Anda di halaman 1dari 18

Model-model Kajian Sumber Islam

Methodologi Studi Islam


Yu’timaalahuyatazaka, S.Pd.I.,M.Pd.I.

Disusun Oleh :
1. Kuni Azizati
(1600031023)
2. Fakhri Kurniawan
(1600031042)
3. Muhammad Maulana
(1600031032)
4. Septiana Siti Yulaiha
(1600031041)
Kata Pengantar

Assalamu’alaikum wr.wb

Alhamdulillahirobbil’alamin puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah


SWT, karena limpahan rahmat, hidayah, dan inayahnya kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah methodologi studi islam yang berjudul ”
Model-Model Kajian Sumber Islam ” tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini telah kami dengan usahakan dengan


semaksimal mungkin dan tidak luput dari dari dukungan berbagai pihak, sehingga
memperlancar penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, terimakasih kami
ucapkan kepada semua pihakyang telah berkontribusi dalam penyusunan makalah
ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa
makalah yang kami susun ini masih banyak kekurangan dari segi penulisan, tata
bahasa, maupun isi. Untuk itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala
kritik dan saran dari pembaca demi memperbaiki makalah ini.

Kami mengharapkan semoga makalah ini dapat diambil manfaatnya, dan


dapat menginspirasi para pembaca untuk mengangkat permasalahan lainyang
relevan pada makalah-makalah berikutnya.
Yogyakarta, 25 September 2016

Penyusun

BAB II

A. KAJIAN AL-QUR’AN DAN ILMU TAFSIR


Al Qur’an sebagai ajaran islam yang utama. Al Qur’an adalah
wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul-Nya, Nabi Muhammad SAW.
AL Qur’aan dijaga dan dipelihara oleh Allah SWT, sesuai dengan firman
Nya sebagai berikut : “Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al
Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS 15
ayat 9)
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur’an. Kalau sekiranya
Al Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapatkan
pertentangan yang banyak didalamnya.” (QS 4:82)
Al Qur’an menyajikan tingkat tertinggi dari segi kehidupan manusia.
Sangat mengangumkan bukan saja dari orang mukmin, melainkan juga
bagi orang-orang kafir. Al Quran pertama kali diturunkan pada tanggal 17
Ramadhan. Wahyu yang pertamakali turun adalah surat Al Alaq ayat 1-5.
Kandungan Al Quran antara lain :
a. Pokok-pokok keimanan
b. Prinsip-prinsip syari’ah
c. Janji atau kabar gembira
d. Kisah-kisah sejarah
e. Dasar-dasar dan isyarat-isyarat ilmu pengetahuan

Adapun pengertian Al Quran adalah kitab suci yang isinya mengandung


firman Allah, turunnya bertahap, melalui malaikat Jibril, susunannya
dimulai dari surat Al Fatihah dan diakhiri dengan surat An Nas serta bagi
yang membacanya bernilai ibadah, fungsinya antara lain menjadi Hujjah
yang kuat atas keRasullan Nabi Muhammad SAW. Peranan Al Qur’an :

