OLEH:
KELOMPOK IV (EMPAT)
ANUGRAH SYAHRANI
NIM. 622022021059
IHLAS SULAMAN
NIM. 622022021060
DOSEN PENGAMPU
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A.Pengertian Hadist.............................................................................................2
B.Kedudukan Hadist............................................................................................4
A. Simpulan.......................................................................................12
B. Saran.............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Al-Qur’an dan Hadis merupakan dua pedoman umat muslim yang saling
berhubungan satu sama lain. Al-Qur’an tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya
Hadist sebagai penjelas Al-Qur’an yang masih bersifat global. Hubungan antara
Hadis dan Al-Qur’an merupakan bahasan dari Ulumul Hadist yang sangat
penting, untuk itu di bawah ini akan dipaparkan penjelasan mengenai Pengertian
Hadist, Kedudukannya dan Hubungan Hadist dengan Al-Qur’an.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadist
Hadis secara bahasa adalah kata yang berasal dari bahasa Arab; yaitu ‘al-
hadis, jama’nya al-ahadis, al- hidsan, dan al-hudsan’, dan memiliki banyak arti
diantaranya adalah “al-jadid” (yang baru) lawan dari ”al-qodim” (yang lama)
dan “al-khabar” (kabar atau berita).
Menurut Jumhurul Muhaddisin ialah:
ما اضيف للنبي صلى هللا عليه وسلم قوال او فعال او تقريرا او نحوها
Hadits menurut istilah syara’ ialah hal-hal yang datang dari Rasulullah SAW,
baik itu ucapan, perbuatan, atau pengakuan (taqrir). Berikut ini adalah penjelasan
mengenai ucapan, perbuatan, dan perkataan.
2
3
“bahwasanya amal-amal perbuatan itu dengan niat, dan hanya bagi setiap
orang itu memperoleh apa yang ia niatkan…” (Riwayat Bukhori Muslim)
Beliau menjawab:
. م.ول هللا صjjل ورس,هjj فاكلت,هjj فاجتززت:دjjال خالjjد! قjjدني اعافjjفاج, وميjjولكن لم يكن بارض ق,ال
)ينظر الي (متفق عليه
Khalid dan para sahabat menikmati daging biawak tersebut sedangkan Nabi
tidak menyanggahnya. Keengganan beliau memakannya itu disebabkan karena
jijik.
B. Kedudukan Hadist
Dalam kedudukannya sebagai penjelas, hadits kadang-kadang memperluas
hukum dalam Al-Qur’an atau menetapkan sendiri hukum di luar apa yang
ditentukan Allah dalam Al-Quran.
Banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat mentaati Rasul. Ketaatan kepada
rasul sering dirangkaikan dengan keharusan mentaati Allah ; seperti yang tersebut
dalam surat An-Nisa : 59
artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya),
Bahkan dalam tempat lain Al-Quran mengatakan bahwa oang yang mentaati
Rasul berarti mentaati Allah, sebagaimana tersebut dalam surat An-Nisa : 80:
Dari ayat diatas jelaslah bahwa Hadits itu adalah juga wahyu. Bila wahyu
mempunyai kekuatan sebagai dalil hukum, maka hadits pun mempunyai kekuatan
hukum untuk dipatuhi. Kekuatan hadits sebagai sumber hukum ditentukan oleh
dua segi: pertama, dari segi kebenaran materinya dan keduadari segi kekuatan
penunjukannya terhadap hukum. Dari segi kebenaran materinya kekuatan hadits
mengikuti kebenaran pemberitaannya yang terdiri dari tiga tingkat,
yaitu: mutawatir, masyhur, dan ahad sebagaimana dijelaskan diatas.
Hadist Mutawatir adalah hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah orang pada
setiap tingkat senadanya, yang menurut tradisi mustahil mereka bersepakat untuk
berdusta dan karena itu diyakini kebenarannya. Khabar mutawatir ditinjau dari
segi kuantitas sahabat yang meiwayatkannya dari Nabi dan juga kuantitas yang
meriwayatkannya dari sahabat dan seterusnya adalah qath i dalam arti diyakini
kebenarannya bahwa hadits itu benar dari Nabi. Meskipun jumlah hadits
mutawatir ini tidak banyak namun mempunyai kekuatan sebagai dalil
sebagaimana kekuatan Al-Qur’an. Khabar mutawatir mempunyai kekuatan
tertinggi di dalam periwayatan dan menghasilkan kebenaran tentang apa yang
diberitakan secara mutawatir sebagaima kebenaran yang muncul dari hasil
pengamatan. Para ulama sepakat mengatakan bahwa khabar mutawatir
menghasilkan ilmu yakin meskipun mereka berbeda pendapat dalam menetapkan
cara sampai kepada ilmu yakin itu secara tanpa memerlukan pembuktian atau
memerlukan pembuktian kebenarannya. Untuk sampainya khabar mutawatir itu
kepada ilmu yakin harus terpenuhi syarat-syarat tertentu. Di antaranya syarat-
syarat itu disepakati oleh ulama dan syarat lainnya diperselisihkan. Syarat-syarat
yang disepakati ada yang menyangkut pembawa berita.
Hadist masyhur adalah hadist yang awalnya ahad, kemudian menjadi terkenal
pada abad kedua dan ketiga, yaitu ketika banyak manusia dengan jumlah
mutawatir menerima dan mengamalkan hadist tersebut sehingga hadist tersebut
menjadi seperti mutawatir.
6
Hadist ahad merupakan hadist yang tidak memenuhi syarat sebagai hadist
mutawatir.
Fungsi Hadits
Dalam uraian tentang Al-Qur’an telah dijelaskan bahwa sebagian besar ayat-
ayat hukum dalam Al-Qur’an adalah dalam bentuk garis besar yang secara
amaliyah belum dapat dilaksanakan tanpa penjelasan dari hadits. Dengan
demikian fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an. Hal ini
telah sesuai dengan penjelasan Allah dalam surat An-Nahl :64
Artinya: Dan Kami tidak menurunkan kepadamu Al-Kitab (Al Quran) ini,
melainkan agar kamu dapat menjelaskan kepada mereka apa yang mereka
perselisihkan itu.
Dengan demikian bila Al-Qur’an disebut sebagai sumber asli bagi hukum
fiqh, maka Hadits disebut sebagai bayani. Dalam kedudukannya
sebagai bayani dalam hubungannya dengan Al-Qur’an, ia menjalankan fungsi
senagai berikut :
“ Islam itu didirikan dengan lima pondasi : kesaksian bahwa tidak ada tuhan
selain Allah dan muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan
zakat.
bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena itu sebagai kefasikan. (Q.S
Al Maidah /5:3).
8
Rasulullah melarang semua binatang yang bertaring dan semua burung yang
bercakar. (HR. Muslim dari Ibn Abbas).
Juga tentang haramnya mengenakan kain sutera dan cincin emas
bagi kaum laki-laki. Semua ini disebutkan dalam hadith-hadith yang
shahih.
Contoh Hadits yang merinci ayat Al-Qur’an yang masih garis besar,
umpamanya tentang waktu-waktu shalat yang masih secara garis besar
disebutkan dalam surat An-Nisa : 103
Ayat itu dibatasi atau dikhususkan kepada anak-anak yang ia bukan penyebab
kematian ayahnya.
A. Simpulan
Hadis secara bahasa adalah kata yang berasal dari bahasa Arab; yaitu ‘al-
hadis, jama’nya al-ahadis, al- hidsan, dan al-hudsan’, dan memiliki banyak arti
diantaranya adalah “al-jadid” (yang baru) lawan dari ”al-qodim” (yang lama)
dan “al-khabar” (kabar atau berita).
Hadits berkedudukan sebagai sumber atau dalil kedua setelah Al-Quran dan
mempunyai kekuatan untuk ditaati serta mengikat untuk semua umat Islam
alasannya dengan beberapa dalil banyak ayat Al-Qur’an yang menyuruh umat
mentaati Rasul. Ketaatan kepada rasul sering dirangkaikan dengan keharusan
mentaati Allah ; seperti yang tersebut dalam surat An-Nisa : 59 artinya : Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya).
B. Saran
Dalam kehidupan sehari-hari atau dalam melakukan suatu hal ada baiknya
dilakukan sesuai ketentuan Al-Qur’an dan hadist agar kita tidak tersesat dalam
melakukannya. Al-Qur’an dan hadist merupakan sumber hukum dan contoh yang
bisa kita jadikan sebagai pedoman dalam hidup agar bisa menjadi muslim yang
baik taat kepada Allah SWT.
12
DAFTAR PUSTAKA
Syarifudin, Amir, Haji, Ushul Fiqh – Cet. 1. Jakarta : Logos Wacana Ilmu 1997
Drs, Mudasir,Haji, Ilmu Hadis- Cet. 1. Bandung : Pustaka Setia, 1999
Pulungan, Suyuthi, Fiqh Siyasah : ajaran, sejarah dan pemikiran Cet. 5. Jakarta :
RajaGrafindo Persada, 2002
Abu Zahroh, Ushul Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, 1980
Al-Shiddieqie, T.M. Hasbi, Pengantar Ilmu Fiqh, Bulan Bintang, Jakarta, 1999
https://sumbar.kemenag.go.id/v2/post/1952/pengertian-kedudukan-dan-fungsi-
hadits.html
13