Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ILMU HADITS

“MENGENAI PERKEMBANGAN ILMU HADITS”

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5

MUH. SAYYID QUTB : 40100123071


NURUL ALFIANA : 40100123072
AMELIA RESKY UTAMI : 40100123073

DOSEN PENGAMPU ; Dr. Muh. Nur Abduh M.Ag

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA


PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA ARAB
UIN ALAUDDIN MAKASSAR TAHUN AJARAN
2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan karuniaNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini mengambil topik mengenai “Perkembangan Ilmu Hadits”.
Dalam makalah ini kami menjelaskan secara lebih mendalam mengenai
pengertian ilmu hadits dan cabangnya,sejarah perkembangan ilmu
hadits,peranan ilmu hadits dan tokoh tokohnya.Kami akan menjelaskan
hal-hal tersebut dalam perspektif ilmu hadits dan ruang lingkup agama
islam
Seperti pepatah mengatakan “tak ada gading yang tak retak”, makalah ini
pun masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak sangat kami harapkan agar dapat
menghasilkan makalah yang lebih baik di kemudian hari. Akhir kata,
kami berharap agar makalah ini dapat bermanfaat dan inspirasi bagi siapa
pun yang membacanya, khususnya bagi para penyusunnya.

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul..........................................................................................1
Halaman Kata Pengantar..........................................................................2
Halaman Daftar Isi....................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................4
B. Rumusan Masalah............................................................................4
C. Tujuan Penulisan..............................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................5
A. Pengertian Ilmu Hadits……………………………………………5
B. Cabang-Cabang Ilmu Hadits………………………………………8
C. Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits……………………………...11
D. Peranan Ilmu Hadits Dan Tokoh Tokohnya……………………..13

BAB III KESIMPULAN.........................................................................17


DAFTAR PUSTAKA.............................................................................18

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Quran dan hadits adalah sumber utama untuk umat islam di seluruh
dunia untuk menjalani kehidupan. Al-Quran adalah mukjizat terbesar Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬yang diturunkan kepadanya secara berangsur-angsur melalui
perantara malaikat Jibril. Tidak hanya Al-Quran, Allah ‫ ﷻ‬juga menurunkan
firman-firman nya kepada Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬yang disebut dengan hadits.
Namun, ada beberapa hal yang membedakan hadits dan juga Al-Quran.
Al-Quran sendiri harus dipegang ketika kita dalam keadaan suci dari hadas
kecil atau hadas besar, sedangkan hadits boleh dibaca walaupun kita tidak
sedang dalam keadaan suci. Ayat-Ayat Al-Quran adalah ayat yang harus
dibaca ketika umat islam melaksanakan sholat, sedangkan hadits tidak boleh
dibaca ketika sholat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa dan bagaimana pengertian dan cabang ilmu hadits
2. Apa dan bagaimana sejarah perkembangan ilmu hadits
3. Apa dan bagaimana peranan hadits dan tokoh tokohnya

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat mengetahui dan memahami pengertian dan cabang ilmu hadits
2. Dapat mengetahui dan memahami sejarah perkembangan ilmu hadits
3. Dapat mengetahui dan memahami peranan ilmu hadits dan tokoh tokohnya

4
BAB II
PEMBAHASAN

A.PENGERTIAN ILMU HADITS


Menurut Bahasa, kata “Al-hadits” artinya, yaitu ada 3 :
1. Al-jadid : artinya Baru;
2. Al-khabar :artinya Berita;
3. Al-qarib, :artinya Dekat.
Menurut Muhadditsin

Hadits ialah segala sesuatu yang disandarkan atau bersumber dari Nabi ‫ﷺ‬, baik
berupa perkataan(qauly), perbuatan(fi’ly),ketetapan (taqriri),maupun sifatnya.”
Menurut Ushuliyyun

“Semua perkataan Nabi ‫ ﷺ‬yang dapat dijadikan dalil untuk penetapan hukum
syara'”.
Menurut Fuqaha

“Segala sesuatu yang ditetapkan Nabi ‫ ﷺ‬yang tidak bersangkut-paut dengan


masalah-masalah fardlu atau wajib
“Dari pengertian-pengertian tersebut , dapat disumpulkan bahawa makna hadis
adalah ;
‫ او صفة‬،‫ او تقريرا‬،‫ او فعال‬،‫ قوال‬، ‫ما أضيف الى النبي صلى هللا عليه و سلم‬

1. segala sesuatu yang bersumber dari nabi berupa perkataan, perbuatan, taqrir, dan
sifatnya.

