Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ALHADITS DALAM STUDI ISLAM


Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“METODOLOGI STUDI ISLAM”
Dosen Pengampu:
M. Iman Wahyudi, S.Pd.I, M.Kom.

Kelompok 4 HTN D
Disusun oleh :
Ahmad Rifa’i (231120123)
Ayu Safitri (231120143)
Shafa Adzqia Rahaman (231120127)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI


SULTAN MAULAN HASANUDIN BANTEN
FAKULTAS SYARI’AH JURUSANA HUKUM TATA NEGARA
OKTOBER, BANTEN
2023

i
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
memahami Kedudukan dan fungsi hadits.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca,sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki masih kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Serang, Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................................i


DAFTAR ISI ........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................1

1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................1
1.3 Tujuan penulisan............................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Kedudukan Hadits sebagai sumber hukum islam...........................................................3
2.2 Fungsi Hadits terhadap Al-Quran ..................................................................................6
2.3 Studi Hadits secara ilmiah..............................................................................................9

BAB III PENUTUP .............................................................................................................11


3.1 Kesimpulan ....................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................12

ii
BAB l
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, memiliki peranan sangat penting
dalam membentuk peradaban manusia yang mulia. Sebagai agama, Islam tidak saja hanya
mengatur hubungan manusia dan Tuhannya, tetapi juga hubungan manusia dan manusia,
hubungan manusia dan alam sekitarnya.
Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam adalah wahyu Allah SWT yang berisikan
sejarah, hukum, dan syariat-syariat yang menuntun dan membimbing umat Islam ke jalan
yang benar, yang pada akhirnya akan memuliakan manusia itu sendiri. Al-Quran juga
membenarkan Kitab-Kitab yang Allah turunkan sebelumnya yaitu Zabur, Taurat dan Injil.
Sebagai kitab suci tentu saja Al-Quran merupakan sumber hukum utama bagi umat
Islam dalam menjalankan perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan Allah.
Untuk menjelaskan banyak hal yang bersifat umum dalam Al-Quran, maka Hadist memiliki
peran penting dalam menuntun dan dan mengarahkan manusia dalam menjalankan ajaran Al-
Quran.
Kata “Hadis” secara bahasa dapat diartikan “baru” (al-jadid), yang merupakan lawan
kata dari al-qadim (lama/terdahulu). Makna ini dipahami sebagai berita yang disandarkan
kepada Nabi Saw, karena pembaruannya sebagai perimbangan dengan berita yang
terkandung dalam Al-Quran yang sifatnya qadim. Dengan demikian hadist memiliki peran
yang sangat penting dan tinggi bagi umat Islam sebagai sumber hukum atau penjelasan dari
sumber hukum yang ada didalam Al-Quran.
Terkadang, banyak yang memahami agama setengah-setengah, dengan dalih kembali
pada ajaran Islam yang murni, yang hanya berpegang teguh pada sunnatullah atau Al-Quran
saja dan meniadakan peranan hadist, sehingga banyak yang terjerumus pada jalan yang sesat,
mereka tidak hanya sesat melainkan juga menyesatkan yang lain. Oleh karena itu, peranan
hadist terhadap Al-Quran dalam melahirkan hukum syariat Islam tidak bisa dikesampingkan
lagi, karena tidak mungkin umat Islam memahami ajaran Islam dengan benar jika hanya
merujuk pada Al-Quran saja, melainkan harus diimbangi dengan hadist.
Di sisi lain Imam Syafi’i telah menanamkan fondasi epistemologis yang sangat kokoh
ketika mengeluarkan kaidah fiqhiyah yang berbunyi: iza asaha al-hadits fahuwa
mazhabi, bahwa ketika “jika sebuah hadist telah teruji kesahihannya, itulah mazhabku”.
Berawal dari konteks ini ternyata perkembangan agama (hukum) Islam tidak terlepas dari
kontek kajian hadist.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana Kedudukan Hadits sebagai sumber hukum islam ?
2. Apa Fungsi Hadits terhadap Al-Quran ?
3. Bagaimana Studi Hadits secara ilmiah ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Menjelaskan Kedudukan Hadits sebagai sumber hukum islam?
2. Menjelaskan Fungsi Hadits terhadap Al-Quran?
3. Menjelaskan Studi Hadits secara ilmiah?

