DOSEN :
SAEFUL AZIS,M.Pd
DI SUSUN OLEH:
HUSNUL KHOTIMAH - 2022010057
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam
bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan
sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam
memahami Kedudukandanfungsihadits.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami
miliki masih kurang. Oleh karena itu kami harapkan kepada pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
HUSNUL KHOTIMAH
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I..................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..............................................................................................................4
BAB II.................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.................................................................................................................6
BAB III...............................................................................................................................13
PENUTUP..........................................................................................................................13
A. Simpulan..................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin, memiliki peranan sangat penting
dalam membentuk peradaban manusia yang mulia. Sebagai agama, Islam tidak saja hanya
mengatur hubungan manusia dan Tuhannya, tetapi juga hubungan manusia dan manusia,
hubungan manusia dan alam sekitarnya.
Al-Quran sebagai kitab suci umat Islam adalah wahyu Allah SWT yang berisikan
sejarah, hukum, dan syariat-syariat yang menuntun dan membimbing umat Islam ke jalan
yang benar, yang pada akhirnya akan memuliakan manusia itu sendiri. Al-Quran juga
membenarkan Kitab-Kitab yang Allah turunkan sebelumnya yaitu Zabur, Taurat dan Injil.
Sebagai kitab suci tentu saja Al-Quran merupakan sumber hukum utama bagi umat
Islam dalam menjalankan perintah-perintah dan meninggalkan larangan-larangan Allah.
Untuk menjelaskan banyak hal yang bersifat umum dalam Al-Quran, maka Hadis memiliki
peran penting dalam menuntun dan dan mengarahkan manusia dalam menjalankan ajaran Al-
Quran.
Kata “Hadis” secara bahasa dapat diartikan “baru” (al-jadid), yang merupakan lawan
kata dari al-qadim (lama/terdahulu). Makna ini dipahami sebagai berita yang disandarkan
kepada Nabi Saw, karena pembaruannya sebagai perimbangan dengan berita yang
terkandung dalam Al-Quran yang sifatnya qadim. Dengan demikian hadis memiliki peran
yang sangat penting dan tinggi bagi umat Islam sebagai sumber hukum atau penjelasan dari
sumber hukum yang ada di Al-Quran.
Terkadang, banyak yang memahami agama setengah-setengah, dengan dalih kembali
pada ajaran Islam yang murni, yang hanya berpegang teguh pada sunnatullah atau Al-Quran
saja dan meniadakan peranan hadis, sehingga banyak yang terjerumus pada jalan yang sesat,
mereka tidak hanya sesat melainkan juga menyesatkan yang lain. Oleh karena itu, peranan
hadis terhadap Al-Quran dalam melahirkan hukum syariat Islam tidak bisa dikesampingkan
lagi, karena tidak mungkin umat Islam memahami ajaran Islam dengan benar jika hanya
merujuk pada Al-Quran saja, melainkan harus diimbangi dengan hadis.
Di sisi lain Imam Syafi’i telah menanamkan fondasi epistemologis yang sangat kokoh
ketika mengeluarkan kaidah fiqhiyah yang berbunyi: iza asaha al-hadits fahuwa
mazhabi, bahwa ketika “jika sebuah hadis telah teruji kesahihannya, itulah mazhabku”.
Berawal dari konteks ini ternyata perkembangan agama (hukum) Islam tidak terlepas dari
kontek kajian hadis.
4
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana kedudukan Hadits sebagai sumber hukum islam ?
2. Apa Fungsi Hadits terhadap Al-Quran ?
3. Bagaimanahubungan Al-qurandenganSunnah?
C. Tujuan
Kami menulis ini bertujuan untuk membahas lebih dalam tentang kedudukan dan fungsi
hadist. Serta kita dapat mengetahui dalam kehidupan bermasyarakat.
