Anda di halaman 1dari 19

HADITS SEBAGAI SUMBER AJARAN AGAMA ISLAM

TUGAS MAKALAH
Dibuat untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Metodologi Islam pada Program
Strata Satu (S1) Program Hukum Keluarga Islam
Universitas Al-Khairaat (UNISA) Palu

Dosen Pengampu:
1. Dr. H. Haerullah M. Arif, M. Hi
2. Ikram, Lc. M.H

Disusun Oleh:
Masrur Marzuqi (223111059)
Muh alif (223111034)
Ririn (223111036)
Sayyid Muhammad Idrus (223111042)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS AGAMA


ISLAM UNIVERSITAS AL-KHAIRAAT (UNISA) PALU
TAHUN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena atas limpahan
karunia, rahmat dan hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah mata kuliah
Metodologi Studi Islam ini yang berjudul “Hadits Sebagai Sumber Ajaran Agama
Islam".

Shalawat teriring salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad


SAW, yang telah membawa umatnya dari zaman jahiliyah menuju zaman Islamiyah
seperti sekarang ini.

Rasa terima kasih kami sampaikan pula kepada Ustadz Ikram, Lc, M.H
selaku dosen mata kuliah “Metodologi Studi Islam” yang telah membimbing kami
dalam menyusun makalah ini.

Kami menyadari dalam menyusun makalah ini masih banyak terdapat


kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran
yang membangun demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca umumnya dan penyusun khususnya. Aamiin.

Palu Barat, Selasa 6 Desember 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah .......................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ............................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam ........................ 2

B. Dalil- Dalil Kehujahan Hadis ......................................................... 5

C. Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an ................................................. 10

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ..................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 12

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah SWT mengutus para Nabi dan Rosul-Nya kepada ummat manusia
untuk memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia
dunia dan akhirat. Rosululloh lahir ke dunia ini dengan membawa risalah Islam,
petunjuk yang benar. Hukum Syara’ adalah khitab Syari’ (seruan Alloh sebagai
pembuat hukum) baik yang sumbernya pasti (qath’i tsubut) seperti Al-Qur’an dan
Hadis, maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zanni tsubut) seperti
hadits yang bukan tergolong mutawatir.

Hadits merupakan sumber syari’at Islam yang kedua setelah Al Qur’an.


Hadis memiliki fungsi yang sangat penting terhadap Al-Qur’an. Dalam fungsi
tersebut hadis menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang tidak ada penjelasan yang
dapat dimengerti di dalamnya.

Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang fungsi hadis
terhadap Al Qur’an dan dalil - dalil kehujahan hadis

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Kedudukan Hadits Dalam Sumber Hukum Islam?
2. Apa Saja Dalil- Dalil Kehujahan Hadist?
3. Bagaimana Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Sumber Hadits Dalam Keedudukan Hukum.
2. Mengetahui Apa Saja Dalil Dalil Yang Berkaitan Dengan Kehujahan Hadis.
3. Mengetahui Fungsi Hadis Terhadap Al Qur’an.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kedudukan Hadist Sebagai Sumber Hukum Islam

Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang
kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an
sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa Sunnah
juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran
Sunnah sebagai sumber hukum Islam, bukan saja memperoleh dosa, tetapi juga
murtad hukumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri telah cukup menjadi alasan yang
pasti tentang kebenaran Al-Hadits, ini sebagai sumber hukum Islam.1

Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadist sebagai sumber hukum


Islam, dapat dilihat dalam beberapa dalil seperti dibawah ini:

1. Al – Qur’an

Banyak ayat Al – Qur’an yang menerangkan mempercayai dan


menerima segala sesuatu yang disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada
umatnya untuk dijadikan pedoman hidup.2 Diantaranya adalah: Ali Imran
yang artinya: “Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang
mukmin seperti keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia memisahkan
yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak
akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib, akan tetapi, Allah
akan memilih siapa yang dikehendaki-Nya diantara Rasul-Rasulnya.
Karena itu, berimanlah kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya dan jika kamu
beriman dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar.”

