Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“HADIST BERPEGANG TEGUH PADA SUNNAH DAN


PENJELASANNYA”

Dosen Pengampu :

Roswan Rio Utomo, LC, MA.

Disusun oleh kelompok 3 dan 4 :

1. Mochammad Fikri Fuady (11200340000001)


2. Dhea Amanda Putri N (11200340000003)
3. Mar’atun Shalihah (11200340000006)
4. Fatiyah Zahra (1120034000010)
5. Imelda Octaviyani (11200340000011)
6. Muhammad Azhar (11200340000014)
7. Muhammad Dimas Geraldy (11200340000015)
8. Siti Zaenab (1120034000020)
9. Ari Nur Ardiyansyah (11200340000023)
10. Muhammad Asyraf Nurshidiq (11200340000025)
11. Jihan Pratama Zain (11200340000028)
12. Muhammad Amin Husaini (11200340000031)

Kelas : IAT 1A

Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin

Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

TA. 2020/2021
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... 3


BAB I .................................................................................................................................. 4
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 4
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4
C. Tujuan Masalah ....................................................................................................... 4
BAB II ................................................................................................................................ 5
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 5
A. As-Sunnah ............................................................................................................... 5
B. Perintah Berpegang Teguh dengan Sunnah ............................................................ 6
C. Tegar di Atas Sunnah Jalan Keluar dari Fitnah .................................................... 11
D. Bahaya Menyelisihi Sunnah.................................................................................. 13
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 13
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 13
B. Saran ..................................................................................................................... 14
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam.
Atas izin dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah tepat waktu
tanpa kurang suatu apa pun. Tak lupa pula kami haturkan shalawat serta salam
kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir
pada kita di hari akhir kelak.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Pengantar Hadist. Akhirul kalam, kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna. Besar harapan penulis agar pembaca berkenan memberikan
umpan balik berupa kritik dan saran. Semoga makalah ini bisa memberikan
manfaat bagi berbagai pihak. Aamiin.

Jakarta, 23 November 2020

Kelompok 3 dan 4
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Al – Qur’an adalah sumber pokok ajaran Islam. Tetapi selain Al –


Qur’an, As – Sunnah juga menjadi sumber pokok ajaran agama Islam kedua
setelah Al – Qur’an. Penulisan makalah ini bertujuan agar kita semua dapat
mengetahui dalil berupa ayat Al – Qur’an dan Hadist yang menunjukkan
urgensi atau pentingnya berpegang teguh kepada As – Sunnah sebagai
sumber ajaran pokok agama Islam. Dengan dibuatnya makalah ini, kami
berharap dapat memberikan semangat baru kepada kita semua dalam
mengkaji dan mempelajari salah satu sumber ajaran pokok agama Islam ini,
yaitu As – Sunnah
B. Rumusan Masalah

1. As-Shunnah
2. Perintah berpegang teguh dengan Sunnah
3. Tegar di atas Sunnah jalan keluar dari fitnah
4. Bahaya menyelisihi Sunnah
C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui pengertian As-sunnah secara umum


2. Mengetahui dalil-dalil perintah berpegang teguh dengan Sunnah
3. Mengetahui faedah menerapkan As-sunnah
4. Mengetahui bahasa menyelisihi Sunnah
BAB II

PEMBAHASAN
A. As-Sunnah
Sunnah secara bahasa berarti jalan atau metode, baik itu jalan yang baik
maupun jalan yang jelek. Hal ini bisa dilihat dari hadits Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam, “Siapa yang mencontohkan jalan (sunnah) yang baik di
dalam Islam, maka ia akan mendapat pahala dan pahala orang yang
mengamalkannya setelahnya tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun.
Dan barang siapa yang mencontohkan jalan (sunnah) yang jelek, maka ia
akan mendapat dosa dan dosa orang yang mengerjakannya sesudahnya
tanpa mengurangi dosa mereka sedikit pun.” (HR. Muslim). Dalam hadits
ini, Nabi membagi ada sunnah yang baik dan sunnah yang jelek. Inilah
makna sunnah secara bahasa.
Adapun secara istilah, makna sunnah memiliki beberapa pengertian :

1) Menurut istilah ulama ahli hadits, yang dimaksud sunnah adalah segala sesuatu
yang berasal dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam baik berupa perkataan,
perbuatan, pembenaran, maupun sifat-sifat yang ada pada diri beliau. Baik sebelum
beliau diutus menjadi Nabi maupun sesudahnya.

