Anda di halaman 1dari 19

USHUL FIQIH

Tentang
“AL-SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM DAN
PROBLEMATIKA SEKITAR KEHUJJAHANNYA”
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Dosen Pengampu :
HERIANTO HASIBUAN, MA
Disusun Oleh :
Abdul Wafa Hidayatullah

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH NAHDATUL ULAMA

(STITNU) SAKINAH DHARMASRAYA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil Alamin, segala puju bagi Allah yang telah melimpahkan


rahmatnya kepada kita dan telah mengutus Rasulullah kepada kita, membawa ajaran yang
mengangkat kita dari kegelapan menuju alam yang terang benderang, yakni dengan adanya
agama Islam yang demikian saya bersyukur dapat menyelesaikan tugas makalah USHUL
FIQIH ini yang mana didalamnya menjelaskan tentang AL-SUNNAH SEBAGAI SUMBER
HUKUM ISLAM DAN PROBLEMATIKA SEKITAR KEHUJJAHANNYA

Dalam makalah ini, Saya yakin banyak sekali kesalahan dan kekeliruan maka dari itu
saya mohon maaf yang tiada batasnya, dan saya sangat mengharap kritik dan saran dari
pembaca demi perbaikan tulisan saya selanjutnya. Akhirnya semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Rantau ikil, 2 Desember 2022

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................................3

A. Pengertian sunnah..............................................................................................................3
B. Kehujaan sunnah terhadap sumber hukum islam...............................................................6
C. Kehujaan sunnah terhadap al-quran...................................................................................6

BAB III PENUTUP.............................................................................................................................12

A. Kesimpulan.......................................................................................................................12
B. Saran.................................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Seluruh tata kehidupan umat Islam dalam segala aspeknya telah diatur oleh al-
Qur‟an dan as-Sunnah. Ketika suatu ajaran yang terdapat dalam alQur‟an itu masih bersifat
global, as-Sunnah menjelaskan ajaran-ajaran tersebut secara spesifik dan terperinci. Selain al-
Qur‟an, kaum muslimin, sejak masa Rasulullah saw. Sampai sekarang, mematuhi as-Sunnah
dan tetap menjadikannya sebagai sumber hukum dan penuntun akhlak di samping alQur‟an.
1 Sebagaimana perintah Allah dalam al-Qur‟an diwajibkan bagi mereka (Shahabat) untuk
mengikuti Rasul dan mentaatinya selama hidupnya, maka wajib pula atas mereka dan atas
orang-orang muslim sesudah mereka itu untuk mengikuti sunnahnya setelah beliau wafat.
Sebab nas-nas yang mewajibkan taat kepadanya itu bersifat umum, tanpa terkait dengan masa
hidupnya, dan tanpa dibatasi hanya kepada Shahabatnya saja, yang lain tidak. Juga karena
dasar hukum („illah) perintah taat itu berlaku untuk mereka dan generasi sesudah mereka
yaitu dasar bahwa mereka semua itu adalah para pengikut Nabi dengan mencontoh dan
mentaatinya. Dasar hukum itu juga meliputi masa hidup dan wafatnya, sebab sabda, hukum
dan perbuatannya itu timbul dari seorang penetap syari‟at yang bebas dari kesalahan
(ma‟shum) yang diperintah Allah untuk ditaati.2 Sebagian hukum yang terdapat dalam as-
Sunnah sama dengan hukum yang terdapat dalam al-Qur‟an. As-Sunnah menafsirkan yang
mubham, memerinci yang mujmal, membatasi yang mutlak, mengkhususkan yang umum,
serta menjelaskan hukum-hukum (al-Qur‟an) dan sasarannya. AsSunnah juga
mengemukakan hukum-hukum yang belum ditegaskan oleh alQur‟an. Dalam kenyataannya,
as-Sunnah merupakan praktik nyata dari apa yang terdapat di dalam al-Qur‟an, suatu praktik
yang muncul dalam bentuk yang berbeda-beda. 3 Selanjutnya mengenai definisi sunnah,
secara etimologi, sunnah berarti tata cara. Menurut pengarang kitab Lisan al-„Arab mengutip
pendapat Syammar sunnah pada mulanya berarti cara atau jalan, yaitu jalan yang didahului
orang-orang dahulu kemudian diikuti oleh orang-orang belakangan.4 Dalam prakteknya,
sunnah merupakan tafsir al-Qur‟an dan suri tauladan bagi umat Islam. Sementara, Nabi saw,
adalah penafsir al-Qur‟an dan Islam berdasarkan yang dilakukannya.5 Sedangkan sunnah
menurut istilah (terminologi) Ahli-ahli Hadits, sunnah adalah sabda, pekerjaan, ketetapan,
sifat (watak budi atau jasmani); atau tingkah laku Nabi Muhammad saw, baik sebelum
menjadi Nabi atausesudahnya. Dengan arti ini, menurut mayoritas ulama, sunnah sinonim
dengan hadits.6 Sunnah pada dasarnya sama dengan hadits, namun dapat dibedakan dalam
pemaknaannya, seperti yang diungkapkan oleh M. M. Azami bahwa sunnah berarti model
kehidupan Nabi saw., sedangkan hadits adalah periwayatan dari model kehidupan Nabi saw,
tersebut.7 Sebagai sumber hukum kedua setelah al-Qur‟an, hadits (sunnah) tidak dapat
dipisahkan antara satu sama lain.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari sunnah?
2. Jelaskan kehujaan sunnah terhadap sumber hukum islam
3. Jelaskan kehujaan sunnah terhadap al-quran