1
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu Hadis, (Semarang: Rasail Media Group, 2007), hal. 30
2
Munzier Suparta, Ilmu Hadis, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), hal.65

2
Dalam surat An-Nisa ayat 136 Allah SWT Berfirman, yang artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta
Kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Bagi siapa yang kafir kepada Allah,
Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-Rasulnya, dan hari kemudian, maka
sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya”.

Dalam surat Ali Imran diatas, Allah memisahkan antara orang-orang


mukmin dengan orang-orang yang munafik. Dia juga akan memperbaiki
keadaan orang-orang mukmin dan memperkuat iman mereka. Oleh karena
itu, orang mukmin dituntut agar tetap beriman kepada Allah SWT dan
Rasul-Nya.

Pada surat An-Nisa ayat 136, sebagaimana halnya pada surat Ali
Imran ayat 179, Allah menyeru kaum muslimin agar beriman kepada Allah,
Rasul-Nya (Muhammad SAW), Alqur’an, dan kitab yang diturunkan
sebelumnya. Kemudian pada akhir ayat, Allah SWT Mengancam orang-
orang yang mengingkari seruan-Nya.3

Selain memerintahkan umat Islam agar percaya kepada Rasulullah


SAW, Allah juga menyerukan agar umat-Nya menaati segala bentuk
perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya, baik berupa perintah
maupun larangan, Tuntutan taat dan patuh kepada Rasulullah SAW.

2. Dalil Al-Hadist

Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW Berkenaan dengan


kewajiban menjadikan hadist sebagai pedoman hidup di samping Al-
Qur’an sebagai pedoman utamanya, adalah dalam sabdanya:

3
Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi Ilmu Hadits, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2008), hal. 30

3
Artinya:
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak
akan tersesat selama-lamanya, selama kalian selalu berpegang teguh
kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya.” (H.R Hakim)

Hadist diatas, menunjukan kepada kita bahwa berpegang teguh


kepada hadist atau menjadikan hadist, sebagai pegangan dan pedoman
hidup adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-
Qur’an.4

3. Kesepakatan Ulama (Ijma’)

Umat Islam telah sepakat menjadikan Hadist sebagai salah satu


dasar hukum dalam amal perbuatan karena sesuai dengan yang
dikehendakinya oleh Allah. Penerimaan hadist sama seperti penerimaan
mereka terhadap Al-Qur’an, karena keduanya sama-sama merupakan
sumber hukum Islam.

Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan


mengamalkan segala ketentuan yang terkandung didalam hadist telah
dilakukan sejak masa Rasulullah, sepeninggal beliau, masa Khulafaur Ar-
Rasyidin hingga masa-masa selanjutnya dan tidak ada yang
mengingkarinya. Banyak di antara mereka yang tidak hanya memahami dan
mengamalkan isi kandunganya, tetapi menyebarluaskanya kepada generasi-
generasi selanjutnya.

4
Mifdhol Abdurrahman, Pengantar Studi..........hal. 36

4
B. Dalil-Dalil Kehujjahan Hadits

Sunnah atau Hadis Nabi SAW merupakan salah satu sumber ajaran agama
Islam sekaligus merupakan wahyu dari Allah seperti Al-Qur’an, hanya saja
perbedaan antara keduanya terletak pada sisi lafaz dan makna. dimana lafaz dan
makna al-Qur’an berasal dari Allah Swt semetara Hadis maknanya dari Allah Swt
dan lafaznya dari Rasulullah SAW, kedudukannya dalam ajaran agama sebagai
sumber kedua setelah Al-Qur’an, keduanya saling melengkapi antara satu dengan
yang lain, dan mentaatinya wajib bagi kaum muslimin sebagaimana wajibnya
mentaati Al-Qur’an. 5

Adapun dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan sunnah antara lain


sebagai berikut:

1. Al-Qur’an

Banyak ayat al-Qur’an yang menunjukkan akan kehujjahan Sunnah


diantaranya adalah ayat-ayat yang memerintahkan kepada kaum muslim
untuk taat kepada Rasulullah SAW. firman Allah Swt :

َ ‫ﺳﻮ َﻝ َﻭﺃُﻭ ِﻟﻲ ْﺍﻷ َ ْﻣ ِﺮ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ْﻢ َﻓﺈ ِ ْﻥ ﺗَﻨَﺎﺯَ ْﻋﺘ ُ ْﻢ ِﻓﻲ‬