1. Menjelaskan kedudukan Hadits sebagai sumber hukum islam?
2. Menjelaskan Fungsi Hadits terhadap Al-Quran?
3. Menjelaskan hubungan Al-qurandenganSunnah?
5
BAB II
PEMBAHASAN
فَِإ ْن ۖ يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا َأ ِطيعُوا هَّللا َ َوَأ ِطيعُوا ال َّرسُو َل َوُأولِي اَأْل ْم ِر ِم ْن ُك ْم
تَنَا َز ْعتُ ْم فِي َش ْي ٍء فَ ُر ُّدوهُ ِإلَى هَّللا ِ َوال َّرسُو ِل ِإ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُونَ بِاهَّلل ِ َو ْاليَوْ ِم اآْل ِخر
“Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri
di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
mengimani Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih
baik akibatnya. (QS. An-Nisa: 59).
6
Selain itu banyak dalil Al-Quran yang memerintahkan ketaatan kepada rasul dan
mengikuti sunnahnya. Perintah patuh kepada rasul berarti perintah mengikuti sunah sebagai
hujah. Antara lain:
A. Konsekuensi iman kepada Allah adalah taat kepada-Nya. Sebagaimana perintah Allah dalam
surat Ali Imran: 179
ِ ۚ َوِإ ْنتُْؤ ِمنُوا َوتَتَّقُوا فَلَ ُك ْم َأجْ ٌر ع فَآ ِمنُوا بِاهَّلل ِ َو ُر ُسلِ ِه
َظيم
“Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan jika kamu beriman dan
bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.”
b. Perintah iman kepada rasul beserta iman kepada Allah. Sebagaimana perintah Allah dalam
surat An-Nisa: 136
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada
kitab yang Alllah turunkan kepada rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.”
Disamping itu, banyak juga ayat yang mewajibkan ketaatan kepada rasul secara
khusus dan terpisah karena pada dasarnya ketaatan kepada rasul berarti ketaatan kepada Allah
SWT, yaitu:
1) Q.S An-Nisa (4) ayat 65 dan 80
2) Q.S Ali Imran (3) ayat 31
3) Q.S AN-Nur (24) ayat 56, 62 dan 63
4) Q.S Al-A’raf (7) ayat 158.
Selain Allah memerintahkan agar umat Islam agar percaya kepada Rasul SAW, juga
menyerukan agar menaati segala bentuk perundang-undangan dan peraturan yang dibawanya,
baik berupa perintah maupun larangan. Tuntutan taat dan patuh kepada Rasul SAW ini sama
halnya dengan tuntutan taat kepada Allah SWT. Banyak ayat Al-Quran yang berkenaan
dengan masalah itu.
2. Dalil Hadits
Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW berkenaan dengan keharusan menjadikan
hadis sebagai pedoman hidup, di samping Al-Quran sebagai pedoman utamanya. Beliau
bersabda:
7
“Dari Abu Hurairah r.a., dari Nabi SAW, bahwa Rasulullah bersabda: "Telah Aku tinggalkan
pada diri kamu sekalian dua perkara sehingga kamu tidak akan sesat selama kamu berpegang
teguh kepadanya. Yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya" (H.R. Malik).
3. Dalil Ijma Ulama
Setelah Rasulullah wafat, para sahabat sepakat bahwa apa-apa yang berasal dari
menjalankan agama. Tidak seorangpun diantara mereka menolak tentang kewajiban untuk
menaati apa-apa yang datang dari Rasulullah. Kewajiban untuk menaati sunnah rasul
dikuatkan oleh dalil-dalil yang bersumber dari Al-Quran dan Hadis.Kesepakatan para sahabat
selanjutnya diikuti oleh para tabi’in, tabi’ tabi’in dan generasi berikutnya hingga sampai saat
ini.
Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadis sebagai
sumber hukum Islam, antara lain dapat diperhatikan peristiwa di bawah ini:
1) Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi Khalifah, ia pernah berkata “Saya tidak meninggalkan
sedikit pun sesuatu yang diamalkan/dilaksanakan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut
tersesat bila meninggalkan perintahnya”.
2) Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata “Saya tahu bahwa engkau adalah batu.
Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu”.