C.Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini agar kita dapat memahami :
1.   Apa pengertian dari sunnah
2.   Apa itu kehujaan sunnah terhadap sumber hukum islam
3. Apa itu kehujaan sunnah terhadap al-quran

2
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian sunnah
  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian sunnah atau sunah adalah aturan
agama yang didasarkan atas segala apa yang dinukilkan dari Nabi Muhammad SAW., baik
perbuatan, perkataan, sikap, maupun kebiasaan yang tidak pernah ditinggalkannya. Jadi,
pengertian sunnah secara sederhananya adalah sikap, tindakan, ucapan dan cara Rasulullah
menjalani hidupnya.

Pengertian sunnah atau sunah secara etimologi adalah kata dalam Bahasa Arab yang
berarti “kebiasaan” atau “biasa dilakukan”. Secara istilah pengertian sunnah adalah jalan
yang di tempuh oleh rasulullah dan para sahabatnya, baik ilmu, keyakinan, ucapan,
perbuatan, maupun penetapan.

Sunnah adalah sumber hukum Islam utama setelah Al-Qur’an. Sunnah tertuang dan
didokumentasikan dalam kumpulan hadis Rasulullah. Jadi, dalam hal ini kedudukan hadis
merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an.

Pengertian sunnah merupakan bagian dari teladan terbaik umat Islam, yaitu Nabi
Muhammad SAW. Setelah mengenali pengertian sunnah, kamu bisa juga perlu mengenali
pembagiannya. Berdasarkan bentuk penyampaiannya oleh Rasulullah, sunnah dibagi menjadi
tiga macam, qauliyyah, fiiliyyah, dan taqriyyah.

1.Sunnah Qauliyyah
Sunnah Qauliyyah adalah macam-macam sunnah yang berasal dari ucapan Nabi Muhammad
SAW. Pengertian Sunnah Qauliyyah adalah ucapan Rasulullah yang didengar atau disampaikan
oleh seseorang atau beberapa sahabat. Macam sunnah ini cenderung berisi tuntunan yang
berkaitan dengan pembinaan hukum agama.Sunnah ini juga bisa berupa penjelasan tentang
makna-makna yang terkandung dalam ayat Al-Qur’an. Sunnah ini juga disebut dengan sabda nabi
yang menjadi sumber dari Hadis. Sunnah Qauliyyah umumnya identik dengan hadis karena
ucapan Rasulullah dicatat oleh para sahabat dan disebut “hadis”.

3
Ada banyak contoh dari sunnah qauliyyah. Contoh sunnah qauliyyah dapat dengan mudah
ditemukan dalam hadis Rasulullah. Berikut beberapa contoh sunnah qauliyyah:

Hadis tentang penentuan puasa Ramadan

“Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan


sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika –hilal- itu tertutup dari pandangan kalian,
sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari, jika ada dua orang saksi, berpuasa dan berbukalah
kalian.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Hadis tentang membaca al fatihah saat salat

“Tidak sah salat seseorang yang tidak membaca surat al Fatihah.” (HR. Bukhari-Muslim)

Hadis tentang makan dan minum

“Apabila salah seorang di antara kalian makan, hendaklah ia membaca ‘Bismillah’


(dengan menyebut nama Allah). Jika ia lupa membacanya sebelum makan maka ucapkanlah
‘Bismillaahi fii awwalihi wa aakhirihi.” (HR. At-Tirmidzi)

2.Sunnah Fiiliyyah
Sunnah fiiliyyah adalah sunnah yang berasal dari perbuatan Nabi Muhammad SAW.
Perbuatan ini dilihat, diketahui, dan disampaikan para sahabat kepada orang lain. Sunnah ini
bersumber dari segala bentuk perbuatan Nabi.

Tindakan yang dimaksud dalam sunnah ini, termasuk tindakan agama dan duniawi.
Sunnah fiiliyyah biasanya terkait dengan penjelasan soal ibadah, dan penyelenggaraan hukum
Islam. Contoh sunnah fiiliyyah seperti tata cara salat, puasa, haji, sedekah, dan semacamnya.

Berikut contoh Sunnah Fiiliyyah:

Hadis tentang keistimewaan kucing

“Ketika Nabi Muhammad akan berwudhu dihampiri oleh seekor kucing dan kucing
tersebut minum di bejana tempat beliau wudhu. Nabi berhenti hingga kucing tersebut selesai
minum lalu berwudhu”. (HR Muslim).

