Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ULIMUL HADIST

JUDUL:

HADIST DAN HUBUNGANNYA DENGAN AL QURAN

DI SUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

1. APRIANI 7. NIKMATUS SALWA


2. CECEP SULAIMAN 8. NURKHALIZA
3. DIMAS ANUGERAH E 9. RISMA NABILA
4. JULIANA RISKI 10. WINDA ASTUTI
5. M.RISKY SAPUTRA 11. KHATIBUL UMAM
6. NADIA 12. MEISYA WENITA
13. ZAIRIL ADAM

JURUSAN : EKONOMI SYARIAH 1D


DOSEN PENGAMPUH:
H.M SYAIKHUL ARIF,LC.,M.Sy
STAI AN NADWAH KUALA TUNGKAL

TAHUN AJARAN 2021/2022


KATA PENGANTAR
Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, Segala puji hanya milik
Allah SWT. Shalawat serta salam tak lupa saya haturkan keharibaan junjungan kita Nabi besar
Muhammad SAW. Atas rahmat dan karunia Allah SWT sehingga saya dapat menyelesaikan
Makalah Studi Ulumul Hadis yang berjudul .”Hadis dan hubungannya dengan Al – Qur’an”.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak baik dukungan, motivasi yang sangat besar nilainya. Kami mengucapkan terima
kasih

Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari
sempurna meskipun disertai dengan usaha dan upaya semaksimal mungkin. Oleh karena itu
saya mengharapkan saran yang konstruktif dan diterima dengan hati yang lapang.

Dan akhirnya kepada Allah SWT jualah segala usaha saya dan semoga makalah yang
sederhana ini bermanfaat bagi kita semua. Amiiin…

Kuala Tungkal, 18 Oktober 2021

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................................... I
DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... II
BAB I ................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN ........................................................................................................................... 3
I. Latar Belakang .................................................................................................................... 3
II. Rumusan Masalah........................................................................................................... 4
1. Pengertian Hadis ................................................................................................................... 4
2. Sinonim hadis........................................................................................................................ 4
3. Perbedaan Hadis Nabawi, Qudsi, Dan Al-Quran .................................................................. 4
4. Fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an ........................................................................................ 4
BAB II .................................................................................................................................................. 5
PEMBAHASAN MASALAH ......................................................................................................... 5
1. Pengertian Hadis ................................................................................................................. 5
2. Sinonim Hadist .................................................................................................................... 6
3. Pebedaan Hadis Nabawi, Qudsi, dan Al-qur’an ............................................................... 7
4. Fungsi Hadis Terhadap Al-Quran ..................................................................................... 9
BAB III .............................................................................................................................................. 13
PENUTUP ..................................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................ 15

II
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang dibawa Muhammad yang menggunakan Al-Qur’an
sebagai sumber hukum Islam yang pertama dan menjadi tuntunan bagi seluruh umat
manusia khususnya umat Islam. Sedangkan sumber hukum Islam yang kedua adalah Hadis.
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad melalui malaikat
Jibril dan apabila seseorang membacanya maka mendapat pahala. Sedangkan Hadis adalah
perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad SAW.
Al-Qur’an dan Hadis merupakan dua pedoman umat muslim yang saling berhubungan
satu sama lain. Al-Qur’an tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya Hadis sebagai penjelas
Al-Qur’an yang masih bersifat global. Hubungan antara Hadis dan Al-Qur’an merupakan
bahasan dari Ulumul Hadis yang sangat penting, untuk itu di bawah ini akan dipaparkan
penjelasan mengenai hubungan Hadis dengan Al-Qur’an.

