Anda di halaman 1dari 20

SEJARAH PERKEMBANGAN TAFSIR AHKAM

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok


Dosen Penganmpu : Lufaefi, M.Ag

DISUSUN OLEH KELOMPOK 1


1. Annisaul Khoiriyyah
2. Diva Alifa
3. Fatin Khabibah
4. Inggi Sandiopa

FAKULTAS AKHWAL AL-SYAKHSIYYAH


MATA KULIAH TAFSIR AHKAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NURUL IMAN
Jl . Nurul iman no. 1, Parung, Bogor – Jawa barat
2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,


Segala puji bagi yang telah melimpahkan segala nikmat rohani dan jasmani
sholawat serta salam kami limpahkan kepada junjungan nabi besar kita Muhammad SAW
yang telah membawa kita dari zaman jahiliah ke zaman Islamiyah, semoga syafa’at beliau
sampai kepada kita semua Aamiin.
Kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada dosen mata kuliah
Tafsir Ahkam yang telah memberi tugas kepada kami. Kami juga ingin mengucapkan
terimakasih kepada piha-pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Kami menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca yang sifatnya membangun
guna kesempurnaan makalah ini.

Bekasi, 5 Februari 2022

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan Penelitian .................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN TAFSIR AHKAM
A. Definisi Umum .......................................................................................... 3
B. Masa Rasulullah dan Sahabat .................................................................... 4
C. Masa Tabi’in .............................................................................................. 6
D. Masa Kodifikasi Tafsir .............................................................................. 8
E. Ragam Tafsir ........................................................................................... 11
F. Ragam Tafsir Ahkam ............................................................................... 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................................. 15
B. Saran ........................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 17

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam salah satu agama yang diterima oleh seorang nabi yang mengajarkan
monoteisme tanpa kompromi, iman terhadap wahyu, iman terhadap akhir zaman dan
tanggung jawab.1 Islam merupakan agama sempurna yang diturunkan untuk seluruh
umat manusia agar dijadikan pedoman dan untuk menjalani kehidupan yang baik.
Kesempurnaan Islam bukan hanya pada bentuk negara yang memiliki dasar Islam,
namun bentuk kesempurnaan Islam ada pada petunjuknya. Umumnya, Islam
mengatur perkara-perkara tentang hubungan manusia dengan sang pencipta, semua
itu diketahui pada ajarannya yang termasuk di dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Al-
Qur’an sebagai petunjuk dan sumber hukum Islam bagi umat manusia secara umum.
Disamping itu sebagai sumber hukum Islam yang mengandung ajaran-ajaran
yang mengikat dengan petunjuk kehidupan dan ketentuan hukum yang ada pada setiap
ayatnya. Pada dasarnya tidak semua ayat al-Qur’an berupa ayat hukum namun, ayat
hukum al-Qur’an menjadi suatu kajian utama untuk memahami hukum Allah selain
hadis. Karena itu penafsiran terhadap ayat-ayat hukum juga memerlukan penjelasan
dari hadis nabi atau riwayat dari sahabat, karena tidak semua persoalan hukum yang
sifatnya furu’ (cabang) di jelaskan di dalamnya. Penjelasan atau penafsiran pada ayat-
ayat hukum perkembangannya menjadi sebuah kecenderungan baru dalam kajian
ilmu tafsir. Munculnya ilmu tafsir dengan seperangkat metodologi yang terus
berkembang menjadi bukti pemahaman terhadap makna al-Qur’an. Ilmu tafsir
merupakan media terbaik untuk memahami makna dan kandungan al-Qur’an secara
utuh dan benar. Bahkan, di dalam sejarahnya ilmu tafsir memiliki perjalanan yang
sangat panjang sehinga para ulama menulisnya dengan teliti, dan kemudian disusun
dengan sangat sistematis.2
Ilmu tafsir yaitu ilmu yang membahas tentang maksud dari firman Allah swt
sesuai dengan kapasitas yang dimiliki manusia. Para ulama yang menekuni tafsir pada

1
Wikipedia
2
https://islam.nu.or.id/ilmu-al-quran/sejarah-kodifikasi-dan-perkembangan-ilmu-tafsir-duPzx

1
umumnya memberi makna pada istilah “tafsir” sebagai ilmu yang digunakan untuk
memahami kitab Allah, al-Qur’an yang diturunkan kepada nabinya Muhammad saw
dan menjelaskan makna-makna nya, serta mengambil hukum-hukum dan hikmah-
hikmah yang terkandung di dalamnya.3 Terkait tafsir hukum atau tafsir al-ahkam
merupakan tafsir yang di gagas oleh ahli hukun (fuqaha’) yang berorientasi pada
seputar persoalan-persoalan hukum Islam (fiqh). Corak tafsir ini suda ada sejak zaman
sahabat dan terus berlanjut sampai sekarang.4

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud tafsir ahkam?
2. Bagaimana sejarah perkembangan tafsir ahkam?
3. Apa saja ragam tafsir?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dibuat nya makalah ini, yaitu:

1. Dapat mengetahui yang dimaksud tafsir ahkam


2. Dapat mengetahui sejarah perkembangan tafsir ahkam
3. Dapat mengetahui bentuk-bentuk tafsir

3
Dr. Muhammad Husain al-Dzahabi, Tafsir Al-Qur’an: Sebuah Pengantar (Yogyakarta, Baitul Hikmah
Press, 2016) hal. 2
4
Moh. Sabiq B.A dan Dyah Ayu Fitriani, Kajian Kritis Ahkam Al-Qur’an, hal. 5

2
BAB II PEMBAHASAN
PERKEMBANGAN TAFSIR AHKAM

A. Definisi Umum
Tafsir merupakan ilmu syariat yang paling agung dan tinggi kedudukannya.
Ia merupakan ilmu yang paling mulia objek pembahasannya dan tujuannya, dan
sangat dibutuhkan bagi umat Islam untuk mengetahui makna dari al-Qur’an sepanjang
zaman. Tanpa tafsir seorang muslim tidak dapat menangkap mutiara-mutiara berharga
dari ajaran Ilahi yang terkandung dalam al-Qur’an. Tafsir merupakan salah satu upaya
dalam memahami, menerangkan maksud dan mengetahui kandungan ayat-ayat al-
Qur’an. Upaya ini telah dilakukan sejak masa Rasulullah saw, sebagai utusan-Nya
yang ditugaskan agar menyampaikan ayat tersebut sekaligus menandainya sebagai
mufassir awal (penafsir pertama).
Tafsir telah mengalami banyak perkembangan yang sangat bervariatif dengan
tidak melepas kategori masanya, dan tak lepas keanekaragaman secara metode
(manhaj thariqah), corak (laun’) maupun pendekatan-pendekatan (alwan) yang
digunakan merupakan hal yang tidak dapat dihindari dalam sebuah karya tafsir hasil
manusia yang tak pernah sempurna.5 Kemunculan tafsir al-Qur’an dilatar belakangi
oleh kedudukan al-Qur’an yang merupakan hudan li an-nas, al-Qur’an tidak
mengemukakan berbagai hal secara jelas, sebagian besar ayat al-Qur’an
mengemukakan perkara pokok saja.6
Dalam bahasa Arab, lafadz tafsir mengandung makna: penerangan (idakh) dan
penjelasan (tabyin). Makna ini sesuai dengan apa yang tercantum dalam firman Allah
Swt: “Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang
aneh melainkan kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan penjelasan yang
paling baik”. Kata tafsir dalam pembentukan katanya diambil dari kata dasar al-fasr
yang berarti penjelasan (ibanah) dan penyingkapan (kasyf). Pada kamus dikatakan
bahwa al-fasr berarti ibanah yaitu penjelasan, atau kasyf yaitu penyingkapan atas
sesuatu yang tersembunyi. Dalam Lisanul ‘Arab bahwa al-fasr berarti al-bayan yaitu
penjelasan, sama artinya dengan tafsir. Kemudian juga dikatan al-fasr berarti

5
http://digilib.uinsgd.ac.id/8781/4/4_bab1.pdf
6
Nur Zainatul Nadra binti Zainol dan Latifah binti Abdul Majid, Sejarah Perkembangan Tafsir pada
zaman Rasulullah saw, Sahabat dan Tabi’in, hal. 44.

3
penyingkapan atas sesuatu yang tertutupi, adapun tafsir berarti penyingkapan atas
makna dan maksud dari suatu lafadz yang sulit dipahami.7

B. Masa Rasulullah dan Sahabat


Nabi Muhammad Saw merupakan penafsir pertama bagi ayat-ayat al-Qur’an
yang tidak difaham oleh para sahabat. Namun, keseluruhan tafsir ayat-ayat al-Qur’an
yang diberikan nabi Muhammad Saw tidak sampai pada umat Islam hingga masa kini.
Oleh karena itu, terdapat sebagian ulama yang mengatakan bahwa riwayat-riwayat
tentang tafsir Muhammad Saw itu tidak sampai pada umat Islam, dan sebagian
pendapat lainnya menganggap bahwa Muhammad Saw sendiri tidak menafsirkan
seluruh ayat al-Qur’an.8 Rasulullah sebagai orang yang paling mengetahui makna al-
Qur’an selalu memberikan penjelasan kepada sahabatnya, sebagaimana firman Allah
Swt: “keterangan-keterangan (mu’jizat) dan kitab-kitab kami turunkan kepadamu al-
Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka supaya mereka memikirkan. (QS. An-Nahl: 44). Seperti hadits yang
diriwayatkan Muslim dari Uqbah bin ‘Amir berkata: “saya mendengar Rasulullah
berkhutbah diatas mimbar membaca firman Allah:
‫وأعدوا لهم ما استطعتم من قوة‬
Kemudian Rasulullah berkata:
‫أالأن القوةالرمي‬
“ketahuilah bahwa kekuatan itu pada memanah”.
Juga hadist Anas yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim Rasulullah bersabda tentang
al-Kautsar adalah sebagai sungai yang Allah janjikan kepadaku (nanti) di surga.9

Setelah Rasulullah Saw wafat tugas menafsir al-Qur’an dipikul oleh para
sahabat. Mereka merupakan golongan yang paling arif tentang tafsir selepas
kewafatan Rasulullah Saw tetapi penafsiran mereka tidak sama.10 Adapun metode
sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an yaitu: menafsirkan al-Qur,an dengan al-Qur’an,

7
Dr. Muhammad Husain al-Dzahabi, Op.cit, hal.1-2.
8
Nur Zainatul Nadra binti Zainol dan Latifah binti Abdul Majid, Op.cit, hlm. 44.
9
http://majelispenulis.blogspot.com/2011/10/perkembangan-tafsir-ahkam.html?m=1
10
Nur Zainatul Nadra binti Zainol dan Latifah binti Abdul Majid, Op.cit, hlm. 45.

