Kelompok I
2024
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...................................................................................................2
C. Tujuan......................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
A. Pengertian Hadits....................................................................................................3
B. Sinonim hadits.........................................................................................................4
C. Perbedaan Hadits Nabawi, Qudsi, dan Al-Qur`an...............................................6
D. Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur`an.......................................................................7
BAB III...........................................................................................................................10
PENUTUP.......................................................................................................................10
A. Kesimpulan............................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................11
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur'an dan hadis adalah sumber utama ajaran Islam, dan keduanya
sangat penting bagi kehidupan umat Islam. Walaupun ada perbedaan dalam hal
penafsiran dan aplikasi, tetapi setidaknya para ulama setuju bahwa keduanya
harus digunakan sebagai referensi. Islam diambil dari eduanya dan dijadikan
pedoman utama. Akibatnya, penelitian tentangnya tidak pernah berhenti, malah
berkembang seiring dengan kebutuhan umat Islam.
Hadis, yaitu ucapan dan tindakan nabi. Tidak diragukan lagi, nabi adalah
orang yang paling memahami maksud Kitab suci. Dia dapat menafsirkan ayat-ayat
dengan benar dan bertindak sesuai dengan perintahnya. Selain itu, dia seorang
petunjuk utama bagi umat Islam. Nabi akan dihubungi oleh umat Islam untuk
menanyakan berbagai masalah dan mencari solusi untuk hampir semua masalah.
Mereka menunggu wahyu dari Allah, atau Nabi memberikan petunjuk langsung
kepada mereka. Dia secara hati-hati mencatat apa yang dia katakan atau lakukan,
dan dia menghafal apa yang dia katakan untuk disampaikan kepada orang lain.2
1
Syuhudi Ismail, Perkembangan Pemikiran Hadis, (Yogyakarta: LPPI
UMY, 1994), h. 3
2
Asghar Ali Engineer, Pembebasan Perempuan, (Yogyakarta: LKiS,
2003), h. 26-27
1
Adanya beberapa kecenderungan yang mewabah di dunia Islam dan sejarah
panjang pembukuan hadis menyebabkan fakta bahwa ada pemalsuan hadis.
Karena keadaan objektif ini, para ulama muslim terdorong untuk melakukan
penelitian untuk mengidentifikasi dan membersihkan hadis dari segala bentuk
penipuan. Pemalsuan hadis baru terjadi pada zaman khalifah Ali bin abi Thalib
(w.40H/661M). Faktor-faktor penting yang melatarbelakangi pentingnya
penelitian hadis termasuk yang disebutkan di atas.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Hadits
2. Sinonim Hadits
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hadits
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Hadits
1. Hadits dalam pengertian ahli hadits
Apa yang dirumuskan oleh tokoh analisis hadits modern, al-Khathib, ini
merupakan suatu kristalisasi dari berbagai macam redaksi yang digunakan dalam
mendefinisikan hadits. Pengertian ini dapat dijadikan acuan, bahwa demikianlah
pemahaman mayoritas ahli hadits dalam memaknai kata “hadits” dalam dimensi
terminologisnya.3
Bagi ulama ushul, maksud hadits yang dikemukakan oleh ulama hadits
adalah memang hadits. Tetapi yang terpenting bagi mereka adalah hadits apa saja
yang mengikat umat sebagai konsekuensi syahadat. Ketika Allah memerintahkan
mengikuti Rasulullah, apakah harus mengikuti semua hadits yang ada dalam kitab
hadits atau sebagiannya. Karena itu, rumusan makna hadits dalam pemmaknaan
ulama ushul redaksinya lebih panjang, namun maknanya lebih sempit dan
terbatas. Dalam rumusan ulama ushul ada penambahan kata sebagaimana terlihat
dalam salah satu redaksi berikut.
“Semua yang bersumber dari Nabi berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir
yang dapat dijadikan dalil hukum agama.”