Hadis tentang salat sunnah

“Nabi SAW melakukan sholat sejumlah sebelas rakaat. Itu lah sholat beliau.” Dan
“Beliau melaksanakan sholat malam sebanyak tiga belas rakaat.”(Hadis riwayat Bukhari)

4
3.Sunnah Taqriyyah

Pengertian Sunnah Taqriyyah adalah sunnah yang berasal dari respons Rasulullah terhadap
segala perbuatan sahabat yang diketahuinya. Sunnah ini berupa perbuatan atau ucapan
sahabat yang dilakukan di hadapan atau sepengetahuan Nabi Muhammad SAW. Tetapi Nabi
hanya diam dan tidak mencegahnya. Sikap diam dan tidak mencegah dari Nabi Saw
menunjukkan persetujuan (taqriri) Nabi SAW terhadap perbuatan sahabat tersebut.

Sunnah Taqriyyah meliputi persetujuan Nabi Muhammad SAW tentang tindakan para
sahabat yang terjadi dalam dua cara yang berbeda. Pertama, ketika Rasulullah mendiamkan
suatu tindakan dan tidak menentangnya. Kedua, ketika Rasulullah menunjukkan
kesenangannya dan tersenyum atas tindakan seorang sahabat.

Jika dibandingkan dengan Sunnah Qouliyah dan Filiyah, jumlah Sunnah Taqririyah lebih
sedikit. Namun, terkadang sunnah ini memiliki perkara penting dalam hukum Islam. Berikut
beberapa contoh sunnah taqriyyah:

Hadis tentang tayamum

Dari Abu Sa’id Al Khudri radliallahu ‘anhu ia berkata: “Pernah ada dua orang bepergian
dalam sebuah perjalanan jauh dan waktu shalat telah tiba, sedang mereka tidak membawa air,
lalu mereka berdua bertayamum dengan debu yang bersih dan melakukan shalat, kemudian
keduanya mendapati air (dan waktu shalat masih ada), lalu salah seorang dari keduanya
mengulangi shalatnya dengan air wudhu dan yang satunya tidak mengulangi. Mereka
menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan hal itu. Maka beliau
berkata kepada orang yang tidak mengulangi shalatnya: ‘Kamu sesuai dengan sunnah dan
shalatmu sudah cukup’. Dan beliau juga berkata kepada yang berwudhu dan mengulangi
shalatnya: ‘Bagimu pahala dua kali’

Hadis tentang daging dhabb

Hadis ini menceritakan ketika Rasulullah dijamu daging dhabb (sejenis biawak), namun
rasul tidak memakannya. Kemudian ada sahabat yang menanyakan apakah daging tersebut
halal atau tidak.

”Apakah makanan ini haram ya Rasulullah? Lalu rasul menjawab,” Tidak, hanya saja
makanan ini tidak terdapat pada kaumku dan aku tidak menyukainya.”

5
B.Kehujjahan sunnah terhadap sumber hukum islam

Hujjah atau Hujjat (bahasa Arab: ‫ )الحجة‬adalah istilah yang banyak


digunakan di dalam Al-Qur'an dan literatur Islam yang bermakna tanda, bukti,
dalil, alasan atau argumentasi. Sehingga kata kerja "berhujjah" diartikan sebagai
"memberikan alasan-alasan".

Kehujjaan As Sunnah dalam mengistimbatkan hukum menempatkan pada posisi


kedua sesudah Al-Quran. Sunnah sebagai hujjah dalam mengistimbatkan hukum
terbagi atas tiga yaitu sunnah Qauliyah (perkataan nabi) yaitu hadis Rasul yang
beliau sampaikan dalam berbagai tujuan yang membuat berbagai maksud syariah
baik yang berkaitan dengan Aqidah Akhlak maupun yang. Lainnya. Kedua sunnah
Fi'liyah ( perbuatan nabi) segala peraturan pekerjaannya yang dipahami dan
dilakukan nabi untuk diikuti umatnya sampai kepada umat akhir zaman. Dan yang
adalah sunnah Tagririyah yaitu sunnah seseorang melakukan sesuatu perbuatan atau
mengemukakan suatu ucapan kepada nabi dan nabi mengetahui apa yang dilakukan
dan mampu menyangga namun nabi diam dan tidak menyangga nya maka hal ini
merupakan pengakuan nabi.Fungsi Sunnah terhadap Al-Quran untuk menjelaskan
kepada umat Islam ajaran-ajaran yang diturunkan Allah melalui Al-Quran.