2). Menurut istilah ulama ahli ushul, yang dimaksud sunnah adalah segala sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang bukan berasal dari
Al Qur’an.

3). Menurut ulama ahli fikih, sunnah adalah perkara yang tidak wajib, artinya
pelakunya berhak mendapat pahala dan jika meninggalkan tidak berdosa.

Adapun makna sunnah menurut salafus shalih lebih luas dari makna di atas. Yang
dimaksud sunnah adalah segala sesuatu yang sesuai dengan Al Qur’an dan jalan
hidup Nabi beserta para sahabatnya, baik dalam masalah akidah, ibadah, maupun
muamalah. Lawan dari makna ini adalah bid’ah. Sehingga dikatakan : “orang
tersebut di atas sunnah”, yakni jika amalannya sesuai dengan Al Qur’an dan
petunjuk (sunnah) Nabi. Dan dikatakan : “orang tersebut di atas bid’ah”, yakni
apabila amalannya menyelisihi Al Qur’an dan sunnah Nabi, atau menyelisihi salah
satunya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “As Sunnah adalah segala
sesuatu yang merupakan ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam baik berupa
keyakinan, perkataan, maupun perbuatan”. (Lihat pembahasan ini dalam Kun
Salafiyyan ‘alal Jaddah)

B. Perintah Berpegang Teguh dengan Sunnah


Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ِ َّ ‫َضلُّ ْواا َ َبدَا ِكت َا ب‬


‫رواه البخارومسليم‬. (‫ّللا َوسنَّ ِة َرس ْو ِل ِه‬ ِ ‫س ْكت ْم ِب ِه َما لَ ْن ت‬
َّ ‫ت ََر ْكت ِفيْك ْم ا َ ْم َري ِْن اِ ْنت َ َم‬

“Aku telah tinggalkan kepada kalian dua perkara. Kalian tidak akan sesat selama
berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-
Nya.” (HR. Bukhari dan Muslim, derajat : shahih).

Dalam hadits di atas, Nabi yang mulia memerintahkan kepada kita untuk berpegang
teguh dengan Al Qur’an dan Sunnah, yang merupakan jalan beragama yang telah
ditempuh oleh Nabi dan para sahabatnya.

Dalam Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Apa yang diberikan
Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras
hukumannya.” (QS. Al Hasyr:7)

Berhujjah dengan as Sunnah hukumya wajib sebagaimana berhujjah dengan al


qur’an. Hanya saja dalam berhujjah dengan dengan as sunnah perlu dicek terlebih
dahulu apakah benar hal tersebut datang dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa
sallam.
Al Qur’an : Kita perlu mengetahui bagaimana beristidlal, yaitu mengambil
kesimpulan hukum dari dalil yang ada. Adapun untuk dalil dari al Qur’an (ayat-
ayat al Qur’an) kita telah mengetahui bersama tentang kemaksumannya karena
Allah menjaganya dari pemalsuan dan sebagainya sampai qiyamat kelak.

Dengan berhujjah dengan As Sunnah, kita harus memperhatikan hal – hal berikut :

1. Pertama, kita perlu memperhatikan keabsaan dari sunnah tersebut, apakah


benar datangnya dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini
dikarenakan banyaknya hadist dhoif dan palsu yang masuk pada as sunnah
sehingga perlu dicek keshahihan dari sunnah tersebut.

2. Seperti Al Qur’an, kita perlu mengetahui bagaimana cara beristidlal, yaitu


mengambil kesimpulan hukum dari dalil yang ada.

Dalil tentang wajibnya berhujjah dengan as sunnah adalah sangat banyak,


diantaranya:

Allah berfirman,

َّ ْ‫ّللاَ َوأَ ِطيعوا‬


‫الرسو َل‬ ّ ْ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنواْ أَ ِطيعوا‬

Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya)..(an Nisa:
59)

Pada ayat ini Allah memerintahkan untuk ta’at RasulNya, dengan demikian
melazimkan bahwa sunnah Rasulullah adalah dalil syara’ yang wajib berhujjah
dengannya.