3
II. Rumusan Masalah
1. Pengertian Hadis
2. Sinonim hadis
A. Sunnah
B. Khabar
C. Atsar

3. Perbedaan Hadis Nabawi, Qudsi, Dan Al-Quran


A. Perbedaan Hadis Nabawi dengan Hadis Qudsi
B. Perbedaan Hadis dan Al-Quran

4. Fungsi Hadist terhadap Al-Qur’an

4
BAB II
PEMBAHASAN MASALAH
1. Pengertian Hadis
Hadits di sebut juga sebagai sunah artinya segala sesuatu dari perkataan,
perbuatan, dan takrirnya Nabi Muhammad SAW. Hadis termasuk ajaran Islam yang ke
dua setelah Al-Qur’an. Dalam mempelajarinya diperlukan pendekatan khusus, karena
sejarah perjalanan hadits tidak terpisahkan dari sejarah perjalanan Islam itu sendiri,
tetapi terdapat beberapa hal ciri-ciri spesifik. Hadis berfungsi sebagai pembeda dan
penegas ayat-ayat Al-Qur’an dimana terdapat persamaan-persamaan seperti sunnah,
khabar, dan atsar.

Sedangkan Hadis Menurut bahasa berasal dari kata hadis, Jamaknya ahadis, al-jadid,
al-Qarib, dan al- khabar. Sedangkan menurut istilah atau terminologi hadis banyak
definisinya antara lain menurut ahli hadis yaitu : segala sesuatu perkataan, perbuatan
,dan hal ihwalnya Nabi, sesuatu yang disandarkan kepada Nabi SAW, baik itu
perkataan, perbuatan dan sifat beliau. Hadis bukan hanya sesuatu yang disadarkan
kepada Nabi saja, melainkan untuk sesuatu yang mauquf kepada sahabat dan maqtu’
yang disandarkan kepada tabi’in.

Hadist ini memilili tiga unsur, akan tetapi tiga unsur tersebut bersumber dari Nabi
muhammad SAW. Ketiga unsur itu antara lain :

• Perkataan atau Qawli

yang dimaksud dengan perkataan nabi muhammad ialah sesuatu yang pernah
dikatakan oleh beliau dalam segala hal dan penjelasan-penjelasan Nabi tentang hukum-
hukum islam.

• Perbuatan atau Fi’li

perbuatan nabi merupakan suatu cara yang praktis dalam menjelaskan peraturan
atau hukum syara’ contohnya cara sholat, wudhu dan lain sebagainya.

• Persetujuan atau Taqrir

5
Arti taqrir ialah beliau mendiamkan, tidak menyanggah atau menyetujui apa
yang telah dilakukan para sahabat. contohnya Saat khalid sedang memakan daging
dhabb nabi hanya melihat dan tidak ikut makan.

2. Sinonim Hadist
Sebagaimana yang telah disebutkan hadist mempunyai sinonim atau nama lain
yaitu: sunnah, khabar, dan atsar.

A. Sunnah

Kata sunnah berasal dari bahasa arab (sunnah) dari akar bahasa: sanna,
yasunnu, sunnatan. yang artinya “berlakunya sesuatu dengan mudah” yang bersifat
umum, seperti sabda Rasullah SAW yang berbunyi “ barang siapa yang membuat suatu
jalan yang baik dalam islam, maka baginya pahalanya dan pahala orang yang
melakukanya setelah tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun, dan barang siapa
yang membuat suatu jalan yang buruk dalam islam, maka atasnya dosanya dan dosa
orang yang melakukanya setelahnya, tanpa mengurangi dosa mereka sedikitpun “. (
HR. Muslim ).Sedangkan secara istilah sama dengan pengertian hadist yaitu segala
yang di nukil dari Nabi muhammad, baik berupa perkataan, perbuatan maupun taqrir
dan sifat – sifat beliau.

B. Khabar

Khabar menurut bahasa sama seperti makna hadist, yaitu segala sesuatu berita
yang di sampaikan oleh orang lain kepada orang lain lagi. Sedangkan menurut istilah
sesuatu yang datang dari nabi dan yang lain seperti para sahabat, tabiin, pengikut tabiin
atau orang-orang setelahnya.