C.Kehujjahan sunnah terhadap Al-quran

1.      Keistimewaan Al-Qur’an

Al- Qur’an adalah kalam Allah yang di turunkan-Nya melalui perantara malaikat Jibril ke
dalam hati Rasulullah dengan lafal berbahasa Arab dan makna-maknanya sebagai hujjah atas
kerasulannya.
Diantara keistimewaan Al-Qur’an adalah bahwa lafal dan maknanya berasal dari Allah.
Dari keistimewaan Al-Qur’an, maka dapat dikembangkan hal-hal sebagai berikut :
1.      Makna-makna yang diilhamkan Allah kepada Rasulnya, namun lafal-lafalnya tidak Dia
turunkan kepadanya, tetapi Rasul sendiri yang mengungkapkan redaksinya, maka tidaklah
termasuk Al-Qur’an meskipun hukum-hukum Al-Qur’an tetap berlaku kepadanya. Ia
dikategorikan sebagai hadits-hadits Rasul.
2.       Menafsirkan sebuah surah atau ayat Al-Quran, dengan lafal Arab yang merupakan
sinonim bagi lafal-lafal Al-Quran, yang menunjukkan pengertian yang ditunjuk oleh lafal-
lafal Al-Qur’an tidaklah dianggap Al-Qur’an.
3.       Penerjemahan sebuah surah atau ayat kedalam bahasa asing yang bukan bahasa Arab
tidak dianggap sebagai Al-Quran. Meskipun dalam pengalihan bahasa itu benar-benar
dipelihara ketelitian dan kesempurnaan dengan yang diterjemahkan dari segi dalalah. Karena
sesungguhnya Al-Quran merupakan lafal-lafal yang berbahasa arab khusus, yang diturunkan
dari sisi Allah SWT.
6
Jika sekiranya penafsiran atau penerjemahan Al-Qur’an itu dianggap sempurna, lantaran
dilakukan oleh ulama’ yang terpercaya keagamaannya, pengetahuannya, amanahnya, dan
kecerdasannya, maka boleh dianggap bahwa penafsiran atau penerjemahan ini merupakan
penjelasan pengertian Al-Qur’an dan sebagai referensi mengenai maknanya. Akan tetapi, ia
tidaklah dianggap sebagai Al-Qur’an itu, dan hukum-hukum Al-Qur’an tidak berlaku
padanya. Oleh karena itu, bentuk redaksi, dan keumuman lafal-lafalnya, serta kemutlakannya
tidak bisa di jadikan hujjah, karena lafal-lafal dan susunan redaksinya bukan merupakan lafal
Al-Qur’an. Tidak sah pula melakukan sholat dengan membaca terjemahnya, dan
membacanya tidak dianggap sebagai ibadah.
Keistimewaan Al-Qur’an lainnya adalah bahwa ia diriwayatkan secara mutawatir,
maksudnya melalui cara periwayatan yang mendatangkan pengetahuan dan kepastian karena
otentisitas periwayatan. Dari keitimewaan ini muncul masalah furu’ (cabang) bahwa
sebagian qiroat yang di riwayatkan tidak dengan cara mutawatir, sebagaimana dikatakan:
“Sebagian sahabat membaca demikian”, maka tidaklah termasuk dari Al-Qur’an, dan hukum-
hukum Al-Qur’an tidak berlaku kepadanya. 

2.      Fungsi Al-Qur’an
Fungsi Al-Qur’an dalam kehidupan tersebut dari nama-namanya di dalam Al-Qur’an
itu sendiri. Nama lain Al-Qur’an yang menunjukkan fungsinya sendiri antara lain :

1.      Al-Huda (Petunjuk)
Didalam Al-Qur’an ada tiga posisi Al-Qur’an yang fungsinya sebagai petunjuk. Al-Qur’an
menjadi petunjuk bagi manusia secara umum, petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa, dan
petunjuk bagi orang-orang yang beriman. Jadi Al-Qur’an tidak hanya petunjuk bagi umat
islam saja tapi bagi manusia secara umum. Kandungan Al-Qur’an memang ada yang
bersifat universal seperti yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan itu bisa menjadi
petunjuk bagi semua orang tidak hanya orang yang beriman islam dan bertaqwa saja.
2.      Al-Furqan (pemisah)
nama lain al-furqan adalah Al-Furqan atau pemisah. Ini berkaitan dengan fungsi al-quran
sebagai keajaiban al-quran didunia lainnya yang dapat menjadi pemisah antara yang hak dan
yang batil, atau yang benar dan yang salah.
3.      Al-Mauizah (nasihat)
Al-Qur’an juga berfungsi sebagai perbawa nasihat bagi orang-orang yang bertakwa. Nasihat
yang terdapat didalam al-quran biasanya berkaitan dengan sebuah peristiwa atau kejadian
yang bisa dijadikan pelajaran bagi orang-orang dimasa sekarang atau dimasa setelahnya.
Adapun fungsi Al-Qur’an bagi kehidupan manusia adalah sebagai petunjuk jalan yang lurus.