Allah juga berfirman :


‫َار َج َهنَّ َم خَا ِلدِينَ فِي َها أَبَدا‬
َ ‫ّللاَ َو َرسولَه فَإِ َّن لَه ن‬
َّ ‫ص‬ِ ‫َو َمن يَ ْع‬

Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sesungguhnya


baginyalah neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.(al Jin:
23)

Pada ayat ini ditetapkan adanya ancaman bagi siapa yang mendurhakai Rasulullah,
sehingga kedudukan as sunnah tak ubahnya seperti al qur’an yang mana kita wajib
berhujjah dengan keduannya.

Allah juga berfirman :

ِ ‫شدِيد ْال ِعقَا‬


‫ب‬ َّ ‫ع ْنه فَانت َهوا َواتَّقوا‬
َّ ‫ّللاَ إِ َّن‬
َ َ‫ّللا‬ َ ‫الرسول فَخذوه َو َما نَ َهاك ْم‬
َّ ‫َو َما آتَاكم‬

Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
amat keras hukumannya.(al Hasyr: 7)

Dan sebagaimana yang sering kita dengar dalam khutbah jum’at,

ِ ‫ َوش ََّر األم‬, ‫ َو َخي َْر ْال َه ْدي ِ َهدْي م َح َّمد‬, ‫ّللا‬
‫ور محْ دَثَات َها‬ ِ ‫فَإِ َّن َخي َْر ْال َحدِي‬: ‫أ َ َّما بَ ْعد‬
ِ َّ ‫ث ِكتَاب‬

Sesungguhnya sebenar-benar perkataan adalah Kitabullah (al-Qur’an) dan sebaik-


baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad (as-Sunnah). Seburuk buruk perkara
adalah perkara yang diada-adakan (dalam agama).
Adapun dalil dari hadist, Rasulallah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

‫ظة م َودِّع‬ ِ ‫ت ِم ْن َها ْالقلوب فَقَا َل قَا ِئ ٌل َيا َرسو َل‬


َ ‫هللا َكأ َ َّن َه ِذ ِه َم ْو ِع‬ ْ َ‫ت ِم ْن َها ْالعيون َو َو ِجل‬ َ ‫ظنَا َم ْو ِع‬
ْ َ‫ظة َب ِليغَة ذَ َرف‬ َ ‫ع‬
َ ‫َو‬
َّ ‫س ْمع َو‬
َ َ‫ش ِم ْنك ْم بَ ْعدِي ف‬
‫سيَ َرى‬ ْ ‫عبْدا َحبَ ِشيًّا فَإِنَّه َم ْن يَ ِع‬
َ ‫ع ِة َوإِ ْن‬
َ ‫الطا‬ ِ َّ ‫وصيك ْم بِت َ ْق َوى ال ِهُ َوال‬
ِ ‫فَ َماذَا تَ ْع َهد إِلَ ْينَا فَقَا َل أ‬
ِ ‫علَ ْي َها بِالنَّ َو‬
‫اج ِذ َوإِيَّاك ْم‬ َ ‫عضُّوا‬ َّ َ‫َاء ْال َم ْه ِد ِيّين‬
َ ‫الرا ِشدِينَ تَ َمسَّكوا بِ َها َو‬ ِ ‫اختِالَفا َكثِيرا فَعَلَيْك ْم بِسنَّتِي َوسنَّ ِة ْالخلَف‬
ْ
ٌ‫ضالَ َلة‬ َ ‫عة‬ َ ‫عةٌ َوك َّل بِ ْد‬ ِ ‫ت اْألم‬
َ ‫ور فَإِ َّن ك َّل محْ دَثَة بِ ْد‬ ِ ‫َومحْ دَثَا‬
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati kami dengan nasehat yang
menyentuh, meneteslah air mata dan bergetarlah hati-hati. Maka ada seseorang
yang berkata: “Wahai Rasulullah, seakan-akan ini adalah nasehat perpisahan. Maka
apa yang akan engkau wasiatkan pada kami?” Beliau bersabda: “Aku wasiatkan
pada kalian untuk bertakwa kepada Allah serta mendengarkan dan mentaati
(pemerintah Islam), meskipun yang memerintah kalian seorang budak Habsyi. Dan
sesungguhnya orang yang hidup sesudahku di antara kalian akan melihat banyak
perselisihan. Wajib kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur
Rasyidin Mahdiyyin (para pemimpin yang menggantikan Rasulullah, yang berada
di atas jalan yang lurus, dan mendapatkan petunjuk). Berpegang teguhlah kalian
padanya dan gigitlah ia dengan geraham-geraham kalian. Serta jauhilah perkara-
perkara yang baru. Karena setiap perkara yang baru adalah bid’ah. Dan setiap
bid’ah adalah sesat.“