5
2. sesuatu yang disandarkan kepada Nabi ‫ﷺ‬. Baik berupa perkataan, perbuatan
taqrir,maupun sifat beliau.
Hadist atau al-hadist menurut bahasa adalah al-jadid yang artinya sesuatu yang
baru –lawan dari al-Qadim- artinya yang berarti menunjukkan kepada waktu yang
dekat atau waktu yang singkat. Hadist juga sering disebut sebagai al-khabar , yang
berarti berita, yaitu sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seorang
kepada orang lain. Sedangkan menurut istilah (terminologi), para ahli memberikan
definisi (ta’rif) yang berbeda-beda sesuai latar belakang disiplin ilmunya. Seperti
pengertian hadist menurut ahli ushul akan berbeda dengan pengertian yang diberikan
oleh ahli hadis
Menurut ahli hadist pengertian hadist ialah segala perkataan Nabi ‫ﷺ‬, perbuatan,
dan hal ihwannya. Yang dimaksud dengan hal ihwal ialah segala yang diriwayatkan
dari Nabi ‫ ﷺ‬yang berkaitan dengan himmah, karakteristik, sejarah kelahiran dan
kebiasaan- kebiasaanya.
Ada juga yang memberikan pengertian lain, yaitu sesuatu yang disandarkan
kepada Nabi ‫ ﷺ‬baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, maupun sifat beliau.
Tetapi sebagian muhaditssin berpendapat bahwa hadist mempunyai cakupan
pengertian yang lebih luas, tidak terbatas pada apa yang di sampaikan kepada Nabi
‫ ﷺ‬saja, melainkan termasuk juga yang disandarkan kepada para sahabat dan
tabiin,sebagaimana di sebutkan oleh al-tirmidzi
Bahwasanya hadist itu bukan hanya untuk sesuatu yang marfu', yaitu sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi ‫ﷺ‬, melainkan bisa juga untuk sesuatu yang mauquf yaitu
yang disandarkan kepada sahabat dan yang maqtu' yaitu yang di sandarkan kepada
tabiin.
'Sementara para ulama ushul memberikan pengertian hadist adalah segala perkataan
Nabi ‫ﷺ‬, perbuatan, dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara' dan
ketetapannya.Pengertian hadist menurut ahli ushul lebih sempit dibanding dengan
pengertian hadist menurut ahli hadist.
Menurut ahli ushul hadist adalah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi ‫ ﷺ‬baik
ucapan, perbuatan, maupun ketetapan yang berhubungan dengan hukum atau
ketentuan- ketentuan Allah ‫ ﷻ‬yang disyariatkan kepada manusia. Selain itu tidak
bisa di katakan hadist.

6
Pada perkembangan selanjutnya, oleh ulama mutaakhirin ilmu hadis ini dipecah
menjadi dua, yaitu Ilmu Hadis Riwayah dan ilmu Hadis Dirayah. Pengertian yang
diajukan oleh ulama mutaqaddimin itu sendiri, oleh ulama mutaakhirin dimasukkan
ke dalam pengertian ilmu Hadis Dirayah.

a. Ilmu Hadis Riwayah


Yang dimaksud dengan ilmu Hadis Riwayah, ialah:

‫العلم الذى يقوم نقل ما أضيف إلى النبي صلى هللا عليه وسلم من قول أو فعل أو تقرير أو صفة خليقية نقال دقيقا محررا‬

