“ SUNNAH”
Dosen :
DISUSUN OLEH :
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
karunia-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tugas pemubuatan Makalah yang berjudul
“Sunnah”.
Penulisan makalah ini bertujuan guna memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam. Disamping itu makalah ini diharapkan dapat menjadikan sarana
pembelajaran serta dapat menambah wawasan dan pengetahuan.
Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
para pembaca pada umumnya.
Wassalamu‟alaikum Wr.Wb
Kelompok XI
i
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................ 8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Makalah ini disusun dengan tujuan agar kita mengetahui dan memahami apa itu
Sunnah,Pembagian Hadist dan Pembukuan Hadist.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut adib shaleh, (1999; 31) bahwa istilah sunnah seringkali dipergunakan untuk ketetapan
Rasullullah mengenai hukum Islam, bahkan termasuk dari para sahabatnya. Sedangkan menurut Asy-
Syatiby dalam Al Muwafaqat, bahwa as sunnah dipakai untuk nama bagi segala apa yang di
terangkan dalam Al Our'an, baik menjadi keterangan bagi isi Al Qur'an ataupun tidak dan dipakai
juga sebagai lawan bid‟ah.
Selanjutnya menurut Asy Syatiby, kata sunnah ini di pakai juga nama bagi pekerjaan atau
perbuatan para sahabat nabi, baik pekerjaan itu terdapat dalam Al Qur'an As sunnah ataupun tidak,
karena ada pekerjaan yang mencontoh ” sunnah " yang telah tetap pada mereka dengan di sepakati
keputusan para khalifah mereka yang kala itu tidak di bantah (munawwar chaglil,1973;206).
Sunnah menurut fiqih berarti, sesuatu yang merupakan perkataan perbuatan atau penetapan
Rasulullah saw.
Antara Sunnah dan hadits, menurut pengertian syara keduanya identik ( tidak berbeda),
demikian pendapat menurut Sebagian ulama, tetapi yang lain ada yang membedakannya
Sunnah diartikan pada kenyataan yang berlaku pada massa Rasullullah, atau yang telah menjadi
tradisi dalam masyarakat Islam pada (waktu itu, menjadi pedoman untuk melakakan ibadah dan
muamalah. Sedangkan hadist adalah keterangan-keterangan yang sampai kepada kita (khabar , berita
yang di teruskan).
Dalam perkuliahan, untuk memudahkan kita samakan saja pengertian sunnah dan hadist
1.Hadits Mutawattir
2.Hadits Ahad
Pembagian ini ditinjau dan cara datangnya hadits itu dari Nabi Muhammad SAW.
Hadits Muttawattir adalah hadits yangdi riwayatkan oleh orang-orang yang besar
jumlahnya,sehingga tidak ada kemungkina untuk di curigai akan kebenaran hadits.tidak mungkin
dengan jumlah yang banyak mereka sepakat berdusta.
2
Bahwa yang pertama-tama meriwayatkan dari Rasulullah adalah satu jamaah, kemudian
diriwayatkan dari mereka satu jamaah dan seterusnya pada periwayatannya pada tingkat satu jamaah
hingga pada saat sekarang ini.Hadits Mutawattir dapat di terima begitu saja dengan tidak usah
menyelidiki sanadnya lagi, karena sudah begitu umum diketahui, dan tidak lagi di persoalkan dan
disangsikan untuk menerimanya sebagai hadits, hadist ini diyakini kebenarannya, bahwa datangnya
dari Rasulullah SAW.
Contoh hadits Mutawattir adalah hadits tentang bilangan rakaat dari tiap-tiap shalat atau pun
gerakan di dalam shalat
Hadits Ahad adalah hadits yang di riwayatkan oleh seseorang, atau beberapa orang, tetapi tidak
dapat di sebutkan hadits mutawattir, karena jumlahnya tidak begitu banyak.