1. Al Qur’an sebagai sumber Hukum Islam


2. Al Qur’an sebagai Mukjizat
3. Al Qur’an sebagai Korektor
4. Al Qur’an sebagai Pedoman Hidup
5. Al Qur’an sebagai Kalamullah
1. Pendekatan memahami Al Qur’an
Dalam upaya memahami dan menggali maksud dari ayat-ayat Al
Qur’an, terdapat dua term atau istilah, yakni Tafsir dan Takwil. Takwil
mempunyai beberapa arti yang mendalam yaitu berupa pengertian-
pengertian tersirat yang di inthinbathkan ( di proses ) dari ayat-ayat Al
Qur’an yang memerlukan perenungan dan pemikiran serta merupakan
sarana membuka tabir. Apabila mendapati ayat yang mempunyai
kemungkinan beberapa pengertian, para mufassir menentukan pengertian
yang lebih kuat, lebih jelas, dan gamblang. Namun, hal tersebut sifatnya
tidak pasti, sebab kalau makna dipastikan berarti mufassir tersebut telah
menguasai Al Qur’an.
Secara garis besar istilah tafsir dengan takwil tidak terdapat
perbedaan yang mendasar, kedua-duanya mempunyai semangat untuk
menggali, mengkaji, dan memahami maksud ayat-ayat Al Qur’an guna
dijadikan sebagai pedoman dan rujukan umat islam tatkala mengalami
berbagai persoalan dalam kehidupan di dunia.
Sebagai upaya untuk menjelaskan maksud dari ayat Al Qur’an,
obyek yang dijadikan kajian dalam menafsirkan Al Qur’an adalah kalam
Allah, maka dalam konteks ini tidak perlu diragukan dan diperdebatkan
kembali mengenai kemuliaannya. Kandungannya meliputi aqidah-aqidah
yang benar, hokum-hukum syara’ dan lain-lain. Tujuan akhirnya dapat di
perolehnya tali yang amat kuat dan tidak akan putus serta akan
memperoleh kebahagiaan baik di dunia ataupun di akhirat. Dan oleh
karenanya, ilmu tafsir merupakan pokok dari segala ilmu agama, sebab ia
di ambil dari Al Qur’an, maka ia menjadi ilmu yang sangat dibutuhkan
oleh manusia.
Metode tafsir adalah ilmu tentang metode menafsirkan Al Qur’an
dan pembahasan ilmiah tentang metode-metode penafsiran Al Qur’an,
pembahasan yang berkaitan dengan cara penerapan metode terhadap ayat-
ayat Al Qur’an disebut metodik sedangkan cara menyajikan atau
memformulasikan tafsir tersebut dinamakan seni atau teknik penafsiran.
Istilah tafsir merujuk kepada Al Qur’an Surat Al Furqan ayat 33
( tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu membawa sesuatu yang
ganjil melainkan kami datngkan kepadamu sesuatu yang benar dan
penjelasan yang terbaik ). Secara etimologi tafsir berarti menjelaskan,
menerangkan, menampakkan, menyibak, dan merinci. Kata tafsir diambil
dari Fassara Yufassiru Tafsiran yang artinya menjelaskan. Pengertian
inilah yang dimaksud didalam lisan al Arab dengan kasaf al mughtal
(membuka sesuatu yang tertutup). Pengertian tafsir secara bahasa ditulis
oleh Ibnu Mahdzur ialahmembuka dan menjelaskan maksud yang sukar
dari suatu lafaz. Pengertian ini pula yang disitilahkan olehpara ulama tafsir
dengan idzokhu wa tabyin (menjelaskan dan menerangkan). Di dalam
kamus bahasa Indonesia kata”tafsir”diartikan dengan keterangan atau
penjelasan tentang ayat-ayat Al Qur’an.
Ilmu tafsir merupakan ilmu yang paling mulia dan paling tinggi
kedudukannya. Karena dengan pembahsannya kalamullah yang
merupakan petunjuk dan pembeda dari yang hak dan bathil. Tafsir Al
Qur’an dikenal sebagai ilmu untuk memahami atau menafsirkan yang
bersangkutan dengan Al Qur’an dan isinya, yang berfungsi sebagai
mubayyin (penjelas), tentang arti dan kandungan Al Qur’an, khususnya
menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami atau samar.
Dalam memahami dan menafsirkan Al Qur’an yang diperlukan
tidak hanya pengetahuan bahasa Arab saja tetapi juga berbagai ilmu
pengetahuan yang menyangkut Al Qur’an dan isinya yang biasa disebut
Ushul Tafsir atau Ulumul Qur’an. Dalam ilmu tersebut terdapat dua
bentuk penafsiran yaitu al-tafsir bi al-ma’tsur dan al-tafsir bi ar-ra’yi,
dengan empat metode, yaitu ijmali, tahlili, muqarin, dan maudhu’i.
sedangkan dari coraknya lebih beragam, ada yang bercorak sastra bahasa,
fiqih, teologi, filsafat, tasawuf, ilmiyah, dan corak sastra budaya
kemasyarakatan.
Ilmu tafsir ini telah dikenal sejak zaman Rasulullah dan berkembang
hingga zaman modern sekarang ini. Adapun perkembangan ilmu tafsir
menjadi tiga periode, yaitu Zaman Nabi, Sahabat, dan Tabi’in.
B. KAJIAN SUMBER ISLAM AL QUR’AN SECARA KLASIK
Muhammad Husain Adz-Dzahabi dalam at-tafsir wa al-Mufassirun
dan Manna’ Khalil al-Qaththan dalam Mahabits fi ‘Ulum al-Qur’an
membagi periode tafsir Al Qur’an menjadi tiga tahap.
1. Tafsir Al Qur’an pada masa Nabi dan Sahabat
2. Tafsir Al Qur’an pada masa tabi’in
3. Tafsir Al Qur’an pada masa kodifikasi (pembukuan)