Lalu, pada Hadits Shahih Ibnu Hiban dikatakan :

ْ ‫ فَكَان‬،‫اب أَ ْرضا‬
‫َت‬ َ ‫ص‬ َ َ‫غيْث أ‬ َ ‫ «إِ َّن َمث َ َل َما آت َانِي هللا ِمنَ ْالهدَى َو ْال ِع ْل ِم َك َمثَ ِل‬: ‫سلَّم‬ َ ‫صلَّى هللا‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫َو قَا َل‬
َ َّ‫ فَنَفَ َع هللا بِ َها الن‬،‫ت ْال َما َء‬
‫اس‬ ِ ‫س َك‬ َ ‫ َو أ َ ْم‬،‫ب ْال َكثِي َْر‬
َ ‫ت ْالك َََل َ َو ْالع ْش‬
ِ َ‫ فَأ َ ْنبَت‬، َ‫ت ذلِك‬ْ َ‫طيِّبَةٌ قَبِل‬
َ ٌ‫طائِفَة‬
َ ‫ ِم ْن َها‬،
‫ َو ََل ت ْنبِت ك َََل‬،‫ان ََل ت ْمسِك َماء‬ ٌ َ‫ إِنَّ َما ِهيَ ِق ْيع‬،‫طائِفَةٌ أ ْخ َرى‬ َ ‫اب ِم ْن َها‬
َ ‫ص‬ َ َ ‫ َو أ‬،‫سقَ ْوا َو زَ َرع ْوا‬ َ ‫فَش َِرب ْوا ِم ْن َها َو‬،
‫ َو‬،‫ َو َمثَل َم ْن لَ ْم يَ ْرفَ ْع ِبذلِكَ َرأْسا‬،َ‫ع ِمل‬ َ ‫ فَ َع ِل َم َو‬،‫ َو نَفَ َعه َما بَ َعثَنِي هللا ِب ِه‬،ِ‫فَذلِكَ َمثَل َم ْن فَقهَ فِ ْي ِدي ِْن هللا‬
‫ي أ ْر ِس ْلت ِب ِه‬
ْ ‫هللا الَّ ِذ‬
ِ ‫لَ ْم َي ْق َب ْل هدَى‬

Artinya : Rasulullah SAW. Bersabda:”Sesungguhnya perumpamaan petunjuk dan


ilmu yang didatangkan oleh Allah SWT. Kepadaku adalah ibarat hujan yang
menyirami bumi. Sebagian darinya terdapat sebidang tanah yang subur yang
menerima siraman itu, lalu menumbuhkan rumput yang banyak dan menyimpan air
sehingga dengannya Allah SWT. Memberi manfaat kepada manusia; mereka
minum darinya, mengairi, dan menanam. Dan sebagian darinya menyirami
sebidang lainnya. Hanya saja ia adalah qiran(187) yang tidak dapat menyimpan air
dan tidak pula menumbuhkan rumput. Itulah perumpamaan orang yang memahami
agama Allah SWT dan mendapatkan manfaat dari apa yang Allah SWT
mengutusku dengannya, sehingga dia mengetahui dan mengamalkan; dan
perumpamaan orang yang tidak mengangkat kepala untuk semua itu dan tidak
menerima petunjuk Allah SWT yang aku utus dengannya.”(1882) [3:28].

(187) Qī‘ān dengan kasrah qāf adalah jama‘ qā‘, artinya tempat yang datar dan luas
di hamparan bumi.

(188) Sanad-nya adalah sanād hadits sebelumnya. Diriwayatkan oleh al-Bukhārī


(79) dalam kitab Ilmu, bab Keutamaan orang yang berilmu dan mengajarkan; dan
oleh Muslim (2282) dalam kitab Keutamaan-Keutamaan, bab Penjelasan tentang
perumpamaan petunjuk dan ilmu yang dengannya Nabi shallallāhu ‘alaihi wa
sallam diutus; dari Abū Kuraib dengan sanad yang telah disebutkan sebelumnya.
Dan melalui jalur al-Bukhārī, diriwayatkan oleh al-Baghawī dalam Syarḥ-us-
sunnah (135).