C. Atsar

Menurut bahasa ialah bekasan sesuatu atau sisa sesuatu. Berarti pula nukilan
(yang dinukilkan). Sedangkan istilah perkataan-perkataan ulama salaf, sahabat, tabiin.
Dari pembahasan di atas bahwa hadis merupakan perkataan, perbuatan ,dan sifat Nabi,
dan hadis juga sebagai ajaran islam yang kedua setelah Al-Qur’an, hadis berfungsi
sebagai penjelas dan penegas ayat-ayat Al-Qur’an dimana terdapat persamaan-
persamaan seperti sunnah, khabar, dan atsar.

6
3. Pebedaan Hadis Nabawi, Qudsi, dan Al-qur’an
Definisi Al-Qur’an, yaitu Kalam Allah yang bersifat mukjizat, yang diturunkan
kepada Muhammad SAW, tertulis di mushaf , diriwayatkan secara mutawattir, dan
membacanya adalah ibadah. Dan untuk mengetahui perbedaan antara definisi Quran
dengan hadis qudsi dan hadis nabawi, maka disini kami kemukakan dua definisi berikut
ini :

A. Perbedaan Hadis Nabawi dengan Hadis Qudsi

a. Hadis Nabawi

Hadis ( baru ) dalam arti bahasa lawan qadim ( lama ). Sedang menurut istilah
pengertian hadis ialah apa saja yang disandarkan kepada Nabi saw. Baik berupa
perkataan, perbuatan persetujuan atau sifat.

Yang berupa perkataan, seperti perkataan Nabi saw. : `Sesungguhnya sahnya amal
itu disertai dengan niat. Dan setiap orang bergantung pada niatnya….`

Yang berupa perbuatan ialah seperti ajaranya pada sahabat mengenai bagaimana
caranya mengerjakan shalat, kemudian ia mengatakan : `Shalatlah seperti kamu
melihat aku melakukan shalat`. juga mengenai bagaimana ia melakukan ibadah haji,
dalam hal ini Nabi saw. Berkata : `Ambilah dari padaku manasik hajimu`.

Sedang yang berupa persetujuan ialah : seperti ia menyetujui suatu perkara yang
dilakukan salah seorang sahabat, baik perkataan ataupun perbuatan, dilakukan
dihadapannya atau tidak, tetapi beritanya sampai kepadanya. Misalnya : mengenai
makanan baiwak yang dihidangkan kepadanya, dan persetujuannya

Dan yang berupa sifat adalah riwayat seperti : `bahwa Nabi saw. Itu selalu bermuka
cerah, berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak pula kasar, tidak suka
berteriak keras, tidak pula bernicara kotor dan tidak juga suka mencela.`.

7
b. Hadis Qudsi

Lafadzh qudsi dinisbahkan sebagai kata quds, nisbah ini mengesankan rasa hormat,
karena materi kata itu menunjukkan kebersihan dan kesucian dalam arti bahasa. Maka
kata taqdis berarti menyucikan Allah. Taqdis sama dengan tathiir, dan taqddasa sama
dengan tatahhara (suci, bersih ) Allah berfirman dengan kata-kata malaikat-Nya
: `……pada hal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan
diri kami karena Engkau.` (al-Baqarah : 30 ) yakni membersihkan diri untuk-Mu.

Secara Istilah, Hadis Qudsi ialah hadis yang oleh Nabi saw, disandarkan kepada
Allah. Maksudnya Nabi meriwayatkannya bahwa itu adalah kalam Allah. Maka rasul
menjadi perawi kalam Allah ini dari lafal Nabi sendiri.

B. Perbedaan Quran dengan Hadis Qudsi

Ada beberapa perbedaan antara Quran dengan hadis Qudsi,yang terpenting


diantaranya ialah :

1) Al-Quranul Karim adalah Quran adalah mukjizat yang abadi hingga hari
kiamat, bersifat tantangan (I’jaz) bagi yang ingkar untuk membuat yang serupa
dengannya, sedang hadis Qudsi tidak untuk menantang dan tidak pula untuk mukjizat.

2) Al- Quranul karim hanya dinisbahkan kepada Allah, sehingga dikatakan:


Allah ta`ala telah berfirman, sedang hadis Qudsi- seperrti telah dijelaskan diatas-
terkadang diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah; sehingga nisbah hadis Qudsi
kepada Allah itu merupakan nisbah yang dibuatkan.