7
3.      Kehujjahan Al-Qur’an
Dalil Al-Qur’an adalah hujjah bagi umat manusia dan hukum-hukumnya merupakan
undang-undang yang wajib mereka ikuti , adalah : bahwa Al-Qur’an dari sisi Allah dan
disampaikan kepada mereka dari Allah melalui cara yang pasti (qath’i), tidak ada keraguan
mengenai kebenarannya. Sedangkan bukti bahwa Al-Qur’an itu dari sisi Allah adalah
kemukjizatannya. Dalam melemahkan umat manusia untuk mendatangkan semisal Al-
Qur’an.
Al-Qur’an adalah syariat Islam yang bersifat menyeluruh. Ia merupakan sumber dan
rujukan yang pertama bagi syari’at. Setiap peristiwa pasti terdapat hukumnya dalam Al-
Qur’an. Seperti dikatakan oleh Ibnu Hazm bahwa setiap bab dalam fiqh pasti mempunyai
landasan dalam Al-Qur’an yang dijelaskan oleh as-sunnah. Sebagaimana firman Allah:
ْ ‫ض َوال طَاِئ ٍر يَ ِطي ُر بِ َجنَا َح ْي ِه ِإال ُأ َم ٌم َأ ْمثَالُ ُك ْم َما فَر‬
ِ ‫ فِي ْال ِكتَا‬f‫َّطنَا‬
‫ب ِم ْن َش ْي ٍء ثُ َّم ِإلَى َربِّ ِه ْم‬ ِ ْ‫َو َما ِم ْن دَابَّ ٍة فِي األر‬
َ‫يُحْ َشرُون‬
Artinya: “Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang
terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami
alpakan sesuatu pun di dalam Al Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka
dihimpunkan.” (Q.S. Al-An’am: 38)
Tidak ada perselisihan pendapat diantara kaum muslimin tentang Al-Qur’an sebagai
hujjah yang kuat dan sebagai sumber hukum pertama, karena  Al-Qur’an bersumber yang
datang dari sisi Allah SWT. Sebagai bukti bahwa tidak ada makhluk yang mampu membuat
sesuatu yang serupa dengan Al-Qur’an.
‫ْض‬ ُ ‫ت اإل ْنسُ َو ْال ِج ُّن َعلَى َأ ْن يَْأتُوا بِ ِم ْث ِل هَ َذا ْالقُرْ آ ِن ال يَْأتُونَ بِ ِم ْثلِ ِه َولَوْ َكانَ بَ ْع‬
ٍ ‫ضهُ ْم لِبَع‬ ِ ‫قُلْ لَِئ ِن اجْ تَ َم َع‬
‫ظَ ِهيرًا‬
Artinya: “Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat
yang serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan
dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain””.QS. Al-Israa’:
88)
Hal ini terbukti dari keindahan dari segala sisinya, lafadz-lafadznya tersusun dengan
bagus dan isi kandungannya mampu menyentuh hati para pendengarnya.keindahan dan
keagungan al-qur’an dapat di buktikan melalui bahasa (balaghatul qur’an), dan
kandungannya mampu di buktikan oleh ilmu pengetahuan modern.tidak sedikit ulama-ulama
kita yang paham ilmu kedokteran, fisika, matematika dan teknologi karena pemahaman
mereka terhadap Al-Qur’an.

8
Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pertama berarti bila seseorang ingin menemukan
hukum suatu kejadian maka tindakan pertama ia harus mencari jawab penyelesaiannya dari
Al-Qur’an dan selama hukumnya dapat di selesaikan dengan Al-Qur’an, maka ia tidak boleh
mencari jawaban lain di luar Al-Qur’an kedudukan sebagai sumber utama atau pokok berarti
bahwa ia menjadi sumber dari segala sumber hukum hal ini berarti bahwa penggunaan
sumber lain harus sesuai petunjuk Al-Qur’an dan tidak berbuat hal-hal lain yang bertentangan
dengan Al-Qur’an dengan arti sumber-sumber lain tidak boleh menyalahi apa-apa yang
ditetapkan oleh Allah. Kedudukan sebagai sumber utama atau pokok berarti bahwa ia
menjadi sumber dari segala sumber hukum. Hal ini berarti bahwa penggunaan sumber lain
harus sesuai petunjuk Al-Qur’an dan tidak berbuat hal-hal lain yang bertentangan dengan Al-
Qur’an, dengan arti sumber-sumber lain tidak boleh menyalahi apa-apa yang di tetapkan oleh
Al-Qur’an.

4.      Segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an
Mukjizat didefinisikan oleh pakar agama islam, antara lain, sebagai “Suatu hal atau
peristiwa luar biasa yang terjadi melalui seseorang yang mengaku nabi, sebagai bukti
kenabiannya yang ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal
serupa, namun mereka tidak mampu melayani tantangan itu.”
a.       Dari segi keindahan sastranya  Al-Qur’an melebihi sastra yang disusun oleh sastrawan
Arab, baik dalam bentuk puisi maupun prosa.Keindahan sastra Al-Qur’an tidak haya di akui
oleh umat slam, tetapi juga di akui oleh lawan-lawannya.
b.      Pemberitaan tentang peristiwa-peristiwa yang akan terjadi dimasa depan, yang benar-
benar terbukti. Misalya yang termaktub dalam Al-Qur’an.
‫ِين هَّلِل ِ األ ْم ُر مِنْ َق ْب ُل َومِنْ َبعْ ُد َو َي ْومَِئ ٍذ‬ ِ ْ‫فِي َأ ْد َنى األر‬ ,‫ت الرُّ و ُم‬
َ ‫ض َو ُه ْم مِنْ َبعْ ِد َغلَ ِب ِه ْم َس َي ْغلِب‬
َ ‫فِي ِبضْ ِع سِ ن‬ ,‫ُون‬ ِ ‫ ُغلِ َب‬ ,‫الم‬
‫ َي ْف َر ُح ْالمُْؤ ِم ُنون‬.
Artinya: “Alif Laam Miim.telah dikalahkan oleh bangsa Romawi Di negri yang terekat dan
mereka setelah dkalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun lagi.” (Qs.Al-Rum ayat
1-4)
c.       Pemberitaannya terhadap peristiwa-peristiwa yang akan tejadi pada umat terdahulu yang
tidak pernah di ungkap oleh sejarah sebelumnya.

