Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

KEDUDUKAN HADIST DALAM SUMBER HUKUM ISLAM DAN FUNGSI


HADIST TERHADAP AL-QUR’AN
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok:
Mata Kuliah : Al-Hadist
Dosen Pengampu : Dr. H. Wasman, M.Ag

Di susun Oleh :
Kelompok 2
Putri Wahyuni PRS (2108202112)
Nita Andesoeta (2108202113)
Gita Yulia Rahmah (2108202114)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SYEKH NURJATI CIREBON
Tahun Ajaran 2021
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puja dan puji syukur senantiasa kita ucapkan atas
limpahan rahmat dan ridho Allah SWT. sehingga kami dapat menyelesaikan tugas
makalah yang diberikan kepada kami dengan baik.

Sholawat serta salam juga mari hadiahkan kepada baginda nabi kita
Muhammad SAW. Semoga kita, orang tua, keluarga kita, guru-guru dan orang
terdekat kita mendapat syafa’at beliau di Yaumul Mahsyar kelak. Amin ya Robbal
‘alamin.

Adapun tujuan utama penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
mata perkuliahan AL-Hadist dengan judul “KEDUDUKAN HADIST DALAM
SUMBER HUKUM ISLAM DAN FUNGSI HADIST TERHADAP AL-QUR’AN”

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. H. Wasman, M.Ag selaku
dosen pembimbing, dan semua rekan yang sudah membantu dalam penulisan
makalah dari awal hingga selesai

Kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan makalah, dan
kami juga sangat mengharapkan kritik serta saran dari para pembaca untuk bahan
pertibangan perbaikan makalah.

Cirebon, 16 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan Makalah................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hadist.............................................................. 2
2.2 Kedudukan Hadits Terhadap Al-Qur’an........................... 3
2.3 Fungsi Hadist..................................................................... 4

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan........................................................................ 9

Daftar Pustaka................................................................................................... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Al-Hadits merupakan sumber ajaran Islam, yang kedua dari Al-Qur’an.


Dilihat dari sudut periwayatannya, jelas antara Hadits dan Al-Qur’an terdapat
perbedaan. Untuk Al-Qur’an semua periwayatannya berlangsung secara
mutawatir. Sedangkan periwayatan Hadits sebagian berlangsung secara
mutawatir dan sebagian lagi berlangsung secara ahad. Sehingga mulai dari
sinilah timbul berbagai pendapat dalam menilai kualitas hadits. Sekaligus sumber
perdebatan dalam kancah ilmiah, atau bahkan dalam kancah-kancah non ilmiah.
Akibatnya bukan kesepakatan yang didapatkan, akan tetapi sebaliknya
perpecahan yang terjadi.

Oleh karena itu timbul sebuah pertanyaan apakah hadist dapat dijadikan
sebuah hujjah atau tidak..?? maka penulis mencoba membahas beberapa hal yang
terkait dengan al-hadits sebagaimana terangkum dalam rumusan masalah sebagai
berikut.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian hadits?
2. Bagaimana kedudukan hadits dalam sumber hukum islam?
2. Apa fungsi hadist terhadap Al-Qur’an?

1.3 Tujuan Penulisan Masalah


1. Untuk mengetahui pengertian hadits.
2. Untuk mengetahui kedudukan hadits dalam sumber hokum islam.
3. Untuk mengetahui fungsi hadist terhadap Al-Qur’an.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Al-Hadits

Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang
dekat atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang
diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.

Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW,
baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan
mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan.

Hadits Qauliyah ( ucapan) yaitu hadits hadits Rasulullah SAW, yang


diucapkannya dalam berbagai tujuan dan persuaian (situasi).

Hadits Fi’liyah yaitu perbuatan-perbuatan Nabi Muhammad SAW, seperti


pekerjaan melakukan shalat lima waktu dengan tatacaranya dan rukun-rukunnya,
pekerjaan menunaikan ibadah hajinya dan pekerjaannya mengadili dengan satu
saksi dan sumpah dari pihak penuduh.

Hadits Taqririyah yaitu perbuatan sebagian para sahabat Nabi yang telah
diikrarkan oleh Nabi SAW, baik perbuatan itu berbentuk ucapan atau perbuatan,
sedangkan ikrar itu adakalanya dengan cara mendiamkannya, dan atau
melahirkan anggapan baik terhadap perbuatan itu, sehingga dengan adanya ikrar
dan persetujuan itu. Bila seseorang melakukan suatu perbuatan atau
mengemukakan suatu ucapan dihadapan Nabi atau pada masa Nabi, Nabi
mengetahui apa yang dilakukan orang itu dan mampu menyanggahnya, namun
Nabi diam dan tidak menyanggahnya, maka hal itu merupakan pengakuan dari
Nabi. Keadaan diamnya Nabi itu dapat dilakukan pada dua bentuk :

2
3

Pertama, Nabi mengetahui bahwa perbuatan itu pernah dibenci dan dilarang
oleh Nabi. Dalam hal ini kadang-kadang Nabi mengetahui bahwa siapa pelaku
berketerusan melakukan perbuatan yag pernah dibenci dan dilarang itu. Diamnya
Nabi dalam bentuk ini tidaklah menunjukkan bahwa perbuatan tersebut boleh
dilakukannya. Dalam bentuk lain, Nabi tidak mengetahui berketerusannya si
pelaku itu melakukan perbuatan yang di benci dan dilarang itu. Diamnya Nabi
dalam bentuk ini menunjukkan pencabutan larangan sebelumnya.

