Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ULUMUL HADIST DAN CABANG CABANGNYA

Dosen pengampu
Nadana Mardhatillah,M.Ag

Disusun oleh
Meilani
Wahidah Intan Saputri

PRODI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI BENGKALIS


TP2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur tak habis habis nya di ucapkan kepada Allah SWT
ysng telah memberi segala nikmat kesehatan dan kesempatan, sehingga pemakalah dapat
menyelesaikan tugas makalah. Tidak lupa pula, salawat serta salam kepada Baginda nabi besar
Muhammad SAW yang penuh kasih sayang telah membawa umatnya dari alam yang gelap dari
ilmu pengetahuan menuju alam yang terang benderang dengan ilmu pengetahuan.
Dalam pembuatan makalah ini pemakalah menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kata sempurna, hal ini semata mata karena keterbatasan kemampuan pemakalah sendiri.Oleh
karena itu pemakalah mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kemajuan
pemakalah kedepan nya.

Bengklais, 04 Oktober 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..
DAFTAR ISI……………………………………………………………………

BAB 1
Pendahuluan……………………………………………………………………
Rumusan masalah………………………………………………………………
Tujuan………………………………………………………………………….

BAB 2
PEMBAHASAN……………………………………………………………….
A. Pengertian ulumul hadist…………………………………………….
B. Sejarah perkembangan ulumul hadist……………………………….
C. Cabang-cabang ulumul hadist……………………………………….

BAB 3
PENUTUP……………………………………………………………………….
Kesimpulan…………………………………………………………………….
Daftar Pustaka………………………………………………………………….

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
MANUSIA dalam hidupnya membutuhkan berbagai macam pengetahuan. Sumber dari
pengetahuan tersebut ada dua macam yaitu naqli dan aqli. Sumber yang bersifat naqli ini
merupakan pilar dari sebagian besar ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia baik
dalam agamanya secara khusus, maupun masalah dunia pada umumnya. Dan sumber yang
sangat otentik bagi umat Islam dalam hal ini adalah Alquran dan Hadis Rasulullah SAW.
Allah telah menganugerahkan kepada umat kita para pendahulu yang selalu menjaga Alquran
dan hadis Nabi SAW. Mereka adalah orang-orang jujur, amanah, dan memegang janji.
Sebagian di antara mereka mencurahkan perhatiannya terhadap Alquran dan ilmunya yaitu
para mufassir. Dan sebagian lagi memprioritaskan perhatiannya untuk menjaga hadis Nabi
dan ilmunya, mereka adalah para ahli hadis.
Salah satu bentuk nyata para ahli hadis ialah dengan lahirnya istilah Ulumul
Hadis(Ilmu Hadis) yang merupakan salah satu bidang ilmu yang penting di dalam Islam,
terutama dalam mengenal dan memahami hadis-hadis Nabi SAW. Karena hadis merupakan
sumber ajaran dan hukum Islam kedua setelah dan berdampingan dengan Alquran. Namun
begitu perlu disadari bahwa hadis-hadis yang dapat dijadikan pedoman dalam perumusan
hukum dan pelaksanaan ibadah serta sebagai sumber ajaran Islam adalah hadis-hadis
yang Maqbul (yang diterima), yaitu hadis sahih dan hadis hasan. Selain hadis maqbul,

4
terdapat pula hadis Mardud, yaitu hadis yang ditolak serta tidak sah penggunaannya sebagai
dalil hukum atau sumber ajaran Islam. Bahkan bukan tak mungkin jumlah hadis mardud jauh
lebih banyak jumlahnya daripada hadis yang maqbul.
Untuk itulah umat Islam harus selalu waspada dalam menerima dan mengamalkan
ajaran yang bersumber dari sebuah hadis. Artinya, sebelum meyakini kebenaran sebuah
hadis, perlu dikaji dan diteliti keotentikannya sehingga tidak terjerumus kepada kesia-siaan.
Adapun salah satu cara untuk membedakan antara hadis yang diterima dengan yang ditolak
adalah dengan mempelajari dan memahami Ulumul Hadis yang memuat segala permasalahan
yang berkaitan dengan hadis.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian ulumul hadits ?
2. Bagaimana sejarah perkembangan ilmu hadits?
3. Apa saja cabang-cabang ilmu hadits ?