"Ilmu pengetahuan yang mempelajari hadis-hadis yang di- sandarkan kepada Nabi
‫ﷺ‬, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir, tabi'at maupun tingkah lakunya".
Obyek ilmu Hadis Riwayah ialah bagaimana cara menerima, menyampaikan
kepada orang lain, dan memindahkan atau mendewankan. Demikian menurut
pendapat Al-Suyuthi. Dalam menyampaikan dan membukukan hadis hanya
disebutkan apa adanya, baik yang berkaitan dengan matan maupun sanadnya. Ilmu
ini tidak membicarakan tentang syadz (kejanggalan) dan 'illar (kecacatan) matan
hadis. Demikian pula ilmu ini tidak membahas tentang kualitas para perawi, baik
keadilan, kedabitan, atau kefasikannya.
Adapun faedah mempelajari ilmu Hadis Riwayah adalah untuk menghindari adanya
penukilan yang salah dari sumber- nya yang pertama, yaitu Nabi ‫ﷺ‬.

b. Ilmu Hadis Dirayah


Ilmu Hadis Dirayah biasa juga disebut sebagai Ilmu Mus thalah Al-Hadits, Ilmu
Ushul Al-Hadits, Ulûm Al-Hadits, dan Qawa'id Al-Tahdîts. Al-Tirmisî
mendefinisikan ilmu ini dengan:

‫قوانين تحد يدري بها أحوال متن و سند و كيفية التحمل و االداء وصفات الرجال وغير ذالك‬

7
"Undang-undang atau kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan sanad dan matan,
cara menerima dan meriwayatkan, sifat-sifat perawi, dan lain-lain". Ibnu al-Akfani
mendefinisikan ilmu ini sebagai berikut:
"Ilmu pengetahuan untuk mengetahui hakikat periwayatan, syarat-syarat, macam-
macam, dan hukum-hukumnya serta untuk mengetahui keadaan para perawi, baik
syarat-syaratnya, macam- macam Hadis yang diriwayatkan dan segala yang
berkaitan dengannya".
Yang dimaksud dengan hakikat Periwayatan adalah penukilan hadis dan
penyandarannya kepada sumber hadis atau sumber berita. Syarat-syarat periwayatan
ialah penerimaan perawi terhadap hadis yang akan diriwayatkan dengan bermacam-
macam cara penerimaan, seperti melalui Al-Sama (pendengaran), Al- Qira'ah
(pembacaan), Al-Washiah (berwasiat), Al-Ijazah (pemberian izin dari
perawi),macam-macam periwayatan ialah membicarakan sekitar bersambung dan
terputusnya periwayatan dan lain-lain,Hukum-hukum periwayatan ialah
pembicaraan sekitar diterima atau ditolaknya suatu hadits,keadaan para perawi ialah
pembicaraan sekitar keadilan kekacauan para perawi,dan syarat-syarat mereka
dalam menerima dan meriwayatkan hadits,macam-macam hadits yang diriwayatkan
meliputi hadits-hadits yang dapat dihimpun pada kitab-kitab tashnif, kitab tasnid,dan
kitab mu’jam.
Dari beberapa pengertian diatas,dapat diketahui,bahwa obyek pembahasan ilmu
hadits dirayah,adalah keadaan para perawi dan warwinya.keadaan para perawi,baik
yang menyangkut pribadinya,seperti akhlak,tabi’at,dan keadaan hafalannya,maupun
yang menyangkut persambungan dan terputusnya sanad.Sedang keadaan marwi
adalah dari sudut kesahihan,kedhaifannya,dan sudut lain yang berkaitan dengan
keadaan matan

B.CABANG CABANG ILMU HADITS


Diantara cabang-cabang ilmu hadits adalah sebagai berikut;
1.Ilmu Rijalul Hadits (keadaan perawi)
Ilmu Rijalul Hadits merupakan ilmu yang secara spesifik mengupas keberadaan
para rijal hadits atau para perawi atau para transmitter hadits.
Ilmu Rijalul Hadits memiliki 2 bagian :

8
a. Ilmu Tarikh Ar-Rijal
Ilmu yang membahas keadaan para perawi dari segi aktivitas mereka dalam
meriwayatkan hadits dan ilmu
b. Ilmu Jarh Wa Ta’d
Ilmu yang membahas keadaan para perawi dari segi di terima tidaknya
periwayatan mereka

2. Ilmu Jarah Wa Ta’dil (Kuantitas)


Ilmu yang menerangkan tentang cacat-cacat yang dihadapkan kepada para perawi
dan tentang penta’dilannya (memandang lurus para perawi) menggunakan kata-kata
yang khusus untuk menerima atau menolak riwayat mereka.
Ahli ilmu menetapkan kebenaran rawi atau kedustaannya hingga dapatlah
diterima/ditolak. karena itu, ulama menanyakan keadaan para perawi meneliti
kehidupan ilmiah mereka agar siapa yang lebih hafal dan kuat ingatannya. Kegunaan
ilmu jarrah wa ta’dil ini untuk menentukan kualitas perawi dan nilai haditsnya bisa
diterima/ditolak.