3) Seluruh isi Quran dinukil secara mutawatir, sehingga kepastiannya sudah


mutlak. Sedang hadis-hadis Qudsi kebanyakannya adalah khabar ahad, sehingga
kepastiannya masih merupakan dugaan. Ada kalanya hadis Qudsi itu sahih, terkadang
hasan ( baik ) dan terkadang pula da`if (lemah).

4) Al-Quranul Karim dari Allah, baik lafal maupun maknanya. Maka dia
adalah wahyu, baik dalam lafal maupun maknanya. Sedang hadis Qudsi maknanya saja

8
yang dari Allah, sedang lafalnya dari Rasulullah SAW . hadis Qudsi ialah wahyu dalam
makna tetapi bukan dalam lafal.

5) Membaca Al-Quranul Karim merupakan ibadah, karena itu ia dibaca


didalam salat. Sedang hadis kudsi tidak disuruhnya membaca didalam salat. Allah
memberikan pahala membaca hadis Qudsi secara umum saja. Maka membaca hadis
Qudsi tidak akan memperoleh pahala seperti yang disebutkan dalam hadis mengenai
membaca Quran bahwa pada setiap huruf akan mendapatkan kebaikan.

4. Fungsi Hadis Terhadap Al-Quran

Fungsi al-Hadits terhadap al-Qur`an yang paling pokok adalah sebagai bayân dan
muhaqiq (penjelas dan penguat). Baik sebagai bayan taqrir, bayan tafsir, takhshish al-‘am,
bayan tabdila. Tidak hanya itu, bahwa hadis Rasulullah telah menetapkan hukum baru yang
tidak ditetapkan oleh Al-Qur’an. Karena dalam Al-Qur’an terdapan ayat-ayat yang
memerintahkan kepada orang-orang beriman untuk taat secara mutlak kepada apa yang
diperintahkan dan dilarang Rasulullah, serta mengancam orang yang menyelisihinya.

A. Bayan Taqrir
Bayân taqrir ialah al-Hadits yang berfungsi menetapkan, memantapkan, dan
mengokohkan apa yang telah ditetapkan al-Qur`ân, sehingga maknanya tidak perlu
dipertanyakan lagi. Ayat yang ditaqrir oleh al-Hadits tentu saja yang sudah jelas maknanya
hanya memerlukan penegasan supaya jangan sampai kaum muslimin salah menyim-pulkan.
Contoh Firman Allah SWT:
Barangsiapa yang menyaksikan bulan ramadhan maka hendaklah shaum. (Qs.2:185)
Ditegaskan oleh Rasulullah SAW:
Shaumlah kalian karena melihat tanda awal bulan ramadlan dan berbukalah kalian karena
melihat tanda awal bulan syawal. (Hr. Muslim)
Hadits di atas dikatakan bayân taqrîr terhadap ayat al-Qur`ân, karena maknanya sama dengan
al- Qur`ân, hanya lebih tegas ditinjau dari bahasanya maupun hukumnya.
B. Bayan Tafsir
Bayân tafsir berarti menjelaskan yang maknanya samar, merinci ayat yang maknanya
global atau mengkhususkan ayat yang maknanya umum. Sunnah yang berfungsi bayân tafsir
tersebut terdiri dari (1) tafshîlal-mujmal, (2) tabyîn al-musytarak, (3) takhshish al-’âm.

9
• Tafshîlal-Mujmal
Hadits yang berfungsi tafshîl- almujmal, ialah yang merinci ayat al-Qur`ân yang maknanya
masih global.
Contoh:
a) Tidak kurang enam puluh tujuh ayat al-Qur`ân yang langsung memerintah shalat, tapi tidak
dirinci bagaimana operasionalnya, berapa raka’at yang harus dilakukan, serta apa yang harus
dibaca pada setiap gerakan. Rasulullah SAW dengan sunnahnya memperagakan shalat secara
rinci, hingga beliau bersabda: “Shalatlah kalian seperti kalian melihat aku sedang shalat.
HR. Jama’ah ´
b) Ayat-ayat tentang zakat, shaum, haji pun demikian memerlukan rincian pelaksanaannya.
Ayat haji umpamanya menandaskan:
“Sempurnakanlah ibadah haji dan ibadah umrahmu karena Allah”.(Qs.2:196)
Rinciannya ialah pelaksanaan Rasulullah dalam ibadah haji wada’ dan beliau bersabda:
“Ambilah dariku manasik hajimu. Hr. Ahmad, al-Nasa`I, dan al-Bayhaqi”.7