C. TUJUAN PEMBAHASAN
1. Mengetahui pengertian ulumul hadits.
2. Mengetahui sejarah perkembangan ilmu hadits.
3. Mengetahui cabang-cabang ilmu hadits serta penjelasannya.
D.

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ULUMUL HADIS


Ilmu Hadis atau yang sering diistilahkan dalam bahasa Arab dengan Ulumul Hadis yang
mengandung dua kata, yaitu ‘ulum’ dan ‘al-Hadis’. Kata ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk
jamak dari ‘ilm, jadi berarti ilmu-ilmu, sedangkan al-Hadis dari segi bahasa mengandung
beberapa arti, diantaranya baru, sesuatu yang dibicarakan, sesuatu yang sedikit dan banyak.
Sedangkan menurut istilah Ulama Hadits adalah “apa yang disandarkan kepada Nabi SAW baik
berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah beliau, baik sebelum kenabian atau
sesudahnya”. Sedangkan menurut ahli ushul fiqh, hadis adalah: “perkataan, perbuatan, dan
penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah SAW setelah kenabian.” Adapun sebelum
kenabian tidak dianggap sebagai hadis, karena yang dimaksud dengan hadis adalah mengerjakan
apa yang menjadi konsekuensinya. Dan ini tidak dapat dilakukan kecuali dengan apa yang terjadi
setelah kenabian. Adapun gabungan kata ulum dan al-Hadis ini melahirkan istilah yang
selanjutnya dijadikan sebagai suatu disiplin ilmu, yaitu Ulumul Hadis yang memiliki pengertian
“ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Hadits Nabi SAW”.
Secara garis besar, ulama hadis mengelompokkan ilmu hadis ke dalam dua bidang pokok,
yakni ilmu hadits riwayah dan ilmu hadits dirayah.
1. Ilmu Hadis Riwayah
Menurut bahasa, riwayah dari akar kata rawa, yarwi, riwayatan, yang berarti an-
nagln = memidahkan dan penukilan, adz-dzikir = penyebutan, dan ad-fatl = pemintalan.
Periwayatan adalah memindahkan berita atau menyebutkan berita dari orang tertentu
kepada orang lain dengan dipertimbangkan/dipintal kebenarannya. Dalam bahasa
Indonesia sering disebut riwayat dalam arti memindahkan berita dari sumber berita
kepada orang lain. Ilmu Hadis Riwayah, secara istilah sebagaimana yang dikemukakan
Dr. Shubhi Ash-Shalih:

6
Ilmu Hadis Riwayah adalah ilmu yang mempelajari tentang periwayatan secara teliti dan
berhati-hati bagi segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi baik berupa perkataan, perbuatan,
persetujuan, dan maupun sifat serta segala sesuatu yang disandarkan kepada sahabat tabi’in.
Definisi lain mengatakan :

Ilmu yang mempelajari tentang segala perkataan kepada Nabi, segala perbuatan beliau,
periwayatannya, batas-batasannya, dan ketelitian segala redaksinya.
Kedua definisi di atas memberi konotasi makna yang sama, yaitu objek pembahasannya
adalah perkataan Nabi atau perbuatannya dalam bentuk periwayatan tidak semata-mata datang
sendiri. Di sini berarti fokusnya pada matan atau isi berita hadis yang disandarkan kepada Nabi
atau juga disandarkan kepada sahabat dan tabi’in. oleh karena itu, Ilmu ini disebut riwayah,
karena semata-mata hanya meriwayatkan apa yang disandarkan kepada Nabi.
Ilmu Hadis Riwayah ini sudah ada sejak periode Rasulullah SAW, bersamaan dengan
dimulainya periwayatan hadis itu sendiri. Sebagaimana diketahui, para sahabat menaruh
perhatian tinggi terhadap hadis Nabi Muhammad SAW. Mereka berupaya mendapatkannya
dengan menghadiri majelis Rasulullah SAW dan mendengar serta menyimak pesan atau nasehat
yang disampaikan Nabi Muhammad SAW.
Mereka juga memerhatikan dengan seksama apa yang dilakukan Rasulullah SAW, baik
dalam beribadah maupun aktivitas social, serta akhlak Nabi SAW sehari-hari. Semua itu mereka
pahami dengan baik dan mereka pelihara melalui hapalan mereka. Selanjutnya, mereka
menyampaikannya dengan sangat hati-hati kepada sahabat lain atau tabi’in. para tabi’in pun
melakukan hal yang sama, memahami hadis, memeliharanya, dan menyampaikannya kepada
tabi’in lain atau tabiat-tabiin (generasi sesudah tabi’in).
2. Ilmu Hadis Dirayah
Dari segi bahasa kata dirayah berasal dari kata dara, yadri, daryan,
dirayatan/dirayah = pengetahuan. Sedangkan secara istilah :

