Anda di halaman 1dari 22

ILMU AL-HADITS

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tarikh al-‘Ulum al-‘Arabiyyah

Dosen Pengampu : Dr. Akhmad Dardiri, M.A.

Disusun oleh:
Syarah Yunita 11180120000011
Marhaban Istiqama Ode 11180120000012

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah swt yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji
syukur kehadirat-Nya yang telah memberikan berbagai macam nikmat, terutama nikmat iman,
islam, dan sehat wal‟afiat. Atas karunia-Nya, kami masih diberi kesempatan untuk
menyelesaikan makalah ini dengan lancar tanpa hambatan sesuatu apapun. Shalawat teriring
salam tidak henti-hentinya kita curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, yang
telah membawa kita dari zaman gelap gulita ke zaman terang penuh rahmat.

Pertama-tama terimakasih sebesar-besarnya kami ucapkan kepada dosen pengampu mata


kuliah Tarikh ‘Ulum al-‘Arabiyyah ini yang telah mempercayakan dan membimbing kami dalam
penyusunan makalah ini. Kemudian orang tua, yang senantiasa mendoakan kami agar dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik dan tepat waktu. Tak lupa teman-teman dan pihak-
pihak, yang selalu mendukung kami agar tetap semangat untuk menyelesaikan makalah ini.

Dalam makalah ini, kami membahas tentang Ilmu Hadits yang disusun
berdasarkan referensi dari berbagai sumber buku, jurnal, dan artikel. Makalah ini diharapkan
bisa menambah wawasan dan pengetahuan yang selama ini kita cari. Kami berharap bisa
dimanfaatkan semaksimal dan sebaik mungkin. Selain itu, kami juga sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun untuk tindaklanjut dari makalah ini yang lebih baik. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi kaum akademisi pada umumnya.

Sorong, 23 Maret 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................ Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI .............................................................................................................................. ii

BAB 1 ......................................................................................... Error! Bookmark not defined.

PENDAHULUAN ...................................................................... Error! Bookmark not defined.

A. Latar Belakang ................................................................. Error! Bookmark not defined.

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2

C. Tujuan ............................................................................................................................. 2

BAB II ........................................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3

A. Konsep dan Urgensi Ilmu Hadits .................................................................................... 3

B. Manfaat Ilmu Hadits ....................................................................................................... 6

C. Ruang Lingkup Ilmu Hadits............................................................................................ 7

D. Tokoh-tokoh yang Berperan dalam Ilmu hadits ........................................................... 13

E. Hubungan antara ilmu hadits dengan Al-Qur‟an .......................................................... 15

BAB III ....................................................................................... Error! Bookmark not defined.

PENUTUP................................................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR PUSTAKA ................................................................. Error! Bookmark not defined.

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis merupakan sumber hukum Islam kedua setelah al-qur‟an. Hadis merupakan
sumber berita yang datang dari Nabi Muhammad SAW dalam segala bentuk, baik berupa
perkataan (Qawli), perbuatan (Fi’li), maupun sikap persetujuan (Taqriri). Hadis juga
dapat didefinisi sebagai sesuatu yang datang atau sesuatu yang bersumberkan dari Nabi
atau disandarkan kepada Nabi.

Hadis berfungsi sebagai penjelas atau tambahan terhadap al-Qur‟an. Teks al-
Qur‟an sebagai pokok asal, sedangkan hadis sebagai penjelas (tafsir) yang dibangun
karenanya. Para sahabat menerima langsung penjelasan Nabi tentang syariah yang
terkandung dalam al-Qur‟an, baik berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapan beliau
yang disebut dengan sunnah. Demikian juga umat Islam setelahnya, tidak mungkin dapat
memahami hakikat al-Qur‟an kecuali harus kembali pada sunnah atau hadis.

Hadis merupakan perkataan nabi yang mana bahasanya menggunakan bahasa


Arab yang sangat fasih dan sempurna. Tidak ada seorang pun yang lebih fasih dari Nabi
SAW. Allah mengkaruniai Nabi SAW cara-cara berbicara dan mengajarkannya bahasa-
bahasa dan dialek-dialek bangsa Arab, karena Allah akan menjadikan Nabi SAW sebagai
guru, pembimbing, dan imam untuk semua umat manusia. Maka dari hadis, kita dapat
mengetahui ajaran-ajaran Islam, dan eksistensi bahasa Arab sangat urgen untuk
memahami hadis tersebut. Untuk itu, didalam makalah ini akan dijelaskan lebih
mendalam mengenai ilmu hadis dan pengaruhnya dalam bahasa Arab.

B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep dasar dan urgensi dari ilmu hadis?
2. Apa manfaat mempelajari Ilmu Hadis?
3. Apa saja ruang lingkup dalam ilmu hadis?
4. Siapakah tokoh-tokoh yang berperan dalam ilmu hadis?

1
2

5. Apa korelasi antara bahasa Arab dan ilmu hadis?

C. Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar dan urgensi ilmu hadis
2. Mengetahui manfaat mempelajari Ilmu hadis
3. Mengetahui ruang lingkup dalam ilmu hadis
4. Mengetahui tokoh-tokoh yang berperan terhadap ilmu hadis
5. Mengetahui hubungan atau korelasi antara bahasa Arab dan ilmu hadis.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Ilmu Hadits