4
menafsirkan al-Qur’an dengan sunnah Rasulullah, atau dengan kemampuan bahasa.
Berikut tokoh mufassir pada masa ini adalah:
1. Khulafaurrasyidin (Abu bakar, Umar, Utsman, Ali)
2. Abdullah bin Abbas
3. Abdullah bin Mas’ud
4. Ubay bin Ka’ab
5. Zaid bin Tsabit
6. Abdullah bin Zubair, dan
7. Aisyah
Penafsiran sahabat yang di dapatkan dari Rasulullah Saw kedudukannya sama dengan
hadist marfu’ atau paling kurang adalah mauquf.11
Para sahabat menggali pengetahuan al-Qur’an berdasarkan pikiran dan ijtihad
mereka sendiri, dengan mengandalkan dari apa-apa yang mereka ketahui tentang
bahasa Arab dan rahasianya, dari tradisi bangsa Arab, dari adat yang telah mereka
ikuti, dari peristiwa-peristiwa yang terjadi ketika wahyu al-Qur’an diturunkan dan
cerita-cerita para ahli kitab yang berada diwilayah jazirah Arab ketika al-Qur’an
diturunkan, selain juga memang berkat kuatnya pemahaman dan luasnya pengetahuan
mereka sendiri. Sayyidina Ali r.a pernah berkata ketika ditanya:

“Engkau tahu ada wahyu selain yang ada dalam kitab Allah? Ia berkata: demi Dzat
yang membelah biji-bijian dan membersihkan jiwa. Saya tidak mengetahui kecuali
pemahaman yang Allah berikan kepada seorang laki-laki dalam al-Qur’an.

Disini dapat dipastikan, bahwa perkataan Ali r.a yang berbunyi: “saya tidak
mengetahui kecuali pemahaman yang Allah berikan kepada seorang laki-laki dalam
al-Qur’an” tersebut membantu menguatkan apa yang telah dinyatakan sebelumnya,
bahwa sesungguhnya para sahabat pun masih saling berbeda pendapat dan pandangan
satu sama lain dalam memahami al-Qur’an, serta masih banyak juga kandungan
makna al-Qur’an yang tidak mereka ketahui. Adapun para sahabat nabi, sumber-
sumber penafsiran mereka ada empat:

11
http://majelispenulis.blogspot.com/2011/10/perkembangan-tafsir-ahkam.html?m=1

5
1. Al-Qur’an, hal ini karena al-Qur’an mencakup makna majazi dan juga
makna alegori (ithnab), mencakup makna global dan makna spesifik,
makna yang mutlak dan makna yang terbatas (muqayyad), makna umum
(‘am), makna khusus (khash), ada yang berbentuk majaz disatu tempat
namun disebutkan secara terang ditempat yang lain, ada yang disebutkan
secara global disatu bagian namun dijabarkan secara detail dibagian yang
lain, ada yang disampaikan secara mutlak disatu sisi namun disisi lain
terikat dengan syarat tertentu, ada juga yang disebutkan secara umum
disatu ayat namun dikhususkan di ayat yang lain.
2. Nabi Muhammad Saw, dengan merujuk kepada Rasulullah pada masa
hidupnya, dan merujuk pada sunnahnya pasca sepeninggalannya. Hal ini
dikarenakan tugas Rasulullah Saw dengan diberi wahyu oleh Allah tidak
lain adalah untuk menerangkan kepada orang lain, termasuk kepada para
sahabat nya, seperti yang difirmankan oleh Allah Swt dalam al-Qur’an:
“Dan kami turunkan al-Qur’an kepadamu agar engkau menerangkan
kepada manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka, dan agar
mereka memikirkan”.
3. Ijtihad atau istimbath hukum, artinya apabila para sahabat belum
menemukan penafsiran yang sesuai dengan kitab Allah dan menemukan
kesulitan dalam merujuk kepada penafsiran melalui hadits Nabi baik
secara langsung maupun melalui perantara, maka saat itulah ijtihad
menjadi wajib bagi mereka yang telah memenuhi syarat-syarat berijtihad.
4. Orang-orang ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani, sebenarnya al-
Qur’an memiliki kesamaan dengan kitab Taurat dalam beberapa
permasalahan, khususnya mengenai kisah-kisah para Nabi dan kisah-kisah
umat-umat masa silam.12