3) Pernah ditanyakan kepada Abdullah bin Umar tentang ketentuan shalat safar dalam Al-
Quran. Ibnu Umar menjawab: “Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW kepada
kita dan kita tidak mengetahui sesuatu. Sesungguhnya kami berbuat sebagaimana duduknya
Rasulullah SAW, saya makan sebagaimana makannya Rasulullah dan saya sahalat
sebagaimana shalatnya Rasul”.
4) Diceritakan dari Sa’id bin Musayyab bahwa Usman bin ‘Affan berkata: “Saya duduk
sebagaimana duduknya Rasulullah SAW, saya makan sebagaimana makannya Rasulullah dan
saya shalat sebagaimana shalatnya Rasul”.
8
dibimbing oleh ilham. Hasil ijtihad beliau ini tetap berlaku sampai ada nas yang
menasakhnya.
9
limitasi yang dapat membuat pagar hukum yang sistematis. Adapun contoh hadits yang
memiliki pembatasan hukum adalah:
ٍ ق ِإاَّل فِي ُرب ُِع ِدين
َار ٍ ارِ ( اَل تُ ْقطَ ُع يَ ُد َس: قَا َل َرسُو ُل هَّللَا ِ صلى هللا عليه وسلم:ت ْ َض َي هَّللَا ُ َع ْنهَا قَال ِ ع َْن عَاِئ َشةَ َر
ُ ْ َّ
َواللفظ لِ ُم ْسلِم.ق َعل ْي ِه َ ٌ َ ُمتَّف ) صا ِعدًا َ ٍَ ف.
َواَل تَ ْقطَعُوا فِي َما ه َُو,َار
ٍ ن يدِ ُع ب ر
ُ ي ِ ف ُوا
ع َ ط ْ
ق ِ ا د
َ م
َ ْحَأِل ة
ٍ َ يا ور
َِ يِ فوَ ًا
د ع
ِ ا ص
َ َ ف َار
ٍ ني د
ِ ُع ب ر
ُ ي ِ ف ُ
د َ يلْ َ ا ع
ُ َ ط ْ
ق ُ ت :ِّ
ي ار
ِ َ
خ ُ ب ْ
ل َ ا َُولَ ْفظ
ِ ِ
ََأ ْدنَى ِمن ذلِك
َ ْ
“Dari 'Aisyah bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Tidak boleh
dipotong tangan seorang pencuri, kecuali sebesar seperempat dinar atau lebih." Muttafaq
Alaihi dan lafadznya menurut riwayat Muslim. Menurut Lafadz Bukhari: "Tangan seorang
pencuri dipotong (jika mengambil sebesar seperempat dinar atau lebih." Menurut riwayat
Ahmad: "Potonglah jika mengambil seperempat dinar dan jangan memotong jika mengambil
lebih kurang daripada itu”.
Hadits di atas dalam prakteknya yaitu membatasi hukuman pencuri yang secara
hukum tetap ia dipotong tangannya sebagaimana dijelaskan secara mutlak dalam ayat:
ِ َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا َأ ْي ِديَهُ َما َج َزا ًء بِ َما َك َسبَا نَ َكااًل ِمنَ هَّللا ُ َّار
ِ ق َوالس ِ والس
َ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(Q.S. Al-Maidah (5) ayat 38).
Ayat ini menjelaskan tentang hukum mutlak potong tangan bagi pencuri laki-laki
dan perempuan tanpa ada suatu pembatas takaran curiannya. Ayat ini mengobligasikan
potong tangan secara mutlak. Maka, kemudian hadis datang untuk membatasi hukum bahwa
yang dikenakan potongan tangan adalah bagi mereka yang mencuri seperempat dinar atau
lebih.
4. Hadis sebagai Bayan Ta’kid
Hadis berfungsi juga sebagai penguat hukum-hukum yang ada di dalam Al-Quran.
Suatu ketetapan hukum tentang suatu masalah memiliki dua sumber atau argumentasi, yakni
Al-Quran dan Sunnah. Selain itu sunnah dalam konteks ini melengkapi sebagian cabang-
cabang hukum yang berasal dari Al-Quran.