3. Ilmu ‘Ilal Hadits (Sebab Tersembunyi Yang Cacat Merusak)


Ilmu yang membahas sebab-sebab tersembunyinya keshohihan atau tidaknya, gal
ini yang dapat menyebabkan cacatnya hadits yang secara lahiriah barang kali tidak
kelihatan. Sebab-sebab tersembunyi yang dapat merusak.
Tujuan ilmu ini untuk mengetahui siapa diantara periwayatan hadits yang terdapat
illat dalam periwayatannya dalam bentuk apa dan dimana illat tersebut terjadi pada
sanad/matan.
4.Ilmu Gharib Al Hadits (Lafadz Dan Makna Yang Sulit)
Ilmu ini menerangkan makna kalimat yang terdapat dalam matan hadits yang sulit
diketahui maknanya dan yang kurang terpakai oleh umum. Menjelaskan satu hadits
yang dalam matannya terdapat lafadz yang pelik dan susah dipahami karena jarang
dipakai.
5.Ilmu Mukhtaliful Hadits (Saling Berlawanan)

9
Ilmu yang membahas hadits-hadits yang menurut lahiriyahnya saling berlawanan.
Bertujuan menghilangkan perlawanan itu. Objek kajian ilmu ini yaitu hadits-hadits
yang berlawanan agar bisa didapatkan titik temu anatar keduanya dengan jalan
membatasi (taqyid) dan mengkhususkan (takhsis).

6.Ilmu Nasikh Wal Mansukh (Hapus Berlawanan)


Ilmu ini membahas tentang hadits yang dating kemudian penghapus ktentuan
hokum yang berlawanan dengan kandungan hadits yang dating lebih dulu. Kuncinya
yaitu saling menghapus dengan ketentuan yang datang terdahulu (Mansukh) dan
yang dating kemudian (nasikh). Membatalkan hukum syara’ dengan menggunakan
dalil syar’I yang dating kemudian (nasikh).
7. Ilmu Fan Al Mubhamat (Nama Yang Samar)
Ilmu yang membahas tentang seseorang yang samar namanya dalam matan atau
sanad . dalam hadits biasanya hanya disebutkan bahwa itu (laki-laki) bertanya
kepada Rasulullah ‫ ﷺ‬demikian juga dalam sanad hanya disebutkan laki-laki.
Mengetahui siapa sebenarnya nama-nama atau identitas orang-orang yang
disebutkan dalam matan atau sanad yang masih samar/tersembunyi.
8. Ilmu Asbabul Wurudul Hadits (Sebab Datangnya Hadits)
Ilmu ini yang menerangkan sebab-sebab datangnya hadits, biasa disebab
latarbelakangi munculnya suatu hadits. Sesuatu yang menjadi cara atau metode
untuk menentukan maksud suatu hadits yang besifat umum atau khusus, mutlak atau
tidak. Dan untuk menentukan ada tidaknya naskh (pembatalan) dalam suatu hadits
menolong kita memahami dan menafsirkan hadits.
9. Ilmu Tashif Wa Tahrif (Berubah/Diubah Titiknya/Syaratnya)
Ilmu yang berusaha menerangkan perihal hadits-hadits yang berubah atau diubah
titik atau syakalnya (mushaf) dan bentuknya (muharraf).
10.Ilmu Mushtolahul Hadits (Kaidah Sanad Dan Matan)
Ilmu yang mengkaji tentang kaidah-kaidah terkait sanad (silsilah) dan matan
(redaksi) sebuah hadits untuk menentukan apakah dia valid atau tidak.