‫ﺷ ْﻲءٍ َﻓ ُﺮﺩﱡﻭﻩُ ِﺇ َﻟﻰ‬ ‫ﺍﻟﻠﻪَ َﻭﺃ َ ِﻁﻴﻌُﻮﺍ ﱠ‬
ُ ‫ﺍﻟﺮ‬ ‫َﻳﺎ ﺃ َ ﱡﻳ َﻬﺎ ﱠﺍﻟﺬِﻳﻦَ ﺁ َ َﻣﻨُﻮﺍ ﺃ َ ِﻁﻴﻌُﻮﺍ ﱠ‬
(٥٩) ‫ﻳﻼ‬ ً ‫ﺴﻦُ ﺗَﺄ ْ ِﻭ‬ َ ْ‫ﺎﻟﻠ ِﻪ َﻭ ْﺍﻟ َﻴ ْﻮ ِﻡ ْﺍﻵَ ِﺧ ِﺮ ﺫَﻟِﻚَ َﺧﻴ ٌْﺮ َﻭﺃَﺣ‬
‫ﺳﻮ ِﻝ ﺇِ ْﻥ ُﻛ ْﻨﺘ ُ ْﻢ ﺗُﺆْ ِﻣﻨُﻮﻥَ ِﺑ ﱠ‬
ُ ‫ﺍﻟﺮ‬ ‫ﱠ‬
‫ﺍﻟﻠ ِﻪ َﻭ ﱠ‬
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran)
dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan
hari kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya”. (QS An-Nisa: 59)6

5
Khusniati Rofiah, Studi Ilmu Hadits, (Ponorogo: STAIN Press, 2010), hal. 29
6
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu...............hal. 40

5
Kembali kepada Allah maksudnya kembali kepada Al-Qur’an, dan
kembali kepada Rasul maksudnya kembali kepada Sunnah atau Hadis beliau
Muhammad SAW. Perintah untuk mengikuti segala apa yang diperintahkan
oleh Rasulullah SAW dan menjauhi segala apa yang dilaranagnnya, Allah
Swt berfirman:

‫ﺳﻮ ُﻝ َﻓ ُﺨﺬُﻭﻩُ َﻭ َﻣﺎ َﻧ َﻬﺎ ُﻛ ْﻢ َﻋ ْﻨﻪُ َﻓﺎ ْﻧﺘَ ُﻬﻮﺍ‬ ‫َﻭ َﻣﺎ ﺁَﺗَﺎ ُﻛ ُﻢ ﱠ‬
ُ ‫ﺍﻟﺮ‬
Artinya:
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah”. (QS. Al-Hasyr:7)

Allah Swt telah memperingatkan kita untuk tidak menyelisihi segala


apa yang diperintahkan oleh Rasulullah SAW, Allah berfirman:

ِ ‫ﺼﻴ َﺒ ُﻬ ْﻢ ِﻓﺘْﻨَﺔٌ ﺃ َ ْﻭ ﻳ‬
‫ُﺼﻴ َﺒ ُﻬ ْﻢ َﻋﺬَﺍﺏٌ ﺃ َ ِﻟﻴﻢ‬ ِ ُ ‫َﻓ ْﻠ َﻴﺤْ ﺬَ ِﺭ ﺍ ﱠﻟﺬِﻳﻦَ ﻳُﺨَﺎ ِﻟﻔُﻮﻥَ َﻋ ْﻦ ﺃ َ ْﻣ ِﺮ ِﻩ ﺃ َ ْﻥ ﺗ‬
Artinya:
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut
akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (QS An-Nur: 63)

Pada Banyak ayat, Allah Swt menyandingkan kata Kitab yang


berarti al-Qur’an dengan kata Hikmah yang berarti hadis atau sunnah
diantara ayat-ayat tersebut adalah firman Allah Swt:

ْ ‫َﺎﺏ َﻭ ْﺍﻟ ِﺤ ْﻜ َﻤﺔَ َﻭ َﻋ ﱠﻠ َﻤﻚَ َﻣﺎ َﻟ ْﻢ ﺗَ ُﻜ ْﻦ ﺗَ ْﻌ َﻠ ُﻢ َﻭ َﻛﺎﻥَ َﻓ‬