Dalam Al-Quran banyak ayat yang saling menguatkan dengan sunnah. Misalnya
ayat Al-Quran tentang puasa Ramadhan, Allah berfirman:
“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan AL-Quran sebagi petunjuk
bagi manusia dan sebagai penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak
dan batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu melihat bulan, maka hendaklah dia
berpuasa pada bulan itu”. (Q.S. Al-Baqarah: 15).
Ayat ini dikuatkan oleh hadis Nabi yang berbunyi: “Berpuasalah kamu setelah
melihat bulan itu dan berbukalah setelah melihat bulan juga” (H.R. Bukhari-Muslim).
5. Hadis sebagai Bayan Tasyri’
10
Bayan tasyri’ adalah penjelasan hadis Nabi yang mendefenisikan suatu ketetapan
hukum secara independen yang tidak didapati dalam nash-nash Al-Quran secara tekstual.
Penjelasan itu muncul dengan sebab adanya permasalahan-permasalahan yang timbul di
antara masyarakat. Di sinilah hadis Nabi mengeluarkan penjelasan dan sekaligus keputusan
dengan tidak berorientsi terhadap Al-Quran namun tetap ada bimbingan langsung dari sang
pemilik semesta, Allah SWT. Misalnya hadits Nabi:
َ ِ ج ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ َأن َرسُو َل هَّللا
صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل اَل يُجْ َم ُع ِ و َح َّدثَنِي يَحْ يَى ع َْن َمالِك ع َْن َأبِي ال ِّزنَا ِد ع َْن اَأْل ْع َر
َبَ ْينَ ْال َمرْ َأ ِة َو َع َّمتِهَا َواَل بَ ْين
ْال َمرْ َأ ِة َو َخالَتِهَا
“Tidak boleh menikahi seorang perempuan bersamaan dengan bibinya dari pihak
bapak & tak boleh menikahi perempuan bersamaan dengan bibinya dari pihak ibunya”. (HR.
Malik No.977).
Hadits di atas menjelaskan bahwa seseorang dilarang mempoligami perempuan
bersamaan dengan bibinya. Disini Nabi memutuskan suatu hukum akan larangan itu. Dalam
Al-Quran tidak ada sebuah ayat tersurat tentang larangan mengawini perempuan bersamaan
dengan bibinya baik dari arah ayah maupun ibu. Hanya ada dalam Al-Quran keterangan-
keterangan tentang dilarangnya menikahi perempuan beserta kelurganya, seperti ibu, saudara,
anak dan sebagainya. Disinilah hadis mejelaskan haramnya menikahi bibi perempuan yang
dinikahi tanpa berorientasi terhadap Al-Quran dalam membuat keputusan itu.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa apa yang telah disunnahkan oleh Rasulullah SAW
tidak terdapat dalam kitabullah, maka hal itu merupakan hukum Allah juga, sebagaimana
Allah berfirman:
“Sesungguhnya kamu benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus, yaitu
jalan Allah yang kepunyaan-Nya segala apa yang ada di langit dan di bumi”. (Q.S. Al-
Syura: 52).
11
yang datang dari As-Sunnah itu memberi penjelasan kepada makna yang dimaksud di dalam
Al-Qur-an.
Dalam hal ini Allah telah memberi wewenang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam untuk memberikan penjelasan terhadap nash-nash Al-Qur-an dengan firman-Nya :
َاس َما نُ ِّز َل ِإلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّهُ ْميَتَفَ َّكرُون َ الزب ُِر ۗ َوَأن َز ْلنَا ِإلَ ْي
ِ َّك ال ِّذ ْك َرلِتُبَيِّنَ لِلن ِ بِ ْالبَيِّنَا
ُّ ت َو
“Allah berwasiat kepada kamu tentang anak-anak kamu, bagi laki-laki bagiannya sama
dengan dua orang perempuan…” [An-Nisaa’: 11]
Ayat ini tidak menjelaskan sampai di manakah batas tangan yang akan dipotong. Maka dari
as-Sunnahlah didapat penjelasannya, yakni sampai pergelangan tangan.