2
BAB ll

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Kedudukan Hadits sebagai sumber hukum islam


Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadits merupakan salah satu sumber ajaran
Islam. la menempati kedudukan setelah al-Qur’an. Keharusan mengikuti hadist bagi umat
Islam, baik berupa perintah maupun larangan sama halnya dengan kewajiban mengikuti al-
Qur’an. Al-Qur’an dan al-Hadits merupakan sumber syari’at yang saling terkait Seorang muslin tidak
mungkin dapat memahami syari’at kecuali dengan merujuk kepada keduanya sekaligus dan seorang
mujtahid tidak mungkin mengabaikan salah satunya. Jadi al hadits dipandang dari segi keberadaanya
wajib diamalkan dan sumbernya dari wahyu sederajat dengan al Qur’an. la berada pada posisi setelah
Al Qur’an dilihat dari kekuatannya.
Kedudukan sunnah (hadist) dalam Islam sebagai sumber hukum. Para ulama juga
telah berkonsensus bahwa dasar hukum Islam adalah Al-Quran dan sunnah (hadist). Dari segi
urutan tingkatan dasar Islam ini, sunnah (hadist) menjadi dasar hukum Islam (tasyri’iyyah)
kedua setelah Al-Quran. Hal ini dapat dimaklumi karena beberapa alasan sebagai berikut:
a. Fungsi sunnah (hadist) sebagai penjelas terhadap Al-Quran
Sunnah berfungsi sebagai penjelas atau tambahan terhadap Al-Quran. Tentunya pihak
penjelas diberikan peringkat kedua setelah pihak yang dijelaskan. Teks Al-Quran sebagai
pokok asal, sedangkan sunnah sebagai penjelas (tafsir) yang dibangun karenanya. Dengan
demikian segala uraian dalam sunnah berasal dari Al-Quran.
b. Mayoritas sunnah relatif kebenarannya.
Seluruh umat Islam juga telah berkonsensus bahwa Al-Quran seluruhnya diriwiyatakan
secara mutawatir (para periwayat secara kolektif dalam segala tingkatan). Maka ia
memberi faedah absolut kebenarannya dari Nabi, kemudian di antaranya ada yang
memberi petunjuk makna secara tegas dan pasti dan secara relatif petunjuknya.
Sedangkan sunnah (hadist), diantaranya ada yang muatawatir yang memberikan faedah
absolut kebenarannya, dan di antaranya bahkan yang mayoritas ahad (periwayatnya
secara individual) memberikan faedah relatif kebenarannya bahwa ia dari Nabi meskipun
secara umum dapat dikatakan absolut kebenarannya.
Ada beberapa dalil yang menunjukkan atas keterangan hadist dijadikan sebagai
sumber hukum Islam, yaitu sebagai berikut:

1. Dalil Al-Qur’an
Dalam Al-Quran banyak terdapat ayat yang menegaskan tentang kewajiban
mengikuti Allah yang digandengkan dengan ketaatan mengikuti rasul-Nya, seperti firman
Allah berikut ini:

3
‫َيا َأُّيَها اَّلِذ يَن آَم ُنوا َأِط يُعوا َهَّللا َو َأِط يُعوا الَّرُسوَل َو ُأوِلي اَأْلْم ِر ِم ْنُك ْم َۖفِإْن‬
‫َتَناَز ْع ُتْم ِفي َش ْي ٍء َفُر ُّد وُه ِإَلى ِهَّللا َو الَّرُسوِل ِإْن ُكْنُتْم ُتْؤ ِم ُنوَن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم‬
‫اآْل ِخ ر‬
‫َٰذ ِلَك َخ ْيٌر َو َأْح َس ُن َتْأِو ياًل‬
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
mengimani Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih
baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 59).