7
Ilmu yang mempelajari tentang hakikat periwayatan, syarat-syaratnya, macam-
macamnya, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka, macam-macam
periwayatan, dan hal-hal yang berkaitan dengannya.
Wilayah Ilmu Hadis Dirayah adalah penelitian sanad dan matan, periwayatan, yang
meriwayatkan dan yang diriwayatkan, bagaimana kondisi dan sifat-sifatnya, diterima atau
ditolak, shahih dari Rasul atau dha’if.
Ilmu Hadis Dirayah mempunyai nama-nama lain, seperti ‘Ulum Al-Hadits, Ushul Al-
Hadits, Ushul Ar-Riwayah, dan Mushthalah Al-Hadits. Masing-masing nama tersebut
mempunyai filsafat makna yang berdekatan antara satu dengan yang lain. Ilmu Hadis Dirayah
artinya secara sederhana pengetahuan (dirayah) tentang hadis, baik berkaitan sanad maupun
matan.

B. SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU HADIS


Sesuai dengan perkembangan hadis, ilmu hadis selalu mengiringinya sejak masa
Rasulullah, sekalipun belum dinyatakan sebagai ilmu secara eksplisit. Pada masa Nabi masih
hidup di tengah-tengah sahabat, hadis tidak ada persoalan karena jika menghadapi suatu masalah
atau skeptic dalam suatu masalah mereka langsung bertemu dengan beliau untuk mengecek
kebenarannya. Pemalsuan hadis pun tidak pernah terjadi menurut pendapat ulama ahli hadis.
Adapun pernyataan Ahmad Amin dalam Fajr Al-Islam bahwa dimungkinkan terjadi adanya
pemalsuan hadis pada masa Nabi masih hidup hanya dugaan belaka, tidak disertai bukti dan
memang tidak ada bukti yang mendukungnya.
Setelah Rasulullah meninggal, kondisi sahabat sangat berhati-hati dalam meriwayatkan
hadis karena konsentrasi mereka kepada Alquran yang baru dikondifikasikan pada masa Abu
Bakar tahap awal dan masa Ustman tahap kedua. Masa ini terkenal dengan masa taqlil ar-
riwayah (pembatasan periwayatan), para sahabat tidak meriwayatkan hadis kecuali disertai
dengan saksi dan bersumpah bahwa hadis yang ia riwayatkan benar-benar dari Rasulullah. Pada
masa awal islam belum diperlukan sanad dalam periwayatan hadis karena orangnya masih jujur-
jujur dan saling mempercayai satu dengan yang lain. Akan tetapi, setelah terjadinya konflik fisik
(fitnah) antar politik, yaitu antara pendukung Ali dan Mu’awiyah dan umat berpecah menjadi
beberapa sekte: Syi’ah, Khawarij dan Jumhur Muslimin. Setelah itu mulailah terjadi pemalsuan

