Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tarikh al-‘Ulum al-‘Arabiyyah
Disusun oleh:
Syarah Yunita 11180120000011
Marhaban Istiqama Ode 11180120000012
Dengan menyebut nama Allah swt yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji
syukur kehadirat-Nya yang telah memberikan berbagai macam nikmat, terutama nikmat iman,
islam, dan sehat wal‟afiat. Atas karunia-Nya, kami masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini dengan lancar tanpa hambatan sesuatu apapun. Shalawat teriring
salam tidak henti-hentinya kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, yang
telah membawa kita dari zaman gelap gulita ke zaman terang penuh rahmat.
Dalam makalah ini, kami membahas tentang Ilmu Hadits yang disusun
berdasarkan referensi dari berbagai sumber buku, jurnal, dan artikel. Makalah ini diharapkan
bisa menambah wawasan dan pengetahuan yang selama ini kita cari. Kami berharap bisa
dimanfaatkan semaksimal dan sebaik mungkin. Selain itu, kami juga sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk tindaklanjut dari makalah ini yang lebih baik. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kaum akademisi pada umumnya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
C. Tujuan ............................................................................................................................. 2
BAB II ........................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah al-qur‟an. Hadis merupakan
sumber berita yang datang dari Nabi Muhammad SAW dalam segala bentuk, baik berupa
perkataan (Qawli), perbuatan (Fi’li), maupun sikap persetujuan (Taqriri). Hadis juga
dapat didefinisi sebagai sesuatu yang datang atau sesuatu yang bersumberkan dari Nabi
atau disandarkan kepada Nabi.
Hadis berfungsi sebagai penjelas atau tambahan terhadap al-Qur‟an. Teks al-
Qur‟an sebagai pokok asal, sedangkan hadis sebagai penjelas (tafsir) yang dibangun
karenanya. Para sahabat menerima langsung penjelasan Nabi tentang syariah yang
terkandung dalam al-Qur‟an, baik berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapan beliau
yang disebut dengan sunnah. Demikian juga umat Islam setelahnya, tidak mungkin dapat
memahami hakikat al-Qur‟an kecuali harus kembali pada sunnah atau hadis.
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dasar dan urgensi dari ilmu hadis?
2. Apa manfaat mempelajari Ilmu Hadis?
3. Apa saja ruang lingkup dalam ilmu hadis?
4. Siapakah tokoh-tokoh yang berperan dalam ilmu hadis?
1
2
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar dan urgensi ilmu hadis
2. Mengetahui manfaat mempelajari Ilmu hadis
3. Mengetahui ruang lingkup dalam ilmu hadis
4. Mengetahui tokoh-tokoh yang berperan terhadap ilmu hadis
5. Mengetahui hubungan atau korelasi antara bahasa Arab dan ilmu hadis.
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
ilmu yang khusus, yang nama lainnya adalah Mushthalah al-Hadits. Para Ulama yang
menggunakan nama Ulum al-Hadits, diantaranya adalah Imam al-Hakim al-Naisaburi
(405 H/ 1014 M), Ibn al-Shalah (643 H/1246 M), dan Ulama kontemporer seperti Zhafar
Ahmad ibn Lathif al-Utsmani al-Tahanawi (1394 H/1974 M), dan Shubhi al-Shalih.
Sementara itu, beberapa ulama yang datang setelah Ibn al-Shalah, seperti Al-'Iraqi (806
H/1403 M) dan Al-Suyuthi (911 H/1505 M), menggunakan lafaz mufrad, yaitu limu al-
Hadits, di dalam berbagai karya mereka.1
Pada dasarnya Ulumul Hadits telah lahir sejak dimulainya periwayatan hadits di
dalam Islam, terutama setelah Rasul SAW wafat, ketika umat merasakan perlu nya
menghimpun hadits-hadits Rasul SAW dikarenakan adanya kekhawatiran hadits-hadits
tersebut akan hilang atau lenyap. Para Sahabat mulai giat melakukan pen catatan dan
periwayatan hadits. Mereka telah mulai mempergunakan kaidah-kaidah dan metode-
metode ter tentu dalam menerima hadits, namun mereka belumlah menuliskan kaidah-
kaidah tersebut.