Selain itu banyak dalil Al-Quran yang memerintahkan ketaatan kepada rasul dan
mengikuti sunnahnya. Perintah patuh kepada rasul berarti perintah mengikuti sunah sebagai
hujah. Antara lain:

a. Konsekuensi iman kepada Allah adalah taat kepada-Nya. Sebagaimana perintah Allah
dalam surat Ali Imran: 179

‫َفآِم ُنوا ِباِهَّلل َو ُرُس ِلِه َۚو ِإْنُتْؤ ِم ُنوا َو َتَّتُقوا َفَلُك ْم َأْج ٌر َع ِظ يم‬
“Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan
bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.”

b. Perintah iman kepada rasul beserta iman kepada Allah. Sebagaimana perintah Allah dalam
surat An-Nisa: 136

‫َيا َأُّيَهااَّلِذ يَن آَم ُنوا آِم ُنوا ِباِهَّلل َو َر ُسوِلِه َو اْلِكَتاِب اَّلِذ ي َنَّزَلَع َلٰى َر ُسوِلِه‬
‫َو اْلِكَتاِباَّلِذ ي َأْنَز َل ِم ْن َقْبُل‬
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan
kepada kitab yang Alllah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya.”

Disamping itu, banyak juga ayat yang mewajibkan ketaatan kepada rasul secara
khusus dan terpisah karena pada dasarnya ketaatan kepada rasul berarti ketaatan kepada Allah
SWT, yaitu:
1) Q.S An-Nisa (4) ayat 65 dan 80
2) Q.S Ali Imran (3) ayat 31
3) Q.S AN-Nur (24) ayat 56, 62 dan 63
4) Q.S Al-A’raf (7) ayat 158.
Selain Allah memerintahkan agar umat Islam agar percaya kepada Rasul SAW, juga
menyerukan agar menaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya,
baik berupa perintah maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada Rasul SAW ini sama

4
halnya dengan tuntutan taat kepada Allah SWT. Banyak ayat Al-Quran yang berkenaan
dengan masalah itu.

2. Dalil Hadits
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan keharusan menjadikan hadis
sebagai pedoman hidup, di samping Al-Quran sebagai pedoman utamanya. Beliau
bersabda:

‫َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َرِض َي ُهَّللا َع ْنُه َأَّن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه َو َس َّلَم َق اَل‬
‫َتَر ْك ُت‬
.‫ِفيُك ْم َأْم َر ْيِن َلْن َتِض ُّلوا َم ا َتَم َّس ْك ُتْم ِبِهَم ا ِكَت اَب ِهَّللا َو ُس َّنَة َنِبِّي ِه‬
)‫(اإلمام مالك‬
“Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi SAW, bahwa Rasulullah bersabda: "Telah Aku
tinggalkan pada diri kamu sekalian dua perkara sehingga kamu tidak akan sesat selama
kamu berpegang teguh kepadanya. Yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya" (H.R.
Malik).

3. Dalil Ijma Ulama


Setelah Rasulullah wafat, para sahabat sepakat bahwa apa-apa yang berasal dari
Rasulullah, baik perbuatan, perkataan dan takrirnya dijadikan sebagai landasan untuk
menjalankan agama. Tidak seorangpun diantara mereka menolak tentang kewajiban untuk
menaati apa-apa yang datang dari Rasulullah. Kewajiban untuk menaati sunnah rasul
dikuatkan oleh dalil-dalil yang bersumber dari Al-Quran dan Hadist. Kesepakatan para
sahabat selanjutnya diikuti oleh para tabi’in, tabi’ tabi’in dan generasi berikutnya hingga
sampai saat ini.
Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadist
sebagai sumber hukum Islam, antara lain dapat diperhatikan peristiwa di bawah ini:
1) Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi Khalifah, ia pernah berkata “Saya tidak
meninggalkan sedikit pun sesuatu yang diamalkan/dilaksanakan oleh Rasulullah,
sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya”.
2) Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata “Saya tahu bahwa engkau adalah
batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan
menciummu”.
3) Pernah ditanyakan kepada Abdullah bin Umar tentang ketentuan shalat safar dalam Al-
Quran. Ibnu Umar menjawab: “Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW
kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu. Sesungguhnya kami berbuat