Diriwayatkan oleh Aḥmad (IV/399), an-Nasā’ī dalam kitab Ilmu dari al-Kubrā dan
juga dalam at-Tuḥfah (Vl/439), ar-Ramahurmuzī dalam al-Amtsāl (hlm. 24), dan
al-Baihaqī dalam Dalā’il-un-Nubuwwah (I/368), melalui jalur Abū Usāmah,
dengan redaksi ini.

An-Nawawī berkata: “Adapun makna hadits ini dan maksudnya adalah


penyerupaan petunjuk yang dibawa oleh Nabi shallallāhu ‘alaihi wa sallam dengan
hujan. Artinya, tanah itu tiga macam. Begitu pula manusia. Jenis pertama dari tanah
mengambil manfaat dari hujan. Ia hidup setelah sebelumnya mati, dan
menumbuhkan rumput, sehingga dimanfaatkan oleh manusia, binatang, tanaman,
dan lainnya. Demikian pula jenis pertama dari manusia. Petunjuk dan ilmu sampai
kepadanya, lalu dia menyimpannya, sehingga hatinya hidup. Dia mengamalkannya
dan mengajarkannya kepada orang lain, sehingga dia mendapat manfaat dan
memberi manfaat. Jenis kedua dari tanah adalah yang tidak menerima manfaat
untuk dirinya sendiri, tetapi padanya terdapat satu faidah, yaitu menyimpan air
untuk selainnya, sehingga rnanusia dan binatang dapat memanfaatkannya.
Demikian pula jenis kedua dari manusia. Mereka memilikihati-hati yang penghapal,
tetapi mereka tidak memiliki pemahaman-pemahaman yang tajam. Mereka tidak
memiliki kekuatan dalam akal yang dengannya mereka dapat menyimpulkan
makna-makna dan hukum-hukum. Dan mereka tidak melakukan usaha keras dalam
menjalankan ketaatan dan mengamalkan ilmu. Mereka menyimpannya, sampai
datanglah seorang murid yang membutuhkan dan haus akan ilmu yang ada pada
mereka, lalu dia mengambilnya dari mereka dan memanfaatkannya. Dengan
demikian, mereka memberi manfaat dengan apa yang mereka sampaikan. Dan jenis
ketiga dari tanah adalah tanah gersang yang tidak menumbuhkan dan semacamnya.
Dia tidak mengambil manfaat dari air dan tidak pula menyimpannya untuk
memberikan manfaat kepada selainnya. Demikian pula jenis ketiga dari manusia.
Mereka tidak memiliki hati-hati yang penghapal dan tidak pula pemahaman-
pemahaman yang cerdas. Apabila mereka mendengarkan ilmu, mereka tidak
mengambil manfaat darinya dan tidak pula menghapalnya untuk memberi manfaat
kepada selain mereka. wallāhu a‘lam.” (Syarḥu Muslim, XV/48)

Jika ada yang mengatakan “kami tidak akan mengamalkan sesuatu kecuali
yang ada pada al Qur’an.” Maka kita jawab : Al Qur’an telah mewajibkan
mengikuti Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam (sebagaimana ayat-ayat diatas)
sehingga andaikata perkataan anda benar maka Anda harus menerima apa yang
ada pada as Sunnah. Selain itu, kebanyakan ayat al Qur’an datang dalam bentuk
mujmal, belum menjadi jelas kecuali dengan sunnah.

C. Tegar di Atas Sunnah Jalan Keluar dari Fitnah


Perpecahan dalam umat ini adalah suatu keniscayaan. Inilah sunnatullah,
ketetapan Allah yang pasti terjadi. Digambarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam tentang kondisi perpecahan umat ini dalam sabda
beliau, “Ketahuilah, umat-umat sebelum kalian dari golongan ahlul kitab telah
terpecah menjadi tujuh puh dua golongan, dan umat ini akan terpecah menjadi
tujuh puluh tiga golongan. Tujuh puluh dua golongan akan masuk neraka, satu
golongan akan masuk surga yaitu al jama’ah.” (HR. Ahmad, derajat : hasan).
Dalam riwayat yang lain disebutkan, “Semua golongan tersebut akan
masuk neraka kecuali satu gologan : yaitu orang yang berjalan di atas ajaran
agamaku dan para sahabatku.” (HR. Tirmidzi, derajat : hasan).
Dua hadits di atas adalah berita yang shahih dari Nabi akan adanya
perpecahan yang terjadi dalam umat ini. Demikian pula realita yang kita dapati
kaum muslimin berpecah–belah menjadi banyak golongan. Lalu siapakah
golongan yang selamat? Merekalah orang-orang yang senantiasa bepegang
teguh dengan Al Qur’an dan Sunnah serta memahaminya sesuai dengan
pemahaman yang diajarkan Nabi kepada para sahabat beliau dan telah mereka
amalkan. Inilah kelompok yang selamat.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa yang berumur panjang