Dasar dan landasan periwayatan hadits di dalam Islam dijumpai di dalam Al-
Qur'an dan Hadits Rasul SAW. Didalam surat Al-Hujurat ayat 6, Allah SWT me
1
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta, PT Mutiara Sumber Widya, 1998), h. 1-3
2
http://digilib.uinsby.ac.id/15979/4/Bab%201.pdf diakses pada 20 Maret 2021 pukul 17.30 WIT
5
((نَضََّر هللاُ ْامَرءاً ََِس َع ِمنَّا َح ِديْثاً فَ َح ِفظَوُ — َوِ ِْف:اَّلل ملسو هيلع هللا ىلص يَ ُق ْو ُل
َِّ ََِسَت رسوَل:عن زي ِد ب ِن ََثبِت رصي هللا عنو قاَ َل
ُْ َ ُ ْ ْ َْ ْ َ
))س بَِف ِقْي ٍو ٍ ِ ِ ِ َّ ور،ب ح ِام ِل فِ ْق ٍو إِ ََل من ىو أَفْ َقو ِمْنو
َ ب َحامل ف ْقو لَْيَُ ُ ُ َُ ْ َ
ِ ِ
َ َّ اىا َو َحفظَ َها — َح ََّّت يُبَ ٰلّغَوُ فَ ُر
ٍ
َ فَ َو َع:لَ ْفظ
“Dari Zaid bin Tsabit rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata, “Aku pernah mendengar
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda, „Semoga Allah mencerahkan
(mengelokkan rupa) orang yang mendengar hadits dariku, lalu dia menghapalnya‟ —
dalam lafadz riwayat lain, „lalu dia memahami dan menghapalnya—, hingga (kemudian)
dia menyampaikannya (kepada orang lain), terkadang orang yang membawa ilmu agama
menyampaikannya kepada orang yang lebih paham darinya, dan terkadang orang yang
membawa ilmu agama tidak memahaminya‟.” (Hadits yang shahih dan mutawatir).
3
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, Op. cit, h. 15
4
https://litequran.net/al-hujurat diakses pada 24 Maret 2021 pukul 03.35 WIT
6
Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud no. 3660, at-Tirmidzi no. 2656,
Ibnu Majah no. 230, ad-Darimi no. 229, Ahmad 5/183, Ibnu Hibban no. 680, ath-
Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabiir no. 4890, dan imam-imam lainnya.5
Berdasarkan ayat al-Qur‟an dan hadits nabi diatas, maka para sahabat mulai
meneliti dan bersikap hati-hati dalam menerima dan meriwayatkan hadits-hadits nabi
saw, terutama apabila mereka meragukan si pembawa atau penyampai riwayat tersebut.
Dengan demikian, mulailah lahir pembicaraan mengenai isnad dan nilainya dala
menerima dan menolak riwayat.
Setelah terjadi fitnah di dalam kehidupan umat Islam, para Sahabat mulai
meminta keterangan tentang orang-orang yang menyampaikan hadits atau khabar kepada
mereka. Mereka menerima atau mengambil hadits dari orang-orang yang tetap berpegang
kepada sunnah Rasul SAW, dan sebaliknya mereka tidak mengambil hadits dari mereka
para ahli bid'ah.6
5
Abdullah Taslim, Kemuliaan pembawa Hadits Rasulullah, diakses dari https://www.alquran-
sunnah.com/artikel/kategori/hadits/493-kemuliaan-pembawa-hadits-rasulullah.html pada 24 Maret 2021 pukul
05.00 WIT
6
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, Op. cit, h. 16-17
7
Abdul Mujid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: AMZAH, 2013), h. 86
7
عٰلم احلديث اخلاص ابلرواية عٰلم يشمل عٰل نقل أقوال النيب صٰل هللا عٰليو و سٰلم و أفَالو و روايتها و
ىو الَٰلم يقوم عٰل نقل ما أضيف إَل النيب صٰل هللا عٰليو و سٰلم من قول أو فَل أو تقرير أو صفة خٰلقية
Dari kedua definisi di atas dapat dipahami bahwa Ilmu Hadits Riwayah pada dasarnya
adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau
pembukuan hadits Nabi SAW.