1. Konsep Dasar Ulumul Hadits


„Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits yang digunakan oleh para ulama hadits
(Arab: „Ulum al-Hadits). „Ulum al-Hadits terdiri atas dua kata yaitu „ulum dan al-Hadits.
Kata „ulum dalam bahasa Arab adalah bentuk jamak dari kata „ilm, sehingga „ulum berarti
ilmu-ilmu. Sedangkan al-Hadits di kalangan ulama hadits berarti segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi SAW dari perkataan, perbuatan, taqrir atau sifat. Dengan
demikian, gabungan kata ‘ulum al-Hadits mengandung pengertian ilmu-ilmu yang
membahas atau berkaitan dengan hadits Nabi saw.
Pada mulanya, ilmu hadits memang merupakan beberapa ilmu yang masing-
masing berdiri sendiri, yang berbicara tentang hadits nabi saw dan para perawinya,
seperti ilmu al-hadits al-shahih, ilmu al-mursal, ilmu al-asma’ wal kuna, dan lain-lain.
Penulisan ilmu-ilmu hadits secara parsial dilakukan oleh para ulama abad ke-3 H.
Umpamanya, Yahya Ibn Ma‟in (234 H/848 M) menulis takhrij al-Rijal, Muhammad Ibn
Sa‟ad (230 H/ 844 M) menulis At-Thabaqat, Ahmad ibn Hanbal (241 H/ 855 M) menulis
Al-‘Ilal dan Al-nasikh wa al-Mansukh, Bukhari (256 H/870 M) menulis Al-‘Ilal dan al-
Kuna, Muslim (261 H/875 M) menulis kitab al-Asma’ wa al-Kuna, Kitab al-Thabaqat,
Kitab al-‘Ilal dan sebagainya.
Ilmu-ilmu yang terpisah dan bersifat parsial tersebut disebut dengan Ulumul
Hadits, karena masing-masing membicarakan hadits dan para perawinya. Akan tetapi,
pada masa berikutnya ilmu-ilmu yang terpisah tersebut mulai digabungkan dan dijadikan
satu,serta selanjutnya dipandang sebagai satu kesatuan disiplin ilmu. Terhadap ilmu yang
sudah digabungkan dan menjadi satu kesatuan tersebut tetap dipergunakan nama „Ulumul
Hadits, sebagaimana halnya sebelum disatukan. Jadi penggunaan lafaz jamak Ulumul
Hadits, setelah keadaannya menjadi satu, adalah mengandung makna mufrad atau
tunggal, yaitu Ilmu Hadits, karena telah terjadi perubahan makna lafaz tersebut dari
maknanya yang pertama-beberapa ilmu yang terpisah menjadi nama dari suatu disiplin

3
4

ilmu yang khusus, yang nama lainnya adalah Mushthalah al-Hadits. Para Ulama yang
menggunakan nama Ulum al-Hadits, diantaranya adalah Imam al-Hakim al-Naisaburi
(405 H/ 1014 M), Ibn al-Shalah (643 H/1246 M), dan Ulama kontemporer seperti Zhafar
Ahmad ibn Lathif al-Utsmani al-Tahanawi (1394 H/1974 M), dan Shubhi al-Shalih.
Sementara itu, beberapa ulama yang datang setelah Ibn al-Shalah, seperti Al-'Iraqi (806
H/1403 M) dan Al-Suyuthi (911 H/1505 M), menggunakan lafaz mufrad, yaitu limu al-
Hadits, di dalam berbagai karya mereka.1

2. Urgensi Ulumul Hadits


Urgensi hadits Nabi—baik dalam studi Islam maupun implementasi ajarannya—
bukanlah hal yang asing bagi kaum muslimin umumnya, apalagi bagi kalangan ulama.
Hal ini mengingat hadits menempati posisi sebagai sumber hukum dalam sistem hukum
Islam setelah al-Qur‟an. Sebagai referensi kedua setelah al-Qur‟an, hadits membentuk
hubungan simbiosis mutualisme dengan al-Qur‟an sebagai teks sentral dalam peradaban
Islam bukan hanya dalam tataran normatif-teoritis namun juga terimplementasikan dalam
konsensus, dialektika keilmuan dan praktek keberagamaan umat Islam seluruh dunia di
sepanjang sejarahnya. Bersama al-Qur‟an, hadits merupakan “sumber mata air” yang
menghidupkan peradaban Islam, menjadi inspirasi dan referensi bagi kaum muslimin.2

Pada dasarnya Ulumul Hadits telah lahir sejak dimulainya periwayatan hadits di
dalam Islam, terutama setelah Rasul SAW wafat, ketika umat merasakan perlu nya
menghimpun hadits-hadits Rasul SAW dikarenakan adanya kekhawatiran hadits-hadits
tersebut akan hilang atau lenyap. Para Sahabat mulai giat melakukan pen catatan dan
periwayatan hadits. Mereka telah mulai mempergunakan kaidah-kaidah dan metode-
metode ter tentu dalam menerima hadits, namun mereka belumlah menuliskan kaidah-
kaidah tersebut.
Dasar dan landasan periwayatan hadits di dalam Islam dijumpai di dalam Al-
Qur'an dan Hadits Rasul SAW. Didalam surat Al-Hujurat ayat 6, Allah SWT me

1
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (Jakarta, PT Mutiara Sumber Widya, 1998), h. 1-3
2
http://digilib.uinsby.ac.id/15979/4/Bab%201.pdf diakses pada 20 Maret 2021 pukul 17.30 WIT
5

merintahkan orang-orang yang beriman untuk meneliti dan mempertanyakan berita-berita


yang datang dari orang-orang yang fasik3
ٌۢ ٍ ٌۢ ِ ۤ ِ
‫صبِ ُح ْوا َع ٰٓل َما فَ ََٰلْتُ ْم‬ ‫ت‬ ‫ف‬ ٍ
‫ة‬ ‫ل‬
َ‫ا‬‫ه‬ ِ
‫ِب‬ ‫ا‬ ‫م‬‫و‬ ‫ق‬ ‫ا‬
‫و‬ ‫ب‬ ‫ي‬ ِ
‫ص‬ ‫ت‬ ‫ن‬
ْ ‫ا‬ ‫ا‬
‫و‬
ْ ُ َ َ َ ً ْ َ ْ ُ ْ ُ َ ْ ُ َ ََ َ َ‫ا‬ ‫ن‬ ‫ي‬
َّ ‫ب‬ ‫ت‬ ‫ف‬ ‫ا‬ ‫ب‬ ‫ن‬ِ‫ب‬ ‫ق‬ ‫اس‬َ ْ َ ‫ٓاٰيَيُّ َها الَّ ِذيْ َن آ َمنُْاوا ا ْن َج‬
‫ف‬ ‫م‬‫ك‬ُ ‫ء‬ ‫ا‬
ِِ
َْ ‫نٓدم‬
‫ي‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu
membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan
suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali
perbuatanmu itu.” (Q.S. Al-Hujurat, 49: 6)4
Disamping itu, Rasul SAW juga mendorong serta menganjurkan para Sahabat dan
yang lainnya yang mendengar atau menerima hadits-hadits beliau untuk menyampaikan
dan meriwayatkannya kepada mereka yang tidak mendengar atau mengetahuinya. Di
dalam sebuah haditsnya, Rasul SAW bersabda:

‫ ((نَضََّر هللاُ ْامَرءاً ََِس َع ِمنَّا َح ِديْثاً فَ َح ِفظَوُ — َوِ ِْف‬:‫اَّلل ملسو هيلع هللا ىلص يَ ُق ْو ُل‬
َِّ ‫ ََِسَت رسوَل‬:‫عن زي ِد ب ِن ََثبِت رصي هللا عنو قاَ َل‬
ُْ َ ُ ْ ْ َْ ْ َ
))‫س بَِف ِقْي ٍو‬ ٍ ِ ِ ِ َّ ‫ ور‬،‫ب ح ِام ِل فِ ْق ٍو إِ ََل من ىو أَفْ َقو ِمْنو‬
َ ‫ب َحامل ف ْقو لَْي‬َُ ُ ُ َُ ْ َ
ِ ِ
َ َّ ‫اىا َو َحفظَ َها — َح ََّّت يُبَ ٰلّغَوُ فَ ُر‬
ٍ
َ ‫ فَ َو َع‬:‫لَ ْفظ‬

“Dari Zaid bin Tsabit rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata, “Aku pernah mendengar
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda, „Semoga Allah mencerahkan
(mengelokkan rupa) orang yang mendengar hadits dariku, lalu dia menghapalnya‟ —
dalam lafadz riwayat lain, „lalu dia memahami dan menghapalnya—, hingga (kemudian)
dia menyampaikannya (kepada orang lain), terkadang orang yang membawa ilmu agama
menyampaikannya kepada orang yang lebih paham darinya, dan terkadang orang yang
membawa ilmu agama tidak memahaminya‟.” (Hadits yang shahih dan mutawatir).

3
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, Op. cit, h. 15
4
https://litequran.net/al-hujurat diakses pada 24 Maret 2021 pukul 03.35 WIT
6

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud no. 3660, at-Tirmidzi no. 2656,
Ibnu Majah no. 230, ad-Darimi no. 229, Ahmad 5/183, Ibnu Hibban no. 680, ath-
Thabrani dalam al-Mu’jamul Kabiir no. 4890, dan imam-imam lainnya.5

Berdasarkan ayat al-Qur‟an dan hadits nabi diatas, maka para sahabat mulai
meneliti dan bersikap hati-hati dalam menerima dan meriwayatkan hadits-hadits nabi
saw, terutama apabila mereka meragukan si pembawa atau penyampai riwayat tersebut.
Dengan demikian, mulailah lahir pembicaraan mengenai isnad dan nilainya dala
menerima dan menolak riwayat.

Setelah terjadi fitnah di dalam kehidupan umat Islam, para Sahabat mulai
meminta keterangan tentang orang-orang yang menyampaikan hadits atau khabar kepada
mereka. Mereka menerima atau mengambil hadits dari orang-orang yang tetap berpegang
kepada sunnah Rasul SAW, dan sebaliknya mereka tidak mengambil hadits dari mereka
para ahli bid'ah.6

B. Manfaat Mempelajari Ilmu Hadis


Diantara manfaat yang diperoleh dalam mempelajari ilmu hadis adalah sebagai
berikut7:
1. Mengetahui istilah-istilah yang disepakati ulama hadis dalam penelitian hadis.
Demikian juga dapat mengenal nilai-nilai dan kriteria hadis (yang mana hadis dan
bukan hadis)
2. Mengetahui kaidah-kaidah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring
(filterisasi) dan mengklasifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari segi
kuantitas maupun kualitas sanad dan matan hadis sehingga dapat menyimpulkan
mana hadis yang diterima dan mana hadis yang ditolak.
3. Mengetahui usaha-usaha dan jerih payah yang ditempuh para ulama dalam
menerima dan menyampaikan periwayatan hadis, kemudian menghimpun dan
mengkodifikasikannya kedalam berbagai kitab hadis.

5
Abdullah Taslim, Kemuliaan pembawa Hadits Rasulullah, diakses dari https://www.alquran-
sunnah.com/artikel/kategori/hadits/493-kemuliaan-pembawa-hadits-rasulullah.html pada 24 Maret 2021 pukul
05.00 WIT
6
Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, Op. cit, h. 16-17
7
Abdul Mujid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: AMZAH, 2013), h. 86
7

4. Mengetahui tokoh-tokoh ilmu hadis, baik dirayah maupun riwayah yang


mempunyai peran penting dalam perkembangan pemeliharaan hadis sebagai
sumber syari‟ah Islamiyah sehingga hadis terpelihara dari pemalsuan.
5. Mengetahui hadis yang shahih, hasan, dhaif dan lain-lain.