5
sebagaimana duduknya Rasulullah SAW, saya makan sebagaimana makannya
Rasulullah dan saya sahalat sebagaimana shalatnya Rasul”.
4) Diceritakan dari Sa’id bin Musayyab bahwa Usman bin ‘Affan berkata: “Saya duduk
sebagaimana duduknya Rasulullah SAW, saya makan sebagaimana makannya
Rasulullah dan saya shalat sebagaimana shalatnya Rasul”.

4. Dalil Akal (Rasio)


Maksud dari dalil ini adalah argumen yang disusun berdasarkan pendekatan akal
untuk menjelaskan kedudukan hadis. Hampir tidak dapat dibayangkan betapa seorang
manusia tidak akan bisa menjalankan praktik Ubudiyah maupun praktik Mu’amalah
dengan benar bila mengambil pijakan langsung dari Al-Quran tanpa mengetahui
keterangan dan penjabaran dari hadis terhadap ayat-ayat mengenai hal-hal tersebut.
Kerasulan Nabi Muhammad SAW telah diakui dan dibenarkan oleh umat Islam. Di
dalam mengemban misinya itu, kadang-kadang beliau hanya sekedar menyampaikan apa
yang diterima dari Allah SWT, baik isi maupun formulasinya dan kadang kala atas inisiatif
sendiri dengan bimbingan ilham dari Tuhan. Namun, tidak jarang beliau membawakan
hasil ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak ditunjuk oleh wahyu dan
juga tidak dibimbing oleh ilham. Hasil ijtihad beliau ini tetap berlaku sampai ada nas yang
menasakhnya.

2.2. Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an


1. Hadist sebagai Bayan Tafshil
Yang di maksud dengan bayan tasfsil di sini adalah bahwa hadits itu menjelaskan
atau memperinci kemujmalan Al-Quran. Karena Al-Quran bersifat mujmal (global), maka
agar ia dapat berlaku sepanjang masa dan dalam keadaan bagaimanapun diperlakukan
perincian. Maka dari itu diperlukan adanya hadis atau sunnah.
Dalam kedudukannya sebagai sumber kedua setelah Al-Quran, hadis berfungsi
sebagai pemerinci atau penafsir hal-hal yang masih disebutkan secara mujmal oleh Al-Quran.
Mujmal dalam pengertian ini adalah suatu lafaz yang belum jelas dilalahnya atau masih
bersifat umum dalam penunjukannya. Dengan hadis diharapkan dapat diketahui dengan jelas
maksud dan penunjukannya.
Dalam Al-Quran ada perintah melaksanakan shalat, mengeluarkan zakat,
mengerjakan ibadah haji. Namun teknik operasional tidak dijumpai didalam Al-Quran, teknik
pelaksanaan tersebut dijelaskan di dalam hadis.
2. Hadist sebagai Bayan Takhshish
Dalam hal ini hadis bertindak sebagai penjelas tentang kekhususan ayat-ayat yang
masih bersifat umum. ‘Amm dalam pengertian ini adalah suatu lafaz yang menunjukkan suatu
makna yang mencakup seluruh satuan makna yang tidak terbatas dalam satuan tertentu.