8
Objek kajian Ilmu Hadits Riwayah adalah hadits Nabi SAW dari segi periwayatan
dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:
1) cara periwayatan hadits, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga cara
penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lain;
2) cara pemeliharaan hadits, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan, dan
pembukuannya.
Sedangkan tujuan dan urgensi ilmu ini adalah: pemeliharaan terhadap hadits Nabi
SAW agar tidak lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam
proses periwayatannya atau dalam penulisan dan pembukuannya. Dengan demikian,
hadits-hadits Nabi SAW dapat terpelihara kemurniannya dan dapat diamal kan hukum-
hukum dan tuntunan yang terkandung di dalamnya, yang hal ini sejalan dengan perintah
Allah SWT agar menjadikan Nabi SAW sebuah ikutan dan suri teladan dalam kehidupan
ini (QS Al-Ahzab, 33: 21)
Ilmu Hadits Riwayah ini sudah ada semenjak Nabi SAW masih hidup, yaitu
bersamaan dengan dimulainya periwayatan hadits itu sendiri. Para Sahabat Nabi SAW
menaruh perhatian yang tinggi terhadap hadits Nabi SAW. Mereka berupaya untuk
memperoleh hadits-hadits Nabi SAW dengan cara mendatangi majelis Rasul SAW serta
mendengar dan menyimak pesan atau nasihat yang disampaikan beliau. Sedemikian besar
perhatian mereka sehingga kadang-kadang mereka berjanji satu sama lainnya untuk
secara bergantian menghadiri majelis Nabi SAW tersebut, manakala di antara mereka ada
yang sedang berhalangan. Hal tersebut seperti yang dilakukan oleh "Umar r.a.. yang
menceritakan. Aku beserta seorang tetanggaku dari kaum Ansar, yaitu Bani Umayyah ibn
Zaid secara bergantian menghadiri majelis Rasul SAW. Apabila giliranku yang hadir
maka aku akan menceritakan kepadanya apa yang aku dapatkan dan Rasul SAW pada
hari itu, dan sebaliknya, apabila giliran dia yang hadir, maka dia pun akan melakukan hal
yang sama.
Mereka juga memperhatikan dengan seksama apa vang dilakukan Rasul SAW.
baik dalam beribadah maupun dalam aktivitas dan akhlak Nabi SAW sehari-hari. Semua
9
yang mereka terima dan dengar dari Rasul SAW mereka pahami dengan baik dan mereka
pelihara melalui hafalan mereka. Tentang hal itu Anas bin Malik mengatakan:
فإذا قمنا تذاكرانه فيما بيننا حَّت،كن نكون عند النيب صٰل الو عٰليو و سٰلم فنسمع منو احلديث
ّ
حنفظو
“Manakala kami berada di majelis Nabi SAW kam mendengarkan hadits dari
beliau; dan apabila kam berkumpul sesama kami, kami saling mengingatkan
(saling melengkapi) hadits-hadits yang kami milik sehingga kami menghafalnya.”
Apa yang telah dimiliki dan dihafal oleh para Sahabat dari hadits-hadits Nabi
SAW, selanjutnya mereka sampaikan dengan sangat hati-hati kepada Sahabat lain yang
kebetulan belum mengetahuinya, atau kepada para Tabi'in. Para Tabi'in pun melakukan
hal yang sama, yaitu memahami, memelihara dan menyampaikan hadits-hadits Nabi
SAW kepada Tabi'in lain atau Tabi' al-Tabi'in. Hal ini selain dalam rangka memelihara
kelestarian hadits Nabi SAW, juga dalam rangka menunaikan pesan yang terkandung di
dalam hadits Nabi SAW yang telah disebutkan sebelumnya.