C. Ruang Lingkup Ulumul Hadits


Secara umum ulama hadits membagi ilmu hadits kepada dua bagian, yaitu Ilmu Hadits
Riwayah dan Ilmu Hadits Dirayah.
1. Ilmu Hadits Riwayah
Menurut Ibnu Al-Akfani, sebagaimana yang dikutip oleh al-Suyuthi, bahwa yang
dimaksud dengan ilmu hadits riwayah adalah

‫عٰلم احلديث اخلاص ابلرواية عٰلم يشمل عٰل نقل أقوال النيب صٰل هللا عٰليو و سٰلم و أفَالو و روايتها و‬

‫ضبتها و حترير ألفاظها‬


“Ilmu hadits yang khusus berhubungan dengan riwayah adalah ilmu yang meliputi
pemindahan (periwayatan) perkataan Nabi saw dan perbuatannya, serta
periwayatannya, pencatatannya, dan penguraian lafaz-lafaznya.”

Sedangkan pengertiannya menurut Muhammad 'Ajjaj al-Khatib adalah:

‫ىو الَٰلم يقوم عٰل نقل ما أضيف إَل النيب صٰل هللا عٰليو و سٰلم من قول أو فَل أو تقرير أو صفة خٰلقية‬

‫أو خٰلقية نقال دقيقا حمررا‬


“Yaitu ilmu yang membahas tentang pemindahan (periwayatan) segala sesuatu
yang disandarkan kepada Nabi saw berupa permataan, perbuatan, taqrir, sifat
jasmaniah atau tingkah laku dengan cara yang teliti dan terperinci.”

Dari kedua definisi di atas dapat dipahami bahwa Ilmu Hadits Riwayah pada dasarnya
adalah membahas tentang tata cara periwayatan, pemeliharaan, dan penulisan atau
pembukuan hadits Nabi SAW.
8

Objek kajian Ilmu Hadits Riwayah adalah hadits Nabi SAW dari segi periwayatan
dan pemeliharaannya. Hal tersebut mencakup:
1) cara periwayatan hadits, baik dari segi cara penerimaan dan demikian juga cara
penyampaiannya dari seorang perawi kepada perawi yang lain;
2) cara pemeliharaan hadits, yaitu dalam bentuk penghafalan, penulisan, dan
pembukuannya.

Sedangkan tujuan dan urgensi ilmu ini adalah: pemeliharaan terhadap hadits Nabi
SAW agar tidak lenyap dan sia-sia, serta terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam
proses periwayatannya atau dalam penulisan dan pembukuannya. Dengan demikian,
hadits-hadits Nabi SAW dapat terpelihara kemurniannya dan dapat diamal kan hukum-
hukum dan tuntunan yang terkandung di dalamnya, yang hal ini sejalan dengan perintah
Allah SWT agar menjadikan Nabi SAW sebuah ikutan dan suri teladan dalam kehidupan
ini (QS Al-Ahzab, 33: 21)
Ilmu Hadits Riwayah ini sudah ada semenjak Nabi SAW masih hidup, yaitu
bersamaan dengan dimulainya periwayatan hadits itu sendiri. Para Sahabat Nabi SAW
menaruh perhatian yang tinggi terhadap hadits Nabi SAW. Mereka berupaya untuk
memperoleh hadits-hadits Nabi SAW dengan cara mendatangi majelis Rasul SAW serta
mendengar dan menyimak pesan atau nasihat yang disampaikan beliau. Sedemikian besar
perhatian mereka sehingga kadang-kadang mereka berjanji satu sama lainnya untuk
secara bergantian menghadiri majelis Nabi SAW tersebut, manakala di antara mereka ada
yang sedang berhalangan. Hal tersebut seperti yang dilakukan oleh "Umar r.a.. yang
menceritakan. Aku beserta seorang tetanggaku dari kaum Ansar, yaitu Bani Umayyah ibn
Zaid secara bergantian menghadiri majelis Rasul SAW. Apabila giliranku yang hadir
maka aku akan menceritakan kepadanya apa yang aku dapatkan dan Rasul SAW pada
hari itu, dan sebaliknya, apabila giliran dia yang hadir, maka dia pun akan melakukan hal
yang sama.

Mereka juga memperhatikan dengan seksama apa vang dilakukan Rasul SAW.
baik dalam beribadah maupun dalam aktivitas dan akhlak Nabi SAW sehari-hari. Semua
9

yang mereka terima dan dengar dari Rasul SAW mereka pahami dengan baik dan mereka
pelihara melalui hafalan mereka. Tentang hal itu Anas bin Malik mengatakan:

‫ فإذا قمنا تذاكرانه فيما بيننا حَّت‬،‫كن نكون عند النيب صٰل الو عٰليو و سٰلم فنسمع منو احلديث‬
ّ
‫حنفظو‬

“Manakala kami berada di majelis Nabi SAW kam mendengarkan hadits dari
beliau; dan apabila kam berkumpul sesama kami, kami saling mengingatkan
(saling melengkapi) hadits-hadits yang kami milik sehingga kami menghafalnya.”

Apa yang telah dimiliki dan dihafal oleh para Sahabat dari hadits-hadits Nabi
SAW, selanjutnya mereka sampaikan dengan sangat hati-hati kepada Sahabat lain yang
kebetulan belum mengetahuinya, atau kepada para Tabi'in. Para Tabi'in pun melakukan
hal yang sama, yaitu memahami, memelihara dan menyampaikan hadits-hadits Nabi
SAW kepada Tabi'in lain atau Tabi' al-Tabi'in. Hal ini selain dalam rangka memelihara
kelestarian hadits Nabi SAW, juga dalam rangka menunaikan pesan yang terkandung di
dalam hadits Nabi SAW yang telah disebutkan sebelumnya.