10
C.SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU HADITS
Dasar nya ilmu hadits telah lahir sejak dimulainya periwayatan hadits di dalam
Islam, terutama setelah Rasulullah ‫ ﷺ‬wafat. Ketika itu umat Islam merasakan
perlunya menghimpun hadits-hadits Rasulullah ‫ ﷺ‬dikarenakan adanya kekhawatiran
hadits-hadits tersebut akan hilang atau lenyap.
Para Sahabat telah mulai mempergunakan kaidah-kaidah dan metode-metode
tertentu dalam menerima hadits, namun mereka belumlah menuliskan kaidah-kaidah
tersebut. Di dalam Surat Al-Hujurat ayat 6, Allah ‫ ﷻ‬memerintah orang-orang yang
beriman untuk meneliti dan mempertanyakan berita-berita yang datang dari orang-
orang yang fasik:

ۡ ‫ع ٰلى َما فَعَ ۡلتُمۡ ٰند‬


َ‫ِمِين‬ ٌ ‫ٰٰۤياَيُّ َها الَّذ ِۡينَ ٰا َمنُ ٰۡۤوا ا ِۡن َجا ٓ َءكُمۡ فَاس‬
ِ ُ ‫ِق ۢ بِنَبَ ٍا فَتَبَيَّنُ ٰۡۤوا اَ ۡن ت‬
َ ‫ص ۡيب ُۡوا قَ ۡو ًما ۢ بِ َج َهالَ ٍة فَتُصۡ بِ ُح ۡوا‬

“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka
periksalah berita tersebut dengan teliti agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu kaum
tanpa mengetahui keadaan (yang sebenarnya) yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu.” (QS. Al-Hujurat: 6)

Berdasarkan pada ayat Al-Qur’an, maka para Sahabat mulai meneliti dan bersikap
hati-hati dalam menerima dan meriwayatkan hadits-hadits Nabi ‫ ﷺ‬, terutama apabila
mereka meragukan si pembawa atau penyampai riwayat hadits tersebut. Dengan
demikian, mulailah lahir pembicaraan mengenai isnad dan nilainya dalam menerima
dan menolak suatu riwayat hadits.
Diantara Sahabat ada yang saling menegur temannya ketika terjadi
kesalahpahaman terhadap suatu teks. Seperti yang dilakukan Aisyah Radhiallahu
anha terhadap kesalahan Anas ibn Malik dalam hal mayat akan disiksa lantaran
ditangisi oleh keluarganya.
Demikian pula teguran Abu Bakar kepada Umar bin Khattab yang teks tulisan
haditsnya masih belum tuntas dan perlu dilengkapi sehingga melahirkan perbedaan
dalam mempersepsikan hadits. Hasbi Ash-Shiddiq menjelaskan bahwa orang yang
mula-mula meletakkan dasar-dasar ilmu hadits ini adalah Imam Ibnu Syihab al-
Zuhri (51-124)