6
Dengan kata lain, semua lafaz yang mencakup semua makna yang pantasdengan suatu
ucapan saja. Misalnya lafaz al-Muslimun (orang-orang Islam), al-rijal (anak-anak laki-
lakimu), dan lain-lain. Misalnya, terkait informasi Al-Quran tentang ketentuan anak laki-laki
yang dapat mewarisi orang tua dari keluarganya, di dalam Al-Quran dijelaskan sebagai
berikut: “Allah telah mewasiatkan kepadamu tentang bagian anak-anakmu, yakni untuk laki-
laki sama dengan dua bagian untuk anak perempuan”. (Q.S. An-Nisa: 11). Ayat ini tidak
menjelaskan syarat-syarat untuk dapat saling mewarisi antara keluarga. Selanjutnya hal itu
dijelaskan oleh hadis yang menerangkan tentang persyaratan khusus tentang kebisaan saling
mewarisi tersebut, antara lain tidak berlainan agama dan tidak ada tindakan pembunuhan di
antara mereka.
3. Hadist Sebagai Bayan Taqyid
Bayan taqyid adalah penjelasan terhadap Al-Qur’an dengan cara membatasi ayat-
ayat yang bersifat mutlak dengan keadaan, sifat dan syarat tertentu. Istilah mutlak maksudnya
adalah hakikat dari suatu ayat yang hanya berorientasi pada dhohirnya tanpa memiliki
limitasi yang dapat membuat pagar hukum yang sistematis. Adapun contoh hadits yang
memiliki pembatasan hukum adalah:
‫ َقاَل َر ُسوُل ِهَّللَا صلى هللا عليه‬: ‫َع ْن َع اِئَش َة َرِض َي ُهَّللَا َع ْنَها َقاَلْت‬
.‫ ( اَل ُتْقَطُع َيُد َس اِرٍق ِإاَّل ِفي ُرُبِع ِد يَناٍر َفَص اِع ًد ا ) ُم َّتَفٌق َع َلْيِه‬: ‫وسلم‬
‫ٍ َو الَّلْفُظ ِلُم ْس ِلم‬.
‫ ُتْقَطُع َاْلَيُد ِفي ُرُبِع ِد يَناٍر َفَص اِع ًد ا َو ِفي ِرَو اَيٍة َأِلْح َم َد‬: ‫َو َلْفُظ َاْلُبَخ اِرِّي‬
‫ َو اَل َتْقَطُعوا ِفيَم ا ُهَو َأْد َنى ِم ْن َذ ِلَك‬,‫ِاْقَطُعوا ِفي ُرُبِع ِد يَناٍر‬
“Dari 'Aisyah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak boleh
dipotong tangan seorang pencuri, kecuali sebesar seperempat dinar atau lebih." Muttafaq
Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim. Menurut Lafadz Bukhari: "Tangan seorang
pencuri dipotong (jika mengambil sebesar seperempat dinar atau lebih." Menurut riwayat
Ahmad: "Potonglah jika mengambil seperempat dinar dan jangan memotong jika mengambil
lebih kurang daripada itu”.
Hadits di atas dalam prakteknya yaitu membatasi hukuman pencuri yang secara
hukum tetap ia dipotong tangannya sebagaimana dijelaskan secara mutlak dalam ayat:

‫َو الَّساِرُق َو الَّساِر َقُة َفاْقَطُعوا َأْيِدَيُهَم ا َج َز اًء ِبَم ا َك َسَبا َنَك ااًل ِم َن ِهَّللا‬
‫َو الَّلُهَع ِزيٌز َح ِكيٌم‬
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
(sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(Q.S. Al-Maidah (5) ayat 38).

Ayat ini menjelaskan tentang hukum mutlak potong tangan bagi pencuri laki-laki
dan perempuan tanpa ada suatu pembatas takaran curiannya. Ayat ini mengobligasikan
potong tangan secara mutlak. Maka, kemudian hadis datang untuk membatasi hukum bahwa

7
yang dikenakan potongan tangan adalah bagi mereka yang mencuri seperempat dinar atau
lebih.