Demikianlah periwayatan dan pemeliharaan hadits Nabi SAW berlangsung


hingga usaha penghimpunan hadits secara resmi dilakukan pada masa pemerintahan
Khalifah Umar ibn 'Abd al-'Aziz (memerintah 99 H/717 M-102 H/720 M). Usaha
tersebut di antaranya dipelopori olch Abu Bakar Muhammad ibn Syihab al-Zuhri (51 H/
671 M-124 H/742 M). Al-Zuhri dengan usahanya tersebut dipandang sebagai pelopor
Ilmu Hadits Riwayah; dan dalam sejarah perkembangan hadits, dia dicatat sebagai Ulama
pertama yang menghimpun hadits Nabi SAW atas perintah Khalifah Umar ibn 'Abd al-
'Aziz

Usaha penghimpunan penyeleksian, penulisan, dan pembukuan hadits secara


besar-besaran terjadi pada abad ke 3 H yang dilakukan oleh para Ulama seperti Imam al-
Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam al-Tirmidzi, dan lain-lain. Dengan
telah dibukukannya hadits-hadits Nabi SAW oleh para Ulama di atas, dan buku-buku
mereka pada masa selanjutnya telah menjadi rujukan bagi para Ulama yang datang
kemudian, maka dengan sendirinya Ilmu Hadits Riwayah tidak banyak lagi berkembang.
10

Berbeda hanya dengan Ilmu Hadits Dirayah, pembicaran dan perkembangannya tetap
berialan sejalan dengan perkembangan dan lahirnya berbagai cabang dalam Ilmu Hadits
Dengan demikian, pada masa berikutnya apabila terdapat pembicaraan dan pengkajian
ilmu hadits, maka yang dimaksud adalah ilmu hadits Dirayah, yang oleh para ulaa hadits
disebut juga „Ilm Musthalahah al-Hadits atau „Ilm Ushul Hadits.8

2. Ilmu Hadits Dirayah

Para ulama memberikan definisi yang bervariasi terhadap Ilmu Hadits Dirayah
ini. Akan tetapi, apabila dicermati definisi-definisi yang mereka kemukakan, terdapat
titik persamaan di antara satu dan yang lainnya, terutama dari segi sasaran kajian dan
pokok bahasan nya. Ibn al-Akfani memberikan definisi Ilmu Hadits Dirayah sebagai
berikut:

‫ عٰلم يَرف منو حقيقة الرواية وشروطها وأنواعها وأحكامها وحال‬: ‫وعٰلم احلديث اخلاص ابلدراية‬

‫ادلروٰيت وما يتَٰلق هبا‬


ّ ‫الرواة وشروطهم و أصناف‬
“Dan Ilmu Hadits yang khusus tentang dirayah adalah ilmu yang bertujuan untuk
mengetahui hakikat riuayai, syarat- syarat, macam-macam, dan hukum hukaimnya,
keadaan para pero syarat-syarat mereka jenis yang diriwayat kan, dan segala semua
yang berhubungan dengannya”

Uraian dan elaborasi dari definisi di atas diberikan oleh Imam al-Suyuthi, acbagai
berikut:
“Hakikat riwayat, adalah kegiatan periwayatan Sunnah (Hadits) dan
penyandarannya kepada orang yang meriwayatkannya dengan kalimat tahdits, yaitu
perkataan seorang perawi "haddatsana fulan, telah menceritakan kepada kami si
Fulan), atau ikhbar, seperti perkataannya "akhbarana fulan", (telah mengabarkan
kepada kami si Fulan).”

8
Ibid, h. 3-9
11

Syarat-syarat riwayat, yaitu penerimaan para perawi terhadap apa yang


diriwayatkannya dengan mengguna kan cara-cara tertentu dalam penerimaan riwayat
(cara-cara tahammul al-Hadits), seperti
1) sama' yaitu perawi mendengar langaung bacaan hadits dari seorang guru,
2) qira'ah yaitu murid membacakan catatan hadits dari gurunya di hadapan guru
tersebut,
3) ijazah yaitu memberi izin kepada seseorang untuk meriwayatkan auatu hadits
dari seorang Ulama tanpa dibacakan sebelumnya,
4) munawalah yaitu menyerahkan suatu hadits yang tertulis kepada seseorang
untuk diriwayatkan,
5) kitabah yaitu menuliskan hadits untuk seseorang
6) I’lam yaitu memberi tahu seseorang bahwa hadits-hadits tertentu adalah
koleksinya,
7) washiyyat yaitu mewasiatkan ke pada seseorang koleksi hadits yang
dimilikinya, dan
8) wajadah yaitu mendapatkan koleksi tertentu tentang hadits dari seorang guru

Macam-macam riwayat adalah seperti periwayatan, muttashil, yaitu periwayatan


yang bersambung mulai dari perawi pertama sampai kepada perawi terakhir, atau
munqathi', yaitu periwayatan yang terputus, baik di awal, di tengah, atau di akhir, dan
lainnya.

Hukum riwayat, adalah al-qabul, yaitu diterimanya suatu riwayat karena telah
memenuhi persyaratan tertentu, dan al-radd, yaitu ditolak, karena adanya persyaratan
tertentu yang tidak terpenuhi.

Keadaan para perawi, maksudnya adalah, keadaan mereka dari segi keadilan
mereka (al-'adalah) dan ketidakadilan mereka (al-jarh).

Syarat-syarat mereka, yaitu syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh scorang perawi
ketika menerima riwayat (syarat-syarat pada tahammul) dan syarat ketika menyampaikan
riwayat (syarat pada al-adda'),
12

Jenis yang diriwayatkan (ashnaf al-marwiyyat), adalah penulisan hadis di dalam


kitab al-musnad, al-mu’jam, atau al-ajza' dan lainnya dari jenis-jenis kitab yang
menghimpun hadis-hadis Nabi SAW.

Objek kajian atau pokok bahasan Ilmu Hadis Dirayah ini, berdasarkan definisi di
atas, adalah sanad dan matan hadits.