11
setelah terjadi kasus pemalsuan terhadap hadits-hadits Nabi ‫ﷺ‬, barulah ada
gerakan yang signifikan dalam proses penerimaan dan periwayatan hadits. Sejak
itulah perhatian ulama tertuju kepada kredibilitas perawi dan peletakan kaedah-
kaedah yang dapat dijadikan acuan dalam penerimaan hadits dan penolakannya.
Setelah terjadi fitnah di dalam kehidupan umat Islam, para Sahabat mulai
meminta keterangan tentang orang-orang yang menyampaikan hadits atau khabar
kepada mereka. Mereka menerima atau mengambil hadits dari orang-orang yang
tetap berpegang kepada Sunnah Rasulullah ‫ ﷺ‬, dan sebaliknya mereka tidak
mengambil hadits dari mereka para ahli bid’ah.
Pada awalnya teori-teori proses penerimaan dan periwayatan hadits serta
kredibilitas perawi (ilmu dirayah) masih tersisip dalam buku-buku yang belum
spesifik, berbaur dengan berbagai makalah seperti yang dilakukan Imam Al-Syafi’i
dan lainnya dalam karya-karya mereka. Tidak ditemukan kepastian tahun berapa
ilmu hadits lahir, tetapi yang jelas bahwa ilmu ini lahir ketika Hadits sudah
terkodifikasi pada abad ke-2 H. Dengan demikian, rintisan ilmu Hadits terjadi pada
abad ke-3 H. Memang seperti pengetahuan tentang kredibilitas perawi sudah ada
sejak zaman Rasulullah ‫ ﷺ‬, tetapi pada saat itu belum menjadi disiplin ilmu yang
berdiri sendiri.
Ketika Imam Syafi’i (w.204 H) menulis kitab al-Risalah, sebenarnya ilmu Hadits
telah mengalami perkembangan lebih maju, sebab di dalam kitab tersebut telah
dibahas kaidah-kaidah tentang periwayatan, hanya saja masih bercampur dengan
kaidah usul fiqih. Demikian pula dalam kitab al-Umm. Di sana telah ditulis pula
kaidah yang berkaitan dengan cara menyelesaikan hadits-hadits yang
bertentangan, tetapi masih bercampur dengan fiqih. Artinya ilmu hadits pada saat
itu sudah mulai tampak bentuknya, tetapi masih belum terpisah dengan ilmu lain.
Sesudah generasi Syafi’i, banyak sekali para ulama yang menulis ilmu hadits,
misalnya Ali bin al-Madini menulis kitab Mukhtalif al-Hadits, Ibnu Qutaibah (w.276
H) menyusun kitab Ta’wil Mukhtalif al-Hadits. Imam Muslim dalam Muqaddimah
kitab Sahih-nya, At-Turmudzi menulis al-Asma’ wa al-Kuna, Muhammad bin Sa’ad
menulis al-Tabaqat al-Kubra. Demikian pula al-Bukhari menulis tentang rawi-rawi
yang lemah dalam kitab al-Du’afa’. Dengan banyaknya ulama yang menulis tentang
persoalan yang menyangkut ilmu Hadits pada abad III H, maka dapat dipahami

12
mengapa abad ketiga disebut sebagai awal kelahiran Ilmu Hadits, walaupun tulisan
yang ada belum membahas ilmu Hadits secara lengkap dan sempurna.
Pada abad keempat dan kelima Hijriah mulailah ditulis secara khusus kitab-kitab
yang membahas tentang ilmu Hadits yang bersifat komprehensif. Penulisan ilmu
Hadits secara lebih lengkap dimulai ketika al-Qadi Abu Muhamad al-Hasan bin Abd.
Rahman al-Ramahurmuzi (w. 360 H/abad IV H) menulis buku al-Muhaddis al-Fasil
Bayn al-Rawi wa al-Wa’i. Kemudian disusul al-Hakim al-Naysaburi (w. 405 H)
menulis Ma’rifah ‘Ulum al-Hadis, al-Khatib Abu Bakar al-Baghdadi menulis kitab Al-
Jami’ li Adab al-Syaikh wa al-Sami’. Al-Kifayah fi Ilm al-Riwayah dan al-Jami’ li
Akhlaq al-Rawi wa Adab al-Sami’.
Pada abad-abad berikutnya, bermunculan karya-karya di bidang Ilmu hadits,
yang sampai sekarang masih menjadi referensi utama dalam membicarakan Ilmu
Hadits, diantaranya adalah : ‘Ulum al-Hadits oleh Abu Utsman ibn Abd al-Rahman
yang lebih dikenal dengan Ibn al-Shalah (w. 643 H/1245 M), Tadrib al-Rawi fi Syarh
Taqrib al-Nawawi oleh Jalal al-Din Abd al-Rahman ibn Abu Bakar al-Suyuthi (w. 911
H/ 1505 M).