Tafsir Al Qur’an periode klasik mencakup tafsir Al Qur’an pada


masa Nabi, sahabat serta pada masa tabi’in. jadi dapat disimpulkan bahwa
tafsir pada periode klasik adalah tafsir yang muncul dan berkembang pada
masa Rasulullah hingga munculnya tafsir pembukuan.

1. Tafsir Pada Zaman Nabi dan Sahabat


Pertumbuhan tafsir muncul sejak Al Qur’an diturunkan, sebab
tatkala Al Qur’an kpada Nabi Muhammad SAW, sejak saat itu beliau
melakukan penafsiran. Raulullah SAW setiap menerima wahyu ayat Al
Qur’an langsung menyampaikan kepada sahabat serta menafsirkan mana
yang perlu ditafsirkan. Penafsiran Rasulullah adakalanya dengan sunnah
qauliyah, fi’liyah, atau dengan sunnah taqririyah.
Pada waktu Nabi masih hidup tak seorangpun dari para sahabat
yang berani menafsirkan Al Qur’an, karena otoritas penafsiran pada saat
itu hanya ditangan Nabi sebagai tugas pertama menjelaskan Al Qur’an ada
dipundak Nabi Muhammad SAW. Nabi SAW diperintahkan untuk
menerangkan, menjelaskan, dan memberikan penafsiran mengenai wahyu
yang telah diturunkan atas persoalan-persoalan yang diperselisihkan
umatnya. Salahsatu kelebihan tafsir Nabi adalah adalah bahwa penafsiran
beliau terhadap Al Qur’an selalu dibantu oleh wahyu, sehingga jika ada
kekeliruan terhadap ijtihad Nabi maka wahyu lain akan turun untuk
memberikan teguran dan koreksi. Inilah salahsatu makna kema’shuman
Nabi. Dalam hal ini tidak berarti bahwa seluruh kandungan makna Al
Qur’an secara detail dijelaskan Nabi, sebab banyak ayat Al Qur’an yang
belum sempat dijelaskan oleh Nabi dan itu merupakan tugas bagi generasi
berikutnya.
Setelah beliau kembali ke haribaan Allah, para sahabat banyak
memahami Al Qur’an, sbab mereka telah menerima tuntunan dan petunjuk
dari beliau. Pada dasarnya mereka dapat memahami Al Qur’an secara
global berdasarkan pengetahuan mereka terhadap bahasa Arab, sedang
pemahaman mereka secara detail memerlukan penjelasan dari hadits nabi
dan hasil dari ijtihad mereka sendiri. Namun dalam hal ini, terdapat
perbedaan pendapat dikalangan ulama mengenai pemahaman para sahabat
terhadap ayat Al Qur’an. Pertama, mereka berpendapat bahwa semua
kabar sahabat sama prmahamannya terhadap ayat Al Qur’an karena Al
Qur’an diturunkan dalam bahsa Arab, kedua sebagian ulama berpendapat
bahwa para sahabat pemahamannya berbeda terhadap Al Qur’an, karena
meskipun Al Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab namun didalamnya
juga terdapat lafadz-lafadz gharib dan musykil dapat diketahui melalui
pemahaman atau penjelasan dari nabi.
Dari kedua pendapat diatas, pendapat kedua yang agak realistis,
sebab para sahabat memiliki tingkat kecerdasan yang tidak sama, ada juga
factor lain yang menyebabkan tingkat pemahaman mereka berbeda, yaitu :
 Perbedaan penguasaan bahasa
 Perbedaan dalam intensitas mendampingi Nabi
 Perbedaan dalam pengetahuan tentang adat istiadat orang jahiliyah
 Perbedaan pengetahuan mengenai orang Yahudi dan Nasrani pada
waktu Al Qur’an diturunkan.
a) Sumber Penafsiran Sahabat
Secara garis besar para sahabat dalam menafsirkan Al
Qur’an menggunakan lima sumber, yaitu :
 Al Qur’an
Sumber utama penafsiran mereka adalah Al Qur’an itu
sendiri, sebab apa yang dikemukakan secara global disatu tempat
dijelaskan secara terperinci ditempat lain. Terkadang pula sebuah
ayat datang dalam bentuk mutlaq atau umum namun kemudian
disusul oleh ayat lain yang membatasi atau mengkhususkannya.
Inilah yang dinamakan “ Tafsir Qur’an dalam Qur’an “. Penafsiran
seperti ini cukup banyak contohnya seperti, kisah-kisah dalam Al
Qur’an yang ditampilkan secara ringkas ( mujaz ) dibeberapa
tempat kwudian ditempat lain uraiannya panjang lebar ( mushab ).
 Qira’ah