C. Masa Tabi’in
Setelah terputusnya periode sahabat nabi sehingga dilanjutkan dengan fase
yang kedua yaitu oleh para Tabi’in yang telah berguru kepada para Sahabat. Adapun
sumber-sumber penafsiran pada masa Tabi’in:

12
Dr. Muhammad Husain al-Dzahabi, Op.cit, hal18-27.

6
1. Al-Qur’an al –Karim, seorang penafsir tidak boleh menyeleweng dari
sumber utamanya yaitu al-Qur’an dan berpaling kepada sumber lain.
2. Perkataan yang diucapkan oleh Rasulullah Saw secara jelas mengenai
tafsir al-Qur’an. Al-Qur’an menegaskan “in huwa illa wahyun yuha”,
bahwa “ucapan (Muhammad) itu tiada lain adalah wahyu yang
diwahyukan kepadanya”.
3. Penafsiran-penafsiran yang diriwayatkan dari para Sahabat, sebab mereka
adalah orang yang hidup semasa dengan Rasulullah Saw, semasa dengan
peristiwa penurunan wahyu al-Qur’an dan mereka juga mengetahui sebab-
sebab turunnya wahyu al-Qur’an.
4. Penukilan dari cerita-cerita para ahli kitab dan dari apa yang termaktub
dalam kitab mereka.
5. Metode ijitihad dan analisis yang dibukukan oleh Allah Swt bagi mereka
untuk memahami kitab-Nya.
Ketika zaman Rasulullah Saw dan Sahabatnya berlalu, dan masuk pada
periode Tabi’in ketidakjelasan mulai semakin bertambah dan mereka pun
membutuhkan orang-orang yang dapat menjelaskan dan memberikan pemahaman
tentang ketidakjelasan itu. Namun yang mereka dapati hanyalah para fuqaha dari
kalangan Tabi’in dan para ulama. Para Tabi’in pun kemudian mempertanyakan
perihal ketidakjelasan ayat yang mereka temukan itu kepada mereka. Para fuqaha dan
para ulama kemudian menafsirkan ayat tersebut untuk para Tabi’in dan menjelaskan
kepada mereka dengan penafsiran mereka sendiri. Seiring bertambahnya
ketidakjelasan yang mereka alami, para Tabi’in pun semakin mengalami
perkembangan dalam hal penafsiran al-Qur’an.13
Dalam peride ini muncul beberapa madrasah untuk kajian ilmu tafsir
diantarnya:
1. Madrasah Makkah atau madrasah Ibnu Abbas yang melahirkan mufassir
terkenal seperti, Mujahid bin Jubair, Said bin Jubair, Ikrimah Maula Ibnu
Abbas, Towus al-Yamany dan ‘Atho’ bin Abi Robah.

13
Ibid

7
2. Madrasah Madinah atau madrasah Ubay bin Ka’ab yang mehasilkan pakar
tafsir seperti Zaid bin Aslam, Abul ‘Aliyah dan Muhammad bin Ka’ab al-
Quraodli.
3. Madrasah Iraq atau madrasah Ibnu Mas’ud diantara murid-muridnya yang
terkenal adalah al-Qomah bin Qois, Hasan al-Basry dan Qotadah bin
Di’ama as-Sadusy.
Tafsir yang disepakati oleh para Tabi’in bisa menjadi hujjah, sebaliknya bila
terjadi perbedaan diantara mereka maka satu pendapat tidak bisa dijadikan dalil atas
pendapat yang lainnya.14

D. Masa Kodifikasi Tafsir


Fase kodifikasi sebagai fase ketiga dalam perkembangan tafsir dimulai sejak
dikenalnya metode kodifikasi atau pembukuan, yaitu pada periode akhir khilafah bani
Umayyah dan periode awal khilafah bani Abbasiyah. Tahap ini dimulai dengan
kodifikasi terhadap hadist Nabi. Pada saat itu, tafsir masih menjadi salah satu bab dari
bab-bab yang ada dalam kodifikasi hadits dan belum menjadi bab yang berdiri sendiri.
Saat itu para ulama berkeliling dari satu kota ke kota lainnya dalam rangka
mengumpulkan hadits-hadits Nabi, para Sahabat dan para Tabi’in. Diantara para
ulama yang mengkodifikasi tafsir ini yaitu Yazid bin Harun as-Salami, wafat 117 H,
dan syu’bah bin Hajjah, wafat 160 H.15
Mulailah tahap berikutnya, tafsir mulai memisahkan diri dari hadits dan
terkodifikasi menjadi ilmu yang berdiri sendiri. Penafsiran terhadap al-Qur’an mulai
dilakukan ayat per ayat dan surat per surat secara tertib berdasarkan urutan dalam al-
Qur’an. Upaya ini dilakukan oleh sejumlah ulama, diantaranya: Ibnu Majah yang
wafat 273 H, dan Ibnu Jarir at-Tabari yang wafat pada 310 H, dan lain sebagainya.
Penafsiran yang dilakukan oleh para ulama menggunakan metode periwayatan yang
sanadnya bersumber dari Rasulullah Saw, para Sahabat, Para Tabi’in dan pengikut
Tabi’in. Penafsiran pada masa itu menggunakan corak tafsir bi al-ma’tsur, artinya
menafsirkan dengan mengandalkan periwayatan saja, kecuali mungkin penafsiran
Ibnu Jarir at-Tabari, sebab di dalam tafsirnya ia menyebutkan qaul atau perkataan dari

14
http://majelispenulis.blogspot.com/2011/10/perkembangan-tafsir-ahkam.html?m=1
15
Dr. Muhammad Husain al-Dzahabi, Op.cit, hal. 42.