Pembahasan tentang sanad meliputi: (i) segi persambungan sanad (ittishal al-
sanad), yaitu bahwa suatu rangkaian sanad hadis haruslah bersambung mulai dari sahabat
sampai kepada periwayat terakhir yang menuliskan atau membukukan hadis tersebut;
oleh karenanya, tidak dibenarkan suatu rangkaian sanad tersebut yang terputus,
tersembunyi, tidak diketahui identitasnya atau tersamar; (ii) segi keterpercayaan sanad
(tsiqat al-sanad), yaitu bahwa setiap perawi yang terdapat di dalam sanad suatu hadis
harus memiliki sifat adil dan dhabith (kuat dan cermat hafalan atau dokumentasi
hadisnya); (ii) segi keselamatannya dari kejanggalan (syadz); (iv) keselamatannya dari
cacat ('illat); dan (v) tinggi dan rendahnya martabat suatu sanad.

Sedangkan pembahasan mengenai matan adalah meliputi segi ke-shahih-an atau


ke-dha'if-an-nya. Hal tersebut dapat terlihat melalui kesejalanannya dengan makna dan
tujuan yang terkandung di dalam Al-Qur'an, atau selamatnya: (i) dari kejanggalan redaksi
(rakakat al-faz): (i) dari cacat atau kejanggalan pada maknanya (fasad al-ma'na), karena
bertentangan dengan akal dan pancaindera atau dengan kandungan dan makna Al Quran,
atau dengan fakta sejarah dan (iii) dari kata-kata asing (gharib), yaitu kata-kata yang
tidak bisa dipahami berdasarkan maknanya yang umum dikenal.

Tujuan dan urgensi Ilmu Hadits Dirayah adalah untuk mengetahui dan
menetapkan hadis-hadis yang Maqbul yang dapat diterima sebagai dalil atau untuk
diamalkan dan yang Mardud (yang ditolak).

Para Ulama Hadis membagi Ilmu Hadis Dirayah atau Ulumul Hadis ini kepada
beberapa macam, berdasarkan kepada permasalahan yang dibahas padanya, seperti
pembahasan tentang pembagian Hadis Shahih, Hasan, dan Dha'if, serta macam-
macamnya, pembahasan tentang tata cara penerimaan (tahammul) dan periwayatan
(adda') Hadis, pembahasan al-jarih dan al-ta'dil serta tingkatan tingkatannya,
13

pembahasan tentang perawi, latar belakang kehidupannya, dan pengklasifikasiannya


antara yang tsiqat dan yang dhaif, dan pembahasan lainnya. Masing-masing pembahasan
di atas dipandang sebagai macam-macam dari Ulumul Hadis, sehingga, karena
banyaknya, Imam al-Suyuthi menyatakan bahwa macam-macam Ulumul Hadis tersebut
banyak sekali, bahkan tidak terhingga jumlahnya. Ibn al-Shalah menyebutkan ada 65
macam Ulumul Hadis, sesuai dengan pembahasannya, seperti yang dikemukakan di atas.

Meskipun macam-macam Ilmu Hadis yang disebutkan oleh para Ulama Hadits
demikian banyaknya, namun secara khusus yang menarik perhatian para Ulama Hadis
untuk dibahas secara lebih mendalam diantaranya adalah Ilmu Rijal al-Hadits dengan
kedua cabangnya yakni Ilmu tarikh Ar-Ruwat, Ilmu al-Jarah wa al-Ta’dil, Ilm Asbab
Wurud al-Hadits, Ilmu Gharib al-Hadits, Ilmu Mukhtalaf al-Hadits, Ilmu Ma'ani al-
Hadits, Ilmu Nasikh wa al-Mansukh, dan lain-lain. 9

D. Tokoh-tokoh dalam Ilmu Hadis


1. Imam Bukhari
Beliau lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H bertepatan dengan 21 Juli 810
M. Beliau adalah ahli hadis termasyhur. Imam Bukhari dijuluki amirul mukminin
fil hadits atau pemimpin kaum mukmin dalam hal ilmu hadis. Nama lengkapnya
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin
Bardizbahal-Ju‟fi al-Bukhari.10
Tak lama setelah lahir, Imam Bukhari kehilangan penglihatannya. Bersama
gurunya Syekh Ishaq, ia menghimpun hadits-hadis shahih dalam satu kitab, dari
satu juta hadis yang diriwayatkan 80 ribu perawi disaringnya menjadi 7.275 hadis.
Ia menghabiskan waktunya untuk menyeleksi hadits shahih selama 16 tahun.
Shahih Bukhari adalah salah satu karyanya yang paling fenomenal.
2. Imam Muslim
Imam Muslim lahir pada 204 H atau 819 M. Ada pula yang berpendapat
beliau lahir pada tahun 202 H atau 206 H. Seorang ahli hadis kontemporer asal
9
Ibid, h. 9-16
10
https://republika.co.id/berita/m364uj/inilah-para-ulama-penulis-kitab-hadis (Diakses pada tanggal 20 Maret
2021)
14

India, Muhammad Mustafa Azami, lebih menyetujui kelahiran Imam Muslim


pada 204 H. Azami dalam Studies In Hadith Methodology and Literature,
mengatakan, sejarah tidak dapat melacak garis keturunan dan keluarga sang
imam.
Sejarah hanya mencatat aktivitas Imam Muslim dalam proses pembelajaran
dan periwayatan hadis. Pada masa beliau, rihlah (pengembaraan) untuk mencari
hadis merupakan aktivitas yang sangat penting. Imam Muslim pun tak
ketinggalan mengunjungi hampir seluruh pusat-pusat pengajaran hadis. Adz-
Dzahabi dalam karyanya Tadzkirat al-Hufazh menyebutkan bahwa Imam Muslim
mulai mempelajari hadis pada 218 H. Ia menulis kitab Al-Musnad ash-Shahih
atau yang lebih dikenal dengan Shahih Muslim. Kitab yang satu ini menempati
kedudukan istimewa dalam tradisi periwayatan hadis. Dan, dipercaya sebagai
kitab hadis terbaik kedua setelah kitab Shahih Bukhari karya Imam Bukhari.