Sumber penafsiran lain adalah dengan bacaan Al Qur’an.


Misalnya penafsiran faqthau ‘aydiyahuma ( potonglah kedua
tangannya ), ditafsirkan dengan salah satu qira’ah ( bacaan ) dari
inbu mas’ud berbunyi aimanahuma ( tangan kanannya ).

 Hadits
Hadits Nabi banyak dijadikan sebagai sumber penafsiran Al
Qur’an oleh para sahabat, sebab banyak hadits yang merupakan
penjelasan terhadap ayat-ayat musykil yang ditanyakan sahabat
kepada nabi.
 Ijtihad
Apabila para sahabat tidak mendapatkan tafsiran Al
Qur’an dan tidak pula mendapatkan sesuatu pun yang
berhubungan dengan hal itu dari Rasulullah, mereka melakukan
ijtihad dengan mengerahkan segenap kemampuan nalar. Ini
mengingat mereka adalah orang-orang Arab asli yang sangat
menguasai bahasa Arab, memahaminya dengan baik dan
mengetahui aspek-aspek ke-balaghoh-an di dalamnya.
 Keterangan Ahli Kitab
Sebagaimana diketahui bahwa terdapat persamaan antara
Al Qur’an dengan kitab taurat dan injil dalam beberapa masalah
tertentu, seperti dalam hal memuat cerita para nabi dan uamt
terdahulu. Tetapi cara Al Qur’an mengungkapkan cerita tersebut
tidak mendetail, sebab Al Qur’an bukan buku sejarah yang
hendak menceritakan suatu peristiwa secara kronologis dan
mendetail. Cerita dalam Al Qur’an biasanya hanya sekedar tamsil
atau ibarat saja.
Namun sebagian para sahabat ada yang mengambil cerita
yang tidak ada keterangannya dalam Al Qur’an dari ahli kitab
yang telah masuk islam. Hal itu disebabkan oleh adanya rasa
ingin tahu yang berlebihan dari sebagian sahabat yang hendak
mengetahui secara detail mengenai kisah-kisah yang diceritakan
secara global dalam Al Qur’an.
b) Corak dan Karakteristik Tafsir Para Nabi dan Sahabat
Berdasarkan uraian mengenai sumber penafsiran sahabat,
maka para ulama menyebutkan bahwa metode penafsiran sahabat
adalah metode tafsir bir-riwayah. Dalam hal ini tafsir atau
perkataan para sahabat oleh ulama dihukumi sebagai hadits ma’fu
( disandarkan kepada Rasulullah ), sedangkan hal yang mungkin
dimasuki akal maka statusnya mauquf ( disandarkan kepada
sahabat ). Sebagian ulama mewajibkan untuk mengambil tafsir
yang mauquf pada sahabat, karena mereka menganggap paling
ahli dalam bahasa Arab dan menyaksikan langsung konteks dan
situasi serta kondisinya. Sehingga jika sekarang kita melihat
penafsiran yang tidak relevan maka tidak harus mengikutinya.
Karakteristik tafsir pada masa ini :
 Penafsiran Al Qur’an pada masa ini masih belum menjadi
sebuah karya tafsir yang utuh. Artinya Al Qur’an tidak
ditafsirkan semua, hanya ayat tertentu saja yang dianggap
sulit pengertiannya yang diberi penafsiran. Kemudian
penafsiran. Kemudian penafsiran berkembang senafas