Berbeda hanya dengan Ilmu Hadits Dirayah, pembicaran dan perkembangannya tetap
berialan sejalan dengan perkembangan dan lahirnya berbagai cabang dalam Ilmu Hadits
Dengan demikian, pada masa berikutnya apabila terdapat pembicaraan dan pengkajian
ilmu hadits, maka yang dimaksud adalah ilmu hadits Dirayah, yang oleh para ulaa hadits
disebut juga „Ilm Musthalahah al-Hadits atau „Ilm Ushul Hadits.8
Para ulama memberikan definisi yang bervariasi terhadap Ilmu Hadits Dirayah
ini. Akan tetapi, apabila dicermati definisi-definisi yang mereka kemukakan, terdapat
titik persamaan di antara satu dan yang lainnya, terutama dari segi sasaran kajian dan
pokok bahasan nya. Ibn al-Akfani memberikan definisi Ilmu Hadits Dirayah sebagai
berikut:
عٰلم يَرف منو حقيقة الرواية وشروطها وأنواعها وأحكامها وحال: وعٰلم احلديث اخلاص ابلدراية
Uraian dan elaborasi dari definisi di atas diberikan oleh Imam al-Suyuthi, acbagai
berikut:
“Hakikat riwayat, adalah kegiatan periwayatan Sunnah (Hadits) dan
penyandarannya kepada orang yang meriwayatkannya dengan kalimat tahdits, yaitu
perkataan seorang perawi "haddatsana fulan, telah menceritakan kepada kami si
Fulan), atau ikhbar, seperti perkataannya "akhbarana fulan", (telah mengabarkan
kepada kami si Fulan).”
8
Ibid, h. 3-9
11
Hukum riwayat, adalah al-qabul, yaitu diterimanya suatu riwayat karena telah
memenuhi persyaratan tertentu, dan al-radd, yaitu ditolak, karena adanya persyaratan
tertentu yang tidak terpenuhi.
Keadaan para perawi, maksudnya adalah, keadaan mereka dari segi keadilan
mereka (al-'adalah) dan ketidakadilan mereka (al-jarh).
Syarat-syarat mereka, yaitu syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh scorang perawi
ketika menerima riwayat (syarat-syarat pada tahammul) dan syarat ketika menyampaikan
riwayat (syarat pada al-adda'),
12
Objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadis Dirayah ini, berdasarkan definisi di
atas, adalah sanad dan matan hadits.
Pembahasan tentang sanad meliputi: (i) segi persambungan sanad (ittishal al-
sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad hadis haruslah bersambung mulai dari sahabat
sampai kepada periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan hadis tersebut;
oleh karenanya, tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus,
tersembunyi, tidak diketahui identitasnya atau tersamar; (ii) segi keterpercayaan sanad
(tsiqat al-sanad), yaitu bahwa setiap perawi yang terdapat di dalam sanad suatu hadis
harus memiliki sifat adil dan dhabith (kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi
hadisnya); (ii) segi keselamatannya dari kejanggalan (syadz); (iv) keselamatannya dari
cacat ('illat); dan (v) tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad.
Tujuan dan urgensi Ilmu Hadits Dirayah adalah untuk mengetahui dan
menetapkan hadis-hadis yang Maqbul yang dapat diterima sebagai dalil atau untuk
diamalkan dan yang Mardud (yang ditolak).
Para Ulama Hadis membagi Ilmu Hadis Dirayah atau Ulumul Hadis ini kepada
beberapa macam, berdasarkan kepada permasalahan yang dibahas padanya, seperti
pembahasan tentang pembagian Hadis Shahih, Hasan, dan Dha'if, serta macam-
macamnya, pembahasan tentang tata cara penerimaan (tahammul) dan periwayatan
(adda') Hadis, pembahasan al-jarih dan al-ta'dil serta tingkatan tingkatannya,
13
Meskipun macam-macam Ilmu Hadis yang disebutkan oleh para Ulama Hadits
demikian banyaknya, namun secara khusus yang menarik perhatian para Ulama Hadis
untuk dibahas secara lebih mendalam diantaranya adalah Ilmu Rijal al-Hadits dengan
kedua cabangnya yakni Ilmu tarikh Ar-Ruwat, Ilmu al-Jarah wa al-Ta’dil, Ilm Asbab
Wurud al-Hadits, Ilmu Gharib al-Hadits, Ilmu Mukhtalaf al-Hadits, Ilmu Ma'ani al-
Hadits, Ilmu Nasikh wa al-Mansukh, dan lain-lain. 9
4. Imam At-Tirmizi
Imam At-Tirmidzi adalah orang pertama yang mengelompokkan hadis dalam
kategori hasan, di antara sahih dan dhaif. Imam At-Tirmidzi adalah satu dari enam
ulama hadis terkemuka. Nama besarnya mengacu kepada tempat kelahirannya,
yaitu Turmudz, sebuah kota kecil di bagian utara Iran.