Berdasarkan cara datangnya dan cara pembuktiannya hadits ahad di bagi 3 pembagian yaitu;
-Hadits Saheh
-Hadits Hasan
-Hadits Dha'if
Hadits Saheh mempunyai kekdudukan yang tinggi sebagai sumber hukum kedua. untuk
dapat dinamakan golongam hadits saheh,ada beberapa syarat yaitu;
1.sanad dari itu tidak terputus,bersambung terus sejak dari perawi yang terakhir sampai kepada
Rasullah.
2.perawi-perawi di dalam sanad itu hafal akan matan dari hadits itu, atau setidaknya mempunyai
buku catatan sehingga isi dari hadits itu tidak dapat di sangsikan lagi kebenarannya (terlepas dari
kekhilafan) jadi di tekankan pada ingatan para perawi.
3.kekuatan hadits itu tidak ada cacat , dalam pengertian bahwa hadits tersebut tidak bertentangan
dengan hukum-hukum dari hadits ataupun Al Quran.
Hadits hasan mempunyai kedudukan di bawah hadits sahih. Hadits ini mempunyai sanad yang
bersambung juga sungguhpun diantara perawi ada yang dapat disangsikan kesempurnaanya, tapi
karena hadits mempunyai rentetan sanad, maka hadits dapat digunakan.
Hadits Dha'if, kekuatan hukumnya di bawah hadits hasan, mempunyai banyak kekurangan,
sehingga tidak memenuhi syarat untuk di golongkan kedalam dua hadits terdahulu, diantara perawi-
perawinya, kedapatan orang-orang pemabuk, pendusta, kurang ingatan dan mungkin juga
bertentangan dengan qur' an dan hadits.
3
Penggolongan hadits-hadits it brerakibat dalam bidang penetapan hukum yaitu;
- Bagi hadits mutawatir, bernilai yakin dan absolut kebenarannya, ia wajib di pakai.
- Bagi hadits ahad yang sahih, menimbulkan dugaan yang kuat tentang kebenarannya berasal
dari nabi, dan boleh memakainya.
- hadits ahad yang dhaif, meninbulkan dugaan yang kuat sekali,tantang kepalsuan isi nya atau
kepalsuan datang dari nabi, sehingga untuk penetapan hukum tidak dapat dijadikan hujah.
Terjadi pertedaan tingkatan hadits, bukanlah karena perbuatan atau sabda nabi yang berbeda-
beda,tetapi adalah sifat pemberian dan materi berita itu sendiri yang disampaikan oleh para
pembawva (perawi) seperti terjadi nya hadits dhaif mempunyai latar belakang yang:
Sehubungan dengan pemalsuan hadits-hadits, mabi sudah mensinyalir,bahwa nanti ada umatku,
mengatakan hadits kepada kaum sekalian, padahal;bukan hadits, seperti sabda nabi;
"Akan terjadi pada ummatku orang-orang yang mengatakan hadits pada kamu sekalian, yang
kamu sekalian dan bapak-bapalmu tidak pernah mendengarnya dst ( hadits riwayat muslim)
Ancaman nabi pada orang yang membuat hadits palsu pernah dikatakan oleh nabi anatara lain
sebagai berikut:
"Barang siapa mengatakan atas namal. apa yang tidak pernah ku aku katakan, hendaklah ia
menempati tempat duduknya dari api neraka (HIR Bukhari).
Terkenal lah pada saat itu imam malik dengan kitabnya " Al Muwatta" Imam Syafi‟i dengan
kitabya ikhtilaful hadits, Al Um dan As sunnah. Imam Ahmad Ibnu Hambal dengan kitabnya
"musnad"
4
Akhirnya tampil ulama hadits yang mengadakan penelitian secara ilmiah tantang hadits sahih,
mereka ini adalah:
1. Bukhari (194-256 H), menyusun kitab shahih bukhari, kitab yang memuat lebih dari 700
hadits sahih, oleh ahli sunnah dijadikan sebagai kitab yang paling tinggi darajatnya sesudah
kitab al Qur'an.