‫ﻀ ُﻞ ﺍﻟﻠﱠ ِﻪ َﻋ َﻠﻴْﻚَ َﻋ ِﻈﻴ ًﻤﺎ‬ َ ‫َﻭﺃ َ ْﻧﺰَ َﻝ ﺍﻟﻠﱠﻪُ َﻋ َﻠﻴْﻚَ ْﺍﻟ ِﻜﺘ‬
Artinya:
“Dan (juga karena) Allah Telah menurunkan Kitab dan Hikmah
kepadamu (Muhammad), dan Telah mengajarkan kepadamu apa yang
belum kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu”. (QS.
An-Nisa: 113)\

6
Imam al-Syafi’I berkomentar perihal ayat yang terakhir ini dengan
mengatakan: “Allah swt menyebutkan al-Kitab yaitu al-Qur’an dan juga
Sunnah (Hadis). Aku teelah mendengar ahli ilmu al-Qur’an
mengatakan; Hikmah adalah Sunnah Rasulullah SAW. Karena al-Qur’an
disebutkan dan dibarengi dengan kata Hikmah. Allah swt. Menyebutkan
anudrah-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya dengan mengajari mereka al-
Kitab dan Hikmah, maka tidak boleh –Wallahu a’lam- ditafsiri maksud
Hikmah disini kecuali Sunnah Rasulullah SAW”.

2. Hadits Nabi

Terdapat banyak hadis-hadis Rasulullah SAW. yang menunjukkan


kewajiban untuk mengikuti Sunnah Nabawiyah dan menegaskan bahwa
Sunnah itu memliki kedudukan yang sama seperti al-Qur’an dari segi
keadaannya sebagai sumber untuk menetapkan hukum-hukum. Diantara
hadis-hadis tersebut:
a Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dengan sanadnya dari
sahabat Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda:

َ َ ‫ﺳﻮ َﻝ ﺍﻟ ﱠﻠ ِﻪ َﻭ َﻣ ْﻦ َﻳﺄ ْ َﺑﻰ َﻗﺎ َﻝ َﻣ ْﻦ ﺃ‬


‫ﻁﺎ َﻋ ِﻨﻲ‬ ُ ‫ُﻛ ﱡﻞ ﺃ ُ ﱠﻣ ِﺘﻲ َﻳﺪْ ُﺧﻠُﻮﻥَ ْﺍﻟ َﺠ ﱠﻨﺔَ ﺇِ ﱠﻻ َﻣ ْﻦ ﺃَﺑَﻰ َﻗﺎﻟُﻮﺍ َﻳﺎ َﺭ‬
َ ‫ﺩَ َﺧ َﻞ ْﺍﻟ َﺠ ﱠﻨﺔَ َﻭ َﻣ ْﻦ َﻋ‬
‫ﺼﺎ ِﻧﻲ َﻓ َﻘﺪْ ﺃ َ َﺑﻰ‬

Artinya:
“Setiap umatku akan masuk surga, kecuali mereka
yang enggan dan tidak mau”. Para Sahabat kemudian bertanya
(keheranan); ‘Siapakah yang tidak mau memasukinya itu wahai
Rasulullah?’ Beliau menjawab: “orang yang mentaatiku akan
masuk surga dan orang yang mendurhakaiku (melangkar
ketentuanku) berarti dia enggan dan tidak mau”.6

6
Faisal Saleh, Mutiara Ilmu Atsar, (Jakarta: Akbar Media, 2008), hal. 109

7
b Hadis yang menjelaskan bahwa dengan berpegangteguh kepada
Al-Qur’an dan Sunnah, maka tidak akan tersesat untuk selamnya
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Malik bin Anas
bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:

ُ ‫َﺎﺏ ﺍﻟ ﱠﻠ ِﻪ َﻭ‬
‫ﺳ ﱠﻨﺔَ َﻧ ِﺒ ِّﻴ ِﻪ‬ ‫َﻀ ﱡﻠﻮﺍ َﻣﺎ ﺗَ َﻤ ﱠ‬
َ ‫ﺴ ْﻜﺘ ُ ْﻢ ِﺑ ِﻬ َﻤﺎ ِﻛﺘ‬ ِ ‫ﺗ ََﺮ ْﻛﺖُ ِﻓﻴ ُﻜ ْﻢ ﺃ َ ْﻣ َﺮﻳ ِْﻦ َﻟ ْﻦ ﺗ‬
Artinya:
“Aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara,
kalian tidak akan sesat untuk (selamanya) selama kalian
berpegangteguh kepada keduanya yaitu Kitab Allah dan
Sunnah Nabi-Nya”

c Hadis yang memerintahkan untuk senantiasa ber-


tamassuk (berpegang teguh) Sunnah Rasulullah SAW dan para
sahabat beliau SAW dan larangan melakukan kebid’ahan.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