3
Daniel Djuned, Ilmu Hadis, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 75
3
dapat dijadikan dasar hukum agama, atau dalam bahasa yang lebih luas berkaitan
dengan risalah.4
B. Sinonim hadits
1. Sunnah
Pengertian sunnah menurut ahli hadits adalah Segala yang bersumber dari
Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, perangai, budi pekerti,
perjalanan hidup, baik sebelum diangkat menjadi rasul maupun sesudahnya.
Jadi dengan definisi tersebut, para ahli hadits menyamakan antara sunnah
dengan hadits. Tampaknya para ahli hadits membawa makna sunnah ini kepada
seluruh kebiasaan Nabi SAW, baik yang melahirkan hukum syara` maupun tidak.
Hal ini terlihat dari definisi yang diberikan mencakup tradisi Nabi sebelum masa
terutusnya sebagai Rasul.
Akan tetapi bagi ulama ushuliyyin jika antara sunnah dan hadis dibedakan,
maka bagi mereka, hadits adalah sebatas sunnah qauliyah-nya Nabi SAW saja. Ini
berarti, sunnah cakupannya lebih luas dibanding hadits, sebab sunnah mencakup
perkataan, perbuatan, dan penetapan (taqrir) Rasul, yang bisa dijadikan dalil
hukum syar`i.
4
Rasulullah SAW tanpa membedakan apakah yang diberikan itu berhubungan
dengan hukum syara` atau tidak.
2. Khabar
Khabar menurut bahasa serupa dengan makna hadits, yakni segala berita
yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Sedang pengertian khabar
menurut istilah, antara satu ulama dengan ulama lainnya beebeda pendapat.
Menurut ulama ahli hadits sama artinya dengan hadits, keduanya dapat dipakai
untuk sesuatu marfu`,mauquf,dan maqthu`, mencakup segala yang datang dari
Nabi SAW, sahabat dan tabi`in, baik perkataan, perbuatan, maupun ketetapannya.
Ulama lain mengatakan bahwa khabar adalah sesuatu yang datang selain
dari Nabi SAW, sedang yang datang dari Nabi SAW disebut hadits. Ada juga
yang mengatakan bahwa hadits lebih umum dan lebih luas daripada khabar,
sehingga tiap hadits dapat dikatakan khabar, tetapi tidak setiap khabar dikatakan
hadits.
3. Atsar
5
C. Perbedaan Hadits Nabawi, Qudsi, dan Al-Qur`an
Hadits Nabawi dianggap sebagai bagian penting dari sastra Islam dan
sangat penting untuk mendapatkan pemahaman yang akurat tentang ajaran dan
tindakan Nabi Muhammad. Tradisi-tradisi ini memberikan panduan tentang
berbagai aspek kehidupan, seperti praktik agama, moral, dan perilaku sosial.
Sebaliknya, Hadith Qudsi memiliki posisi khusus dalam sastra Islam
meskipun juga dikaitkan dengan Nabi Muhammad. Ini mencakup pernyataan dan
tindakan yang diilhami oleh Allah, tetapi tidak termasuk dalam Al-Qur'an secara
langsung. Hadis Qudsi dapat dianggap sebagai jembatan antara kata-kata dan
perbuatan Nabi dan wahyu ilahi Al-Qur'an. Cerita suci ini dianggap memiliki
otoritas yang lebih tinggi daripada hadits biasa karena mereka berisi kata-kata
Allah, meskipun disampaikan melalui Nabi.
Al-Qur'an adalah kitab suci Islam yang dianggap sebagai firman Allah
sebagaimana diwahyukan kepada Nabi Muhammad dan berfungsi sebagai sumber
utama panduan bagi kaum Muslim di seluruh dunia. Al-Qur'an mencakup
berbagai topik, seperti teologi, moral, prinsip-prinsip hukum, dan narasi sejarah.
Dianggap sebagai sumber utama ajaran Islam, ia berfungsi sebagai dasar iman dan
tindakan Islam.
Mari kita lihat apa yang membedakan ketiga jenis literatur ini. Perbedaan pertama
adalah seberapa otoritas mereka. Sementara Al-Qur'an adalah firman Allah yang
tak terbantahkan dan tak dapat diubah, Hadith Nabawi dan Hadith Qudsi dianggap
sebagai sumber petunjuk sekunder. Hadith Nabawi mengungkapkan tindakan dan
ajaran Nabi Muhammad, sedangkan Hadith Qudsi dipenuhi dengan inspirasi ilahi
dan menawarkan wawasan tambahan tentang pesan-pesan Allah.