Kedua, Nabi belum pernah melarang perbuatan itu sebelumnya dan tidak
diketahui pula haramnya. Diamnya Nabi dalam hal ini menunjukkan hukumnya
adalah meniadakan keberatan untuk diperbuat. Karena seandainya perbuatan itu
dilarang, tetapi Nabi mendiamkannya padahal ia mampu untuk mencegahnya,
berarti Nabi berbuat kesaahan ; sedangkan Nabi terhindar bersifat terhindar dari
kesalahan.

2.2 Kedudukan Hadits

Dalam kedudukannya sebagai penjelas, hadits kadang-kadang memperluas


hukum dalam Al-Qur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang
ditentukan Allah dalam Al-Quran.

Kedudukan Hadits sebagai bayani atau menjalankan fungsi yang menjelaskan


hukum Al-Quran, tidak diragukan lagi dan dapat di terima oleh semua pihak,
karena memang untuk itulah Nabi di tugaskan Allah SWT. Namun dalam
kedudukan hadits sebagai dalil yang berdiri sendiri dan sebagai sumber kedua
setelah Al-Quran, menjadi bahan perbincangan dikalangan ulama. Perbincangan
ini muncul di sebabkan oleh keterangan Allah sendiri yang menjelaskan bahwa
Al-Quran atau ajaran Islam itu telah sempurna. Oleh karenanya tidak perlu lagi
ditambah oleh sumber lain.
4

Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau


dalil kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta
mengikat untuk semua umat Islam. Jumhur ulama mengemukakan alasannya
dengan beberapa dalil, di antaranya :

Banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat mentaati Rasul. Ketaatan


kepada rasull sering dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah ; seperti
yang tersebut dalam surat An-Nisa : 59 :
artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya),

Bahkan dalam tempat lain Al-Quran mengatakan bahwa oang yang mentaati
Rasul berarti mentaati Allah, sebagaimana tersebut dalam surat An-Nisa : 80:
Artinya : Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, Sesungguhnya ia telah mentaati
Allah. dan Barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), Maka Kami tidak
mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.

Yang dimaksud dengan mentaati Rasul dalam ayat-ayat tersebut adalah


mengikuti apa-apa yang dilakukan atau dilakukan oleh Rasul sebagaimana
tercakup dalam Sunnahnya.

Dari ayat diatas jelaslah bahwa Hadits itu adalah juga wahyu. Bla wahyu
mempunyai kekuatan sebagai dalil hukum, maka hadits pun mempunyai
kekuatan hukum untuk dipatuhi. Kekuatan hadits sebagai sumber hukum
ditentukan oleh dua segi: pertama, dari segi kebenaran materinya dan keduadari
segi kekuatan penunjukannya terhadap hukum.

2.3 Fungsi Hadits

Dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar ayat-
ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang secara
amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits. Dengan
5

demikian fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an. Hal ini
telah sesuai dengan penjelasan Allah dalam surat An-Nahl :64

Artinya: Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini,
melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu.

Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum
fiqh, maka Hadits disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya sebagai bayani
dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ia menjalankan fungsi senagai berikut :

Menguatkan dan mengaskan hukum-hukumyang tersebut dalam Al-Qur’an


atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Hadits hanya seperti
mengulangi apa-apa yang tersebut dalam Al-Qur’an. Umpanya Firman Allah
dalam surat Al-Baqarah :110 yang artinya :

“ Dan dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat “ ayat itu dikuatkan oleh sabda
Nabi yang artinya :

“ Islam itu didirikan dengan lima pondasi : kesaksian bahwa tidak ada tuhan
selain Allah dan muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan
zakat.

Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam


hal :

Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an

Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secari garis besar.

Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum

Memperluas maksud dari sesuatu yang tersebut dalam Al-Qur’an


6

Contoh menjelaskan arti kata dalam Al-Qur’an umpamanya kata shalat yang
masih samar artinya, karena dapat saja shalat itu berarti do’a sebagaimana yang
biasa dipahami secara umum waktu itu. Kemudian Nabi melakukan serangkaian
perbuatan, yang terdiri dari ucapan dan pebuatan secara jelas yang dimulai dari
takbiratul ihram dan berakhir dengan salam. Sesudah itu Nabi bersabda :inilah
shalat itu, kerjakanlah shalat sebagimana kamu melihat saya mengerjakan shalat.