4. Hadist sebagai Bayan Ta’kid


Hadis berfungsi juga sebagai penguat hukum-hukum yang ada di dalam Al-Quran.
Suatu ketetapan hukum tentang suatu masalah memiliki dua sumber atau argumentasi, yakni
Al-Quran dan Sunnah. Selain itu sunnah dalam konteks ini melengkapi sebagian cabang-
cabang hukum yang berasal dari Al-Quran.
Dalam Al-Quran banyak ayat yang saling menguatkan dengan sunnah. Misalnya
ayat Al-Quran tentang puasa Ramadhan, Allah berfirman:
“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan AL-Quran sebagi petunjuk
bagi manusia dan sebagai penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak
dan batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu melihat bulan, maka hendaklah dia
berpuasa pada bulan itu”. (Q.S. Al-Baqarah: 15).
Ayat ini dikuatkan oleh hadis Nabi yang berbunyi: “Berpuasalah kamu setelah
melihat bulan itu dan berbukalah setelah melihat bulan juga” (H.R. Bukhari-Muslim).
5. Hadist sebagai Bayan Tasyri’
Bayan tasyri’ adalah penjelasan hadis Nabi yang mendefenisikan suatu ketetapan
hukum secara independen yang tidak didapati dalam nash-nash Al-Quran secara tekstual.
Penjelasan itu muncul dengan sebab adanya permasalahan-permasalahan yang timbul di
antara masyarakat. Di sinilah hadis Nabi mengeluarkan penjelasan dan sekaligus keputusan
dengan tidak berorientsi terhadap Al-Quran namun tetap ada bimbingan langsung dari sang
pemilik semesta, Allah SWT. Misalnya hadits Nabi:
‫و َح َّد َثِني َيْح َيى َع ْن َم اِلك َع ْن َأِبي الِّز َناِد َع ْن اَأْلْع َر ِج َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة‬
‫َأنَر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم َقاَل اَل ُيْج َم ُع َبْيَن اْلَم ْر َأِة َو َع َّمِتَها َو اَل َبْيَن‬
‫اْلَم ْر َأِة َو َخ اَلِتَها‬
“Tidak boleh menikahi seorang perempuan bersamaan dengan bibinya dari pihak
bapak & tak boleh menikahi perempuan bersamaan dengan bibinya dari pihak
ibunya”. (HR. Malik No.977).
Hadits di atas menjelaskan bahwa seseorang dilarang mempoligami perempuan
bersamaan dengan bibinya. Disini Nabi memutuskan suatu hukum akan larangan itu. Dalam
Al-Quran tidak ada sebuah ayat tersurat tentang larangan mengawini perempuan bersamaan
dengan bibinya baik dari arah ayah maupun ibu. Hanya ada dalam Al-Quran keterangan-
keterangan tentang dilarangnya menikahi perempuan beserta kelurganya, seperti ibu, saudara,

8
anak dan sebagainya. Disinilah hadis mejelaskan haramnya menikahi bibi perempuan yang
dinikahi tanpa berorientasi terhadap Al-Quran dalam membuat keputusan itu.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa apa yang telah disunnahkan oleh Rasulullah SAW
tidak terdapat dalam kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga, sebagaimana
Allah berfirman:
“Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus, yaitu
jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan di bumi”. (Q.S. Al-
Syura: 52).