Tingkat konservasi teks juga membedakan sumber-sumber ini satu sama
lain. Sejak wahyu-Nya, Al-Qur'an telah dijaga dengan hati-hati dan masih dapat
diakses dalam bentuk aslinya. Sebaliknya, Hadith Qudsi dan Hadith Nabawi telah
melalui proses dokumentasi dan otentikasi yang jauh lebih luas dan rumit.
Kompilasi dan otentikasi hadits melibatkan menilai rantai narator hadits dan
seberapa sesuai mereka dengan ajaran Islam. Ini sangat mempengaruhi legitimasi
hadits.
6
Sebagai kesimpulan, memahami bagaimana Al-Qur'an, Hadith Nabawi,
dan Hadith Qudsi berbeda, sangat penting untuk memahami berbagai sifat sastra
Islam. Al-Qur'an adalah sumber utama ajaran Islam, tetapi Hadith Nabawi dan
Hadith Qudsi memberikan informasi tambahan tentang kehidupan dan ajaran Nabi
Muhammad. Penghargaan dan interpretasi yang lebih baik diperoleh dengan
memahami tingkat otoritas yang berbeda dan cara mereka mempertahankan
otoritas.
1. Bayan at-Taqrir
Bayan at-taqrir disebut juga dengan bayan al-ta`kid dan bayan al-itsbat.
Yang dimaksud dengan bayan ini, ialah menetapkan dan memperkuat apa yang
telah diterangkan di dalam Al-qur`an. Fungsi hadits dalam hal ini hanya
memperkokoh isi kandungan Al-Qur`an.
Abu Hamadah menyebut bayan at-taqrir atau bayan ta`kid ini dengan
istilah bayan al-muwafiq li al-nas al-kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadits-
hadits itu sealur (sesuai) dengan nas Al-qur`an.
2. Bayan at-Tafsir
7
3. Bayan at-Tasyri`
4. Bayan Al-Nasakh
Ketiga bayan yang pertama telah diuraikan di atas disepakati oleh para
ulama, meskipun untuk bayan yang ketiga ada sedikit perbedaan yang terutama
menyangkut definisinya saja.
Untuk bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat
tajam. Ada yang mengakui dan menerima fungsi hadits sebagai nasikh terhadap
sebagian hukum Al-Qur`an dan ada juga yang menolaknya.
8
Jadi, intinya ketentuan yang datang kemudian tersebut menghapus
ketentuan yang datang terdahulu, karena yang terakhir dipandang lebih luas dan
lebih cocok dengan nuansanya. Ketidakberlakuan suatu hukum harus memenuhi
syarat-syaratnya yang ditentukan, terutama syarat/ketentuan adanya naskh dan
mansukh. Pada akhirnya, hadits sebagai ketentuan yang datang kemudian daripada
Al-Qur`an dapat menghapus ketentuan dan isi kandungan Al-Qur`an. Demikian
menurut pendapat ulama yang yang menganggap adanya fungsi bayan al-nasakh.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hubungan antara Quran dan hadis sangat penting dalam pemahaman dan
praktik Islam. Quran, yang merupakan wahyu Allah SWT, adalah sumber utama
9
ajaran dalam agama Islam. Dalam Quran, terdapat petunjuk-petunjuk tentang tata
cara beribadah, hukum-hukum agama, moralitas, etika, dan berbagai aspek
kehidupan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Djuned, Daniel. Ilmu Hadis. Jakarta: Erlangga. 2010
10
Majid Khon, Abdul. Pemikiran Modern Dalam Sunnah. Jakarta:
PRENADAMEDIA GROUP. 2015
Majid Khon, Abdul. Takhrij dan Metode Memahami Hadis. Jakarta: AMZAH.
2014
Sulaim Ibnu, Irfan. Himpuna Hadis Qudsi. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
2009
11