ِ ‫ﺴ ُﻜﻮﺍ ِﺑ َﻬﺎ َﻭ َﻋﻀﱡﻮﺍ َﻋ َﻠ ْﻴ َﻬﺎ ِﺑﺎﻟ ﱠﻨ َﻮ‬


‫ﺍﺟ ِﺬ‬ ‫ﺎء ْﺍﻟ َﻤ ْﻬ ِﺪ ِّﻳﻴﻦَ ﱠ‬
‫ﺍﻟﺮﺍ ِﺷﺪِﻳﻦَ ﺗَ َﻤ ﱠ‬ ِ ‫ﺳ ﱠﻨ ِﺔ ْﺍﻟ ُﺨ َﻠ َﻔ‬
ُ ‫ﺴ ﱠﻨ ِﺘﻲ َﻭ‬ ُ ‫َﻋ َﻠ ْﻴ ُﻜ ْﻢ ِﺑ‬
ٌ‫ﺿ َﻼ َﻟﺔ‬
َ ‫ﻮﺭ َﻓﺈ ِ ﱠﻥ ُﻛ ﱠﻞ ُﻣﺤْ ﺪَﺛَ ٍﺔ ِﺑﺪْ َﻋﺔٌ َﻭ ُﻛ ﱠﻞ ِﺑﺪْ َﻋ ٍﺔ‬ِ ‫ﺕ ْﺍﻷ ُ ُﻣ‬ ِ ‫َﻭﺇِﻳﱠﺎ ُﻛ ْﻢ َﻭ ُﻣﺤْ ﺪَﺛَﺎ‬
Artinya:
“Hendaklah kalian (mengikuti) Sunnahku dan Sunnah
para khalifah rasyidah yang telah mendapatkan hidayah,
berpegangteguhlah kepadanya, dan gigitlah (Sunnah tersebut)
dengan gigi grahammu, dan jauhilah oleh kalian perkara-
perkara yang baru, krena segala bentuk yang bersifat baru
adalah bid’ah dan semua bentuk bid’ah adalah sesat”.

d Hadis yang menjelaskan bahwa telah diturunkan kepada


Rasulullah SAW al-Quran dan yang semidal dengannya,
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari sahabat al-
Miqdam bin Ma’di Karib ra, Rasulullah SAW bersabda:

8
َ ‫ﺃ َ َﻻ ﺇِ ِّﻧﻲ ﺃُﻭ ِﺗﻴﺖُ ْﺍﻟ ِﻜﺘ‬
‫َﺎﺏ َﻭ ِﻣﺜْ َﻠﻪُ َﻣ َﻌﻪ‬

Artinya:
“Sesungguhnya telah diberikan (diturunkan)
kepadaku al-Kitab (al-Qura’n) dan bersamanya sesuatu yang
semisal dengannya (al-Sunnah)”.

3. Ijma’ (Kesepakatan)

Para Sahabat seluruhnya telah menyepakati kewajiban mengikuti


Sunnah Nabi SAW, karena sunnah tersebut merupakan wahyu dari Allah
swt dan telah memerintahkan kepada kita untuk mengikutinya demikian
pula dengan Rasul-Nya sebagiaman dalam riwayat-riwayat yang telah
disebutkan terdahulu. Fakta-fakta yang menunjukkan kesepakatan mereka
akan kehujjahan sunnah dalam agama cukup banyak dan tidak terbilang
jummlahnya dan tidak diketahui ada seorang pun diantara mereka yang
menyalahi dan menentang hal tersebut.

Para Tabi’in menempuh jalan para Sahabat dengan mengambil dan


mengikuti apa yang terdapat (warid) dalam Sunnaah berupa hukum, adab,
dan tidak seorang dari mereka (Taabi’in) berani memenentang Sunnah yang
shahih.