• Tabyîn al-Musytarak
Tabyîn al-Musytarak ialah menjelas kan ayat al-Qur`ân yang mengandung kata
bermakna ganda.
Contoh: Firman Allah SWT: “Wanita yang dicerai hendaklah menunggu masa iddah selama
tiga quru”. (Qs.2:228)
Perkataan Quru adalah bentuk jama dari Qar’in. Dalam bahasa Arab antara satu suku bangsa
dengan yang lain ada perbedaan pengertian Qar’in. Ada yang mengartikan suci ada pula yang
mengarti-kan masa haid. Mana yang paling tepat perlu ada penjelasan. Rasul SAW bersabda:
“Thalaq hamba sahaya ada dua dan iddahnya dua kali haidl”. Hr. Abu dawud, al-Turmudzi,
dan al-Daruquthni.8. Dalam ketentuan hukum, hamba sahaya itu berlaku setengah dari orang
merdeka. Jika hadits ini menetapkan dua kali haidl, maka menurut sebagian pendapat,
perkataan haidlatâni itu merupa kan penjelas dari Qar`in yang musytarak, se hingga
kesimpulannya bahwa wanita yang dicerai itu iddahnya tiga kali haid.
• Takhshîsh Al-’Âm
Takhshîsh al-’âm ialah sunnah yang mengkhususkan atau mengecualikan ayat yang
bermakna umum.

10
Contoh:
1) Firman Allah SWT:
“Diharamkan atasmu bangkai, darah dan daging babi”.(Qs.5:3)
Dalam ayat ini tidak ada kecuali, semua bangkai dan darah diharamkan untuk dimakan. Sunnah
Rasulullah SAW mentakhshish atau mengecualikan darah dan bangkai tertentu. Sabda
Rasululah saw:
“Telah dihalalkan kepada kita dua macam bangkai dan dua macam darah. Yang dimaksud
dua macam bangkai adalah bangkai ikan dan bangkai belalang, sedangkan yang dimaksud
dua macam darah adalah ati dan limpa”. (HaditsRiwayat Ahmad, Ibnu Majah dan al-
Bayhaqi).

2) Firman Allah SWT:


“Allah mewasiatkan bahwa hak anakmu laki-laki adalah dua kali hak anakmu yang
perempuan”. Qs.4:11 Dalam ayat ini tanpa kecuali atau berlaku umum bahwa semua anak
mendapat warisan. Sedangkan keberlakuan hukum tersebut hanya untuk anak yang agamanya
sama muslim. Sunnah Rasul memberikan takhshish atau pengcualian dengan sabdanya:
“Seorang muslim tidak mewarisi orang kafir dan yang kafir tidak mewarisi seorang
muslim. Hr. al-Bukhari dan Muslim”.10
C. Bayân Tabdîl
Bayân Tabdîl ialah mengganti hukum yang telah lewat
keberlakuannya. Dalam istilah lain dikenal dengan nama nâsih wa al-mansûh. Banyak ulama
yang berbeda pendapat tentang keberadaan hadits atau
sunnah men-tabdil al-Qur`ân. Namun pada dasarnya bukan berbeda dalam menyimpulkan
hukum, melainkan hanya terletak pada penetapan istilahnya saja.
Contoh sunnah yang dianggap Bayân Tabdîl oleh pendapat yang mengakuinya ialah dalam bab
zakat pertanian. Dalam ayat al-Qur`ân tidak diterangkan batasan nisab zakat melainkan segala
penghasilan wajib dikeluarkan zakatnya. Sedangkan dalam sunnah Rasul ditandaskan:
“Tidak ada kewajiban zakat dari hasil pertanian yang kurang dari lima wasak” .Hr. al-
Bukhari dan Muslim.11 Imam Malik berpendirian bahwa fungsi sunnah terhadap alqur’an
adalah sebagai (1) bayân taqrir,
(2) bayân tawdlîh, (3) bayân tafshîl,
(4) bayân tabsîth, (5) bayân tasyrî’. Bayân taqrîr telah dijelaskan pada uraian di atas. Bayân
taudlîh, bayân tafshîl telah tercakup pembahasannya
pada bayân tafsîr.
11
Yang perlu dijelaskan adalah bayân tabsîthdan bayân tasyrî. Sunnah yang berfungsi sebagai
bayân tabsith ter-hadap al-Qur`ân adalah sunnah yang menguraikan ayat al-Qur`ân yang
ringkas yang memerlukan pen-jelasan secara terurai. Contohnya kisah-kisah dalam al-Qur`ân
yang ringkas diuraikan
oleh sunnah rasul secara gamblang dan terurai seperti isra mi’raj. Imam Syafi’i berpendirian
bahwa fungsi as-Sunnah terhadap al-Qur`ân itu adalah sebagai (1) bayân tafshil atau perinci
ayat yang mujmal, (2) bayân takhshish atau pengkhusus yang yang bersifat umum, (3)
bayânta’yien yaitu menetapkan makna yang dimaksud dari suatu ayat yang memungkinkan
memiliki beberapa makna seperti menjelaskan yang musytarak, (4) bayân tasyri’ yaitu sunnah
yang berfungsi tambahan hukum yang tidak tercantum dalam al-Qur`ân. Contohnya: dalam al-
Qur`ân telah ditetapkan bahwa yang haram dimakan itu hanyalah bangkai, darah, daging babi
dan yang disembelih bukan karena Allah (Qs.6:145). Sedangkan dalam beberapa riwayat
sunnah diterangkan bahwa Rasul melarang memakan binatang buas, yang berbelalai, burung
menyambar, dan yang hidup di air dan di darat, (5) bayân nasakh, yaitu mengganti hukum yang
tidak berlaku lagi seperti diuraikan pada bayân tabdil. Ibnul-Qayim berpendapat bahwa fungsi
as-Sunnah terhadap al-Qur`ân adalah sebagai (1)bayan ta’kid atau penguat seperti bayan taqrir
yang telah dijelaskan di atas (2) bayân tafsir, (3) bayân tasyri’, (4) bayân takhshish, dan (5)
bayan taqyied, yaitu menentukan sesuatu yang dalam ayat bisa bermakna mutlak, seperti
seruan Allah tentang kewajiban shalat secara mutlak berlaku pada siapa pun.
Sedangkan sunnah mentaqyid wanita yang sedang haidl dari yang mutlak tersebut.
Wanita yang haidl tidak diwajibkan shalat dan tidak diwajibkan mengganti. Dengan
memperhatikan beberapa pendapat di atas, tampaklah betapa pentingnya sunnah terhadap al-
Qur`ân, terutama memberikan kemudahan bagi kaum muslimin untuk memahami isi al-Qur`ân.
Jika Rasulullah SAW tidak memberikan penjelasan tentang ayat al-Qur`ân, tentu saja
akan menimbulkan berbagai kendala dan kesulitan dalam melaksanakan al-Qur`ân. Itulah
mungkin salah satu makna dari fungsi Rasul sebagai rahmat bagi mu’minin bahkan bagi alam
semesta.
Oleh karena itu, bukan Allah yang membutuhkan Rasul, tapi justru manusialah yang
membutuhkannya. Setiap mu’min harus berkeyakinan bahwa Rasulullah SAW yang paling
mengetahui makna al-Qur`ân, karena beliaulah yang menerima langsung dari Allah SWT. Tak
sepatutnya seorang mu’min menyalahi apa yang dijelaskan dalam as-Sunnah tentang makna
dan maksud ayat al-Qur`ân.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Hadis bukan hanya sesuatu yang disadarkan kepada Nabi saja, melainkan untuk sesuatu
yang mauquf kepada sahabat dan maqtu’ yang disandarkan kepada tabi’in. yang artinya
“berlakunya sesuatu dengan mudah” yang bersifat umum, seperti sabda Rasullah SAW yang
berbunyi“ barang siapa yang membuat suatu jalan yang baik dalam islam, maka baginya
pahalanya dan pahala orang yang melakukanya setelah tanpa mengurangi pahala mereka
sedikitpun, dan barangsiapa yang membuat suatu jalan yang buruk dalam islam, maka atasnya
dosanya dan dosa orang yang melakukannya setelahnya, tanpa mengurangi dosa mereka
sedikitpun “.Secara Istilah, Hadis Qudsi ialah hadis yang oleh Nabi saw, disandarkan kepada
Allah. ) Bayân taqrir ialah al-Hadits yang berfungsi menetapkan, memantapkan, dan
mengokohkan apa yang telah ditetapkan al-Qur`ân, sehingga maknanya tidak perlu di
pertanyakan lagi. Ayat yang di taqrir oleh al-Hadits tentu saja yang sudah jelas maknanya
hanya memerlukan penegasan supaya jangan sampai kaum muslimin salah menyimpul-kan.
Bayân tafsir berarti menjelaskan yang maknanya samar, merinci ayat yang maknanya global
atau mengkhususkan ayat yang maknanya umum. Tidak kurang enam puluh tujuh ayat al-
Qur`ân yang langsung memerintah shalat, tapi tidak dirinci bagaimana operasionalnya, berapa
raka’at yang harus dilakukan, serta apa yang harus dibaca pada setiap gerakan. yang
mengartikan suci ada pula yang mengarti-kan masa haid. Yang dimaksud dua macam bangkai
adalah bangkai ikan dan bangkai belalang, sedangkan yang dimaksud duamacam darah adalah
ati dan limpa”. Contoh sunnah yang dianggap Bayân Tabdîl oleh pendapat yang mengakuinya
ialah dalam bab zakat pertanian. Sunnah yang berfungsi sebagai bayan tabsithter hadap al-
Qur`ân adalah sunnah yang menguraikan ayat al-Qur`ân yang ringkas yang memerlukan pen-
jelasan secara terurai.