َ ‫ك مِنْ َقب ِْل َه َذا َفاصْ ِبرْ ِإنَّ ْال َعاقِ َب َة ل ِْل ُم َّتق‬
‫ِين‬ َ ‫ت َتعْ لَ ُم َها َأ ْن‬
َ ‫ت َوال َق ْو ُم‬ َ ‫ك َما ُك ْن‬ ِ ‫ك مِنْ َأ ْن َبا ِء ْال َغ ْي‬
َ ‫ب ُنوحِي َها ِإلَ ْي‬ َ ‫ت ِْل‬

Artinya: “Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang gaib yang Kami wahyukan
kepadamu (Muhammad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu
sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-
orang yang bertakwa.” (QS. Huud: 49)
9
d.      Isyarat terhadap fenomena ala yang terbukti kebenarannya berdasarka ilmu pengetahuan.
Misalnya firman Allah dalam surat Al-Anbiya’ ayat 30:
َ ‫ض َكا َن َتا َر ْت ًقا َف َف َت ْق َنا ُه َما َو َج َع ْل َنا م َِن ْال َما ِء ُك َّل َشيْ ٍء َحيٍّ َأ َفال يُْؤ ِم ُن‬
‫ون‬ ِ ‫ِين َك َفرُوا َأنَّ ال َّس َم َاوا‬
َ ْ‫ت َواألر‬ َ ‫َأ َولَ ْم َي َر الَّذ‬
Artinya: “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara
keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka
tiada juga beriman?”
Quraih Shihab memandang segi-segi kemukjizatan Al-Qur’an dalam tiga aspek, yaitu:

a.    Aspek keindahan dan ketelitian redaksi-redaksinya.


Dalam Al-Qur’an dijumpai sekian banyak contoh tentang keseimbangan yang serasi
antara kata-kata yang digunakan, yaitu: keseimbangan antara jumlah bilangan kata dan
antonominya., keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonimnya/ makna yang
dikandungnya, dan keseimbangan antar jumlah bilangan kata dengan jumlah yang
menunjukkan akibatnya.
b.    Berita tentang hal-hal gaib
Sebagai ulama mengatakan bahwa sebagian mukjizat Al-Qur’an itu adalah berita gaib.
c.     Isyarat-isyarat Ilmiah
Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam  Al-Qur’an misalnya: Cahaya
matahari bersumber dari dirinya sendiri dan cahaya bulan merupakan pantulan.
5.      Macam-macam hukum Al-Qur’an
Hukum yang dikandung oleh Al-Qur’an ada 3 macam, yaitu:
1.      Hukum  I’tiqadiyyah, (berkaitan hal-hal yang harus dipercaya oleh setiap mukallaf),
yaitu mempercayai Allah, malakat-Nya, kitab-kitab-Nya para Rasul-Na, dan hari akhir.
2.      Hukum Moralitas, yaitu berhubungan dengan sesuatu yang harus dijadikan perhisan oleh
setiap mukallaf, berupa hal-hal keutamaan dan menghindardiri dari hal hina.
3.      Hukum Amaliyah,yaitu berhubungan dengan sesuatu  yang timbul dari mukallaf, baik
berupa perkataan, perbuatan, perjanjian hukum an pembelajarn.

Ketiga bentuk hukum di atas adalah fiqih Al-Qur’an. Dan inilah yang di ungkapkan:
“Sampai kepadanya dengan ilmu ushul fiqih”. Hal tersebut dikarenakan, orang yang sudah
faham tentang ilmu ushul fiqih, maka ia akan dapat memahami fiqih.[9]
Hukum-hukum amaliyah di dalam Al-Qur’an terdiri dari dua macam, yaitu:
a.       Hukum-hukum ibadah, seperti sholat,zakat, puasa, haji, dan ibadah lainnya (hukum
hubungan manusia dengan Tuhan).
b.      Hukum-hukum muamalat seperti akad, pembelanjaan, hukuman, pidana (hukum
hubungan antar mukallaf).
Hukum muamalat dibagi mejadi tiga, yaitu:

10
a.        Hukum keluarga, yaitu hukum yang berhubungan dengan keluarga, mulai dari
pembentukannya, dan dimasukkan untuk mengatur hubungan suami istri dan kerabat satu
sama lain.
b.      Hukum perdata, yaitu hukum yang berkaitan dengan pergaulan dan pergantian-
pergantian idividu seperti, jual beli, jaminan, dan memenuhi  janji.
c.       Hukum pidana, yaitu hukum yang berkenan dengan huku tindak kriminal.

