Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH SUNAH DAN BID’AH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ahlusunnah Wal al
Jama’ah
Dosen Pengampuh : Muhammad Syaikhon, S.H.I, M.H.I

Disusun oleh:

Kelompok 7
Siswi Prayogi 1230122002
Siti Maysaroh 1230122024

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS NAHDHATUL ULAMA SURABAYA


2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjat puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat, taufiq serta inayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah dengan judul “ Sunnah dan Bid’ah “ sebagai tugas mata
kuliah Materi Ahlusunnah Waljammah, dengan Dosen Muhammad Syaikhon,
S.H.I, M.H.I
Dalam makalah ini menjelaskan tentang Sunnah dan Bid’ah. Diharapkan
makalah ini dapat memberikan pemahaman tentang Sunnah dan Bid’ah. Terima
kasih pemakalah sampaikan kepada;

1. Muhammad Syaikhon, S.H.I, M.H.I. Dosen Mata Kuliah Ahlusunnah


Waljamaah
2. Bapak dan ibu pemakalah yang telah memberikan dukungan baik moral
maupun material kepada pemakalah
3. Semua pihak yang membantu penyusunan makalah.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih banyak kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam proses penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Surabaya, September 2022

Pemakalah

i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.................................................................................i

DAFTAR ISI................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1

1. Latar Belakang..................................................................................1
2. Rumusan Masalah.............................................................................1
3. Tujuan Penulisan...............................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................3

1. Konsep Sunnah dan Bid’ah..................................................................3


2. Pembagian Sunnah dan Bid’ah............................................................4
3. Bid’ah pada masa Rasul dan sahabat...................................................6
4. Kelompok anti Bid’ah dan dalilnya......................................................7

BAB III PENUTUP.........................................................................................9


DAFTAR PUSTAKA....................................................................................10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyusun makalah ini kami maksudkan sebagai bahan kajian serta diskusi
kami mengenai sunnah dan bid’ah. Tidak bisa disangkal lagi bila kenyataan
yang terdapat menunjukkan tidak sedikit berasal kaum muslimin yang begitu
hobi melakukan praktek bid’ah serta khurafat, yang lebih mengenaskan bid’ah
serta khurafat itu dikemas sedemikian rupa supaya tampak seolah-olah suatu
ibadah yang dsyariatkan, lebih tampil menarik dan bisa memikat perhatian
poly orang. Ada interim apa yang terdapat pada Kitabullah berisikan perintah
buat ittiba’ ( mengikuti tuntunan Rosulullah ).
Bid’ah adalah pelanggaran yang sangat besar berasal sisi melampaui
Batasan-batasan hukum Allah SWT dalam membuat syariat, karena sangatlah
kentara bahwa hal ini menyalahi dalam meyakini kesempurnaan syariat.
Menuduh Rasulullah Muhammad SAW menghianati risalah, menuduh bahwa
syariat Islam masih kurang serta membutuhkan tambahan serta belum tepat.
Sunnah sering disamakan dengan hadits. Segala perkataan, perbuatan, dan
takril yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW yang menganjurkan
perbuatan para sahabatnya seperti Kholid bin Walid, memakan daging biawak.
Nabi SAW mengizinkan Nabi untuk percaya bahwa dia tidak melarangnya.
Sunnah adalah sumber hukum kedua setelah Alquran. Dalam kajian ushul
fiqh, asSunnah adalah cara untuk menjelaskan Al-Quran, jadi fungsi asSunnah
adalah menjelaskan, menafsirkan, menyempurnakan, menambahkan, dan
menambah berbagai hukum yang terkandung dalam Al-Quran. Dan adapula
yang masih mubham.
Menggunakan penyusunan makalah ini kami harapkan akan bisa
menambahkan wawasan bagi kami serta segenap pembaca di umumnya agar
bisa sebagai ilmu yang berguna nantinya.
Makalah ini kami susun menjadi bentuk tugas pembuatan makalah mata
kuliah Ke-Aswajaan.

1.2 Rumusan Masalah


Permasalahan yang dapat dijabarkan mengenai pembahasan makalah ini yaitu
sebagai berikut :

1. Konsep Sunnah dan Bid’ah


2. Pembagian Sunnah dan Bid’ah
3. Bid’ah pada masa Rasul dan sahabat
4. Kelompok anti Bid’ah dan dalilnya

1
1.3 Tujuan Penulisan
Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan memberi tujuan diantaranya
sebagai berikut:
1. Untuk dapat mengetahui konsep tentang Sunnah dan Bid’ah
2. Untuk memahami tentang apa saja pembagian Sunnah dan Bid’ah
3. Untuk memahami Bid’ah pada masa Rasul dan sahabat
4. Untuk memahami anti Bid’ah dan dalilnya

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Konsep Sunnah dan Bid’ah


1.1 pengertian Sunnah
Dari segi Bahasa, Sunnah adalah “at-thariqah wa law ghaira
mardhiyah “, yaitu jalan atau cara walaupun tidak diridhoi. Menurut
pendapat lain, Sunnah adalah “at thariqah mahmudah kaanat aw
mazmumah” yaitu jalan yang dilalui baik terpuji atau tercela. Seperti
sabda Nabi SAW yang bermaksud, “ sesungguhnya kamu akan
mengikuti sunnah-sunnah ( perjalanan-perjalanan ) orang yang
sebelummu sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta sehingga
sekiranya mereka memasuki sarang dhab ( berupa biawak ) sungguh
kamu memasuki juga.” [H.R.Bukhari dan Muslim]
Dari hadits tersebut, kitab isa mengetahui bahwa kata sunnah
sebagaimana juga menurut ahli Bahasa berarti jalan.
Adapun pengertian Sunnah menurut istilah, seperti yang
diungkapkan oleh Muhammad Ajaj Al-Khathib yang bermaksud, “
segala sesuatu yang dinukilkan dari Nabi SAW baik berupa perkataan,
perbuatan, taqrir, pengajaran, sifat, kelakuan, perjalanan hidup baik
sebelum Nabi SAW diangkat menjadi rasul atau sesudahnya.
Sedangkan menurut para ulama’ Ushul Fiqh, kata Sunnah berarti
apa-apa yang dilakukan,dikatakan atau ditetapkan oleh Nabi SAW
yang dapat dijadikan sebagai dalil dalam menetapkan suatu hukum
syar’i
Dari sudut terminology, para ahli hadits mengungkapkan Sunnah
adalah hal-hal yang berasal dari Nabi Muhammmad SAW baik berupa
perkataan, perbuatan, penetapan maupun sifat beliau dan sifat ini baik
berupa sifat-sifat fisik, moral maupun perilaku sebelum beliau
menjadi Nabi maupun sesudahnya. Jika kita perhatikan, pada dasarnya
Sunnah sama dengan hadits. Akan tetapi ia dapat dibedakan dalam
pemaknaannya, seperti yang diungkapkan oleh M.M. Azami bahwa
Sunnah berarti model kehidupan Nabi SAW sedangkan hadits adalah
periwayatan dari model kehidupaan Nabi SAW tersebut.

1.2 pengertian Bid’ah


Dari segi Bahasa, Bid’ah adalah sesuatu yang diadakan tanpa ada
contoh sebelumnya. Seorang ahli Bahasa terkemuka, Ar-Raghib al-
Ashfahani dalam kitab Mu’jam Mufradat Alfazh Al-Quran,

3
menuliskan sebagai berikut: “Kata Ibda’ artinya merintis sebuah kreasi
baru tanpa menikuti dan mencontoh sesuatu sebelumnya.

Definisi yang serupa juga dikemukakan oleh al-Imam Muhyiddin


Abu Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi, hafizhdan faqih dalam
madzhab as-Syafi’i. beliau berkata seperti berikut: “ Bid’ah adalah
mengerjakan sesuatu yang baru yang belum ada pada masa Rasulullah
SAW.

Bid’ah menurut istilah adalah sesuatu yang baru tidak terdapat


penyebutannya secara tertulis,baik di dalam Al-Quran maupun dalam
hadits. Seorang ulama Bahasa yang terkemuka, Abu Bakar Ibn al-
‘Arabi menuliskan sebagai berikut: “ perkara yang baru (Bid’ah atau
Muhdats ) tidak pasti tercela hanya karena secara Bahasa disebut
Bid;ah atau Muhdats, atau dalam pengertian keduanya. Melainkan
Bid’ah yang tercela itu adalah perkara baru yang menyalahi
sunnah,dan Muhdats yang tercel aitu adalah perkara baru yang
mengajak kepada kesesatan.

2. Pembagian Sunnah dan Bid’ah


Para ulama Ahlu sunnah memberi perhatian yang sangat besar
terhadap sunnah Rasulullah salah satunya dengan menerangkan
bentuk-bentuk sunnah melalui beberapa sudut pandang yang berbeda,
berikut ini saya akan menyebutkan dua diantaranya:
2.1 Sunnah sharihah dan sunnah dhimniyah
Jika dilihat dari penisbatannya kepada Rasulullah, sunnah dibagi
dua: sunnah sharihah dan sunnah dhimniyah.
 Sunnah sharihah adalah sunnah yang secara jelas disandarkan
kepada Nabi. Ia bisa berupa sabda, perbuatan, ketetapan, atau
sikap beliau. Sunnah inilah yang sering kita temukan dalam
hadits.
 Sunnah dhimniyah adalah sunnah yang tidak menyebutkan
penyandaran terhadap Nabi secara langsung, akan tetapi secara
hukum sama seperti sunnah sharihah yang marfu (dinisbatkan
kepada Nabi). Sunnah ini tidak diketahui oleh banyak orang.

Berikut ini beberapa contohnya:

 Ucapan pendapat para sahabat dalam permasalaan yang


tidak memberikan ruang sedikitpun terhadap pendapat dan
ijtihad pribadi. Dalam konteks ini ucapan mereka jelas
berasal dari petunjuk Rasulullah
 Pendapat seorang sahabat terkait suatu permasalahan
sementara tidak ada sahabat lain yang menyelisihinya.

4
 Ucapan para sahabat terkait sebab-sebab turunnya suatu
ayat Al-Quran
 Pendapat para sahabat dalam menafsirkan ayat Al-Quran
yang mereka pelajari langsung dari Nabi.

2.2 Sunnah fi’liyah dan sunnah tarkiyah

Sunnah fi’liyah yaitu ibadah atau perbuatan yang jelas-jelas


dilakukan oleh Nabi berdasarkan riwayat yang ada, adapun sunnah
tarkiyah iyalah ibadah atau perbuatan yang tidak dilakukan Nabi pada
suatu konteks,tetapi beliau melakukannya pada konteks yang lain.
Syaikh Albani Rahimahullah mengatakan: “ para ulama
peneliti menetapkan bahwa setiap amalan yang dianggap ibadah tetapi
ia tidak pernah disyariatkan oleh Nabi kepada kita, baik dengan
ucapan maupun perbuatan,maka amalan itu menyelisihi sunnah.
Karena sunnah terbagi menjadi dua: sunnah filiyah dan sunnah
tarkiyah
Syaikh juga mengatakan: “ Ibadah yang ditinggalkan dan tidak
dipraktekkan oleh Rasulullah apapun jenisnya maka kita pun
diperintahkan untuk meninggalkannya. Contoh : adzan sebelum shalat
Idul Fitri dan Idul Adha, adzan saat menguburkan jenazah. Jika
ditinjau menurut substansinya adzan merupakan salah satu bentuk
dzikir dan pengagungan kepada Allah, namun karena Rasulullah
tidak pernah melakukannya pada kedua kasus tadi maka kita pun tidak
boleh mengerjakannya. Walau dengan alasan untuk mendekatkan diri
padanya. Para sahabat sangat memahami hal itu, dan karenanya
mereka banyak mengingatkan kita agar menjauhi segala bid’ah.
Macam-macam Bid’ah:

 Bid’ah Dholalah disebut juga dengan Bid’ah Sayyi-ah atau sunnah


sayyi-ah. Yaitu perkara baru yang menyalahi Al-Quran dan Sunnah
 Bid’ah Huda disebut juga dengan Bid’ah Hasanah atau sunnah
Hasanah. Yaitu perkara yang sesuai dan sejalan dengan Al-Quran
dan Sunnah.

Pembagian Bid’ah menjadi dua oleh Imam Syafi’i disepakati


oleh para ulama setelahnya diseluruh kalangan fikih empat madzhab,
para ahli hadits, dan para ulama dari berbagai disiplin ilmu.

Diantara mereka adalah ulama terkemuka, seprti Al-Izz Ibn


Abd-salam, an-Nawawi, Ibn ‘Arafah Al-Haththab al-Miliki, Ibn
‘Abidin dan lain-lain. Dari kalangan hadits diantaranya Ibn al’Arabi
Al-Maliki, Ibn Al-Atsir, Al- Hafizh Ibn hajar, Al-Hafizh as-Sakhawi,

5
Al-Hafizh as-Suyuthi dan lain-lain. Termasuk dari kalangan ahli bahsa
sendiri seperti al-Fayyumi,Al- Fairuzabadi dan lain-lain.

Lebih dari itu, pembagian Bid’ah menjadi dua juga dilegimitasi


dan dibenarkan oleh Ibnu Taimiyah. Yaitu rujukan paling otoritatif
dari kalangan yang menolak pembagian Bid’ah seperti salafi, LDII,
MTA, dan lain-lain.

Dengan demikian bid’ah dalam istilah syara’ terbagi menjadi


dua yaitu bid’ah Madzmumah (tercela) dan Mahmudah (terpuji). Atau
dikenal juga dengan bid’ah Hasanah (baik) dan Bid’ah Dholalah.

3. Bid’ah pada masa Rasul dan sahabat


Bid’ah ada dua macam: bid’ah terpuji dan bid’ah tercela. Bid’ah
terpuji atau populer dengan sebutan bid’ah hasanah adalah setiap perbuatan
baru yang tidak bertentangan dengan syariat. Meskipun Nabi Muhammad
SAW tidak pernah melakukan, tapi bukan berarti tidak boleh dilakukan.
Sementara bid’ah tercela adalah setiap perbuatan baru yang bertentangan
dengan syariat Islam.

Sebagian orang menolak pembagian bid’ah ini karena mereka


memahami bahwa setiap bid’ah adalah sesat. Dengan logika demikian, setiap
hal yang tidak dilakukan Rasulullah terutama yang berkaitan dengan urusan
ibadah, dianggap salah dan bid’ah. Namun, kalau melihat sejarah Rasulullah
dan sahabatnya, ada beberapa fakta yang menunjukkan bahwa Rasulullah pun
dalam beberapa hal mengamini “bid’ah” yang dilakukan oleh sahabat,
termasuk dalam ibadah sekali pun. Misalnya, Shahih Al-Bukhari
menyebutkan: ‫قال عنه هللا رضي رافع بن رفاعة عن‬: ‫عليه هللا صلى النبي وراء نصلي يو ًما كنا‬
‫قال الركعة من رأسه رفع فلما وسلم وآله‬: «‫سمِ َع‬ َ ‫ال َحمده َولَكَ َربَّنَا‬
َ ‫» َح ِمدَهه ِل َمن هللا ه‬، ‫و َرا َءهه َر هجل قَا َل‬:
‫ِيرا َحمدًا‬ ً ‫طيِبًا َكث‬ َ ‫ار ًكا‬ َ َ‫فِي ِه همب‬، ‫ف فَلَ َّما‬ َ ‫ص َر‬ َ ‫ان‬، ‫قَا َل‬: «‫قَا َل »ال همتَك َِل هم َم ِن‬: ‫أَنَا‬، ‫قَا َل‬: « ‫بِضعَةً َرأَيته‬
َ‫ أ َ َّو هل يَكتهبه َها أَيُّ ههم يَبت َ ِد هرونَ َها َملَ ًكا َوثَالَثِين‬Artinya, “Rifa’ah bin Rafi’ berkata, ‘Kami
pernah shalat bersama Rasulullah, saat bangun dari ruku’ ia membaca,
‘Sami’allahu liman hamidah.” Tiba-tiba ada seorang sahabat yang membaca,
‘Rabbana wa lalakal hamd hamdan katsiran tayyiban mubarakan fihi (wahai
Rabb kami, bagi-Mu segala puji, aku memuji-Mu dengan pujian yang
banyak, yang baik dan penuh dengan berkah). Setelah selesai shalat, Rasul
bertanya, ‘Siapa yang mengucapkan kalimat itu?’ Sahabat itu berkata, ‘Saya
Rasulullah.’ Kemudian Rasulullah berkata, ‘Saya melihat sekitar tiga puluhan
malaikat berloma-lomba untuk siapa pertama kali yang mencatat
(pahalanya),’” (HR Al-Bukhari)

Hadits ini menjelaskan bahwa lafal yang dibaca sahabat dalam shalat
tersebut tampaknya belum pernah dijelaskan Nabi Muhammad SAW. Ketika
ada sahabat yang membaca doa tersebut Rasulullah tidak marah dan malah

6
memuji sehingga kita pun boleh mengamalkannya. Sebab itu, Ibnu Hajar
dalam Fathul Bari mengatakan: ‫إذا مأثور غير الصالة في ذكر إحداث جواز على به واستدل‬
‫ للمأثور مخالف غير كان‬Artinya, “Hadits di atas dijadikan dalil sebagai kebolehan
membuat dzikir baru dalam shalat yang tidak ma’tsur selama tidak
bertentangan dengan ma’tsur.” Dengan demikian, melakukan bid’ah dalam
ibadah juga dibolehkan selama tidak bertentangan dengan syariat. Tentu
maksud bid’ah di sini adalah bid’ah hasanah, bukan bid’ah sayyi’ah atau
dhalalah. Hal ini sudah dilakukan pula oleh sahabat Rasulullah di hadapan
beliau SAW.

Dari sini kita dapat menarik pelajaran agar tidak terlalu cepat
menyalahkan amalan yang dilakukan sekelompok orang atas dasar Rasul
tidak pernah melakukan. Karena bisa jadi apa yang dilakukan itu merujuk
pada dalil-dalil umum dalam syariat yang sebetulnya kalau dikaji tidak
bertentangan dengan syariat. Wallahu a’lam.

4. Kelompok anti Bid’ah dan dalilnya


Kelompok anti Bid’ah Hasanah (Wahabisalafi) dan dalilnya

Sebelum menyajikan dalil-dalil bid’ah hasanah disini, kami akan mengupas


terlebih dahulu hadist yang dijadikan dasar oleh kaum salafywahabi untuk
menolak bid’ah hasanah. Yaitu hadist yang berbunyi:

 Jabir bn abdullah berkata Rasulullah SAW bersabda : sebaik-baik ucapan


adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk Nabi Muhammad SAW sejelek-jelek
perkara adalah perkara baru dan setiap bid’ah itu kesesatan. (imam muslim).

Menurut kelompok ini hadist di atas sangat tegas mengatakan bahwa semua
bid’ah itu kesesatan, dalam hal ini syaikh Muhammad Bin Salih Al Ustmainin
ulama Wahabi Salafy komtemporer berkata dalam kitabnya yang berjudul :
Al ibda”fi kamal al sayr”i wa khatar al-ibtida (kreasi tentang kesempurnaan
syara’ dan bahayanya bid’ah):

 Hadist semua bid’ah adalah sesat, bersipat general, umum, menyeluruh


(tanpa terkecuali ) dan dipagari dengan kata yang menunjuk pada arti
menyeluruh dan umum yang paling kuat yaitu kata-kata kullu (seluruh),
apakah setelah ketetapan menyeluruh ini, kita dibenarkan memberi bid’ah
menjadi bagian atau lima bagian? Selamanya ini tidak akan pernah benar (
Muhammad salih ustmainin, al ibda fi kamal al syar’i wa khatar al ibtida hal
13).

Pernyataan usmainin ini memberikan pengertian bahwa hadist “semua


bid’ah adalah sesat” bersipat general, umum dan menyeluruh terhadap seluruh
jenis bid’ah tanpa terkecuali, sehingga tidak ada satu pun bid’ah yang boleh
disebut bid’ah hasanah, apalagi disebut bid’ah mandubah (dianjurkan) yang

7
mendatangkan pahala bagi pelakunya. Alasan usmainin menolak pembagian
bid’ah adalah adanya kosa kata kullu dalam redaksi hadist diatas yang berarti
semua.

8
BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa :
Sunnah adalah perbuatan yang semula belum pernah dilakukan kemudian di
ikuti oleh orang lain, baik perbuatan yang terpuji maupun yang tercela. Sunnah
dibagi menjadi:

1. Sunnah sharihah dan sunnah dhimniyah


2. Sunnah fi’liyah dan sunnah tarkiyah

Bid’ah adalah sesuatu yang baru yang tidak pernah dikenal atau terjadi pada
zaman Rasulullah. Bid”ah dibagi menjadi :

 Bid’ah Dholalah disebut juga dengan Bid’ah Sayyi-ah atau sunnah sayyi-
ah. Yaitu perkara baru yang menyalahi Al-Quran dan Sunnah
 Bid’ah Huda disebut juga dengan Bid’ah Hasanah atau sunnah Hasanah.
Yaitu perkara yang sesuai dan sejalan dengan Al-Quran dan Sunnah.

Kelompok anti Bid’ah Hasanah (Wahabisalafi) dan dalilnya:

 Jabir bn abdullah berkata Rasulullah SAW bersabda : sebaik-baik


ucapan adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk Nabi Muhammad
SAW sejelek-jelek perkara adalah perkara baru dan setiap bid’ah
itu kesesatan. (imam muslim).

Menurut kelompok ini hadist di atas sangat tegas mengatakan bahwa semua
bid’ah itu kesesatan, dalam hal ini syaikh Muhammad Bin Salih Al Ustmainin
ulama Wahabi Salafy komtemporer berkata dalam kitabnya yang berjudul : Al
ibda”fi kamal al sayr”i wa khatar al-ibtida (kreasi tentang kesempurnaan syara’
dan bahayanya bid’ah)

Dengan demikian dapat disimpulkan amaliah yang mempunyai dalil secara


umum bukanlah bid’ah yang tercela.

9
DAFTAR PUSTAKA

1. Rujukan : kitab variasi sunnah dalam ibadah, karya ust Mizan


Qudsiyah,Lc. Kunci kebaikan.com
2. htpps://www.academia.edu/ 40869108 /pengertian-Bid’ah-dan-pembagian
bid’ah-mengenal-Dalil-umum-dan-khusus
3. https://islam.no.or.id/ilmu-hadits/nabi-muhammad-saw-dan-bid’ah-
sahabatnya-dalam-shahih-bukhari-VAZIM
4. https://akidahkeyakinanahlussunnahwaljamaah.blogspot.com/2013/11/kelo
mpok-anti-bid’ah-hasanahwahabisalafi.html?m=1

10

Anda mungkin juga menyukai