Imam Syafi’I berpendirian bahwa fungsi as-Sunnah terhadap al-Qur`ân itu adalah sebagai (1)
bayân tafshil atau perinci ayat yang mujmal, (2) bayânta khshish atau pengkhusus yang yang
bersifa tumum, (3) bayânta’yienya itu menetapkan makna yang dimaksud dari suatu ayat yang
memungkinkan memiliki beberapa makna seperti menjelaskan yang musytarak, (4) bayan
tasyri’ yaitu sunnah yang berfungsi tambahan hukum yang tidak tercantum dalam al-Qur`ân.

13
B. Saran

Dengan adanya pembahasan tentang ulumul hadist, diharapkan pembaca dapan


memahami tentang “Hadist dan hubungnannya dengan Al Quran” dan dapat memanfaatkanya
dalam kehidupan sehari hari, dan menambah pemahaman bagi pembaca

Kami sebagai kelompok 1 menyadari jika makalah ini banyak sekali memiliki kekekurangan
yang jauh dari kata sempurna, tentunya kami akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu kepada sumber yang bisa dipertangung jawabkan nantinya. Oleh karna itu, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah diatas.

14
DAFTAR PUSTAKA

https://www.alhikmah.ac.id/perbedaan-antara-quran-dengan-hadis-qudsi-dan-hadis-nabawi/

https://media.neliti.com/media/publications/41869-ID-fungsi-hadits-terhadap-al-quran.pdf

https://indonesiaimaji.com/makna-hadist-dan-sinonimnya/

Dr. Nawir Yuslem, MA. 1997. Ulumul Hadis. Ciputat: pdf book

15

Anda mungkin juga menyukai