8
hadis (hadis mawdhu’) dari masing-masing sekte dalam rangka mencari dukungan politik dari
masa yang lebih luas.
Perkembangan ilmu hadis semakin pesat ketika ahli hadis membicarakan tentang daya
ingat para pembawa dan perawi hadis kuat atau tidak (dhabith), bagaimana metode penerimaan
dan penyampaiannya (tahammul wa ada), hadis yang kontra bersifat menghapus (nasikh dan
mansukh) atau kompromi, kalimat hadis yang sulit dipahami (gharib al-hadits), dan lain-lain.
Akan tetapi, aktivitas seperti itu dalam perkembangannya baru berjalan secara lisan (syafawi)
dari mulut ke mulut dan tidak tertulis.
Ketika pada pertengahan abad kedua Hijriah sampai abad ketiga Hijriah, ilmu hadis
mulai ditulis dan dikodifikasikan dalam bentuk yang sederhana, belum terpisah dari ilmu-ilmu
lain, belum berdiri sendiri, masih campur dengan ilmu-ilmu lain atau berbagai buku atau berdiri
secara terpisah. Misalnya ilmu hadis bercampur dengan ilmu ushul fiqih, atau campur dengan
fiqh.
Sesuai dengan pesatnya perkembangan kodifikasi hadis yang disebut pada masa kejayaan
atau keemasan hadis, yaitu pada abad ketiga Hijriah, perkembangan penulisan ilmu hadis juga
pesat, karena perkembangan keduanya secara beriringan. Namun, penulisan ilmu hadis masih
terpisah-pisah, belum menyatu dan menjadi ilmu yang berdiri sendiri, ia masih dalam bentuk
bab-bab saja.
Perkembangan ilmu hadis mencapai puncak kematangan dan berdiri sendiri pada abad
ke-4 H yang merupakan penggabungan dan penyempurnaan berbagai ilmu yang berkembang
pada abad-abad sebelumnya secara terpisah dan berserakan. Al-Qadhi Abu Muhammad Al-
Hasan bin Abdurrahman bin Khalad Ar-Ramahurmuzi (360 H) adalah orang yang pertama kali
memunculkan ilmu hadis yang paripurna dan berdiri sendiri dalam karyanya Al-Muhaddits Al-
Fashil bin Ar-Rawi wa Al-Wa’i. Akan tetapi, tentunya tidak mencakup keseluruhan
permasalahan ilmu, kemudian diikuti oleh Al-Hakim Abu Abdullah An-Naisaburi (405 H) yang
menulis Ma’rifah ‘Ulum Al-Hadits tetapi kurang sistematik, Al-Khathib Abu Bakar Al-Baghdadi
(364 H) yang menulis Al-Jami li Adab Asy-syaikh wa As-Sami’ dan kemudian diikuti oleh
penulis-penulis lainnya.

9
C. CABANG-CABANG ILMU HADIS
Banyak sekali jumlah cabang ilmu hadis, para ulama menghitungnya secara beragam.
Ibnu Ash Shalah menghitungnya 65 cabang, bahkan ada yang menghitung hanya 6 hingga 10
cabang, tergantung kepentingan penghitung itu sendiri. Ada yang menghitungnya secara
terperinci dan ada pula yang menghitungnya secara global saja. Jika di hitung 6 cabang adalah
Ilmu Tarikh Ar-Ruwah, ‘Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil, ‘Ilmu Gharib Al-Hadits, ‘Ilmu Mukhtalif Al-
Hadits wa Musykilatuh, ‘Ilmu Nasikh Mansukh, dan ‘Ilmu ‘Ilal Al-Hadits.
1. ‘Ilmu Rijal Al-Hadits
‘Ilmu Rijal Al-Hadits dibagi menjadi dua, yaitu ‘Ilmu Tawarikh Ar-Ruwah dan
‘Ilmu Al-Jarh wa Ar-Ta’dil. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ‘Ilmu Tawarikh Ar-
Ruwah:

Adalah ilmu yang mempelajari waktu yang membatasi keadaan kelahiran, wafat,
peristiwa/kejadian, dan lain-lain.
Jadi, ‘Ilmu Tawarikh Ar-Ruwah adalah ilmu yang membahas tentang hal keadaan
para perawi hadis dan biografinya dari segi kelahiran dan kewafatan mereka, siapa guru-
gurunya atau dari siapa mereka menerima sunnah dan siapa murud-muridnya, atau
kepada siapa mereka menyampaikan periwayatan hadis, baik dari kalangan para sahabat,
tabi’in, dan tabi’ tabi’in.
Tujuan ilmu ini adalah untuk mengetahui bersambung (muttashil) atau tidaknya
sanad suatu hadis. Maksud persambungan sanad adalah pertemuan langsung apakah
perawi berita itu bertemu langsung dengan gurunya atau pembawa berita ataukah tidak,
atau hanya pengakuan saja.
2. ‘Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil
Dr. Shubhi Ash Shalih memberikan definisi ‘Ilmu Al-Jarh wa At-Ta’dil, yaitu:

10
Adalah ilmu yang membahas tentang para perawi dari segi apa yang datang dari
keadaan mereka, dari apa yang mencela mereka, atau yang memuji mereka dengan
menggunakan kata-kata khusus.
Jadi, ilmu ini membahas tentang nilai cacat (al-jarh) atau adilnya (at-ta’dil)
seorang perawi dengan menggunakan ungkapan kata-kata tertentu dan memiliki hierarki
tertentu.
Tujuan ilmu ini untuk mengetahui sifat atau nilai keadilan, kecatatan dan atau
ke-dhabith-an (kekuatan daya ingat) seorang perawi hadis. Jika sifatnya adil dan dhabith
maka hadisnya dapat diterima sebagai hadis yang shahih dan jika cacat, tidak ada
keadilan dan ke-dhabith-an maka hadisnya tertolak.
3. ‘Ilmu ‘Ilal Al-Hadits
Dalam bahasa al-illah diartikan al-maradh = penyakit. Dalam istilah ilmu hadis
‘Ilmu ‘Ilal Al-Hadis adalah:

Suatu sebab tersembunyi yang membuat cacat pada hadis, sementara lahirnya
tidak tampak adanya cacat tersebut.
‘Ilmu ‘Ilal Al-Hadits adalah ilmu yang membahas tentang sebab-sebab yang
samar yang membuat kecacatan keshahihan hadis, seperti me-washal-kan hadis yang
munqathu’ dan me-marfu’-kan hadis yang mawquf, memasukkan suatu hadis ke hadis
yang lain. Ilmu ini adalah salah satu dari Ulum Al-Hadits yang paling utama, karena ‘Ilal
Al-Hadits ini tidak dapat terungkap kecuali oleh para ulama yang memiliki keilmuan
yang sempurna tentang dan tingkatan para perawi dan memiliki indra yang kuat tentang
matan dan sanad.
Tujuan mempelajari ilmu ini adalah untuk mengetahui siapa di antara periwayat
hadis yang terdapat ‘illat dalam periwayatannya, dalam bentuk apa dan dimana ‘illat
tersebut terjadi, dan pada sanad atau matan.

11
4. ‘Ilmu Gharib Al-Hadits
‘Ilmu Gharib Al-Hadits adalah:

Adalah ilmu yang mempelajari makna matan hadis dari lafal yang sulit dan asing
bagi kebanyakan manusia, karena tidak umum dipakai orang arab.
Tujuan ilmu ini untuk mengetahui mana kata-kata dalam hadis yang tergolong
gharib dan bagaimana metode para ulama memberikan interprestasi kalimat gharib dalam
hadis tersebut. Apakah melalui perbandingan beberapa sanad dalam hadis yang sama atau
melalui jalan lain.
5. ‘Ilmu Mukhtalif Al-Hadits
Dr. Mahmud Ath-Thahan menjelaskan secara sederhana bahwa Mukhtalif Al-
Hadits adalah:

Hadis makbul kontradiksi dengan sesamanya serta memungkinkan


dikompromikan antara keduanya.
Ilmu Mukhtalif Al-Hadits adalah ilmu yang membahas hadis-hadis yang lahirnya
terjadi kontradiksi akan tetapi dapat dikompromikan, baik dengan cara di-taqyid
(pembatasan) yang mutlak, takhshish al-am (pengkhususan yang umum), atau dengan
yang lain. Ilmu ini juga disebut Ilmu Talfiq Al-Hadist.
Tujuan ilmu ini mengenai hadis mana saja yang kontra satu dengan yang lain dan
bagaimana pemecahannya atau langkah-langkah apa yang dilakukan para ulama dalam
menyikapi hadis-hadis yang kontra tersebut.
6. ‘Ilmu Nasikh wa Mansukh
Menurut ulama ushul fiqih, nasakh adalah:

12
Pembatalan hokum syara’ oleh syari’ (pembuat syariat) dengan dalil syara’ yang
datang kemudian.
‘Ilmu Nasikh wa Mansukh menurut ahli hadis adalah:

Ilmu yang membahas tentang hadis-hadis yang menasakh dan yang dinasakh.
‘Ilmu Nasikh wa Mansukh membahas hadis-hadis yang kontradiktif yang tidak
mungkin dikompromikan, maka salah satunya yang datangnya belakangan sebagai nasikh
dan yang lain datangnya duluan sebagai mansukh. Misalnya transaksi nikah kontrak
pernah diperbolehkan dalam suatu pertempuran berbulan-bulan, kemudian belakangan di
larang rasulullah. Demikian juga masalah ziarah kubur dan membekam.
Tujuan mempelajari ilmu ini untuk mengetahui salah satu proses hukum yang
dihasilkan dari hadis dalam bentuk nasikh mansukh dan mengapa terjadi nasikh mansukh.
7. ‘Ilmu Fann Al-Mubhamat
‘Ilmu Fann Al-Mubhamat adalah:

Adalah ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang samar namanya dalam
matan dan sanad.
Tujuan ilmu ini mengetahui siapa sebenarnya nama-nama atau identitas orang-
orang yang disebutkan dalam matan atau sanad hadis yang masih samar-samar atau
tersembunyi.
Di antara yang menyusun ilmu ini adalah Al-Khatib Al-Baghdadi yang kemudian
diringkas dan dibersihkan oleh An-Nawawi dalam bukunya Al-Isyarat ila Bayani Asma
Al-Mubhamat. Waliyuddin Al-Iraqi dengan karyanya Al-Mustafad min Mubhamat Al-
Matn wa Al-Isnad, dan lain-lain.
8. ‘Ilmu Asbab Wurud Al-Hadits
Menurut istilah Asbab Al-Wurud Al-Hadits adalah:

13
Ilmu yang menerangkan sebab-sebab datangnya hadis dan beberapa
munasabahnya (latar belakangnya).
‘Ilmu Asbab Wurud Al-Hadits adalah ilmu yang menjelaskan tentang sebab-sebab
datangnya hadis, latar belakang, dan waktu terjadinya. Tujuan mengetahui ilmu ini adalah
mengetahui sebab-sebab dan latar belakang munculnya suatu hadis, sehingga dapat
mendukung dalam pengkajian makna hadis yang dikehendaki.
Ulama pertama yang menyusun ilmu ini adalah Abu Hafsh Umar bin Muhammad
Bin Raja Al-Ukrabi (309 H), Ibnu Hamzah Al-Huzaini (1120 H) yang menulis Al-Bayan
wa At-Ta’rif, As-Suyuthi (911 H) yang menulis Asbab Wurud Al-Hadits atau Al-
Luma’fi Asbab Wurud Al-Hadits, dan sebagainya.
9. ‘Ilmu Tashhif wa Tahrif
‘Ilmu Tashhif wa Tahrif adalah:

Ilmu yang membahas hadis-hadis yang diubah titiknya (mushahhaf) atau diubah
bentuknya (muharraf).
Tujuannya, mengetahui kata-kata atau nama-nama yang salah dalam sanad atau
matan hadis dan bagaimana sesungguhnya yang benar sehingga tidak terjadi kesalahan
terus-menerus dalam penulisan dan mengetahui derajat kualitas kecerdasan dan e-
dhabith-an seorang perawi
Di antara kitab yang membicarakan tentang ilmu ini adalah kitab Ad-Dar Quthni
(385 H) At-Tashhif li Ad-Daruquthni, dan kitab Tashhifat Al-Muhadditsin yang ditulis
oleh Abu Ahmad Al-Askari (283 H), Ishlah Khatha’ Al-Muhadditsin yang ditulis oleh
Al-Khathabi, dan lain-lain.
10. ‘Ilmu Mushthalah Al-Hadits
‘Ilmu Mushthalah Al-Hadits adalah:

14
Ilmu yang membahas tentang pengertian istilah-istilah ahli hadis dan yang dikenal
di antara mereka.
Maksudnya, ilmu ini membicarakan pengertian istilah-istilah yang dipergunakan
ahli hadis dalam penelitian hadis dan di sepakati mereka, sehingga menjadi popular di
tengah-tengah mereka. Misalnya, sanad, matan, mukharrij, mutawatir ahad, shahih dha’if,
dan lain-lain.
Tujuannya, untuk memudahkan para pengkaji dan peneliti hadis dalam
mempelajari dan riset hadis, karena para pengkaji dan peneliti tidak akan dapat
melakukan kegiatannya dengan mudah tanpa mengetahui istilah-istilah yang telah
disepakati oleh para ulama.
Di antara ulama yang pertama menulis ilmu ini adalah Abu Muhammad Ar-
Ramahurmuzi (360 H) yang menulis Al-Muhaddits Al-Fashil Bayn Ar-Rawi wa Al-Wa’I,
kemudian diikuti oleh yang lain seperti Al-Hakim An-Naisaburi (430 H) yang menulis
Ma’rifat ‘Ulum Al-Hadits dan Abu Nu’aim Al-Ashbahani (430 H) Al-Mustakhraj ‘ala
Ma’rifat Ulum Al-Hadits.

15
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ilmu Hadits Dirayah adalah “Ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah, dasar-
dasar, peraturan-peraturan yang dengannya diketahui perbedaan antara hadits yang shahih
yang disandarkan kepada Rasulullah saw., dan hadits yang diragukan penyandaran
kepadanya.
Ilmu Hadits Riwayah adalah “ilmu yang mempelajari hadits-hadits yang
disandarkan kepada Nabi saw., baik perkataan, perbuatan, ketetapan, tabi’at maupun
tingkah lakunya.”

Sejarah pertumbuhan dan perkembangan ulumul hadits terbagi beberapa periode :


1. Hadits Pada Masa Rasullah saw.
2. Hadits Pada Masa Sahabat
3. Hadits Pada Masa Tabi’in
4. Hadits Pada Abad Ke- 3
5. Hadits Pada Abad Ke- 4
6. Hadits Pada Abad Ke- 5 – Sekarang

Cabang-cabang “ulum al-hadits” antara lain:


1. ‘Ilmu Rijal Al-Hadits ( ‫) علم رجال الحديث‬
2. ‘Ilmu Al-Jarh Wa At-Ta’dil ( ‫) علم الجرح والتعديل‬
3. ‘Ilmu ‘Ilal Al-Hadits (‫)علم علل ا لحد يت‬
4. ‘Ilmu Gharib Al-Hadits (‫)علم غر يب ا لحد يث‬
5. ‘Ilmu Mukhtalif Al-Hadits ( ‫) علم مختلف الحديث‬
6. ‘Ilmu Al-Nasikh wa Al-mansukh ( ‫) علم النسخ والمنسوخ‬
7. ‘Ilmu Fann Al-Mubhamat
8. ‘Ilmu Asbab Al-Wurud (‫)علم ا سبا ب ا لورود‬
9. ‘Ilmu Al-Tash-hif Wa Al-Tahrif ( ‫) علم التصحيف والتحريف‬
10. ‘Ilmu Mushthalah Al-Hadits

16
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Abdul Majid Khon, M.ag. 2012. Ulumul Hadis. Jakarta: AMZAH

Drs. M. Agus Solahudin, M.ag. 2009. Ulumul Hadis. Bandung: CV. Pustaka Setia

Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.ag. 2010. Ilmu Hadis. Makassar: CV. Berkah Utami

Drs. H. Muhammad Ahmad. 2000. Ulumul Hadis. Bandung: CV. Pustaka Setia

17

Anda mungkin juga menyukai