dengan perkembangan zaman dan problem yang dihadapi
umat.
 Sedikit terjadi perbedaan dalam memahami lafadz Al
Qur’an, sebab problem yang dihadapi umat pada waktu
itu tidak serumit sekarang.
 Mencukupkan penafsiran secara global.
 Membatasi penafsiran dengan penjelasan berdasar makna
bahasa yang primer.
 Tidak ada penafsiran secara ‘ilmi, fiqih, dan mahdzabi.
 Belum ada pembukuan tafsir, sebab pembukuan baru ada
setelah abad II H.
 Penafsiran saat itu merupakan bentuk perkembangan
hadits. Sebab tafsir pada mulanya hanya merupakan
cabang dari hadits yang diriwayatkan dari nabi mengenai
hal-hal yang terkait dengan penafsiran ayat Al Qur’an.
c) Tokoh-Tokoh Mufassir Pada Masa Sahabat
Menurut As-Suyuti dalam itqan, sahabat yang terkemuka
dalam bidang ilmu tafsir ada 10 yaitu :
 Abu Bakar As-Shidhiq
 Umar al-Faruq
 Usman dzun nurain
 Ali bin Abi Thalib
 Abdullah ibn mas’ud
 Abdullah ibn Abbas
 Ubay bin Ka’ab
 Zaid bin Tsabit
 Abu Musa al-Asy’ary
 Abdullah ibn Zubair
Sedangkan ditinjau dari intensitas dan kuantitasnya
mufassir yang banyak menafsirkan Al Qur’an ada 4 yaitu : Ali
bin Abi Thalib, Abdullah ibn Abbas, Abdullah ibn Mas’ud, dan
Ubay bin Ka’ab.
2. Tafsir Pada Masa Tabi’in
Tafsir sahabat dianggap telah berakhir dengan meninggalnya
tokoh-tokoh sahabat yang dulu menjadi guru dari para tabi’in
dan digantikan dengan tafsir tabi’in. Para tabi’in selalu
mengikuti jejak gurunya yang mahsyur dalam penafsiran Al
Qur’an terutama mengenai ayat-ayat yang musykil bagi orang
awam.
Penafsiran Rasulullah dan para sahabat yang tidak mencakup
semua ayat Al Qur’an dan hanya menafsirkan bagian yang sulit
dipahami orang-orang yang semasa dengannya. Hal tersebut
menyebabkan munculnya problem baru, oleh karena itu para
tabi’in yang menekuni bidang tafsir merasa perlu
menyempurnakan tafsir Al Qur’an secara terus-menerus
berlandaskan pengetahuan mereka atas bahasa Arab dan
peristiwa yang terjadi pada masa turunnya Al Qur’an yang
mereka valid sera berdasarkan pada alat-alat pemahaman dan
juga sarana pengkajian lainnya.
a) Aliran-Aliran Tafsir Pada Masa Tabi’in
Secara garis besar tafsir Tabi’in dikategorikan menjadi 3
yaitu :
 Aliran Tafsir di Makkah
Aliran tafsir ini didirikan oleh murid-murid sahabat
Abdullah ibn Abbas seperti Said bin Jubair, Mujahid, Atha bin
Abi Rabah, Ikrimah maula ibn Abbas, dan Thawus bin kisan Al-
Yamani. Mereka semua dari goglongan maula ( sahaya yang
dibebaskan ).
Aliran ini berawal dari keberadaan ibn Abbas sebagai guru
di Makkah yang mengajarkan penafsiran Al Qur’an kepada para
tabi’in dengan menjelaskan hal-hal yang menambahkan
pemahamannya serta mentransfernya pada generasi berikutnya.