8
riwayat, kemuddian mengarahkannya, mentarjih riwayat yang satu terhadap yang
lain, dan menambahkan I’rab kalimat ketika memang itu dibutuhkan dalam
penafsiran, selain juga melakukan istimbath hukum berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an.
Berikutnya tahap dimana tafsir al-Qur’an masih tetap bercorak tafsir bi al-
ma’tsur, meskipun sudah ada mulai perubahan pola dalam hal pengambilan sanad.
Perubahan yang terjadi di dalam tafsir diantaranya: sanad-sanadnya mulai diringkas,
banyak penafsir yang menukil perkataan atau pendapat dari padara penafsir terdahulu
mereka tanpa mencatat asal mula dan pemilik pendapat tersebut secara detail. Karena
itu, muncullah beberapa permasalahan dalam tafsir pada tahap ini, yaitu
bercampurnya antara riwayat pendapat yang sahih dan yang tidak sahih.
Selanjutnya perkembangan kodifikasi tafsir ini adalah yang paling luas sejak
zaman bani Abbasiyah hingga sekarang. Setelah sebelum nya usaha kodifikasi tafsir
dilakukan hanya dengan meriwayatkan perkataan dari orang-orang terdahulu. Pada
saat ini kodifikasi tafsir dilakukan dengan mencampurkan tafsir bi al-‘aqli dengan
tafsir bi al-naqli mulai menampakan diri dan secara berangsur-angsur terlihat semakin
jelas. Tafsir bi al’aqli biasa juga disebut tafsir rasional, pada awalnya muncul dari
upaya pemahaman terhadap pandangan individual, kemudian dilanjutkan dengan
upaya pentarjihan terhadap suatu pandannga atas pandangan yang lain, sehingga
demikian upaya pemahaman individual ini perlahan-lahan berkembang dan akhirnya
menjadi pengetahuan yang luas, ilmu yang bercabang-cabang, pemikiran yang
beragam dan bahkan menjadi beragam aqidah yang berlawanan satu sama lain.
Pada tahap ini pula cabang ilmu bahasa disusun, termasuk ilmu nahwu dan
ilmu sharf. Seputar aqidah atau kalam juga menjadi perdebatan yang menyeruak di
zaman ini. Para ahli dalam bidam ilmu tertentu ternyata cenderung melakukan
pendekatan dan penafsiran al-Qur’an sesuai dengan bidang ilmu yang digelutinya:
1. Ilmu nahwu, mengkaji seputar i’rab kalimat bahasa Arab dan mengkaji
sisi-sisi terkait lainnya. Pendekatan dan penafsiran al-Qur’an yang
dilakukan oleh para ilmu ini pun juga menyoroti seputar permasalahan
nahwu dan cabang-cabangnya berserta perbedaan pendapat lainnya
seputar persoalan nahwiyah di dalam al-Qur’an. Para ahli dalam bidang
ini diantaranya Zujaj, dan al-Wahidi dengan tafsirnya al-Bahru al-Muhith.

9
2. Para ahli di bidang ilmu-ilmu yang bersifat akali (filsafat) melakukan
pendekatan dan penafsiran al-Qur’an dengan mengunakan perkataan para
ahli hikmah dan filsafat serta dalil-dalil mereka beserta antitesanya, seperti
yang dilakukan oleh fakhrurrazi dalam tafsirnya Mafatih al-Ghaib.
3. Para ahli di bidang ilmu hukum (fiqh) melakukan pendekatan dan
penafsiran al-Qur’an dengan menggunakan perspektif cabang-cabang
ilmu hukum yang ada dengan sederetan madzhab-madzhabya, serangkaian
prinsip hukum yang di gunakannya, serta ta’asub terhadap madzhab yang
tidak dipungkiri adanya. Para ahli adalah Jassash dar madzhab Hanbali
dan Ibn ‘Arabi dari madzhab Maliki.
4. Para ahli di bidang sejarah (tarikh) memberikan pada kisah atau cerita-
cerita sejarah. Pendekatan mereka dalam tafsir al-Qur’an adalah dengan
menggali kisah dan cerita dari orang-orang terdahulu kemudian dipilih
mana kisah yang valid. Diantara para ahli tersebut adalah at-Tsa’labi dan
al-Khazin.
5. Para ahli bid’ah juga tak kalah dalam menyebarkan bid’ah mereka dalam
penafsiran al-Qur’an, yang mereka lakukan dengan nafsu dan
pemikiranmadzhab mereka. Mereka antara lain Jub’I dan Zamaksyari dari
madzhab Mu’tazilah dan Muhsin al-Kasyi dari madzhab Syi’ah Imam Dua
Belas.
6. Para ahli bidang tasawuf (kaum sufi) dalam upaya penafsiran al-Qur’an
ini juga turut berkontribusi lewat proses penggalian makna batin (ma’nan
isyari) sesuai dengan jalan keyakinan mereka sendiri, sesuai dengan
tingkat olah batin (riyadah) mereka, dan sesuai kadar dan tingkat
ketajaman hati (wijdan) mereka. Diantaranya Ibn ‘Arabi dan Abi
Abdurrahman as-Salami.
Kecendrungan ilmiah, akaliah dan madzhabiah dalam perkembangan tafsir ini
berlangsung terus-menerus, dan bahkan semakin meningkat dari zaman ke zaman
dengan peningkatan yang semakin matang, sebagaimana yang terjadi pada zaman kita
sekarang ini dimana penafsiran al-Qur’an.