D.PERANAN ILMU HADITS DAN TOKOH TOKOHNYA


a.Peranan ilmu hadits
Perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban menuntut adanya rambu-rambu
yang menjadi landasannya. Hadis sebagai sumber ajaran Islam yang ke dua setelah
al-Qur’an, memperkenalkan prinsip-prinsip atau rambu-rambu yang menjadi dasar
perilaku berbudaya, selain itu juga memuat tentang teori ilmu pengetahuan dan
peradaban. Oleh karenanya, selain al-Qur’an, hadis bisa dijadikan landasan dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban. Hadis bisa menghantarkan
manusia dari pemahaman yang dangkal dan primitif menuju pemahaman yang luas
dan mendalam mengenai alam dan kehidupan, yang dikenal dengan istilah al-fiqh
al-hadlari (fiqh peradaban). Selain itu juga memuat ajaran tentang al-wa’yu al-
hadlari (kesadaran peradaban). Bercermin dari kejayaan masa lalu. Ilmu
pengetahuan dan peradaban akan berkembang pesat apabila umat Islam
memperhatikan Sunnatullah serta memelihara hukum sebab akibat.
Daftar tokoh cendekiawan Islam di bidang ilmu hadis di antaranya adalah Imam
Bukhari, Imam Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, hingga At-Tirmidzi. Beberapa
13
ulama hadis tersebut, hidup pada abad 2-3 Hijriah atau sekitar masa awal Dinasti
Abbasiyah. Proses penghimpunan dan kodifikasi hadis memang lebih lambat
dibandingkan dengan Al-Qur’an. Semenjak Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬masih hidup, Al-
Qur’an telah dicatat. Sementara pembukuan Al Qur’an mulai dilakukan masa
Khalifah Abu Bakar, dan disempurnakan ketika Utsman bin Affan memimpin.
Penulisan hadis masa Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬justru dilarang. Dikutip dari buku Ulumul
Hadis (2012) tulisan Abdul Majid Khon, alasan larangan itu karena Al-Qur’an dan
hadis sama-sama berbahasa Arab sekaligus disampaikan melalui lisan, terutama
hadis qauli (berasal dari ucapan lisan Nabi). Apabila hadis dan Al-Qur’an dituliskan
dalam medium sederhana berupa lembaran pelepah kurma, ditakutkan sulit
membedakan antara keduanya. Meskipun demikian, terdapat beberapa hadis yang
memperbolehkan dan melarang penulisan hadis.
b. Tokoh Cendekiawan Islam di Bidang Ilmu Hadis
Pembukuan hadis dimulai pada abad ke-2 Hijriah. Kemudian, penulisan hadis
mengalami kemajuan pada abad ke-3 Hijriah. Masa itu terjadi sewaktu Dinasti
Abbasiyah diperintah Khalifah Al-Makmun hingga Al Muqtadir.
Pada masa tersebut, bermunculan ulama yang berfokus meneliti hadis serta
merumuskan metode yang kini dikenal sebagai ilmu hadis. Karya-karya para ulama
tersebut bahkan terus dibaca serta menjadi referensi utama umat Islam hingga saat
ini.
Siapa saja para tokoh cendekiawan muslim tersebut? Berikut ini daftar tokoh
cendekiawan Islam di bidang ilmu hadis atau para ulama hadis yang memiliki
pengaruh besar hingga kini.
1.1 Imam Bukhari
Abu abdillah Muhammad bin ismail bin ibrahim bin mughirah bin
bardizbah Al-Bukhari Al-Ju’fi (Iman Bukhari) merupakan ulama hadis
masyhur yang lahir pada 21 Juli 810 M/13 Syawal 194 H di Bukhara,
Uzbekistan. Keluasan dan kedalaman pengetahuan Imam Bukhari dalam ilmu
hadis mendapatkan pengakuan dari mayoritas ulama. Imam Bukhari bahkan
mendapatkan julukan Amirul Mukminin fil Hadis (pemimpin orang-orang
mukmin dalam ilmu hadis). Hingga saat ini hampir seluruh ulama di dunia
merujuk kepada Imam Bukhari dalam bidang hadis. Salah satu karya Imam
Bukhari yang paling terkenal dalam bidang hadis adalah Shahih Al-Bukhari
(256 H/871 M).