3. Imam Abu Dawud


Beliau bernama lengkap Sulaiman bin al-Asy'ats bin Ishaq bin Basyir bin
Syidad bin Amru bin Amir al-Azdi al-Sijistani. Dunia Islam menyebutnya Abu
Dawud. Beliau adalah seorang imam ahli hadis yang sangat teliti dan merupakan
tokoh terkemuka para periwayat hadis. Ia dilahirkan pada tahun 202 H/817 M di
Sijistan.
Menurut Syekh Muhammad Said Mursi, dalam Tokoh-tokoh Besar Islam
Sepanjang Sejarah, Imam Abu Dawud, dikenal sebagai penghafal hadis yang
sangat kuat. Ia menguasai sekitar 500 ribu hadis. Sejak kecil, Abu Dawud sudah
mencintai ilmu pengetahuan.

4. Imam At-Tirmizi
Imam At-Tirmidzi adalah orang pertama yang mengelompokkan hadis dalam
kategori hasan, di antara sahih dan dhaif. Imam At-Tirmidzi adalah satu dari enam
ulama hadis terkemuka. Nama besarnya mengacu kepada tempat kelahirannya,
yaitu Turmudz, sebuah kota kecil di bagian utara Iran.
15

Nama lengkapnya Muhammad bin Isa bin Saurah bin Adh-Dhahak As-Salami
Al-Bughi. Ia sering dipanggil Abu Isa. Lahir pada bulan Zulhijjah tahun 209
Hijrah. Yusuf bin Ahmad al-Baghdadi, menuturkan, Abu Isa mengalami
kebutaan pada masa menjelang akhir usianya.
Semenjak kecil, At-Tirmidzi sudah gemar mempelajari berbagai disiplin ilmu
keislaman, termasuk ilmu hadis. Ia mulai mempelajari ilmu hadis ketika berumur
20 tahun di sejumlah kota-kota besar di wilayah kekuasaan Islam saat itu, di
antaranya adalah Kota Khurasan, Bashrah, Kufah, Wasith, Baghdad, Makkah,
Madinah, Ray, Mesir, dan Syam.

5. Ibnu Majah
Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad bin Yazid bin Abdullah bin
Majah Al Quzwaini. Ia dilahirkan pada tahun 207 Hijriah dan meninggal pada
hari selasa, delapan hari sebelum berakhirnya bulan Ramadan tahun 275. Ia
menuntut ilmu hadis dari berbagai negara hingga beliau mendengar hadis dari
madzhab Maliki dan Al Laits. Sebaliknya banyak ulama yang menerima hadits
dari beliau. Ibnu Majah menyusun kitab Sunan Ibnu Majah, salah satu kitab yang
masuk dalam Kutub As-Sittah.

E. Hubungan Ilmu hadis dengan Bahasa Arab


Keistimewaan yang dimiliki oleh bahasa Arab dibandingkan dengan bahasa-
bahasa lain disebabkan karena ia berfungsi sebagai bahasa Alquran dan hadis, Nabi
saw, dimana keduanya merupakan sumber pokok ajaran Islam karena itu eksistensi
bahasa Arab sangat urgen untuk memahami Alquran dan hadis Nabi Muhammad saw.
Mengenai hadis, Allah SWT berbicara melalui lidah rasulnya, dengan bahasa
yang cukup jelas dan cukup bijak. Tidak ada seorang pun yang lebih fasih dari Nabi.
Allah mengaruniainya cara-cara berbicara dan mengajarkannya bahasabahasa dan
dialek-dialek bangsa Arab, padahal beliau sendiri belum pernah bergaul dengan
mereka seluruhnya. Hal ini disebabkan Allah akan menjadikannya guru, pembimbing,
dan imam untuk semua umat manusia.
16

Gaya bahasa Nabi Itu ablagh (singkat, padat, memikat). Keindahannya menepati
rangking kedua setelah Alquran, keunggulannya tidak bisa ditandingi oleh gaya
bahasa pujangga atau retorika orator ulung mana pun. Kata-katanya jernih, indah dan
tenang sesuai dengan situasi dan kondisi sehingga enak didengar dan mudah dicerna.
Bahasa Nabi berbeda dengan para penyair atau penulis (sebelum kelahiran beliau),
yang seringkali menuliskan karyanya dengan kalimat-kalimat rancu dan dibuat-buat
sehingga maknanya sulit dimengerti, maka untuk memahami sebuah syair, mereka
harus memeras otak atau dengan cara menghafalnya.
Dengan adanya hadis rasulullah saw, maka para penyair merujuk kepada ucapan
rasulullah (selain Alquran) sehingga syairnya tidak sulit untuk dipahami. Gaya bahasa
Nabi saw itu sederhana, dan dapat dimengerti oleh setiap orang. lbarat pohon, gaya
bahasa beliau itu buahnya, sedangkan gaya bahasa penyair dan ahli balagah itu
daunnya. Hal ini dijadikan dan dianggap hadis rasul dan Alquran sebagai sekolah
tinggi bahasa dan sastra yang dapat mendidik orang untuk menjadi penyair, penulis
atau orator.
Oleh Ali Abdul Wahid Wafi menjelaskan bahwa ada 2 pengaruh hadis yang
sangat signifikan terhadap bahasa Arab yaitu11 :
1. Memperkokoh posisi bahasa Quraisy (bahasa Arab). Hal ini disebabkan
karena turunnya Alquran dan datangnya hadist dengan bahasa Quraisy.
Keduanya merupakan penopang agama Islam yang diperpegangi oleh
pembesar-pembesar kabilah Arab.
2. Menata dan membangkitkan bahasa Arab kepada tingkat sastra yang lebih
tinggi. Pengaruh ini nampak dari berbagai segi bahasa baik dari segi tujuan,
makna, uslub maupun lafaldz-lafaldznya.

Dengan demikian bahasa Arab setelah turunnya Alquran dan datangnya hadits
rasulullah.menduduki posisi yang signifikan dalam kehidupan manusia khususnya
umat Islam karena terkandung di dalamnya ajaran Islam.