10
E. Ragam Tafsir
Imam al-Zarqani berpendapat bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas
kandungan al-Qur’an baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai yang
dikehendaki Allah Swt menurut kadar kesanggupan manusia. Selanjutnya Abu
Hayyan, sebagaimana dikutip al-Suyuti, mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang
didalamnya terdapat pembahasan mengenai cara mengucapkan lafal-lafal al-Qur’an
disertai makna serta hukum-hukum yang terkandung didalamnya.16 Namun tafsir juga
bermakna produk tafsir, atau literatur tafsir.
1. Tafsir Global (ijmali)
Para pakar tafsir menganggap metode ini merupakan metode yang pertama
kali hadir dalam sejarah perkembangan tafsir. Hal ini didasarkan pada kenyataan
bahwa pada masa Nabi bahasa tidak menjadi kendala yang cukup berat untuk
memahami al-Qur’an.17 Metode tafsir ijmali yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan cara
yang singkat dan global tanpa penjelasan yang panjang. Metode Ijmali menjelaskan
ayat-ayat al-Qur’an secara ringkas tapi mencakup dengan bahasa yang mudah
dimengerti dan dibaca. Penyajiannya, tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur’an.
Kelebihan metode ini terletak pada penyampaian bahasa yang praktis dan mudah
dimengerti, penafsiran tidak mengandung israiliyat. Sementara itu kelemahannya
menjadikan petunjuk al-Qur’an bersifat parsial, tidak adanya ruang untuk melakukan
analisis yang memadai, sehingga menimbulkan ketidakpuasan bagi pembaca. Karya
para mufasir yg dikategrikan dalam tafsir ijmali: Tafsir al-Qur’ani Al-Karim karya M.
Farid Wajdi, Tafsir Wasit Karya majma’ul Buhuth al-Islamiyah. Tafsir al-Jalalain
karya Jalal al-Din al-Mahalli dan Jalal al-Dinal-Suyuthi, dan Tafsir al-Miqbas fi-
Tafsir Ibnu Abbas karya Fairuzzabadi.18
2. Tafsir Perbandingan (Muqarin)
Metode muqarin adalah metode penafsiran perbandingan dengan
mengemukakan penafsiran ayat al-Qur’an yang ditulis oleh para mufasir. Dengan

16
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011), hlm. 209-211.
17
Ahmad Syukri Saleh, Metodologi Tafsir Al-Qur’an Kontemporer dalam Pandangan fazlurrahman, cet. II
(Jakarta: Sultan Thaha Press, bekerjasama dengan Gaung Persada Press, 2007), hlm. 45
18
Muharir, RAGAM TAFSIR : DARI BIL MATSUR KE HERMANEUTIKA, Jurnal Al-Irfani STAI Darul Kamal NW
Kembang kerang Volume 3 No 1, 2015, hlm. 35-36.

11
metode ini mufasir mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an yang kemudian dikaji untuk
di komparasikan. Sasaran metode penafsiran perbandingan:
a. Membandingkan ayat yang memiliki persamaan atau kemiripin dalam dua
kasus atau lebih.
b. Membandingkan ayat al-Qur’an dengan hadits yang pada lahirnya terlihat
bertentangan.
c. Membandingkan beberapa pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan al-
Qur’an.
Manfaat yang dapat diambil dari metode ini untuk membuktikan ketelitian al-
Qur’an, Memperjelas makna, menyakinkan tidak adanya ayat al-Qur’an yang
kontradiktif, tidak menggugurkan hadits yang berkualitas sahih. Karya tafsir yang
menggunakan metode perbandingan ini diantaranya: Durratal –Tanzil wa Ghurrat al-
Ta’wil dan al Burhan fi Taujih Mutasyabah al-Qur’an karya Al-Qurtubi. Metode
perbandingan memiliki keunggulan diantaranya; mampu memberikan wawasan
penafsiran yang relative luas kepada pembaca, mentolerir perbedaan pendapat
sehingga dapat mencegah sikap fanatisme, para mufasir termotivasi untuk mengakaji
ayat, hadits dan pendapat mufasir lain. Kelemahan metode perbandingan; tidak cocok
dikaji oleh para pemula karena memuat materi yang sangat luas, kurang dapat
diandalkan untuk menjawab problem social yang berkembang di Masyarakat,
pembahasannya terkesan lebih mendominasi tafsir ulama terdahulu dibandingkan
dengan penafsiran baru.
3. Tafsir Tematik (Maudlu’i)
Secara Umum Tafsir Tematik memiliki 2 bentuk kajian:
1. Mengkaji surat al-Qur’an secara komprehensif kemudian dijelaskan
secara umum dan menjelaskan persolan yang dimuatnya, disini mufassir
hanya menjelaskan pesan yang disamapaikan dalam satu surat saja.
2. Mengumpulkan surat-surat dari berbagai ayat yang membahas persolan
tertentu, kemudian surat-surat tersebut di pilah sedemikian rupa kemudian
diletakkan dalam satu tema tertentu, kemudian ditafsirkan secara tematik.
Penafsiran ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema-tema yang telah
ditetapkan, ayat-ayat yang berhubungan dengan topik tertentu di