Menetapkan suatu hukum dalam hadits yang secara jelas tidak terdapat dalam
Al-Qur’an. Dengan demikian kelihatan bahwa Hadits menetapkan sendiri
hukumyang tidak ditetapkan dalam Al-Qur’an. Fungsi hadits dalam bentuk ini
disebut itsbat. Sebenarnya bila diperhatikan dengan teliti akan jelas bahwa apa
yang ditetapkan hadits itu pada hakikatnya adalah penjelasan terhadap apa yang
disinggung Al-Qur’an atau memperluas apa yang disebutkan Al-Qur’an secara
terbatas. Umpamanya Allah SWT mengharamkan memakan bangkai, darah, dan
daging babi. Larangan Nabi ini menurut lahirnya dapat dikatakan sebagai
hhukum baru yang ditetapkan oleh Nabi, karena memang apa yang diharamkan
Nabi ini secara jelas tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Tetapi kalau dipahami lebih
lanjut larangan Nabi itu hanyalah sebagai penjelasan terhadap larangan Al-
Qur’anlah memakan sesuatu yang kotor.

2.4 Hubungan Hadits dengan Al-Qur’an

Bila kita lihat dari fungsinya hubungan Hadits dengan Al-Qur’an sangatlah
berkaitan. Karena pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan hukum-hukum
dalam Al-Qur’an dalam segala bentuknya sebagaimana disebutkan di atas. Allah
SWT menetapkan hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk diamalkan, karena
dalam pengalaman itulah terletak tujuan yang digariskan. Tetapi pengalaman
hukum Allah diberi penjelasan oleh Nabi. Dengan demikian bertujuan supaya
hukum-hukum yang ditetapkan Allah dalam Al-Qur’an secara sempurna dapat
dilaksanakan oleh umat.
7

Sebagaimana dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa


sebagian besar ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar
yang secara amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits.
Dengan demikian keterkaitan hadits dengan Al-Qur’an yang utama adalah
berfungsi untuk menjelaskan Al-Qur’an. Dengan demikian bila Al-Qur’an
disebut sebagai sumber asli bagi hukum fiqh, maka hadits disebut sebagai bayani.
Dalam kedudukannya sebagai bayani maka dalam hubungannya dengan Al-
Qur’an, Hadits menjalankan fungsi sebagai berikut :

a. Menguatkan dan menegaskan hukum-hukum yang tersebut dalam Al-Qur’an


atau disebut fungsi ta’kid dan taqrir. Dalam bentuk ini Hadits hanya seperti
mengulangi apa-apa yang tersebut dalam Al-Qur’an.
b. Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam
hal :
1) Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
2) Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara garis besar
3) Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum
4) Memperluas maksud dari suatu yang tersebut dalam Al-Qur’an

Contoh Hadits yang merinci ayat Al-Qur’an yang masih garis besar,
umpamanya tentang waktu-waktu shalat yang masih secara garis besar
disebutkan dalam surat An-Nisa : 103

Artinya : sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman.

Contoh hadits yang membatasi maksud ayat Al-Qur’an yang adatang dalam
bentuk umum, umpamanya hak kewarisan anak laki-laki dan anak perempuan
dalam surat An-Nisa :11:
8

Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-


anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang
anak perempuan.

Ayat itu dibatasi atau dikhususkan kepada anak-anak yang ia bukan penyebab
kematian ayahnya.

Contoh Hadits memperluas apa yang dimaksud oleh Al-Qur’an, umpamanya


firman Allah yang melarang seorang laki-laki memadu dua orang wanita yang
bersaudara dalam surat An-Nisa ayat 23 yang artinya :

“ dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara,


kecuali yang telah terjadi pada masa lampau”. (Q.S An-Nisa :23)
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Dari beberapa uraian di atas dapat kita ambil beberapa kesimpulan bahawa:
Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat
atau waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang
diberitakan, diperbincangkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang lain.
Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW,
baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan
mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan.
Jumhur ulama berpendapat bahwa Hadits berkedudukan sebagai sumber atau
dalil kedua setelah Al-Quran dan mempunyai kekuatan untuk ditaati serta
mengikat untuk semua umat Islam.
Fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an bila kita lihat
dari fungsinya hubungan Hadits dengan Al-Qur’an sangatlah berkaitan. Karena
pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan hukum-hukum dalam Al-Qur’an
dalam segala bentuknya sebagaimana disebutkan di atas. Allah SWT menetapkan
hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk diamalkan, karena dalam pengalaman
itulah terletak tujuan yang digariskan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Syarifudin, Amir. 1997. Ushul Fiqh – Cet. 1. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Drs, Mudasir. 1999. Ilmu Hadis- Cet. 1. Bandung : Pustaka Setia.

Pulungan, Suyuthi. 2002. Fiqh Siyasah : ajaran, sejarah dan pemikiran Cet. 5.
Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Zahroh, Abu. 1980. Ushul Fiqh. Jakarta: Bulan Bintang.

Al-Shiddieqie, T.M. Hasbi. 1999. Pengantar Ilmu Fiqh. Jakarta: Bulan Bintang.

10

Anda mungkin juga menyukai