2.3. Studi Hadist Secara Ilmiah


Di antara komponen penting dalam struktur hadist adalah sanad dan matan hadis. Dua
hal ini saling berkaitan dan sangat penting bagi sebuah hadis, tanpa dua komponen tersebut,
maka sebuah berita yang dikatakan sebagai hadis Nabi akan tertolak. Pertanyaan epistimologi
pemahaman hadits dengan mengunakan pendekatan sains perlu diapungkan. Apakah hadits
yang menjadi sumber berkualitas shahih secara keilmuan ilmu hadits, jika ia shahih maka
arus
pembuktiannya adalah sebagai bagian dari upaya untuk pemperkuat autentitas sebuah hadits.
Sebaliknya, jika terdapat hadits yang secara keilmuan hadits dinilai lemah, baik akibat
keterputusan rangkian sanad, kridibilitas periwayat ataupun tidak diakuinya integritas
periwayat, maka pembuktiannya berangkat dari kritik matan dengan melakukan konfirmasi
dengan fakta ilmiah.
1. Sanad Hadis
Ulama hadis menyatakan bahwa sebuah hadis terdiri atas dua unsur, yaitu sanad
dan matan. Sebuah hadis yang tidak mengandung kedua unsur tersebut tidak dapat
disebut hadis. Secara bahasa, sanad berarti ‫( املعتحلد‬sandaran, tempat bersandar, yang
menjadi sandaran). Sanad bisa berarti kaki bukit atau kaki gunung. Ia juga bisa berarti
jalan. Sedangkan menurut istilah, sanad dapat diartikan dengan: ‫( ْأخباععنطريقاملنت‬berita
atau informasi tentang jalan yang dilalui matan), ‫( ىرىَم ْارجااملَ ىماىالملنت‬rangkaian orang-
orang yang meriwayatkan, yang menyampaikan kepada matan hadis ) atau َ‫اْ ريقمامل‬
‫( الىالملنت‬jalan yang menyampaikan kepada matan hadis).
Sanad suatu hadis merupakan satu bentuk pertanggungjawaban sumber sejarah.
Dalam sanad tersebut tergambar suatu proses sejarah yang dilalui oleh suatu matan hadis
mulai dari awal sampai kepada periwayatnya yang terakhir. Dengan demikian, sanad
hadis dapat dikatakan sebagai dokumen periwayatan hadis. Dikatakan demikian sebab
dari sudut pandang ilmu sejarah, hadis Nabi itu merupakan fakta sejarah sehingga sanad
suatu hadis dapat juga disebut sebagai sumber sejarah. Ia merupakan salah satu faktor
yang menentukan keabsahan dan akurasi suatu fakta sejarah tersebut.

9
Ada dua peran penting yang dimainkan oleh sanad hadis Nabi, yaitu pertama,
peranananya dalam pendokumentasian hadis Nabi, dan yang kedua peranannya dalam
penentuan derajat hadis, baik dari sisi kuantitas / jumlah sanad (yang menghasilkan
derajat hadis mutawatir dan ahad) dan kualitas sanad (yang menghasilkan kualitas hadis
sahih, hasan atau daif).
Maka suatu hadis dapat dinyatakan sahih apabila memenuhi persyaratan (unsur-
unsur kaidah mayor kesahihan hadis): (a) sanad (mata rantai perawi)
bersambung, (b) seluruh perawi dalam sanad hadis bersifat ‘aidil (terpercaya), (c)
seluruh perawi dalam sanad bersifat dabit (cermat), (d) sanad dan matan hadis terhindar
dari kejanggalan (shadz), dan (e) sanad dan matan hadis terhindar dari cacat yang samar
(‘illat).
Dengan demikian hadis yang tidak memenuhi salah satu unsur tersebut tidak dapat
dikategorikan sebagai hadis shahih.