12
kumpulkan kemudian dikaji dan diteliti secara mendalam dari berbagai
aspek seperti; asbabun Nuzul, kosa kata.
Dari Kedua bentuk kajian diatas ulama kontemporer cenderung
mempopulerkan istilah tafsir maudlu’I terhadap bentuk kedua dengan mendefinisikan
sebagai metode yang menghimpun ayat-ayat al-Qur’an yang memiliki maksud sama
dalam satu topik masalah dan menyusunya berdasarkan kronologis dan asbabun
nuzul. Dasar pemikiran metode tematik di arahkan pada pesan al-Qur’an secara
komprehensip dan menjadikan bagian-bagian yang terpisah dari ayat atau al-Qur’an
menjadi satu kesatuan yang utuh yang saling berkaitan.
Karya ilmiah yang menggunakan pendekatan tematik; al futuhat al-
Rabbaniyah fi al-Tafsir al-Maudlu’I li al-ayah al-Qur’aniyah Karya al-Husaini Abu
farhah dan al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudlu’I karya Abd al-Hayy Al-Farmawi.
Keunggulan metode tematik; mampu menjawab tantangan zaman, praktis, sistimatis
dan dinamis, membuat pemahaman secara utuh, sedangkan kelemahan metode ini;
memenggal ayat al-Qur’an, membatasi pemahaman ayat.

F. Ragam Tafsir Ahkam


Perbedaan hukum sering juga menimbulkan perselisihan antar umat. Tetapi
ketika masa awal turunnya Alquran, hingga munculnya 4 imam madzhab, mufassir
masih terbebas dari sikap fanatic terhadap madzhabnya. Tetapi ketika muncul aliran
teologi, sikap fanatic inipun muncul mengikutinya, sehingga mereka mendukung dan
saling beranggapan yang paling benar dan madzhab orang lain dianggap salah, dengan
cara mereka menafsirkan Alquran sesuai dengan madzhab dan aliran teilogi yang
mereka ikuti.19
Al-Jami’ lil Ahkamil Qur’an adalah karya Abdullah Muhammad bin Ahmad
bin Abu Bakar bin Farh Al-Anshari Al-Khazraji Al-Andalusi seorang alim yang
mumpuni dari kalangan Maliki. Di dalam tafsirnya ini, al-Qurtubi tidak membatasi
kajianya pada ayat-ayat hukum semata, tetapi menafsirkan al-Qur’an secara
menyeluruh. Metode tafsir yang digunakan ialah menyebutkan asbabun nuzul (sebab-
sebab turunya ayat), mengemukakan ragam qira’at dan i’rab, menjelaskan lafazh-

19
Latifatul Muhajiroh, Skripsi, METODOLOGI DAN CORAK TAFSIR AHKAM MIN AL-QUR’AN AL-KARIM
KARYA MUHAMMAD SALIH{ AL-‘UTHAIMIN, (Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2019), hlm. 54.

13
lafazh yang gharib, menghubungkan berbagai pendapat kepada sumbernya,
menyediakan paragraph khusus bagi kisah para mufassir dan berita-berita dari para
ahli sejarah, mengutip dari para ulama terdahulu yang dapat dipercaya, khususnya
penulis kitab hukum. Misalnya, ia mengutip dari ibnu Jarir Ath-Thabari, Ibnu
‘Athiyah, Ibnu Arabi, Alkiya Harrasi dan Abu Bakr Al-Jashash.20

20
https://www.ziyad.web.id/2014/04/corak-p (writingspedia, 2014)enafsiran-fikih-dalam-tafsir-
fiqh_1266.html