B.      Contoh-contoh
Untuk pendapat bahwa minum khamar (miniman keras) adalah haram, hujjah yang di
ْ ‫اب َو‬
kemukakan adalah ayat 90 surat Al-Maidah, ‫األزال ُم‬ ُ ‫ص‬َ ‫ِإ َّن َم ا ا ْل َخ ْم ُر َوا ْل َم ْي ِس ُر َواأل ْن‬ ‫َي ا َأ ُّي َه ا الَّذِينَ آ َم ُنا‬
َ‫اج َتنِ ُبو ُه لَ َع َّل ُك ْم ُت ْفلِ ُحون‬
ْ ‫ان َف‬
ِ ‫ش ْي َط‬
َّ ‫س مِنْ َع َم ِل ال‬
ٌ ‫ر ْج‬, ditambah
ِ dengan hadits Nabi Muhammad SAW yang
menyatakan bahwa setiap yang memabukkan itu adalah khamar dan setiap yang memabukan
itu adalah haram (HR. Muslim dari Ibnu Umar).
Sebagai ulama mengatakan bahwa sebagian mukjizat Al-Qur’an itu adalah berita gaib.
Salah satu contohnya adalah Fir’aun, yang mengejar-ngejar Nabi Musa. Hal ini, diceritakan
dalam surat Yunus (10) ayat 92:

َ‫اس ع َْن آيَاتِنَا لَغَافِلُون‬


ِ َّ‫ك آيَةً َوِإ َّن َكثِيرًا ِمنَ الن‬ ْ ‫ك لِتَ ُكونَ لِ َم ْن‬
َ َ‫خَلف‬ َ ‫فَ ْاليَوْ َم نُنَجِّي‬
َ ِ‫ك بِبَ َدن‬
Artinya: “Maka pada hari ini kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi
pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu dan sesungguhnya kebanyakan dari
manusia lengah dari tanda-tanda kekuasaan kami”
Banyak sekali isyarat ilmiah yang ditemukan dalam  Al-Qur’an misalnya: Cahaya
matahari bersumber dari dirinya sendiri dan cahaya bulan merupakan pantulan. Sebagaimana
yang dijelaskan firman Allah: (QS.Yunus (10): 5)

َ ‫َاز َل لِتَ ْعلَ ُموا َع َد َد ال ِّسنِينَ َو ْال ِح َس‬


َ َ‫اب َما خَ ل‬
‫ق‬ ِ ‫ضيَا ًء َو ْالقَ َم َر نُورًا َوقَ َّد َرهُ َمن‬
ِ ‫س‬ َ ‫هُ َو الَّ ِذي َج َع َل ال َّش ْم‬
َ‫ت لِقَوْ ٍم يَ ْعلَ ُمون‬ ِّ َ‫ق يُف‬
ِ ‫ص ُل اآليَا‬ ِّ ‫ك ِإال بِ ْال َح‬
َ ِ‫هَّللا ُ َذل‬
Artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan
ditetapkannya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu
mengetaahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu) Allah tidak menciptakan yang
demikian itu, melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesarannya) kepada
orang-orang yang mengetahuinya”

11
BAB III
PENUTUP

A.Kesimpulan
1.Pengertian sunnah
Selama ini, sunnah Nabi hanya dilihat dari aspek praktis atau produk saja, sehingga sunnah Nabi
hanya di definisikan sebagai bentuk dari ucapan atau perbuatan atau atau sikap tertentu dari Nabi
SAW. Akibatnya, ketika hadits Nabi dipahami untuk diamalkan, maka yang muncul adalah
pemahaman dan pengamalan secara lahiriah, tekstual dan tidak pernah ada perubahan walaupun
tuntutan keadaan dan perubahan waktu terus terjadi. Seharusnya, kemunculan suatu sunnah lebih
dilihat dari aspek metodenya sebagai ijtihad, bukan hasilnya. Sunnah Nabi adalah metode Nabi SAW
yang bersifat deduktif dalam melaksanakan hukum yang terdapat dalam alQur‟an. Oleh karena itu apa
yang dinamakan sebagai sunnah Nabi bukan teks tentang ucapan, perbuatan atau ketetapan Nabi
SAW sehari-hari yang bersifat harfiyah, sebab semua itu hanya merupakan bentuk-bentuk ekspresi
atau perwujudan yang bersifat praktis dari pola pikir atau paradigma sunnah Nabi tersebut, yang tidak
lain adalah ijtihad beliau sendiri. Ekspresi dan ungkapan tersebut dapat selalu berubah-ubah,
sementara pola dan paradigma pemikiran lebih bersifat tetap. Metode merupakan cara atau jalan yang
harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan teknik berarti metode atau sistem untuk
mengerjakan sesuatu. Metode dan teknik mempunyai pengertian yang berbeda meskipun tujuannya
sama. Metode adalah jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan. Teknik adalah cara mengerjakan
sesuatu. Dalam perkembangan pendidikan modern, semua metode tersebut masih sangat relevan
diterapkan. Hanya saja, berdasarkan sejarah perkembangan metode pendidikan, untuk penerapan
metode-metode pendidikan di atas diperlukan kreatifitas guru untuk mengembangkannya. Penerapan
metode-metode pendidikan di atas tidak cukup diterapkan begitu saja, namun harus dilakukan
adaptasi dan modifikasi sesuai perkembangan zaman. Sebuah metode akan mempengaruhi sampai
tidaknya suatu informasi secara lengkap atau tidak. Bahkan sering disebutkan cara atau metode
kadang lebih penting daripada materi itu sendiri. Oleh sebab itu pemilihan metode pendidikan harus
dilakukan secara cermat, disesuaikan dengan berbagai faktor terkait, sehingga hasil pendidikan dapat
memuaskan. Rasulullah SAW. sejak awal sudah mencontohkan dalam mengimplementasikan metode
pendidikan yang tepat terhadap para sahabatnya. Strategi pembelajaran yang beliau lakukan sangat
akurat dalam menyampaikan ajaran Islam. Rasul saw.