2. Matan Hadis
Matan (al-Matn) menurut bahasa adalah ‫( ماصلبوارتفعمناالرض‬tanah yang keras dan
meninggi). Secara terminologis, istilah ini mempunyai beberapa ungkapan/redaksi yang
substansi maknanya sama, yaitu isi kandungan atau lafadz hadis itu sendiri. Ada ulama
yang mendefinisikan matan dengan ujung atau kalimat yang disebut sesudah sanad
(ghayah al-sanad). Definisi ini memberikan pengertian bahwa apa yang tertulis setelah
penulisan silsilah sanad, adalah matan hadis. Muhammad Ajjajal-Khatib mendefinisikan
matan dengan ungkapan: ‫( هوالفاظالحديثالتيتقومبهامعانيه‬lafal-lafal hadis yang memuat beberapa
kandungan makna). Dengan demikian, yang disebut diujung sanad, tempat berakhirnya
sanad, atau lafal-lafal hadis yang di dalamnya mengandung makna-makna tertentu adalah
matan, yaitu materi atau lafal hadis itu sendiri, yang penulisannya ditempatkan setelah
sanad tandar matan yang sahih adalah: (1) sanad periwayatan berkualitas maqbul, (2)
redaksi matannya terhindar dari illat/cacat, (3) redaksi matannya terhindar dari shadz dan
(4) kandungan maknanya tidak bertentangan dengan dalil-dalil dan realitas yang sahih.
Dari penjelasan mengenai Sanad dan Matan dapat disimpulkan bahwa :
1) Pada dasarnya subtansi sanad adalah rangkaian perawi yang disebut sebelum matan
hadis;
2) Matan Hadis adalah teks hadis yang disebut di ujung/sesudah sanad hadis;
3) Kedududukan dan peran sanad sangat penting dalam studi hadis;
4) Matan hadis boleh diriwayatkan dengan makna dengan syarat tertentu;
5) Penilaian terhadap derajat dan status suatu hadis memerlukan kaidah dan syarat
tertentu yang telah dirumuskan para ulama hadis.
.

10
BAB lll
PENUTUP

3.1. Simpulan
Al-Quran memang merupakan pedoman umat Islam yang utama, namun isi
dan redaksi dari Al-Quran itu sendiri masih sangat bersifat global (mujmal). Maka
dari itu kedudukan hadis dalam Islam yang utama adalah menjelaskan ayat-ayat Al-
Quran yang masih global. Rasulullah diperintahkan untuk menjelaskan tiap-tiap
ajaran kepada para sahabat setelah beliau mendapatkan penjelasan dari Jibril.
Peran kedua adalah agar hadis menjadi pedoman ketika muncul persoalan-
persoalan yang tidak secara spesifik terdapat dalam Al-Quran. Setelah masa
Rasulullah SAW. Al-Quran dan Hadis dijadikan sebagai rujukan para ulama untuk
mengeluarkan fatwa dan aturan lainya. Karena tidak menutup kemungkinan
perseteruan akan terjadi di masa yang akan datang berhubungan dengan hukum
dalam Al-Quran.
Peran yang ketiga, menjaga agar ayat-ayat Al-Quran tidak secara
sembarangan dilencengkan sehingga seolah ayat-ayat Al-Quran berkontradiksi.
Penjelasan Rasulullah sudah merupakan penjelasan yang dapat dipahami
bahwa juga telah ditafsirkan mendalam oleh para ulama.
Rasulullah yang bergelar uswatun hasanah segala ucapan dan kepribaianya
adalah pencitraan dari Al-Quran. Sehingga umat Islam yang mengikuti hadis-hadis
Rasulullah adalah mereka yang juga taat kepada Al-Quran.

11
DAFTAR PUSTAKA

Agus Solehudin, M dan Suyadi, Agus. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia

Alwi, Zulfahmi dan Arifuddin Ahmad, Metodologi Pemahaman Hadis: Kajian Ma‘ani al-
Hadis

Makassar: Alauddin University Press , 2012

Idri, Studi Hadis, Jakarta: Prenada Media Group, 2013

Khon, Abdul Majid. 2009. Ulumul Hadis. Jakarta: Bumi Aksara

Noer Sulaiman, M. 2008. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta: Gaung Persada Press

Suparta, Munzier. 2008. Ilmu Hadis. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada

Supian, Aan. 2014. Ulumul Hadis. Bogor: IPB Press

Ahmad Agus Tijani. http://tijaniagus.blogspot.com/2012/11/fungsi-hadits-terhadap-al-quran-


di.html/ Akhmad Suseta, http://akhmadsuseta.blogspot.com/2012/05/fungsi-hadits-
terhadap-alquran.html.

Awan Al-Faiz, http://awanaalfaizy.blogspot.com/2012/11/kedudukan-dan-fungsi-hadits-


dalam-agama_2.html.

12

Anda mungkin juga menyukai