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tafsir merupakan ilmu syariat yang paling agung dan tinggi kedudukannya.
Ia merupakan ilmu yang paling mulia objek pembahasannya dan tujuannya, dan
sangat dibutuhkan bagi umat Islam untuk mengetahui makna dari al-Qur’an sepanjang
zaman. Tanpa tafsir seorang muslim tidak dapat menangkap mutiara-mutiara berharga
dari ajaran Ilahi yang terkandung dalam al-Qur’an. Tafsir merupakan salah satu upaya
dalam memahami, menerangkan maksud dan mengetahui kandungan ayat-ayat al-
Qur’an. Tafsir telah mengalami banyak perkembangan yang sangat bervariatif dengan
tidak melepas kategori masanya, dan tak lepas keanekaragaman secara metode
Kemunculan tafsir al-Qur’an dilatar belakangi oleh kedudukan al-Qur’an yang
merupakan hudan li an-nas, al-Qur’an tidak mengemukakan berbagai hal secara jelas,
sebagian besar ayat al-Qur’an mengemukakan perkara pokok saja.
Nabi Muhammad Saw merupakan penafsir pertama bagi ayat-ayat al-Qur’an
yang tidak difaham oleh para sahabat. Namun, keseluruhan tafsir ayat-ayat al-Qur’an
yang diberikan nabi Muhammad Saw tidak sampai pada umat Islam hingga masa kini.
Setelah Rasulullah Saw wafat tugas menafsir al-Qur’an dipikul oleh para sahabat.
Mereka merupakan golongan yang paling arif tentang tafsir selepas kewafatan
Rasulullah Saw tetapi penafsiran mereka tidak sama. Para sahabat menggali
pengetahuan al-Qur’an berdasarkan pikiran dan ijtihad mereka sendiri, dengan
mengandalkan dari apa-apa yang mereka ketahui tentang bahasa Arab dan rahasianya,
dari tradisi bangsa Arab, dari adat yang telah mereka ikuti, dari peristiwa-peristiwa
yang terjadi ketika wahyu al-Qur’an diturunkan dan cerita-cerita para ahli kitab yang
berada diwilayah jazirah Arab ketika al-Qur’an diturunkan, selain juga memang
berkat kuatnya pemahaman dan luasnya pengetahuan mereka sendiri. Ketika zaman
Rasulullah Saw dan Sahabatnya berlalu, dan masuk pada periode Tabi’in
ketidakjelasan mulai semakin bertambah dan mereka pun membutuhkan orang-orang
yang dapat menjelaskan dan memberikan pemahaman tentang ketidakjelasan itu.
Perkembangan tafsir dimulai sejak dikenalnya metode kodifikasi atau
pembukuan, yaitu pada periode akhir khilafah bani Umayyah dan periode awal

15
khilafah bani Abbasiyah. Tahap ini dimulai dengan kodifikasi terhadap hadist Nabi.
Pada saat itu, tafsir masih menjadi salah satu bab dari bab-bab yang ada dalam
kodifikasi hadits dan belum menjadi bab yang berdiri sendiri. Saat itu para ulama
berkeliling dari satu kota ke kota lainnya dalam rangka mengumpulkan hadits-hadits
Nabi, para Sahabat dan para Tabi’in. Setelah sebelum nya usaha kodifikasi tafsir
dilakukan hanya dengan meriwayatkan perkataan dari orang-orang terdahulu. Pada
saat ini kodifikasi tafsir dilakukan dengan mencampurkan tafsir bi al-‘aqli dengan
tafsir bi al-naqli mulai menampakan diri dan secara berangsur-angsur terlihat semakin
jelas. Tafsir bi al’aqli biasa juga disebut tafsir rasional, pada awalnya muncul dari
upaya pemahaman terhadap pandangan individual, kemudian dilanjutkan dengan
upaya pentarjihan terhadap suatu pandannga atas pandangan yang lain, sehingga
demikian upaya pemahaman individual ini perlahan-lahan berkembang dan akhirnya
menjadi pengetahuan yang luas, ilmu yang bercabang-cabang, pemikiran yang
beragam dan bahkan menjadi beragam aqidah yang berlawanan satu sama lain.

B. Saran
Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna dan tentunya akan terus memperbaiki makalah ini dengan sumber yang
bisa dipertanggung jawabkan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca.

16
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, A. (2011, oktober 26). Perkembangan Tafsir Ahkam. Retrieved from majelis ukhuwah
penulis bersyariah: http://majelispenulis.blogspot.com

al-Dzahabi, D. M. (2016). Tafsit al-Qur'an: sebuah pengantar. yogyakarta: baitul hikmah press.

Fitriani, M. S. (n.d.). kajian kritis ahkam al-Qur'an.

Latifatul. (2014). Metodologi dan Corak Tafsir Ahkam min al-Qur’an al-karim karya muhammad
salih al-uthaiman.

Majid, N. Z. (n.d.). sejarah perkembangan tafsir pada zaman rasulullah saw, sahabat dan tabi'in.

muharir. (2015). ragam tafsir: dari bil matsur ke hermaneutika. al-Irfani stai Darul Kamal NW,
35-36.

Nata, A. (2011). metodologi studi Islam . jakarta: raja grafindo persada.

Saleh, A. S. (2007). metodologi tafsir al-Qur'an konteporer dalam pandangan Faziurrahman.


jakarta.

sunnatullah. (2021, oktober 3). sejarah kodifikasi dan perkembangan ilmu tafsir. Retrieved
from Nu online: https://Islam.nu.or.id/

writingspedia. (2014). Corak Penafsiran Fikih dalam Tafsir Fiqh. Retrieved from ziyad.web.id:
https://www.ziyad.web.id

17

Anda mungkin juga menyukai