Dosen pembimbing :
Disusun oleh:
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah Swt, Rabb semesta alam. Tidak ada
daya dan upaya selain dari Nya. Semoga kita selalu dilimpahkan rahmat dan karunia
Nya dalam mengarungi kehidupan ini.
Salawat dan salam selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Beserta
keluarga, sahabat dan orang-orang yang mengikutinya sampai akhir zaman di
manapun mereka berada.
Alhamdulillah dengan izin dan kehendak dari Nyalah, sehingga makalah ini
dapat kami selesaikan. Makalah ini kami beri judul “Ilmu Hadits Dirayah”. Dalam
makalah dijelaskan tentang pengertian ilmu hadits dirayah, dan tujuan dan faedah
dari ilmu hadits dirayah. Dengan penjelasan dalam makalah ini diharapkan kepada
para pembaca lebih memahami tentang Ilmu Hadist Dirayah dan supaya dapat
menjadi nilai tambah dalam mempelajari Islam.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing yang
telah memberikan gambaran tentang materi yang harus selesaikan dan juga semua
pihak yang turut membantu menyelesaikan makalah ini.
Terakhir, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
untuk lebih menyempurnakan makalah ini, agar makalah ini lebih sempurna pada
masa yang akan datang.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu Hadis atau yang sering diistilahkan dalam bahasa Arab dengan Ulumul
Hadtis yang mengandung dua kata, yaitu ‘ulum’ dan ‘al-Hadits’. Kata ulum dalam
bahasa Arab adalah bentuk jamak dari ‘ilm, jadi berarti ilmu-ilmu, sedangkan al-
Hadits dari segi bahasa mengandung beberapa arti, diantaranya baru, sesuatu yang
dibicarakan, sesuatu yang sedikit dan banyak. Sedangkan menurut istilah Ulama
Hadits adalah “apa yang disandarkan kepada Nabi SAW baik berupa ucapan,
perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah beliau, baik sebelum kenabian atau
sesudahnya”. Sedangkan menurut ahli ushul fiqh, hadis adalah: “perkataan,
perbuatan, dan penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah SAW setelah
kenabian.” Adapun sebelum kenabian tidak dianggap sebagai hadis, karena yang
dimaksud dengan hadis adalah mengerjakan apa yang menjadi konsekuensinya.
Dan ini tidak dapat dilakukan kecuali dengan apa yang terjadi setelah kenabian.
Adapun gabungan kata ulum dan al-Hadis ini melahirkan istilah yang selanjutnya
dijadikan sebagai suatu disiplin ilmu, yaitu Ulumul Hadits yang memiliki pengertian
“ilmu-ilmu yang membahas atau berkaitan dengan Hadits Nabi SAW”.
Pada mulanya, ilmu hadis memang merupakan beberapa ilmu yang masing-
masing berdiri sendiri, yang berbicara tentang Hadis Nabi SAW dan para perawinya,
sepertiIlmu al-Hadis al-Sahih, Ilmu al-Mursal, Ilmu al-Asma’ wa al-Kuna, dan lain-
lain. Penulisan ilmu-ilmu hadis secara parsial dilakukan, khususnya, oleh para ulama
abad ke-3 H. Umpamanya, Yahya ibn Ma’in (234H/848M) menulis Tarikh al-Rijal,
Muhammad ibn Sa’ad (230H/844) menulis Al—Tabaqat, Ahmad ibn Hanbal
(241H/855M) menulis Al-‘Ilaldan Al-Nasikh wal Mansukh, serta banyak lagi yang
lainnya.
Ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat parsial tersebut disebut dengan Ulumul
Hadis, karena masing-masing membicarakan tentang Hadis dan para perawinya.
Akan tetapi, pada masa berikutnya, ilmu-ilmu yang terpisah itu mulai digabungkan
dan dijadikan satu, serta selanjutnya dipandang sebagai satu disiplin ilmu yang
berdiri sendiri. Terhadap ilmu yang sudah digabungkan dan menjadi satu kesatuan
tersebut tetap dipergunakan nama Ulumul Hadis, sebagaimana halnya sebelum
disatukan. Jadi penggunaan lafaz jamak Ulumul Hadis setelah keadaannya menjadi
satu adalah mengandung makna mufrad atau tunggal, yaitu Ilmu Hadits, karena
telah terjadi perubahan makna lafaz tersebut dari maknanya yang pertama
(beberapa ilmu yang terpisah) menjadi nama dari suatu disiplin ilmu yang khusus
yang nama lainnya adalah Musthalahul Hadits.
Ilmu Hadits Dirayah, dari segi bahasa kata dirayah berasal dari kata dara,
yadri, daryan, dirayatan/dirayah = pengetahuan, jadi yang dibahas nanti dari segi
pengetahuannya yakni pengetahuan tentang hadits atau pengantar ilmu hadits.