12
2.Kehujjahan sunnah terhadap sumber hukum islam
1. Kehujjaan As sunnah dalam mengistimbatkan hukum menempatkan pada posisi kedua
setelah Al-Qur’an.
2. Sunnah sebagai hujjah dalam mengistimbatkan hukum terbagi atas tiga yaitu
sunnah Qauliyah (perkataan nabi) yaitu hadis Rasul yang beliau sampaikan dalam
berbagai tujuan yang membuat berbagai maksud syariah baik yang berkaitan
dengan Aqidah Akhlak maupun yang. Lainnya. Kedua sunnah Fi'liyah ( perbuatan
nabi) segala peraturan pekerjaannya yang dipahami dan dilakukan nabi untuk
diikuti umatnya sampai kepada umat akhir zaman. Dan yang adalah sunnah
Tagririyah yaitu sunnah seseorang melakukan sesuatu perbuatan atau mengemuka-
kan suatu ucapan kepada nabi dan nabi mengetahui apa yang dilakukan dan mampu
menyangga namun nabi diam dan tidak menyangga nya maka hal ini merupakan
pengakuan nabi.Fungsi Sunnah terhadap Al-Quran untuk menjelaskan kepada umat
Islam ajaran-ajaran yang diturunkan Allah melalui Al-Quran.
3. Hal-Hal pokok yang ada dalam sunnah,dalam mengistimbatkan hukum adalah
a.Hadis yang di gunakan harus dari kitab yang asli
b.Sanad dan Matan harus sesuai dengan kaidah mayor dan minor
c.Harus menguasai ilmu hadis riwayah dan dirayah
3.Kehujjahan sunnah terhadap Al-Qur’an
Al- Qur’an adalah kalam Allah yang di turunkan-Nya melalui perantara malaikat Jibril
ke dalam hati Rasulullah dengan lafal berbahasa Arab dan makna-maknanya sebagai hujjah
atas kerasulannya. Dalil al-qur’an adalah hujjah bagi umat manusia dan hukum-hukumnya
merupakan undang-undang yang wajib mereka ikuti , adalah : bahwa Al-Qur’an dari sisi
Allah dan disampaikan kepada mereka dari Allah melalui cara yang pasti (qath’i), tidak ada
keraguan mengenai kebenarannya.

Kedudukan sebagai sumber utama atau pokok berarti bahwa ia menjadi sumber dari
segala sumber hukum. Hal ini berarti bahwa penggunaan sumber lain harus sesuai petunjuk
Al-Qur’an dan tidak berbuat hal-hal lain yang bertentangan dengan Al-Qur’an,dengan arti
sumber-sumber lain tidak boeh menyalaji apa-apa yang di tetapkan oleh Al-Qur’an.
13
Kemukjizatan Al-Qur’an Dari segi keindahan sastranya Al-Qur’an melebihi sastra yang
disusun oleh sastrawan Arab, baik dalam bentuk puisi maupun prosa.Keindahan sastra Al-
Qur’an tidak haya di akui oleh umat slam, tetapi juga di akui oleh lawan-lawannya.

B.Saran
Diharapkan kepada para pembaca dapat memahami makalah ini dan dapat
mengembangkan lebih sempurna lagi, kritik dan saran sangat saya harapkan, untuk
memotivasi penulis, agar dalam penyelesaian makalah ini bisa memperbaiki diri dari
kesalahan, atas partisipasinya saya ucapkan terima kasih.

14
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Sulaiman. 2007. Sumber Hukum Islam; Permasalahan dan Fleksibilitasnya.


Jakarta: Sinar Grafika Offset.
Hasbiyallah. 2014. Fiqh dan Ushul Fiqh. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Shihab, M.Quraish. 1999. Mukjizat Al Qur’an:Ditinjau Dari Aspek Kebahasaan, Isyarat
Ilmiah, dan pemberitaan Ghaib. Bandung: Penerbit Mizan.
Suwarjin. 2012. Ushul Fiqh. Yogyakarta: Teras.
Syah, Ismail Muhammad. 1999. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Wahab, Abdul. 2014. Ilmu Ushul Fiqih. Semarang: Dina Utama Semarang.

15

Anda mungkin juga menyukai