Dalam hal qira’ah aliran ini memakai qira’ah yang
berbeda-beda, seperti Said bin Zubair kadang memakai qira’ah
ibn Abbas dan terkadang memakai qira’ah Zaid bin Tsabit,
sementara dalam metode penafsiran aliran ini memakai dasar aql
( ra’yu ).
 Aliran Tafsir di Madinah
Aliran ini dipelopori oleh Ubay bin Ka’ab yang didukung
oleh sahabat yang lain. Aliran tafsir di Madinah muncul karena
banyak sahabat yang menetap di Madinah, bertadarus Al Qur’an
dan sunnah Rasul yang diikuti oleh para tabi’in sebagai murid
sahabat nabi melalui Ubay bin Ka’ab. Para tabi’in juga banyak
menafsirkan Al Qur’an yang kemudian disebarkan pada generasi
berikutnya. Pada aliran ini telah berkembang ilmu ta’wil
terhadap ayat-ayat Al Qur’an.
 Aliran Tafsir di Iraq
Aliran tafsir ini dipelopori oleh Abdullah Ibn Mas’ud yang
memperoleh perlindungan dari Gubernur Iraq Ammar bin Yasir,
serta didukung oleh para tabi’in di Iraq seperti, Alqamah bin
Qais, Masruq, Aswad bin Yasir, Murah al-Hamdani, Amir asy-
Sya’bi, Hasan al-Basri, dan Qatadah bin Di’amah. Secara global
aliran ini banyak menerima ra’yu. Akibat dari warna tersebut
maka timbul khilafiyah dari penafsiran Al Qur’an.
b) Sumber Penafsiran pada Masa Tabi’in
Para mufassir dai aliran ini berpegang kepada apa yang ada
dalam Al Qur’an itu sendiri, keterangan yang mereka
riwayatkan dari para sahabat berasal dari Rasulullah, penafsiran
yang mereka terima dari para sahabat berupa penafsiran dari
mereka sendiri, serta keterangan yang diterima tabi’in dari ahli
kitab yang bersumber dari isi kitab meeka terhadap kitabullah
sebagaiman yang dianugrahkan Allah kepada kita.
c) Corak dan Karakteristik Tafsir Masa Tabi’in
Pada aliran ini, corak tafsir bir-riwayah masih mendominasi
penafsiran para tabi’in. sebab para tabi’in meriwayatkan tafsir
dari para sahabat sebagaimana para tabi’in sendiri saling
meriwayatkan satu sama lain. Karakteristiknya antara lain :
 Pada masa ini tafsir juga masih belum terkodifikasi
secara tersendiri.
 Tradisi tafsir masih bersifat hafalan dan
periwayatan
 Tafsir sudah kemasukan riwayat israiliyat, karena
keingintahuan para tabi’in untuk mencari
penjelasan lebih detail mengenai cerita-cerita dalam
Al Q ur’an.
 Sudah mulai muncul benih-benih perbedaan
mahdzab dalam penafsiran.
 Sudah banyak perbedaan pendapat antara
penafsiran tabi’in dengan para sahabat.
3. Kelebihan dan Kekurangan Penafsiran Pada Periode Klasik
Kelebihan :
 Tidak bersifat sectarian, artinya tafsir tersebut tidak
dimaksudkan untuk membela kepentingan
mahdzab tertentu.
 Tidak banyak perbedaan pendapat diantara
mengenai hasil penelitian.
 Belum kemasukan riwayat israiliyat yang dapat
meruak aqidah islam.
Kekurangan :