Adapun hukum-hukum tambahan selain yang terdapat di dalam Al-Qur-an, maka hal itu
merupakan tasyri’ dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wajib bagi kita mentaatinya
dan tidak boleh kita mengingkarinya. Tasyri’ yang demikian ini bukanlah mendahului
Kitabullah, bahkan hal itu sebagai wujud pelaksanaan perintah Allah agar kita mentaati
Rasul-Nya. Seandainya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ditaati, maka ketaatan
kita kepada Allah tidak mempunyai arti sama sekali. Karena itu kita wajib taat terhadap apa-
apa yang sesuai dengan Al-Qur-an dan terhadap apa-apa yang beliau tetapkan hukumnya
yang tidak terdapat di dalam Al-Qur-an.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َّمن يُ ِط ِع ال َّرسُو َل فَقَ ْد َأطَا َع هَّللا
12
‘Barangsiapa taat kepada Rasul berarti ia taat kepada Allah…’” [An-Nisaa’: 80].
BAB III
PENUTUP
A.Simpulan
Al-Quran memang merupakan pedoman umat Islam yang utama, namun isi dan redaksi dari
Al-Quran itu sendiri masih sangat bersifat global (mujmal). Maka dari itu
kedudukan hadis dalam Islam yang utama adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Quran yang masih
global. Rasulullah diperintahkan untuk menjelaskan tiap-tiap ajaran kepada para sahabat setelah
beliau mendapatkan penjelasan dari Jibril.
Peran kedua adalah agar hadis menjadi pedoman ketika muncul persoalan-persoalan
yang tidak secara spesifik terdapat dalam Al-Quran. Setelah masa Rasulullah SAW. Al-
Quran dan Hadis dijadikan sebagai rujukan para ulama untuk mengeluarkan fatwa dan aturan
lainya. Karena tidak menutup kemungkinan perseteruan akan terjadi di masa yang akan
datang berhubungan dengan hukum dalam Al-Quran.
Peran yang ketiga, menjaga agar ayat-ayat Al-Quran tidak secara sembarangan
dilencengkan sehingga seolah ayat-ayat Al-Quran berkontradiksi. Penjelasan Rasulullah
sudah merupakan penjelasan yang dapat dipahami bahwa juga telah ditafsirkan mendalam
oleh para ulama.
Rasulullah yang bergelar uswatun hasanah segala ucapan dan kepribaianya adalah
pencitraan dari Al-Quran. Sehingga umat Islam yang mengikuti hadis-hadis Rasulullah
adalah mereka yang juga taat kepada Al-Quran.
13
DAFTAR PUSTAKA
Agus Solehudin, M dan Suyadi, Agus. 2008. Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia
Khon, Abdul Majid. 2009. Ulumul Hadis. Jakarta: Bumi Aksara
Noer Sulaiman, M. 2008. Antologi Ilmu Hadits. Jakarta: Gaung Persada Press
Suparta, Munzier. 2008. Ilmu Hadis. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada
Supian, Aan. 2014. Ulumul Hadis. Bogor: IPB Press
Ahmad Agus Tijani. http://tijaniagus.blogspot.com/2012/11/fungsi-hadits-terhadap-al-quran-
di.html/ .
Akhmad Suseta, http://akhmadsuseta.blogspot.com/2012/05/fungsi-hadits-terhadap-
alquran.html.
Awan Al-Faiz, http://awanaalfaizy.blogspot.com/2012/11/kedudukan-dan-fungsi-hadits-
dalam-agama_2.html,.
Bulughul Maram versi 2.0 © 1429 H / 2008 M Oleh : Pustaka Al-Hidayah, Hadis No. 1255.
http://pipa-biru.blogspot.com/2014/01/kedudukan-hadist-sebagai-sumber-hukum.html.
14