14
1.2 Iman Muslim
Imam Muslim Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin muslim al-
Qusyairi An-Naisaburi (Imam Muslim) merupakan ulama masyhur bidang
hadits yang lahir pada 821 M / 204 H di Naisabur, Iran. Sama seperti Imam
Bukhari, Imam Muslim dikenal dunia sebagai tokoh utama dalam ilmu hadis.
Salah satu karya paling terkenal Imam Muslim dalam bidang hadis adalah
Shahih Muslim (235-255 H/850-870 M), yang disusun lebih sistematis dari
Shahih Bukhari. Imam Muslim wafat pada 875 M/ 261 H di kota kelahirannya.
1.3 Imam Ibnu Majah
Imam Ibnu Majah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin
Majah Al Qazwaini (Imam Ibnu Majah) adalah ulama hadis yang lahir pada
826 M/209 H di Qazvin, Iran. Semasa hidupnya, Ibnu Majah pernah
mengembara untuk berguru ke beberapa ulama besar, seperti Ali bin
Muhammad ath-Thanasafi, seorang hafidz, dan Ibrahim bin al-Mundzir al-
Hizami, ulama asal Madinah sekaligus murid Imam Bukhari. Setelah 15 tahun
mengembara mencari ilmu, Ibnu Majah kembali ke kampung halamannya. Ibnu
Majah kemudian menulis Sunah Ibnu Majah (Tanpa Tahun), kitab yang hingga
kini juga menjadi salah satu rujukan utama mayoritas ulama di dunia dalam
bidang hadis.
1.4 Imam Abu Dawud
Imam Abu Dawud Abu Dawud Sulaiman bin Al-Asy'ats As-Sijistani
merupakan ulama perawi hadis kelahiran Basrah, Irak pada 888 M/275 H.
Imam Abu Dawud semasa hidupnya pernah melakukan perjalanan ke beberapa
tempat seperti Arab Saudi, Irak, Khurasan, Mesir, hingga Suriah untuk
mengumpulkan hadis. Imam Abu Dawud berhasil mengumpulkan sekitar
50.000 hadis. Dari total hadis itu, Imam Abu Dawud kemudian menyeleksi
sekitar 4.800 hadis dan menuliskannya dalam sebuah kitab yang dikenal
berjudul Sunan Abu Dawud (Tanpa Tahun).
1.5 Imam At-Tirmidzi
Imam at-Tirmidzi Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah at-Tirmidzi (Imam
At-Tirmidzi) merupakan seorang ulama ahli hadis yang lahir pada 826 M/209

15
H di Termez, Uzbekistan. Dalam riwayat hidupnya, Imam At-Tirmidzi pernah
berguru kepada para ulama masyhur hadis seperti Imam Bukhari, Imam
Muslim, hingga Imam Abu Dawud. Imam at-Tirmidzi adalah ulama alim dan
dapat dipercaya. Ibnu Hajar Al-Hafidz dalam kitab Tahzib at-Tahzib (1907),
menjelaskan bahwa Imam At-Tirmidzi memiliki kecepatan dan kekuatan dalam
hafalan.

16
BAB
KESIMPULAN

Berdasarkan data data yang telah kami kumpul dan susunkan pada BAB II
mengenai perkembangan ilmu hadits,kami meyimpulkan bahwa;

1. Hadits adalah sumber hukum dan ajaran islam kedua setelah Al-quran yang
keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
2. Hadits menjelaskan dan merinci hal-hal yang belum jelas didalam Al-Qur’an.
3. Hadits memperkenalkan kita prinsip-prinsip yang menjadi dasar perilaku
berbudaya.
4. Didalam ilmu hadits memuat tentang teori ilmu pengetahuan dan peradaban.
5. Sebagai kesimpulan hadits secara umum adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada nabi muhammad ‫ﷺ‬, baik berupa perkataan, perbuatan,
dan sifatnya.

17
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Perpustakan Nasional: katalog dalam Terbitan (KDT)


Suparta, Munzier, Ilmu Hadits/Munzier suparta
Ed. Revisi,--- Cet 10.---jakarta: Rajawali pers, 10 oktober 2017 hal 23-27

Hasil dari diskusi komunitas study hadits oleh pemantik suprianto pada 31 maret 2022
https://pcinusudan.com/2022/04/cabang-cabang-ilmu-hadits/

Admin Hidcom Dipublikasikan: 9 Desember 2020 14:25


Terakhir diupdate:2020/12/09 at 2:25 PM
https://hidayatullah.com/kajian/oase-iman/2020/12/09/197174/sejarah-perkembangan-ilmu-hadits.html

Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2019) karya Tatik Pudjiani dan Bagus
Mustaki, pada 824-892, Imam at-Tirmidzi Menyusun Kitab jami at-Tirmidzi yang kelak dikenal Sunan at-
Tirmidzi.

https://tirto.id/daftar-tokoh-cendekiawan-islam-di-bidang-ilmu-hadis-dan-karyanya-gvfW

18

Anda mungkin juga menyukai