15
Nama lengkapnya Muhammad bin Isa bin Saurah bin Adh-Dhahak As-Salami
Al-Bughi. Ia sering dipanggil Abu Isa. Lahir pada bulan Zulhijjah tahun 209
Hijrah. Yusuf bin Ahmad al-Baghdadi, menuturkan, Abu Isa mengalami
kebutaan pada masa menjelang akhir usianya.
Semenjak kecil, At-Tirmidzi sudah gemar mempelajari berbagai disiplin ilmu
keislaman, termasuk ilmu hadis. Ia mulai mempelajari ilmu hadis ketika berumur
20 tahun di sejumlah kota-kota besar di wilayah kekuasaan Islam saat itu, di
antaranya adalah Kota Khurasan, Bashrah, Kufah, Wasith, Baghdad, Makkah,
Madinah, Ray, Mesir, dan Syam.
5. Ibnu Majah
Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin
Majah Al Quzwaini. Ia dilahirkan pada tahun 207 Hijriah dan meninggal pada
hari selasa, delapan hari sebelum berakhirnya bulan Ramadan tahun 275. Ia
menuntut ilmu hadis dari berbagai negara hingga beliau mendengar hadis dari
madzhab Maliki dan Al Laits. Sebaliknya banyak ulama yang menerima hadits
dari beliau. Ibnu Majah menyusun kitab Sunan Ibnu Majah, salah satu kitab yang
masuk dalam Kutub As-Sittah.
Gaya bahasa Nabi Itu ablagh (singkat, padat, memikat). Keindahannya menepati
rangking kedua setelah Alquran, keunggulannya tidak bisa ditandingi oleh gaya
bahasa pujangga atau retorika orator ulung mana pun. Kata-katanya jernih, indah dan
tenang sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga enak didengar dan mudah dicerna.
Bahasa Nabi berbeda dengan para penyair atau penulis (sebelum kelahiran beliau),
yang seringkali menuliskan karyanya dengan kalimat-kalimat rancu dan dibuat-buat
sehingga maknanya sulit dimengerti, maka untuk memahami sebuah syair, mereka
harus memeras otak atau dengan cara menghafalnya.
Dengan adanya hadis rasulullah saw, maka para penyair merujuk kepada ucapan
rasulullah (selain Alquran) sehingga syairnya tidak sulit untuk dipahami. Gaya bahasa
Nabi saw itu sederhana, dan dapat dimengerti oleh setiap orang. lbarat pohon, gaya
bahasa beliau itu buahnya, sedangkan gaya bahasa penyair dan ahli balagah itu
daunnya. Hal ini dijadikan dan dianggap hadis rasul dan Alquran sebagai sekolah
tinggi bahasa dan sastra yang dapat mendidik orang untuk menjadi penyair, penulis
atau orator.
Oleh Ali Abdul Wahid Wafi menjelaskan bahwa ada 2 pengaruh hadis yang
sangat signifikan terhadap bahasa Arab yaitu11 :
1. Memperkokoh posisi bahasa Quraisy (bahasa Arab). Hal ini disebabkan
karena turunnya Alquran dan datangnya hadist dengan bahasa Quraisy.
Keduanya merupakan penopang agama Islam yang diperpegangi oleh
pembesar-pembesar kabilah Arab.
2. Menata dan membangkitkan bahasa Arab kepada tingkat sastra yang lebih
tinggi. Pengaruh ini nampak dari berbagai segi bahasa baik dari segi tujuan,
makna, uslub maupun lafaldz-lafaldznya.
Dengan demikian bahasa Arab setelah turunnya Alquran dan datangnya hadits
rasulullah.menduduki posisi yang signifikan dalam kehidupan manusia khususnya
umat Islam karena terkandung di dalamnya ajaran Islam.