di antara kalian, kelak dia akan melihat perselisihan yang banyak. Maka
hendaknya kalian tetap berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah
Khulafa–ur Rasyidin yang mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah
dengannya. Gigitlah dengan gigi geraham kalian. Berhati-hatilah kalian
dengan perkara-perkara yang baru dalam agama, karena setiap ajaran yang
baru dalam agama Islam adalah termasuk perbuatan bid’ah, dan setiap bid’ah
adalah kesesatan, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.” (HR. An Nasa’i,
derajat : hasan shahih). Berpegang teguh dengan sunnah Rasulullah dan
khulafaur rasyidin dan para sahabat, inilah solusi keluar dari fitnah perpecahan
umat, tidak ada jalan lain.
Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata, “Di dalam hadits ini
terdapat perintah ketika terjadi perselisihan untuk berpegang teguh dengan
sunnah Nabi dan khulfaur rasyidin. Yang dimaksud sunnah adalah jalan yang
ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh dengan keyakinan,
perkataan, dan perbuatan Nabi dan khulfaur rasyidin. Inilah sunnah yang
sempurna. Oleh karena itu para ulama salaf di masa silam tidak menamakan
sunnah kecuali mencakup seluruh perkara tadi.” (lihat Jami’ul ‘Ulum wal
Hikam).
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman,
taatilah Allah dan Rasul-Nya, serta ulil amri di antara kalian. Kemudian jika
kalian berselisih pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada
Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisaa’ : 59)

D. Bahaya Menyelisihi Sunnah


Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan barangsiapa yang menentang
Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan
orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An Nisaa’ : 115)
Sikap orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya harus
mendengar dan taat, serta tidak boleh menolak segala sesuatau yang
datang dari Allah dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, Allah meniadakan iman
bagi orang yang enggan dan menolak untuk mengikuti sunnah Rasul
Shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah Ta’ala berfirman (yang
artinya), “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman
hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu
keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima
dengan sepenuhnya.” (QS. An Nisaa’: 65)

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sunnah secara bahasa berarti jalan atau metode, baik itu jalan
yang baik maupun jalan yang jelek. Hal ini bisa dilihat dari hadits
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam. Sunnah ini memiliki definisi dari
berbagai ulama, seperti ulama para hadits, ulama ahli ushul, dan ahli
fikih. Adapun perintah untuk berpegang teguh dengan Sunnah, yaitu
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim tentang anjuran untuk
berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Sunnah, lalu pada hadits
Shahih Ibnu Hiban yang berisi tentang penyerupaan petunjuk yang
dibawa oleh Nabi SAW dengan hujan. Maka jika kita ingin berhujjah
dengan As-Sunnah kita harus memerhatikan terlebih dahulu apakah
benar hal tersebut datang dari Rasullullah SAW atau tidak.

Didalam suatu umat pasti selalu terjadi perpecahan karena ini


merupakan suatu keniscayaan dan ketetapan Allah SWT yang pasti
terjadi. Hal tersebut terdapat di dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Ahmad, Tirmidzi. Dari kedua hadits tersebut maka Nabi SAW
mengatakan bahwa terdapat golongan yang selamat dari perpecahan
tersebut yaitu golongan orang yang berpegang teguh dengan Al-
Qur’an dan Sunnah serta memahami isi nya sesuai dengan apa yang
Nabi SAW ajarkan.

Adapun bahaya menyelisihi As-Sunnah terdapat di dalam Al-


Qur’an surah An-Nisa : 115 yaitu Allah SWT berfirman yang artinya
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran
baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang
mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah
dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan
Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.”

B. Saran
Kita sebagai manusia sekaligus umat islam harus selalu berpegang teguh
dengan Al-Qur’an dan Sunnah agar kelak kita selalu berada di jalan yang
benar yang sudah diajarkan oleh Rasulullah SAW dan selalu berada di
dalam kehidupan yang membawa kita kepada suatu kebaikan dan
senantiasa mendapatkan ridho Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai