Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ILMU USHUL FIQH

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1 :
1.Nurfadilla Syam
2.Nur Aminah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BONE


2021/2022

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dan puji syukur kami ucapkan ke hadirat Allah swt yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini

dengan baik dan tepat waktu. Tanpa ridha dan petunjuk dari-Nya mustahil makalah ini dapat

kami rampungkan.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada bapak selaku dosen

pengajar mata kuliah Pengantar Studi Islam sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini

dengan judul “Aqidah islam/tauhid sebagai inti ajaran islam”.

Besar harapan kami bahwa makalah ini dapat bermanfaat dan dapat di jadikan sebagai

pegangan dalam mempelajari materi tentang ilmu ushul fiqh. Juga merupakan harapan kami

dengan hadirnya makalah ini, akan mempermudah semua pihak dalam proses perkuliahan

pada mata kuliah Pengantar Studi Islam.

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG .............................................................................................. 1

B. RUMUSAN MASALAH .......................................................................................... 1

C. TUJUAN PENULISAN ………………………………………………………….. 2

D. METODE PENULISAN ………………………………………………………….. 2

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................

A. PENGERTIAN ILMU USHUL FIQH....................................................................... 3

B. OBYEK PEMBAHASAN USHUL FIQH................................................................. 7

C. TUJUAN MEMPELAJARI USHUL FIQH………………………………………... 8

D. RUANG LINGKUP ILMU USHUL FIQH………………………………………... 10

E. PERBEDAAN ILMU USHUL FIQH DENGAN FIQIH…………………………. 13

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN…………………………………………………………………….. 16

B. SARAN ..................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Quran sebagai petunjuk bagi umat Islam secara garis besar mengandung dasar-
dasar tentang akidah, akhlak, dan syariah atau hukum bagi keberlangsungan kehidupan
makhluk di jagat raya ini. Penjelasan tentang isi Al-Qur’an dijabarkan oleh Rasulullah
SAW sebagai penafsir kalamullah sepanjang hidupnya. Semasa beliau hidup setiap kasus
yang timbul dapat segera diketahui jawabanyanyaberdasarkan nash al-Quran serta
penjelasan dan interpretasi yang kemudian dikenal menjadi sunnahnya. Namun, pada
masa berikutnya, kehidupan masyarakat mengalami perkembangan yang sangat pesat
seiring berkembangnya Islam ke antero dunia. Kontak antara bangsa Arab dan bangsa-
bangsa lain di luar Arab dengan corak budaya yang beragam menimbulkan berbagai
kasus baru yang mengharuskan untuk segera dicari solusi dan alternative untuk
menjawabnya. Disinilah urgensitas ijtihad untuk mengkontekstualisasikan nash al-Qur an
dan Sunnah sebagai sumber pedoman dan panduan hukum bagi alam semesta.
Fiqh yang notabene sebagai ilmu tentang hukum-hukum Syariat yang bersifat
praktis (‘amaliyah), merupakan sebuah “jendela” yang dapat digunakan untuk melihat
perilaku budaya masyarakat Islam.Definisi fiqh sebagai sesuatu yang digali (al-
Muktasab)menumbuhkan pemahaman bahwa fiqh lahir melalui serangkaian proses
sebelum akhirnya dinyatakan sebagai hukum praktis. Proses yang umum kita kenal sebagi
ijtihad ini bukan saja memungkinkan adanya perubahan, tetapi juga pengembangan tak
terhingga atas berbagai aspek kehidupan yang selamanya mengalami perkembangan.
Maka dari itulah diperlukan upaya memahami pokok-pokok dalam mengkaji
perkembangan fiqh agar tetap dinamis sepanjang masa sebagai pijakan yang disebut
dengan istilah Ushul Fiqh.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas Maka penulis perlu merumuskan masalah-
masalah yang akan dibahas dalam makalah ini, diantaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan Ushul Fiqh?
2. Apa saja objek pembahasan Ushul Fiqh?

1
3. Apa tujuan pembahasan Ushul Fiqh?
4. Apa ruang lingkup Ushul Fiqh?
5. Apa saja hukum syara dalam ruang lingkup ushul fiqh?
6. Apa yang dimaksud metode ijtihan?
7. Apa yang dimaksud metode istinbat?
8. Apa perbedaan antar Fiqh dan Ushul Fiqh?

C.  Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas Maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui definisi/pengertianUshul Fiqh
2. Untuk Mengetahui objek pembahasan Ushul Fiqh
3. Untuk Mengetahui tujuan pembahasan Ushul Fiqh
4. Untuk Mengetahui ruang lingkup Ushul Fiqh
5. Untuk mengetahui hukum syara
6. Untuk mengetahui metode ijtihad\
7. Untuk mengetahui metode istinbat
8. Untuk Mengetahui perbedaan antar Fiqh dan Ushul Fiqh

D. Metode Pemecahan Masalah


Metode pemecahan masalah yang dilakukan melalui metode kajian pustaka,  yaitu
dengan menggunakan  beberapa referensi buku. Langkah-langkah pemecahan masalahnya
dimulai dengan menentukan masalah yang dibahas dengan melakukan perumusan masalah,
melakukan langkah-langkah pengajian masalah, penentuan tujuan dan sasaran.

E. Sistematika Penulisan Makalah


Makalah ini ditulis dalam tiga bagian, meliputi: Bab I, bagian pendahuluan yang terdiri
dari : latar belakang masalah, perumusan masalah, metode pemecahan masalah, dan
sistematika penulisan makalah; Bab II, adalah pembahasan; Bab III, bagian penutup yang
terdiri dari simpulan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ushul Fiqh


Kata ushul fiqh secara Bahasa merupakan gabungan dari dua kata, yakni ushul berarti
pokok, dasar, pondasi. Yang kedua adalah Fiqh yang berarti paham yang mendalam.
Kata ushul yang merupakan jama’ dari kata Ashal secara etimologi berarti sesuatu yang
menjadi dasar bagi yang lainnya. Arti etimologi ini tidak jauh definisi dari kata ashal tersebut
karena ilmu ushul fiqh itu adalah suatu ilmu yang kepadanya didasarkan fiqh.
Adapun menurut istilah, ashl mempunyai beberapa arti berikut ini:
1. Dalil, yakni landasan hukum, seperti pernyataan para ulama ushul fiqh bahwa ashl dari
wajibnya sholat lima waktu adalah firman Allah SWT. Dan Sunah Rasul.
2. Qa’idah, yaitu dasar atau fondasi sesuatu, seperti sabda Nabi Muhammad SAW.:

‫ُبن َِي ااْل ِسْ اَل ُم َع َلى َخ ْم َس ِة أ ُ ص ُْو ٍل‬


Artinya:
“Islam itu didirikan atas lima ushul (dasar/fondasi).
3. Rajih, yaitu yang terkuat, seperti dalam ungkapan para ahli ushul fiqh:

‫اَأْل َ صْ ُل فِى ْال َكاَل ِم ْال َحقِ ْي َق ُة‬


Artinya:
“yang terkuat dari (kandungan) suatu hukum adalah arti hakikatnya”
Maksudnya, yang menjadi patokan dari setiap perkataan adalah makna hakikat dari setiap
perkataan tersebut.
4.   Mustashhab, yakni memberlakukan hukum yang sudah ada sejak semula selama tidak ada
dalil yang mengubahnya. Misalnya, seseorang yang hilang, apakah ia tetap mendapatkan
haknya seperti warisan atau ikatan perkawinanya? Orang tersebut harus dinyatakan masih
hidup sebelum ada berita tentang kematianya. Ia tetap terpelihara haknya seperti tetap
mendapatkan warisan, begitu juga ikatan perkawinanya dianggap tetap

5.   Far’u (cabang), seperti perkataan ulama ushul:

ِ َ ‫اَ ْل َو َل ُد َفرْ ٌع لِأْل‬


‫ب‬
Artinya:“anak adalah cabang dari ayah”. (al-Ghazali, 1:5)

3
Adapun kata fiqh (‫)الفقه‬, secara etimologi berarti pemahaman yang mendalam, yang
membutuhkan pengerahan potensi akal. Pengertian ini dapat ditemukan dalam Surat
Thaha, 20: 27-28 yang berbunyi:

‫و‬%ْ %‫وا َق‬%ْ %‫ا ِنيْ َي ْف َق ُه‬%‫دَ ًة ِمنْ ل َِس‬%%‫ ْل ُع ْق‬%ُ‫َواحْ ل‬


ْ‫لِي‬
Dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka memahami perkataanku.
Pengertian fiqh secara etimologi ini juga ditemukan dalam Surat An-Nisa’, 4:78, dan
Hud, 11: 91. Kemudian pengertian yang sama juga terdapat dalam sabda Rasulullah
SAW.:

‫ ِّد‬% ‫ ُه فِى ال‬%‫رً ا ُي َف ِّق ْه‬%%‫َمنْ ي ُِر ِد هّللا ُ ِب ِه َخ ْي‬


‫ْن‬
ِ ‫ي‬
Apabila Allah menginginkan kebaikan bagi seseorang, maka ia akan memberikan
pemahaman agama (yang maendalam). (H.R.al-Bukhari, Muslim, Ahmad ibn Hanbal, al-
Tirmidzi dan ibn Majah).
Adapun pengertian fiqh secara terminologi, pada mulanya diartikan sebagai
pengetahuan keagamaan yang mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa akidah
(ushuliah) maupun amaliah (furu’ah). Ini berarti fiqh sama dengan pengertian syari’ah
Islamiyah. Pada perkembangan selanjutnya, fiqh merupakan bagian dari syari’ah
Islamiyah, yaitu pengetahuan tentag hukum syariah Islamiyah yang berkaitan dengan
perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat (mukallaf) dan diambil dari dalil
yang terinci.
Untuk lebih jelasnya tentang definisi fiqh secara terminologi dapat dikemukakan
pendapat para ahli fiqh terdahulu, yaitu:

‫اَ ْلع ِْل ُم ِباأْل َ حْ َك ِام ال َّشرْ عِ َّي ِة ْال َع َملِ َّي ِة ْالم ُْك َت َس َب ِة ِمنْ أَ ِد لَّ ِت َها ال َّت ْفصِ ْيلِ َّي ِة‬
Artinya:
“ilmu tentang hukum syara’ tentang perbuatan manusia (amaliah) yang diperoleh melalui
dalil-dalilnya yang terperinci.”
Begitu pula didalam hadits yang berbunyi :

‫َم ْن ي ُِر ِد هللاُ بِ ِه َخ ْيرًا يُفَقِّ ْههُ فِى ال ِّدي ِْن‬


Artinya : siapa yang Allah kehendaki baik, maka ia diberikan pemahaman yang
mendalam tentang perkara agama. (HR. Bukhari Muslim).

4
Sementara itu, ulama lain mengemukakan bahwa fiqh adalah:

‫َمجْ م ُْو َع ُة اأْل َ حْ َكا ِم ال َّشرْ عِ َّي ِة ْال َع َملِ َي ِة ْالم ُْك َت َس َب ِة ِمنْ أَ ِد لَّ ِت َها ال َّت ْفصِ ْيلِ َّي ِة‬
Artinya
“himpunan hukum syara’ tentang perbuatan manusia (amaliah) yang diambil dari dalil-
dalilnya yang terperinci.”
Adapun Secara terminology lainnya arti ushul fiqih itu ada beberapa pendapat
dengan definisinya masing-masing, antara lain sebagai berikut:
1. Menurut Abdul Hamid Hakim:
Ushul Fiqih adalah dalil-dalil fiqih yang didapat secara garis besar, sebagaimana
pernyataan bahwa pada dasarnya setiap perintah itu menunjukkan wajib, pada
dasarnya setiap larangan itu menunjukkan haram, dan pada dasarnya baik ijma’
maupun qiyas itu adalah juga menjadi dasar hukum syara’.
2.   Menurut Abdul Wahab Khallaf:
Ushul fiqih adalah ilmu tentang qoidah-qoidah dan pembahasan-pembahasan yang
menjadi sarana untuk memperoleh hukuman syara’ amaliyah diambil dari dalil-dalil
terperinci.
3. Menurut A.Hanafi MA:
Ushul fiqih ialah sumber-sumber (dalil-dalil) hukum syara’ tentang perbuatan
orang mukallaf dan bagaimana tata cara menunjukkannya kepada sesuatu hukum
dengan cara ijmal (garis besar).
Setelah definisi ushul dan fiqh diketahui, baik secara etimologi maupun
terminologi, berikut ini akan dikemukakan definisi ushul fiqh dalam pandangan para
ahli ushul fiqh (ushuliyyin). Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli ushul
fiqh. Sebagian ahli ushul fiqh menekankan pada fungsi ushul fiqh, sedangkan yang
lainya menekankanpada hakikatnya. Namun pada prinsipnya mereka sependapat,
bahwa ushul fiqh adalah ilmu yang objek kajianya berupa dalil hukum syara’ secara
ijmal (global) dengan semua permasalahanya.
Menurut al-Baidhawi dari kalangan ulama syafi’iyah (juz1:16) bahwa yang
dimaksud dengan Ushul Fiqh itu adalah:

‫ ا ُل‬%%%‫ ِت َفا دَ ِة ِم ْن َها َو َح‬%%%‫ ِه ِاجْ َما اًل َو َك ْيفِ َّي ُة ااْل ِء ْس‬%%%‫ل ْالفِ ْق‬%%%ِ
ِ ‫ ُة دَ اَل ئ‬%%%‫َمعْ ِر َف‬
‫ْالمُسْ َتفِ ْي ِد‬
Artinya:

5
“Ilmu pengetahuan tentang dalil fiqh secara global, metode penggunaan dalil tersebut,
dan keadaan (persyaratan) orang yang menggunakanya.”
Selain itu, Ibnu al-Subki (juz 1: 25) mendefinisikan Ushul fiqh sebagai:
‫دَ اَل ِئ ُل ْال ِف ْق ِه ِاجْ َما اًل‬
Artinya:
“Himpunan dalil fiqh secara global.”
Jumhur ulama ushul fiqh mendefinisikanya sebagai berikut:

‫رْ عِ َّي ِة م َِن اأْل َ ِد‬%%‫الش‬


َّ ‫ص ُل ِب َها ا سْ ِت ْن َبا طِ اأْل َ حْ َك ِام‬
َّ ‫اَ ْل َق َواعِ ُد الَّ ِتىْ َي َت َو‬
‫لَّ ِة‬
Artinya:
“Himpunan kaidah (norma-norma) yang berfungsi sebagai sebagian alat penggalian
syara’ dari dalil-dalilnya.”
Pendapat ini dikemukakan oleh Syaikh Muhammad al-Khudhary Beik, seorang guru
besar Universitas al-Azhar Kairo. AdapunKamaluddin Ibnu Humam dari kalangan ulama
hanafiyah mendefinisikan ushul fiqh sebagai:

َّ ‫ ِد الَّ ِتىْ َي َت َو‬% ِ‫ك ْال َق َواع‬


ِ‫ ِت ْن َبا ط‬% ‫ ُل ِب َها ِا َلى ا ْس‬% ‫ص‬ ُ ‫ا ِْد َرا‬
‫ْالفِ ْق ِه‬
Artinya:
“Pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang dapat mencapai kemampuan dalam
penggalian fiqh.”
Dengan demikian, ushul fiqh adalah sebuah ilmu yang objeknya adalah dalil-dalil
hukum/sumber-sumber hukum dengan semua permasalahanya dan metode/cara
penggalianya. Metode/cara tersebut harus ditempuh oleh ahli hukum Islam dalam
mengeluarkan hukum dari dalil-dalilnya. Permasalahanya tersebut antara lain adalah
menertibkan dalil-dalil dan menilai kekuatan dalil-dalil tersebut.
Sedangkan secara istilah, ushul fiqh diartikan sebagai ilmu yang berbicara
tentang hukum-hukum praktis (amaliy) yang penetapannya diupayakan melalui
pemahaman yang mendalam terhadap dalil-dalilnya yang terperinci (tafshili) dalam nash
(al-Quran dan Sunnah). Yang dimaksud dalil tafshili adalah dalil-dalil yang terdapat dan
terpapar dalam nash dimana satu persatunya menunjuk pada satu hukum tetetertertt

a. Definisi Ushul Fiqh Sebagai suatu disiplin ilmu

6
Sebagai nama dari suatu bidang ilmu dari ilmu-ilmu syariat, para ulama
mengungkapkan definisi ini dalam berbagai pengertian. Menurut Muhammad al-
Khudlary Beik, Ushul Fiqh adalah“kaidah-kaidah yang dengannya di istinbath-kan
hukum-hukum syara’ dari dalil-dalil tertentu” Abdul Hamid Hakim mengartikan Ushul
Fiqh adalah: “dalil Fiqh secara Ijmali (global), seperti ucapan para ulama:“suatu yang
dikatakan sebagai perintah adalah menandakan sebuah kewajiban, suatu yang dikatakan
sebagai larangan adalah menandakan sebuah keharaman, dan suatu yang dikatakan
sebagai perbuatan nabi Muhammad SAW,Ijma (konsensus para ulama), dan Qiyas
(analogi) adalah sebuah Hujjah (argumentasi)”.
Ali bin Abi Ali bin Muhammad al-Amidi mendefinisikan bahwa Ushul
Fiqh adalah: “dalil-dalil fiqh yang arah dilalahnya atas hukum-hukum syariat serta
tatacara pengambilan hukum dari sisi dalil ijmali bukan dalil tafsili”
Sedangkan menurut Abdul Wahhab Khallaf juga mendefinisikan dengan: “ilmu
tentang kaidah dan pembahasan-pembahasan yang dijadikan sarana untuk memperoleh
hukum-hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci”
Dipihak lain, secara detail Abu Zahrah mengatakan bahwa ilmu ushul fiqh adalah
: “ilmu yang menjelaskan kepada Mujtahid tentang jalan-jalan yang harus ditempuh
dalam mengambil hukum-hukum dari nash dan dari dalil-dalil lain yang disandarkan
kepada nash itu sendiri. Oleh karenanya, ushul fiqh juga dikatakan sebagai kumpulan
kaidah atau metode yang menjelaskan kepada ahlihukum Islam tentang cara
mengeluarkan hukum dari dalil-dalil syara

B. Obyek Kajian Ushul Fiqh


Obyek pembahasan ilmu Ushul Fiqh adalah dalil-dalil syara’ dari segi
penunjukannya kepada suatu hukum secara Ijmali atau global dari nash. Hal ini dapat
dipahami dari gambaran al-Qur an kepada hukum tidak hanya menggunakan satu bentuk
kalimat tertentu, tetapi tampil dalam berbagai bentuk, seperti shighat amr, shighat
nahi, kalimat yang bersifat umum, mutlak dan sebagainya. Objek ushul Fiqh merupakan
metodologi penetapan hukum-hukum yang berdasarkan pada dalil-dalil ijmali tersebut
yang bermuara pada dalil syara’ ditinjau dari segi hakikatnya, kriterianya dan macam-
macamnya.
Satria Effendi memerinci obyek kajian Ushul Fiqh menjadi empat bagian yaitu :
1. Pembahasan mengenai hokum syara’ dan yang berhubungan dengannya,
seperti hakim, mahkum fiqh, dan mahkum ‘alaih.

7
2. Pembahasan tentang sumber-sumber dan dalil-dalil hokum
3. Pembahasan tentang cara menggali dan menarik hukum dari sumber-sumber dan
dalil-dalil itu.
4.  Pembahasan tentang ijtihad.

C. Tujuan dan Urgensi Ushul Fiqh


Menurut Abdul Wahab Khallaf, tujuan dari ilmu ushul Fiqh adalah menerapkan
kaidah-kaidah dan teori-teorinya terhadap dalil-dalil yang rinci untuk menghasilkan
hukuk syara’ yang ditunjuki dalil itu. Jadi, berdasarkan kaidah-kaidahnya dan bahasan-
bahasannya maka nash-nash syara’ dapat dipahami dan hukum yang menjadi dalalahnya
dapat diketahui, serta sesuatu yang dapat menghilangkan kesamaran lafadz yang samar
dapat diketahui. Selain itu juga diketahui juga dalil-dalil yang dimenangkan ketika
terjadi pertentangan antara satu dalil dengan dalil yang lainnya. Termasuk menetapkan
metode yang paling tepat untuk menggali hukum dari sumbernya terhadap sesuatu
kejadian konkret yang belum terdapat nashnya dan mengetahui dengan sempurnya dasr-
dasar dan metode para mujtahid mengambil hukum sehingga terhindar dari taqlid. Ilmu
inipun juga membicarakan metode penerapan hukum bagi peristiwa-peristiwa atau
tindakan yang secara pasti tidak ditemui nashnya, yaitu dengan jalan Qiyas istishab, dan
lain sebagainya.
Menurut Khudhari Beik (1994:15) dalam kitab ushul fiqihnya merinci tujuan
ushul  fiqih sebagai berikut :
1. Mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid, agar mampu
menggali hukum syara’ secara tepat.
2. Sebagai acuan dalam menentukan dan menetapkan hukum syara’ melalui bermetode
yang dikembangkan oleh para mujtahid, sehinggga dapat memecahkan berbagai
persoalan baru yang muncul.
3.   Memelihara agama dari penyimpangan penyalahgunaan sumber dan dalil hukum.
Ushul fiqih menjadi tolak ukur validitas kebenaran sebuah ijtihad.
4.   Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, dilihat dari dalil yang mereka
gunakan.
5. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang
digunakan dalam berijtihad, sehingga para peminat hukum Islam dapat

8
melakukan tarjih (penguatan) salah satu dalil atau pendapat tersebut dengan
mengemukakan pendapatnya.
Jadi, disini ilmu ushul fiqh memberi pengetahuan kepada umat Islam tentang
system hukum dan metode pengambilan hukum itu sendiri. Dengan demikian
diharapkan umat islam akan terhindar dari taqlid atau ikut pada pendapat seseorang
tanpa mengetahui dalil dan alasan-alasannya.`

Ushul fiqh juga sangat penting bagi umat Islam, karena disatu pihak pertumbuhan
nash telah terhenti sejak meninggalnya nabi, sementara dipihak lain, akibat kemajuan
sains dan teknologi, permasalahan yang mereka hadapi kian hari kian bertambah.
Kehadiran sains dan teknologi tidak hanya dapat membantu dan membuatkehidupan
manusia menjadi mudah, tetapi juga membawa masalah-masalah baru yang
memerlukan penanganan serius oleh para ahli dengan berbagai bidangnya.
Penggunaan produk-produk teknologi maju itu, atau pergeseran nilai-nilai social
sebagai akibat modernisasi, langsung atau tidak langsung telah pula membawa
pengaruh yang cukup berarti terhadap praktik-praktik keagamaan (Islam). Hal ini
antara lain terlihat disekitar perkawinan, warisan dan bahkan ibadat sekalipun. sebagai
contoh dalam permasalahan pernikahan misalnya, ditemui kasus-kasus baru seperti
akad nikah lewat telepon, penggunaan alat-alat kontrasepsi KB, harta pencarian
bersama suami istri dan lain sebagainya secara tekstual tidak ditemui jawabannya
dalam Al-Kitab As-Sunnah, apakah hal ini berartiIslam tidak mau bicara mengenai
hal tersebut sehingga masalah ini tidak masuk dalam permasalahan hukum Islam?
Disinilah peran ulama ahli hukum Islam dan para intelektualnya agar supaya mereka
mampu merepresentasikan Islam untuk semua bidang kehidupan manusia, mereka
dituntut  untuk mencari kepastian itu dengan mengkaji dan meneliti nilai-nilai yang
terkandung dalam Al-Qur an dan As-Sunnah secara cermat dan intens dengan alat
yang digunakan yakni Ushul Fiqh. Yang juga perlu dipahami bersama adalah bahwa
ilmu Ushul Fiqh tidak hanya berguna bagi para Mujtahid atau ahli hukum saja, akan
tetapi bagi semua orang Islam untuk mencari kepastian hukum bagi setiap masalah
yang mereka hadapi sekalipun tidak sampai ketingkat Mujtahid mereka akan beramal
sebagai muttabi’, mengikuti pendapat para ahli dengan mengetahui dalil dan alas an-
alasannya.  
Seorang ahli fiqh membahas tentang bagaimana seorang mukallaf
melaksanakan shalat, puasa, menunaikan haji dan lain-lain yang berkaitan dengan fiqh

9
ibadah mahdhah, bagaimana melaksanakan kewajiban-kewajiban rumah tangganya,
apa yang harus dilakukan terhadap harta anggota keluarga yang meninggal dunia dan
sebagainya, yang menjadi objek pembahasan Al-Ahwal al-Syakhsiyah (Hukum
Keluarga). Mereka juga membahas bagaimana cara melakukan muamalah dalam arti
sempit (Hukum Perdata), seperti jual beli, sewa-menyewa, patungan, dan lain
sebagainya. Maksiat apa saja yang dilarang serta sanksinya apabila larangan itu
dilanggar, atau bila kewajiban tidak dilaksanakan oleh seorang mukallaf dan lain-lain
pembahasan yang berkaitan dengan Fiqh Jinayah (Hukum Pidana Islam). Ke lembaga
mana saja seorang mukallaf bisa mengadukan masalahnya apabila dia merasa
dirugikan dan atau diperlakukan secara tidak adil, dan lain sebagainya yang berkaitan
dengan Ahkam al-Qadha (Hukum Acara). Bagaimana perbuatan mukallaf di dalam 8
Ushul Fiqh melakukan hubungan hukum dengan masyarakatnya, lembaga-lembaga
yang ada di dalam masyarakatnya, dengan pemimpinnya dan lain-lain yang
berhubungan dengan Fiqh Siyasah. Pokok pembahasan di atas hanya merupakan garis
besar gambaran betapa luasnya objek pembahasan ilmu fiqh itu. Itu semua dibahas
oleh para fuqaha dalam kitab-kitab fiqh yang judulnya sangat banyak
D. Ruang Lingkup Kajian Ushul Fiqh
Berdasarkan berbagai pemaparan di atas, terutama berbagai definisi yang
dipaparkan oleh para ulama ahli ilmu Ushul Fiqh dapat diketahui ruang lingkup
kajian (maudhu’)dari Ushul fiqh secara global diantaranya:
1.      Sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya.
2.      Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.
3.      Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan dalilnya.
4.      Syarat – syarat orang yang berwenang melakukan istinbat (mujtahid) dengan
berbagai permasalahannya.
Khudhori Bek berpendapat bahwa ruang lingkup ushul fiqh ada empat, yaitu hukum-
hukum syara’,metode istinbath, dalil-dalil hukum, dan ijtihad.
Menurut al-Syaukani, ruang lingkup kajian ushul fiqh bertumpu pada istbat dan
tsubu. Artinya adalah isbath al-adillah lil ahkam wa tsubut al-ahkam bil adillah
(menetapkan/menerapkan dalil-dalil atas hukum-hukum dan menetapkan hukum-hukum
dengan dalil-dalil).Contohnya :
Di dalam kehidupan manusia selalu terjadi perubahan social sehingga muncul
persoalan-persoalan baru didalam masyarakat. Untuk memecahkan persoalan yang baru
belum ada nash yang jelas diperlukan istimbat hukum. Istinbath artinya mengeluarkan

10
hukum-hukum baru terhadap permasalahan yang muncul dalam masyarakat dengan
melakukan ijtihad yang didasarkan pada dalil-dalil yang ada dalam al-qur’an dan sunnah.
Menurut Al-Ghazali dalam kitab al-Mustashfa (tanpa tahun, 1 : 8) ruang lingkup kajian
Ushul  fiqh ada 4 yaitu
1. Hukum-hukum syara’, karena hukum syara’ adalah tsamarah (buah /hasil)
yang dicari oleh ushul fiqh.
Ruang lingkup Ushul Fiqih tentang Hukum Syara’ dimulai dengan membahas
pengertian dan pembagian Hukum Syara’. Ada dua kategori Hukum Syara’:
Pertama, Hukum Taklifi, yang membahas Wajib, Mandub, Haram, Makruh, Mubah;
dan kedua, Hukum Wadh’i, yang membahas Sebab, Syarat, Mani’ (penghalang),
Sah dan Batal, azimah, dan Rukhsah (keringanan).
Sumber: https://ushulfiqih.com/ruang-lingkup-ushul-fiqih/  .
2. Dalil-dalil hukum syara’, seperti al-kitab, sunnah dan ijma’, karena semuanya
ini adalah mutsmir (pohon). Ruang lingkup Ushul Fiqih tentang Sumber hukum
Islam (Quran, Sunah, Ijma’ dan Qiyas) dimulai dengan membahas Pengertian dan
Kehujahan Quran dan Sunah. Pembahasan yang komprehensif / lengkap tentang
Ushul Fiqih memiliki ruang lingkup yang luas dan memuat berbagai pandangan
Ulama dan Imam Mazhab.  Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Asy- Syafi’i,
Imam Ahmad Ibnu Hambal memiliki pandangan yang berbeda terkait kehujahan
Quran, petunjuk (dilalah) Quran yang Qath’i dan Dzanni, dan petunjuk (dilalah)
Sunah. Termasuk juga bagaimana menyikapi persoalan ketika harfiah (zhahir)
Quran bertentangan atau berbeda dengan Sunah. Petunjuk (dilalah) Sunah
mempelajari kedudukan Sunah terhadap Quran, yaitu sebagai sebagai penguat
(Ta’kid) Quran, penjelas Quran, dan sebagai pembuat syariat (Musyar’i).
Sumber: https://ushulfiqih.com/ruang-lingkup-ushul-fiqih/  .
3. Sisi penunjukkan dalil-dalil (wujuh dalalah al-adillah), karena ini adalah thariq
al-istitsmar (jalan / proses pembuahan). Penunjukkan dalil-dalil ini ada 4,
yaitu dalalah bil manthuq (tersurat), dalalah bil mafhum (tersirat), dalalah bil
dharurat (kemadharatan), dan dalalah bil ma’na al-ma’qul (makna rasional).
Pembahasan tentang Istihsan dimulai dengan membahas pengertian Istihsan,
lalu kehujjahan Istihsan dan pandangan para ulama (Hanafiyah, Malikiyah, Al-
Hanabali, Syafi’iyah), dan pengaruh Istihsan dalam pengembangan Fiqih.
Pembahasan Mashlahah Mursalah diawali dnegan mempelajari pengertian
Maslahah, objek Mashlahah Mursalah, Mashlahah Mursalah menurut perspektif /
11
sudut pandang Ulama dan Imam Mazhab (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam
Asy- Syafi’i, Imam Ahmad Ibnu Hambal). Pembahasan Istishab diawali dari
pengertian Istishab, pendapat Abu Hanifah, Malik, Imam Asy-Syafi’i, dan Ahmad
Ibnu Hambal tentang Istishhab, dan kehujahan Istishab. Pembahasan tentang ‘Urf
(Adat kebiasaan / tradisi) diawali dengan mempelajari pengertian ‘Urf dan macam-
macamnya, yaitu ‘Urf Sahih (‘Urf yang dapat dijadikan hukum) dan Urf Fasid (‘Urf
yang tidak dapat dijadikan hukum), hukum ‘Urf dan kehujjahan ‘Urf. Pembahasan
Syar’u Man Qablana dimulai dengan mendefinisikan pengertian Syar’u Man
Qablana, lalu pendapat para ulama tentang Syar’u Man Qablana. Pembahasan
Mazhab Sahabi mempelajari keadaan atau kondisi para Sahabat setelah Rasulullah
wafat dan kehujjahan Madzhab Sahabi. Pembahasan Dzariah mencakup pengertian
Dzari’ah, Sadd Dzari’ah, macam-Macam Dzari’ah, dan kehujahan Dzari ‘ah sebagai
hukum.

Sumber: https://ushulfiqih.com/ruang-lingkup-ushul-fiqih/  .
4. Mustatsmir (yang membuahkan) yaitu mujtahid yang menetapkan hukum
berdasarkan dugaan kuatnya (zhan). Lawan mujtahid adalah muqallid yang wajib
mengikuti mujtahid, sehingga harus menyebutkan syarat-syarat muqallid
dan mujtahid serta sifat-sifat keduanya.
Selain itu, dapat dipahami pula ruang lingkup ilmu ushul fiqh berkaitan dengan:
1. Proses penggalian hukum yang terkandung dalam sumber ajaran Islam, yakni Al-
Qur’an dan Al-Hadits
2. Proses penetapan hukum suatu objek perbuatan Mukallaf
3. Dalil-dalil hukum suatu perbuatan
4. Eksistensi mujtahid sebagai penggali hukum dan dalil syara’
5. Kriteria Mujtahid atau syarat-syarat yang harus dimiliki mujtahid
6. Metode dan pendekatan yang digunakan oleh para mujtahid dalam melakukan
istinbath hukum
7. Penerapan kaidah-kaidah ushul fiqh yang diterapkan dalam menetapkan makna
suatu nash dan ketentuan hukum yang terdapat dalam makna yang di gali;
8. Relevan dan tidaknya antara kaidah ushul fiqh dan nash-nash yang dihadapi
9. Penyelesaian masalah dengan kondisi dalil-dalil yang dipandang bertentangan
lafazh maupun maknanya dan
10. Barometer atau timbangan bagi benar atau tidaknya proses istinbath hukum.

12
Metode Ijtihad Beberapa metode Ijtihad masuk dalam Ruang lingkup Ushul
Fiqih. Diantaranya Istihsan, Mashlahah Mursalah, Istishab, Urf, Syar’u Man
Qablana, Mazhab Sahabi, dan Dzari ‘ah. Beberapa buku Ushul Fiqih memasukkan
Ijma’, Qiyas dan Istihsan dalam ruang lingkup metode Ijtihad dengan Ijma’ dan
Qiyasi. Dan metode Ijtihad dengan Istilahi mencakup Maqashid Syari’ah,
Mashlahah, dan Sadduz Dzariah. Metode Ijtihad dengan Istidlal mencakup ‘Urf,
Istishab, dan Qaul atau Madzhab Sahabi. Pembahasan tentang Istihsan dimulai
dengan membahas pengertian Istihsan, lalu kehujjahan Istihsan dan pandangan para
ulama (Hanafiyah, Malikiyah, Al-Hanabali, Syafi’iyah), dan pengaruh Istihsan
dalam pengembangan Fiqih. Pembahasan Mashlahah Mursalah diawali dnegan
mempelajari pengertian Maslahah, objek Mashlahah Mursalah, Mashlahah Mursalah
menurut perspektif / sudut pandang Ulama dan Imam Mazhab (Imam Abu Hanifah,
Imam Malik, Imam Asy- Syafi’i, Imam Ahmad Ibnu Hambal). Pembahasan Istishab
diawali dari pengertian Istishab, pendapat Abu Hanifah, Malik, Imam Asy-Syafi’i,
dan Ahmad Ibnu Hambal tentang Istishhab, dan kehujahan Istishab. Pembahasan
tentang ‘Urf (Adat kebiasaan / tradisi) diawali dengan mempelajari pengertian ‘Urf
dan macam-macamnya, yaitu ‘Urf Sahih (‘Urf yang dapat dijadikan hukum) dan Urf
Fasid (‘Urf yang tidak dapat dijadikan hukum), hukum ‘Urf dan kehujjahan ‘Urf.
Pembahasan Syar’u Man Qablana dimulai dengan mendefinisikan pengertian Syar’u
Man Qablana, lalu pendapat para ulama tentang Syar’u Man Qablana. Pembahasan
Mazhab Sahabi mempelajari keadaan atau kondisi para Sahabat setelah Rasulullah
wafat dan kehujjahan Madzhab Sahabi. Pembahasan Dzariah mencakup pengertian
Dzari’ah, Sadd Dzari’ah, macam-Macam Dzari’ah, dan kehujahan Dzari ‘ah sebagai
hukum. Metode Istinbath Beberapa metode Istinbath yang masuk dalam Ruang
lingkup Ushul Fiqih adalah Amar, Nahi, dan Takhyir; Lafal ‘Am dan Khas (Umum
dan Khusus), Mutlaq dan Muqayyad, Mantuq dan Mafhum, Qath’i dan Dzani atau
analisis lafadz dari segi jelas dan tidak jelas maknanya; ta’wil, dan metode
penetapan hukum melalui Maqasid Syariah, Ta’arud dan Tarjih.
Sumber: https://ushulfiqih.com/ruang-lingkup-ushul-fiqih/  .

E. Perbedaanan Fiqh dan Ushul Fiqh


Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa fiqh adalah ilmu yang berbicara
tentang hukum-hukum praktis yang penetapannya diupayakan melalui pemahaman yang
mendalam terhadap dalil-dalilnya yang terperinci (tafshili) dalam nash. Sedangkan Ushul

13
Fiqh seperti yang didefinisikan oleh Abdul Wahhab Khallaf adalah ilmu tentang kaidah
dan pembahasan-pembahasan yang dijadikan sarana untuk memperoleh hukum-
hukum syara’ mengenai perbuatan dari dalil-dalilnya yang terperinci, maka dapat di lihat
perbedaan antara ilmu fiqh dengan ilmu ushul Fiqh. c
Dilihat dari sudut aplikasinya, fiqh akan menjawab pertanyaan “apa hukum dari
suatau perbuatan”, dan ushul Fiqh akan menjawab pertanyaan “bagaimana cara atau
proses penemuan hukum yang digunakan sebagai jawaban permasalahan yang
dipertanyakan tersebut”. Oleh karena itu, fiqh lebih bercorak produk sedangkan ushul
fiqh lebih bermakna metodologis. Dan oleh sebab itu, fiqh terlihat sebagai koleksi
produk hukum, sedangkan ushul fiqh merupakan koleksi metodis yang sangat diperlukan
untuk memproduk hukum.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalil adalah pohon yang dapat
melahirkan buah, sedangkan fiqih sebagai buah yang lahir dari pohon tersebut.
Ilmu fiqih adalah merupakan prodok dari ushul fiqih.Ilmu fiqih berkembang karena
berkembangnya ilmu ushul fiqih. Ilmu fiqih akan bertambah maju manakala ilmu ushul
fiqih mengalami kemajuan, karena ilmu ushul fiqih adalah semacam ilmu alat yang
menjelaskan metode dan sistem penentuan hukum berdasarkan dalil-dalil terperinci.
Ilmu ushul fiqih adalah ilmu alat-alat yang menyediakan bermacam-macam
ketentuan dan kaidah, sehingga diperoleh ketetapan hukum syara’ yang harus diamalkan
manusia.Untuk memudahkan pemahaman masalah ini, kami kemukakan seperti contoh
tentang perintah mengerjakan sholat berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits Nabi
Muhammad SAW.
Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Isra ayat 78 sebagai berikut:

‫ مشهودا‬ ‫ الفجر‬ ‫ قرآن‬ ‫ إن‬ ‫ الفجر‬ ‫ وقرآن‬ ‫ اليل‬ ‫ غسق‬ ‫ إلى‬ ‫ الشمش‬ ‫ لدلوك‬ ‫ الصالة‬ ‫أقم‬

“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan
(dirikanlah pula) shalat subuh, Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh
malaikat)”.
            Sabda Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :
‫ أصلي‬ ‫ رأيتموني‬ ‫ كما‬ ‫صلوا‬                                                
“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat”.( H.R. Muttafaqun alaihi )
   Dari firman Allah dan hadits Nabi diatas belum dapat diketahui, apakah
hukumnya mengerjakan shalat itu, wajib, sunat, atau harus. Dalam masalah ini ushul

14
fiqih memberikan dalil bahwa hukum perintah atau suruhan itu asalnya wajib,
terkecuali adanya dalil lain yang memalingkannya dari hukumnya yang asli itu. Hal
ini dapat dilihat dari kalimat perintah atau amar mengenai mengerjakan shalat bagi
penganut agama islam. Bahwa dalam dalil menjelaskan betapa pentingnya
mengerjakan sholat.

15
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ushul fiqh mempunyai pengertian sebagai ilmu yang menjelaskan


kepada Mujtahid tentang jalan-jalan yang harus ditempuh dalam mengambil hukum-
hukum dari nash dan dari dalil-dalil lain yang disandarkan kepada nash itu
sendiri seperti Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah, Ijma’, Qiyas, dan lain-lain.
Objek Kajian Ushul Fiqh membahas tentang hukum syara’, tentang sumber-
sumber dalil hukum, tentang cara mengistinbathkan hukum dan sumber-sumber dalil
itu serta pembahasan tentang ijtihad dengan tujuan mengemukakan syarat-syarat
yang harus dimiliki oleh seseorang mujtahid, agar mampu menggali hukum syara’
secara tepat dan lain-lain.
Ruang lingkup ushul fiqhyang dibahassecara global adalah sebagai sumber
dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya, bagaimana memanfaatkan
sumber dan dalil hukum tersebut dan lain-lain.
Perbedaan antara ilmu fiqh dengan ilmu ushul Fiqh adalah kalau
ilmu fiqh berbicara tentang hukum dari suatu perbuatan, sedangkan ilmu ushul fiqh
berbicara tentang metode dan proses bagaimanamenemukan hukum itu sendiri.

B. Saran
Demikian makalah sederhana ini kami susun. Terima kasih atas antusiasme
dari pembaca yang sudi menelaah isi makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan dan kelemahannya, karena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya
rujukan atau referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.

Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman sudi memberikan


saran kritik konstruktif kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah di kesempatan–kesempatan berikutnya.Semoga makalah ini berguna bagi
penulis pada khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumny

16
DAFTAR PUSTAKA

Al-Amidi, Ali bin Abi Ali bin Muhammad,Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, Juz 1, Pati: TB.
Himmah, t.th.
Ade Dedi Rohayana, Ilmu Ushul fiqih,Pekalongan: STAIN Press, 2006
Beik, Muhammad al-Khudlary,Ushul Fiqh,Mesir: Darul Fikri, 1969
Hakim, Abdul Hamid, Mabadi Awwaliyah Fi Ushul al-Fiqhi wa al-Qawaid al-
Fiqhiyyah,Jakarta: Maktabah Sa’adiyah Putra, t.th.
Haroen, Nasrun, Ushul Fiqih I, Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu, 1997
Khallaf, Abdul Wahhab,  Ilmu Ushul Fiqh, Jakarata: Al-Majlis al-a’la ai-Indonesia li al-
Dakwah al-Islamiyah, 1972
Khallaf, Abdul Wahhab,  Kaidah-kaidah Hukum Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet.
VI, 1996
Koto, Alaidin,Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, (sebuah pengantar),Jakarta: RajaGrafindo Persada,
cet. 3, 2004
Mahfudz, Muhammad Ahmad Sahal, Fiqh Sosial: Upaya pengembangan Madzhab Qauli
dan Manhaji,naskah pidato ilmiah penganugerahan gelar Doktor Kehormatan (Doctor
Honoris Causa), 18 Juni 2003 di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Suyatno, Dasar-dasar Ilmu Fiqh dan Ushul Fiqh, Jogjakarta: Ar_Ruzz Media, cet.1, 2011
Zahrah, Abu,Ushul Fiqh, Mesir: Darul Fikri al-Arabyu, 1958.

17

Anda mungkin juga menyukai