Kaum muslimin sesudah mereka hingga hari ini telah menyepakati


akan kewjiban menerima dan mengambil hukum-hukum yang di-nuqil dari
Sunnah dan barang siapa yang menentang hal tersebut dianatara mereka,
makka mereka telah menentang Al-Qur’an dan Sunnah Nabi SAW serta
mengikuti jalan selain jalan orang mu’min.

9
Oleh karena itu, kaum muslimin sangat setia menuqilnya,
memeliharanya, dan berpegang teguh dengannya karena taat kepada Allah
swt dan mengikuti Rasulullah SAW.

C. Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an

Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk


menjelaskan (bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah
Q.S. Al-Nahl (16)

Artinya:
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan.”7

Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini
dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan
kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadits-
haditsnya.9

Penjelasan yang dimaksud di atas kemudian oleh para ulama di perinci


dalam berbagai bentuk penjelasan. Secara garis besar terdapat empat bentuk fungsi
penjelasan hadis terhadap al-Qur’an sebagai berikut;

1. Bayan at-Taqrir

Bayan al-taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-
itsbat. Yang dimaksud dengan bayan ini, ialah menetapkan dan memperkuat

7
Muhammad Ahmad, Ulumul Hadits,(Bandung: Pustaka Setia, 2004), hal. 100
9
Mohammad Nor Ichwan, Studi Ilmu...............hal 45

10
apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini
hanya memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang
diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut:

ُ ‫َﻓﺈِﺫَﺍ َﺭﺃَﻳْـﺘ ُ ُﻢ ْﺍﻟ ِﻬﻼَ َﻝ َﻓ‬


(‫ﺼ ْﻮ ُﻣ ْﻮﺍ َﻭ ِﺇﺫَﺍ َﺭﺃَﻳْـﺘ ُ ُﻤ ْﻮﻩُ َﻓﺄ َ ْﻓ ِﻄ ُﺮ ْﻭﺍ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ‬
Artinya:
“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga
apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)
Hadis ini datang men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini:

“Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan,


hendaklah ia berpuasa” (QS. Al-Baqarah: 185)

Abu Hamadah menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini dengan
istilah bayan al-muwafiq li al-nas al-kitab. Hal ini dikarenakan munculnya
hadis-hadis itu sealur (sesuai) dengan nas al-Qur’an. 8

2. Bayan at-Tafsir

Yang dimaksud bayan at-tafsir adalah penjelasan hadith terhadap


ayat-ayat yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti
pada ayat-ayat mujmal, mutlaq, dan ‘aam. Maka fungsi hadits dalam hal ini
memberikan perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang
masih mutlak dan memberikan takhsis terhadap ayat-ayat yang masih
umum.

a Merinci ayat-ayat yang mujmal (ayat yang ringkas atau singkat, global)
Sebagai contoh hadis berikut:

8
Agus Solahudin, Ulumul Hadits,(Bandung: Pustaka Setia, 2011), hal.82

11
َ ُ ‫ﺻ ﱡﻠ ْﻮﺍ َﻛ َﻤﺎ َﺭﺍ َ ْﻳﺘ ُ ُﻤ ْﻮ ِﻧﻲ ﺃ‬
(‫ﺻ ِ ّﻠ ْﻲ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ‬ َ

Artinya:
“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)

Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam


al-Qur’an tidak menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang
memerintahkan shalat adalah:

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta


orang-orang yang ruku'.” (QS. Al-Baqarah [2]: 43)

b Men-taqyid ayat-ayat yang mutlaq

Kata mutlaq artinya kata yang menunjukkan pada hakekat kata itu
sendiri apa adanya, dengan tanpa memandang kepada jumlah maupun
sifatnya. Men-taqyid dan mutlaq artinya membatasi ayat-
ayat mutlaq denngan sifat, keadaan, atau syarat-syarat tertentu. Sebagai
contoh hadis Rasul SAW berikut:

(‫ﻻﺗﻘﻄﻊ ﻳﺪ ﺍﻟﺴﺎﺭﻕ ﺍ ﻓﻲ ﺭﺑﻊ ﺩﻳﻨﺎﺭ ﻓﺼﺎﻋﺪﺍ )ﺭﻭﺍﻩ ﻣﺴﻠﻢ‬


Artinya:
“Tangan pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada (pencurian
senilai) seperempat dinar atau lebih.” (HR. Muslim)
Hadits di atas men-taqyid ayat al-Qur’an berikut:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah


tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah.” (QS. Al Maidah [5]: 38)

12
c Men-takhsis ayat yang ‘am

Kata ‘am ialah kata yang menunjukkan atau memiliki makna, dalam
jumlah yang banyak. Sedangkan takhsis atau khash, ialah kata yang
menunjukkan arti khusus, tertentu atau tunggal. Yang dimaksud men-
takhsis yang ‘am ialah membatasi keumuman ayat Al-Qur’an sehingga tidak
berlaku pada bagian-bagian tertentu. Mengingat fungsinya ini, maka ulama
berbeda pendapat apabila mukhasis-nya dengan hadits ahad. Menurut
Syafi’i dan Ahmad bin Hambal, keumuman ayat bisa ditakhsish
oleh hadits ahad yang menunjukkan kepada sesuatu yang khash, sedang
menurut ulama Hanafiah sebalikanya.
Sebagai contoh:

‫ﻻﻳﺮﺙ ﺍﻟﻘﺘﻞ ﻣﻦ ﺍﻟﻤﻘﺘﻮﻝ ﺷﻴﺄ‬


Artinya:
“Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan.” (HR. Ahmad)
Hadits tersebut men-takhsis keumuman firman Allah surat an-Nisa’
ayat 44 berikut:

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)


anak-anakmu Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua
orang anak perempuan...”

3. Bayan al-Nasakh

Pada bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang


sangat tajam. Ada yang mengakui dan menerima fungsi hadis
sebagai nasikh terhadap sebagian hukum Al-Qur’an dan ada yang juga yang
menolaknya.9

9
Agus Solahudin, Ulumul...........hal. 84

13
Diantara para ulama yang membolehkan adanya nasakh
hadith terhadap al-Qur’an juga berbeda pendapat dalam macam hadith yang
dapat dipakai untuk me-nasakh-nya. Dalam hal ini mereka terbagi menjadi
tiga kelompok.

Pertama, yang membolehkan me-nasakh al-Qur’an dengan


segala hadith, meskipun dengan hadith Ahad. Pendapat ini diantaranya
dikemukakan oleh para ulama mutaqaddimin dan Ibn Hazm serta sebagian
para pengikut Zahiriyah.

Kedua, yang membolehkan me-nasakh dengan syarat hadith tersebut


harus mutawatir. Pendapat ini diantaranya dipegang oleh Mu’tazilah.

Ketiga, ulama yang membolehkan me-nasakh dengan Hadith


masyhur, tanpa harus dengan hadith mutawatir. Pendapat ini dipegang
diantaranya oleh ulama Hanafiyah.

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk


menjelaskan (bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah
Q.S. Al-Nahl [16]: 44. Artinya “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar
kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka
dan supaya mereka memikirkan.”

Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini
dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan
kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui hadis-
hadisnya.

Adapun Dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan Hadis telah dibuktikan


oleh hal hal berikut antara lain:
1. Al Qur’an karim
2. Hadis Nabi
3. Ijma’ (Kesepakatan)

Oleh karena itu, fungsi hadis Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) al-
Qur’an itu bermacam-macam. Berikut beberapa hal yang yang merupakan fungsi
hadis terhadap Al Qur’an
1. Bayan At-taqrir
2. Bayan At-tafsir
3. Bayan At-tasyri
4. Bayan Al-nasakh

15
DAFTAR PUSTAKA

Ichwan, Mohammad Nor (2007). Studi Ilmu Hadis. Semarang: Rasail Media

Group

Abdurrahman, Mifdhol (2008). Pengantar Studi Ilmu Hadits. jakarta: Pustaka

Al-Kautsar

Saleh, Faisal (2008). Mutiara Ilmu Atsar. Jakarta: Akbar Media

Rofiah, Khusniati (2010). Studi Ilmu Hadits .Ponorogo: STAIN PO Press

Suparta, Munzier (2008). Ilmu Hadis .Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

16

Anda mungkin juga menyukai