Secara istilah
Artinya:
“Ilmu yang mempelajari tentang hakikat periwayatan, syarat-syaratnya, macam-
macamnya, dan hukum-hukumnya, keadaan para perawi, syarat-syarat mereka,
macam-macam periwayatan, hal-hal yang berkaitan dengannya” 1
1
As-Suyuthi, Tadrib Ar-Rawi..., juz 1, hlm. 40.
2
M. Ajjaj al-Khatib, Ushul al-Hadits, hlm. 8.
Istilah ilmu hadits dirayah, menurut As-Suyuthi, muncul setelah masa Al-
Khatib Al Baghdadi, yaitu pada masa Al-Akfani. Ilmu ini dikenal juga dengan sebutan
ilmu ushul al-hadits, ‘ulum al-hadits, musthalah al-hadits, dan qawa’id al-tahdits.4
Definisi yang paling baik, seperti yang diungkapkan oleh ‘Izzuddin bin
Jama’ah, yaitu.
”ilmu yang membahas pedoman-pedoman yang dengannya dapat diketahui
keadaan sanad dan matan”.5
Dari pengertian tersebut, kita bisa mengetahui bahwa ilmu hadits dirayah
adalah ilmu yang mempelajari kaidah-kaidah untuk mengetahui hal ihwal sanad,
matan, cara menerima dan meyampaikan hadits, sifat rawi, dan lain-lain.
Sasaran kajian ilmu hadits dirayah adalah sanad dan matan dengan segala
persoalan yang terkandung di dalamnya yang turut mempengaruhi kualitas hadits
tersebut. Kajian terhadap masalah-masalah yang bersangkutan dengan sanad
disebut naqd as-sanad (kritik sanad) atau kritik ekstren.
Disebut demikian karena yang dibahas ilmu itu adalah akurasi (kebenaran)
jalur periwayatan, mulai sahabat sampai kepada periwayat terahkir yang menulis
dan membukukan hadits tersebut.
3. Syad, yakni kejanggalan yang terdapat atau bersumber dari sanad. Misalnya, hadits
yang diriwayatkan oleh seorang yang tsiqah, tetapi menyendiri dan bertentangan
dengan hadits yang diriwayatkan oleh periwayat-periwayat tsiqah lainnya.
4. ‘Illat, yakni cacat yang tersembunyi pada suatu hadits yang kelihatannya baik atau
sempurna. Syadz dan ‘illat ada kalanya terdapat juga pada matan dan untuk
menelitinya diperlukan penguasaan ilmu yang mendalam.
Kajian terhadap masalah yang menyangkut matan disebut naqd al-matan
(kritik matan) atau kritik intern. Disebut demikian karena yang dibahasnya adalah
materi hadits itu sendiri, yakni perkataan, perbuatan, atau ketetapan Rasulullah
SAW. Pokok pembahasannya meliputi :
A. Kesimpulan
Ilmu Hadits Dirayah inilah yang pada masa selanjutnya secara umum dikenal
dengan Ulumul Hadits, Mushthalah al-Hadits, atau Ushul al-Hadits. Keseluruhan
nama-nama di atas, meskipun bervariasi, namun mempunyai arti dan tujuan yang
sama, yaitu ilmu yang membahas tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui keadaan
perawi (sanad), dan marwi (matan) suatu Hadits, dari segi diterima, dan
ditolaknya.1
Para Ulama Hadits membagi Ilmu Hadits Dirayah atau Ulumul Hadits ini
kepada beberapa macam, berdasarkan kepada permasalahan yang dibahas
padanya, seperti pembahasan tentang pembagian Hadist Shahih, Hasan, dan
Dha’if, sefrta macam-macamnya, pembahasan tentang tata cara penerimaan
(tahammul) dan periwayatan (adda’) Hadits, pembahasan al-jarih dan al-ta’dil serta
tingkatan-tingkatannya, pembahasan tentang perawi, latar belakang kehidupannya,
dan pengklasifikasiannya antara yang tsiqat dan dha’if, dan pembahasan lainnya.
Masing-masing pembahasan di atas dipandang sebagai maccam-macam dali
Ulumul Hadits, sehingga karena banyaknya, Imam al-Suyuthi menyatakan bahwa
tidak terhingga jumlahnya.2 Ibn al-Shalah menyebutkan ada 65 macam Ulumul
Hadits, sesuai dengan pembahasannya, sepertinya yang dikemukakan di atas. 3
B. Saran
Dengan kerendahan hati, penulis merasa makalah ini sangat sederhana dan
jauh dari kesempuraan. Saran kritik yang konstuktif sangat diperlukan demi
kesempurnaan makalah sehingga akan lebih bernanfaat kontibusinya bagi hazanah
keilmuan. Wallahu a’lam.