 Belum mencakup keseluruhan penafsiran ayat Al


Qur’an, sehingga masih banyak ayat Al Qur’an
yang belum ditafsirkan.
 Penafsiran masih bersifat parsial dan kurang
mendetail dalam menafsirkan suatu ayat.
 Pada masa tabi’in tafsir sudah mulai bersifat
sectarian dan mulai terkontaminasi dengan
kepentingan mahdzab tertentu.
 Tafsir pada masa tabi’in sudah mulai kemasukan
riwayat-riwayat israiliyat, yang sebagian dapat
membahayakan kemurnian ajaran islam.
C. KAJIAN SUMBER ISLAM AL-QUR’AN SECARA KONTEMPORER
Kajian sumber islam secara kontemporer adalah sebuah penafsiran
yang lahir di era modern-kontemporer yang menggunakan metode-
metode dan pendekatan-pendekatan yang baru untuk bisa menjawab
pertanyaan seputar kandungan Al Qur’an yang muncul pada zaman ini.
Pada awal masa kelahirannya, yaitu abad 1820 pemikiran yang lahir
di kalangan para mufassir banyak yang merujuk kepada kitab-kitab tafsir
pada masa sebelumnya.
a) Sumber Penafsiran Pada Masa Kontemporer
Sumber-sumber yang dipakai merujuk kepada kitab seperti karya
al-Zamakhsyar’i, Fakhruddin al-Razi, dan Ibnu Katsir. Hal ini
menunjukkan bahwa yang terkandung dalam Al Qur’an yang
tertuang dalam kitab-kitab tafsir memiliki tradisi yang lias, utuh,
dan kontinu. Namun didapati pula beberapa inovasi-inovasi yang
dibahas dalam tafsir. Hal ini, dikarenakan Al Qur’an adalah teks
yang lahir sebagai pedoman bagi umat manusia, sehingga setiap
perubahan yang terjadi dari masa ke masa harus bisa diselesaikan
dengan Al Qur’an.
 Sumber penafsiran : teks, akal, dan realitas
Hubungan antara ketiga sumber penafsiran dalam tafsir
era kontemporer ini saling berkait satu sama lain.
Paradigma fungsional menuntut sebuah penafsiran yang
bersifat kontinu dan tidak mengenal titik final.
 Validitas penafsiran
Ada 3 teori tentang cara mengukur validitas penafsiran,
yaitu :
Pertama, teori koherensi yaitu sebuah penafsiran dianggap
valid jika ia sesuai dengan proposisi sebelumnya dan
konsisten dalam menggunakan metodologi yang dibangun
sendiri. Kedua, teori korespondensi yaitu sebuah
penafsiran dianggap valid jika ia sesuai dengan fakta-fakta
ilmiah yang empiris. Ketiga, teori pragmatise yaitu sebuah
penafsiran dianggap valid jika ia bersifat solutif ( menjadi
solusi pemecahan masalah dalam penafsiran ).
b) Contoh Karya Penafsiran
 Al-Tafsir al-Hadits karya M.Izza Darwaza, metode
penulisan kitabnya adalah berdasarkan penafsiran Al
Qur’an kronologis turunnya Al Qur’an.
 Tafsir Al Fatihah karya Muhammad Abduh yang
membahas tentang surat al fatihah saja.
 Tafsir al-Bayani karya ‘Aisyah ‘Abdul Rahman yang
hanya menafsirkan beberapa surat saja
 Tafsir Musykil Al Qur’an karya Rashid Abdullah
Farhan yang hanya menafsirkan ayat yang dianggap sulit
saja.
 Tafhim Al Qur’an karya Maududi yang menyusun
kitab kepada orang India yang awam di bidang ilmu
agama dan bahasa arab.
 Tafsir Al Qur’an karya Mahmud Syaltut yang
kajiannya terfokus pada kajian-kajian tertentu yang
dianggapnya sebagai konsep penting untuk dibahas.

Anda mungkin juga menyukai