11
Awaliyah Musgamy, “Pengaruh al-Qur’an dan Hadis terhadap Bahasa Arab”, dalam Jurnal Al-hikmah, Vol. XV, no.
1, 2014, h. 39, artikel diakses pada 20 Maret 2021 dari http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/al_hikmah/article/view/370
17
Jauh sebelum Islam datang, bahasa Arab telah dikenal dan dipakai sebagai bahasa
komunikasi dikalangan bangsa Arab seperti Mekkah dan sekitarnya. Sebagai salah
satu bahasa Semit, bahasa .Arab telah dituturkan oleh kurang lebih lima puluh juta
orang di sebuah daerah yang luas sekitar semenanjung Arabia dan menjadikan
bahasa Arab Arab sebagai bahasa resmi mereka. Dengan demikian, bahasa Arab
adalah salah satu bahasa tertua di dunia, walaupun keadaan awal pertumbuhan dan
perkembangannya tidak diketahui dengan pasti, karena teks bahasa Arab yang tertua
ditemukan, dimulai sesudah abad ke tiga. Sedangkan teks-teks tertua dalam bahasa
Arab yang dikenal sekarang ini dapat diperoleh hanya dari masa dua abad sebelum
Islam datang, yaitu yang dinamakan sastra Jahiliyah (al- adab al-Jahiliy).
Dari uraian di atas dapatlah diketahui bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi al-quran dan hadist dalam bahasa arab, yaitu:
Terhadap kata dan makna efeknya sangat jelas. Mengkhususkan lafaz-lafaz arab
dari makna yang umum sampai masalah ibadah, urusan politik,administrasi dan
perang atau istilah ilmu pengetahuan dan seni.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan uraian materi pada bab II pembahasan dan rumusan masalah pada bab I
pendahuluan, maka dapat disimpulkan kedalam lima poin, antara lain
1. Konsep Ulumul Hadits pada mulanya mengandung pengertian ilmu-ilmu yang
membahas atau berkaitan dengan hadits Nabi saw. Akan tetapi, pada masa
berikutnya ilmu-ilmu yang terpisah tersebut mulai digabungkan dan dijadikan
satu,serta selanjutnya dipandang sebagai satu kesatuan disiplin ilmu. Jadi
penggunaan lafaz jamak Ulumul Hadits, setelah keadaannya menjadi satu, adalah
mengandung makna mufrad atau tunggal, yaitu Ilmu Hadits. Urgensi Ulumul
Hadits ini terkandung dalam hadits nabi dan firman Allah SWT.
2. Manfaat mempelajari Ulumul Hadits, salah satunya Mengetahui hadis yang
shahih, hasan, dhaif.
3. Ruang lingkup ilmu hadis terbagi menjadi dua yaitu ilmu hadits riwayah dab ilmu
hadis dirayah
4. Tokoh-tokoh dalam ilmu hadits antara lain Ima Bukhari, Imam Muslim, Imam
Abu Daud dan lainnya.
5. Hubungan antara ilmu hadits dengan bahasa Arab adalah sangat berpengaruh
terhadap para pengguna bahasa, salah satunya penyair. Dengan adanya hadis
rasulullah saw, maka para penyair merujuk kepada ucapan rasulullah (selain
Alquran) sehingga syairnya tidak sulit untuk dipahami.
B. Saran
Dari materi Ulumul Hadits pada makalah ini, penulis berharap agar pembaca
makalah ini dapat memahami dengan baik mengenai Ulumul hadits, terutama
hubungannya dengan bahasa Arab. Sebaiknya, mahasiswa pendidikan bahasa Arab dapat
mengambil hikmah tentang hubungan bahasa Arab dengan Ulumul Hadits dan
mengetahui pengaruhnya.
18
DAFTAR PUSTAKA
Musgamy Awaliyah, “Pengaruh al-Qur‟an dan Hadis terhadap Bahasa Arab”, dalam Jurnal Al-
hikmah, Vol. XV, no. 1, 2014, h. 39, artikel diakses pada 20 Maret 2021 dari http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/al_hikmah/article/view/370
19