11
Awaliyah Musgamy, “Pengaruh al-Qur’an dan Hadis terhadap Bahasa Arab”, dalam Jurnal Al-hikmah, Vol. XV, no.
1, 2014, h. 39, artikel diakses pada 20 Maret 2021 dari http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/al_hikmah/article/view/370
17

Jauh sebelum Islam datang, bahasa Arab telah dikenal dan dipakai sebagai bahasa
komunikasi dikalangan bangsa Arab seperti Mekkah dan sekitarnya. Sebagai salah
satu bahasa Semit, bahasa .Arab telah dituturkan oleh kurang lebih lima puluh juta
orang di sebuah daerah yang luas sekitar semenanjung Arabia dan menjadikan
bahasa Arab Arab sebagai bahasa resmi mereka. Dengan demikian, bahasa Arab
adalah salah satu bahasa tertua di dunia, walaupun keadaan awal pertumbuhan dan
perkembangannya tidak diketahui dengan pasti, karena teks bahasa Arab yang tertua
ditemukan, dimulai sesudah abad ke tiga. Sedangkan teks-teks tertua dalam bahasa
Arab yang dikenal sekarang ini dapat diperoleh hanya dari masa dua abad sebelum
Islam datang, yaitu yang dinamakan sastra Jahiliyah (al- adab al-Jahiliy).

Dari uraian di atas dapatlah diketahui bahwa ada beberapa faktor yang
mempengaruhi al-quran dan hadist dalam bahasa arab, yaitu:

1. Menguatkan bahasa quraisy: Al-quran dan hadist di datangkan dengan bahasa


quraisy, yang mana keduanya merupakan sandara agama Islam yang dianut
oleh kabilah-kabilah arab.
2. Memelihara bahasa arab, memperbaikinya dan membangun bahasa arab
supaya lebih maju. Pengaruh tersebut jelas pada perbedaan yang mengarah
pada bahasa, yaitu pada bahasa tujuan, ma‟na, susunan dalam lafaz. Al-quran
dan hadist telah membuka pintu-pintu seni dalam bahasa arab, misalnya dalam
masalah hukum dan perundang-undangan, kisah-kisah dan sejarah, peraturan
agama, masalah sosial, tatanan politik, bahkan bahasa arab itu mencapai
bidang matematika, kimia,logika, filsafat, hukum, seni bahasa, pesan politik,
mengendalikan urusan negara dan ateisme.

Terhadap kata dan makna efeknya sangat jelas. Mengkhususkan lafaz-lafaz arab
dari makna yang umum sampai masalah ibadah, urusan politik,administrasi dan
perang atau istilah ilmu pengetahuan dan seni.
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
Berdasarkan uraian materi pada bab II pembahasan dan rumusan masalah pada bab I
pendahuluan, maka dapat disimpulkan kedalam lima poin, antara lain
1. Konsep Ulumul Hadits pada mulanya mengandung pengertian ilmu-ilmu yang
membahas atau berkaitan dengan hadits Nabi saw. Akan tetapi, pada masa
berikutnya ilmu-ilmu yang terpisah tersebut mulai digabungkan dan dijadikan
satu,serta selanjutnya dipandang sebagai satu kesatuan disiplin ilmu. Jadi
penggunaan lafaz jamak Ulumul Hadits, setelah keadaannya menjadi satu, adalah
mengandung makna mufrad atau tunggal, yaitu Ilmu Hadits. Urgensi Ulumul
Hadits ini terkandung dalam hadits nabi dan firman Allah SWT.
2. Manfaat mempelajari Ulumul Hadits, salah satunya Mengetahui hadis yang
shahih, hasan, dhaif.
3. Ruang lingkup ilmu hadis terbagi menjadi dua yaitu ilmu hadits riwayah dab ilmu
hadis dirayah
4. Tokoh-tokoh dalam ilmu hadits antara lain Ima Bukhari, Imam Muslim, Imam
Abu Daud dan lainnya.
5. Hubungan antara ilmu hadits dengan bahasa Arab adalah sangat berpengaruh
terhadap para pengguna bahasa, salah satunya penyair. Dengan adanya hadis
rasulullah saw, maka para penyair merujuk kepada ucapan rasulullah (selain
Alquran) sehingga syairnya tidak sulit untuk dipahami.

B. Saran
Dari materi Ulumul Hadits pada makalah ini, penulis berharap agar pembaca
makalah ini dapat memahami dengan baik mengenai Ulumul hadits, terutama
hubungannya dengan bahasa Arab. Sebaiknya, mahasiswa pendidikan bahasa Arab dapat
mengambil hikmah tentang hubungan bahasa Arab dengan Ulumul Hadits dan
mengetahui pengaruhnya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Yuslem, Nawir. 1998. Ulumul Hadis. Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya

Musgamy Awaliyah, “Pengaruh al-Qur‟an dan Hadis terhadap Bahasa Arab”, dalam Jurnal Al-
hikmah, Vol. XV, no. 1, 2014, h. 39, artikel diakses pada 20 Maret 2021 dari http://journal.uin-
alauddin.ac.id/index.php/al_hikmah/article/view/370

Mujid Khon Abdul. 2013. Ulumul Hadis. Jakarta: AMZAH

https://republika.co.id/berita/m364uj/inilah-para-ulama-penulis-kitab-hadis (Diakses pada


tanggal 20 Maret 2021)

http://digilib.uinsby.ac.id/15979/4/Bab%201.pdf diakses pada 20 Maret 2021 pukul 17.30 WIT

https://litequran.net/al-hujurat diakses pada 24 Maret 2021 pukul 03.35 WIT

Abdullah Taslim, Kemuliaan pembawa Hadits Rasulullah, diakses dari https://www.alquran-


sunnah.com/artikel/kategori/hadits/493-kemuliaan-pembawa-hadits-rasulullah.html pada 24
Maret 2021 pukul 05.00 WIT

19

Anda mungkin juga menyukai