2. Muslim (206-216 H), menyusun kitab muslim sahih. Munurut ulamajumhur, kitab sahih
nomor dua sesudah sahih bukhari. Kitab ini jugamemuat lebih dari 7000 hadits.
Terhadap kedua ahli hadits ini, Ibnu Taimiyah pernah berkata, bahwa tidak ada di bawah kolong
dunia ini kitab yang lebih sahih sesudah al Qur'an dari pada sahih Bukhari Muslim.
Ulama-ulama yang lainnya yang mengumpulkan hadits, dan mengadakan penerbitan samad dan
rawi ialah Abu Daud, An Nasa'i, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad ibnu hambal, Ibnu Jarud, Abi syibab,
Said Bin Mansyur, Ibnu Jarir Ath Thabari dan lain-lainnya.
Dari semua ahli hadits tersebut, ada 6 orang yang yang terkenal yaitu ;
Susunan ke-6 orang tersebut yang dijadikan suatu kitab ( buku) yang dinamakan “ kutubussitah”
(Buku yang enam), yaitu 6 kitab kumpulan Hadits.
Kewajiban Itba‟ Kepada sunnah tidak ada khilaf di antara mazhab dalam Islam, sesuai dengan
ayat sebagai berikut :
Artinya: Dan taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul-(Nya) dan berhati-
hatilah. Jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kewajiban Rasul Kami,
hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.
5
2. Firman Allah SWT dalam surah Al Hasyr ayat 7 yang berbunyi:
Artinya: Apa saja Harta rampasan (fai') dari mereka yang diberikan Allah kepada Rasul-
Nya (yang berasal) dari penduduk beberapa negeri, adalah untuk Allah, Rasul, kerabat
(Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan untuk orang-orang yang dalam
perjalanan, agar harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara
kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras
hukuman-Nya.
Artinya: Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan
barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk
menjadi pemelihara bagi mereka.
Sebelum nabi wafat beliau ada berwasiat kepada kaum muslimin agar selalu berpegang
kepada Sunnahnya, bahkan kepada sunnah ( Tradisi ) para sahabatnya yang utama ( Khulafaur
Rasyidin) seperti hadist:
a) berpeganglah kalian kuat-kuat kepada sunnahku dan kepada sunnah Khulafaur Rasyidin
(H.R Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud )
b) Kutinggalkan untuk kalian dua perkara ( pusaka), kalian tidak tersesat selama-lamanya,
selama kalian berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunna‟i Rasulnya.
Dalam wasiat tersebut, ditegaskan bahwa sunnah itu adalah pedoman kedua sesudah Al
qur‟an. keduanya harus selalu ditaati, Dimana ada kapanpun. selama pedoman itu diikuti dan
tidak terpengaruh kepada pedoman “ sekularisme” serta tidak akan terbenam ke dalam lumpur
Bid'ah dan khurafat maka akan selamatlah perjalanan hidup baik kehidupan di dunia maupun
kehidupan di akhirat kelak.
6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan As-sunnah sebagai
sumber hukum islam ialah bahwa selain terhadap Al-qur‟an, seluruh umat islam wajib menjadikan
sunnah sebagai pedoman dan pandangan hidup, dan menyandarkan segala permasalahan hidupnya
kepada sunnah. Jadi seorang muslim tidak mungkin memahami syari‟at islam ataupun mengambil
suatu dalil tanpa kembali kepada kedua sumber hukum tersebut. Apabila terjadi seperti demikian,
maka orang tersebut dinyatakan sesat.
Ibnu Badrun berkata: setiap orang yang berpengetahuan mengetahui bahwa tetapnya kehujahan
sunnah dalam menetapkan hukum adalah hal pokok dalam agama, dan tidak mengingkari hal tersebut
kecuali orang yang merugi dalam islam.
7
DAFTAR PUSTAKA
Beni Ahmad Saebani, Ilmu Ushul Fiqh, 2008, Bandung: Pustaka Setia.