Anda di halaman 1dari 11

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
karna berkat danrahmatNya penulis bisa menyelesaikan tugas makalah ini
pada mata kuliah “ULUMUL QUR’AN” yang berjudul “TAFSIRUL
QUR’AN”.Penulis juga mengucapkan terima kasih bagi semua pihak yang
turut serta membantudalam menyelesaikan makalah ini. Penulis juga menyadari
bahwa dalam makalah ini masihjauh dari kesempurnaan. Oleh karna itu
penulis mengharapkan kritik dan saran positif daripembaca makalah ini
semoga makalah ini menjadi lebih baik dan berdayaguna
untukkedepannya dimasa yang akan datang.

Pekanbaru ,6 Juni 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
KataPengantar...............................................................................................i

Daftar Isi.......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1

A.  Latar Belakang........................................................................................1
B.  Rumusan Masalah...................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................2

A. Pengertian Al-Qur’an…………………………………………………...2
B. .Pengertian Tafsir dan Ta’wil …………………………………………...3
C. Tafsir dan Ta’wil dalam Perspektif al-Qur’an…………………………...4
D. Urgensi Tafsir……………………………………………………………4
E.Prinsip-Prinsip Dasar Tafsir……………………………………………...5

F.Tafsir Rasul, Sahabat dan Tabi’in………………………………………..5

G.Macam-Macam Tafsir……………………………………………………6,7

BABIII PENUTUP........................................................................................8

A.Simpulan....................................................................................................8

Daftar pustaka................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Tafsir merupakan ilmu syari‟at yang paling agung dan tinggi


kedudukannya. Ia merupakan ilmu yang paling mulia obejk pembahasannya dan
tujuannya, serta sangat dibutuhkan bagi umat Islam dalam mengetahui makna dari
Al-Qur‟an sepanjang zaman. Tanpa tafsir seorang muslim tidak dapat menangkap
mutiara-mutiara berharga dari ajaran Ilahi yang kandung dalam Al-Qur‟an,Tafsir
adalah salah satu upaya dalam memahami, menerangkan maksud, mengetahui
kandungan ayat-ayat Al-Qur‟an. Upaya ini telah dilakukan sejak masa Rasulullah
SAW, sebagai utusan-Nya yang ditugaskan agar menyampaikan ayatayat tersebut
sekaligus menandainya sebagai mufassir awwal (penafsir pertama).
Sepeninggalan nabi hingga saat ini, tafsir telah mengalami banyak perkembangan
yang sangat bervariatif dengan tidak melepas kategori masanya. Dan tak lepas
keanekaragaman secara metode (manhaj thariqah), corak (laun’) maupun
pendekatan-pendekatan (alwan) yang digunakan merupakan hal yang tidak dapat
dihindari dalam sebuah karya tafsir hasil manusia yang tak pernah sempurna.1

B.RUMUSAN MASALAH

A. Apa pengertian Al-Qur’an ?

B. Apa Pengertian Tafsir dan Ta’wil ?

C. Bagaimana Tafsir dan Ta’wil dalam Perspektif al-Qur’an ?

D. Bagaimana Urgensi Tafsir ?

E. Apa Prinsip-Prinsip Dasar Tafsir ?

F. Bagaimana Tafsir Rasul, Sahabat dan Tabi’in ?

G. Apa Macam-Macam Tafsir ?

1
Rif‟at Syauqi Nawawi “Rasionalitas Tafsir Muhammad Abduh” Jakarta:
Paramadina, 2002, hlm.xii

1
BAB II

PEMBAHASAN

Konsep Dasar, Klasifikasi, dan Perkembangannya.

A. Pengertian Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah sebuah dokumen untuk umat manusia. Ia sendiri


menamakan dirinya “petunjuk bagi umat manusia” (Hudan li al-Nas) 2 ,
sebagaimana dijumpai dalam surat al-Baqarah (2), ayat 185:

Al-Qur’an adalah sebuah perisai untuk umat manusia. Ia sendiri bahkan


memiliki julukan al-Furqan, al-Bayan, serta berbagai julukan lain dalam ayat-ayat
lain. Al-Qur’an bukanlah wahyu yang diturunkan dalam masyarakat yang nir-
sejarah dan kosong budaya. Ia diwahyukan dalam konteks historisitas dan
kebudayaan tertentu, sehingga pantas apabila di setiap dekade muncul studi al-
Qur’an dalam variasi kecenderungan dan substansinya. Studi al-Qur’an menguat,
bukan saja di negara-negara berpenduduk muslim, namun juga di Barat3.

Studi al-Qur’an kebanyakan lebih ditekankan pada kajian produk tafsir


daripada metodologi tafsir. Padahal mengetahui perkembangan metodologi tafsir

2
Periksa A. Yusuf Ali, The Holy Qur’an, 73.
3
Fazlur Rahman, Some Recent Books on The Qur’an by Western Authors, 73.

2
lebih signifikan, melalui studi kritis terhadap perkembangan dan metodologinya,
sehingga rekonstruksi lebih mudah dilakukan.

Upaya menafsirkan al-Qur’an sudah dilakukan oleh Rasulullah saw. Predikat


alQur’an sebagai Hudan (petunjuk) dan Rahmatan (rahmat) bagi manusia,
membuka kemungkinan yang luas bagi penafsiran terhadapnya. Susunan al-
Qur’an yang tidak sistematis.4

juga merupakan alasan tersendiri mengapa penafsiran serta penggalian terhadap


makna ayat-ayatnya justru menjadi tugas umat yang tidak pernah berakhir.
Sebagai kerangka kontrol normatif maupun metodologis, ada prinsip-prinsip dasar
yang penting diperhatikan —kalau tidak secara sakelik dikatakan harus dipenuhi
— dalam penafsiran terhadap al-Qur’an. Dalam posisinya sebagai kontrol
normatif, prinsip-prinsip tersebut sebagai rambu agar substansi tafsir bernilai
representatif bagi kandungan alQur’an. Sedangkan kedudukannya sebagai kontrol
metodologis, tafsir menjelaskan asasasas prosedur kerja, metode, maupun
pendekatannya. Sejarah telah menyajikan ke hadapan kita perkembangan tafsir al-
Qur’an yang digelarkan oleh ahlinya dengan metode dan pendekatan yang
bermacam-macam.

B. .Pengertian Tafsir dan Ta’wil

Kata tafsir adalah bentuk kata benda dari kata kerja fassara. Tafsir berarti
penjelasan, uraian, interpretasi, atau komentar. Kata ini terdapat hanya satu kali
dalam alQur’an; surat al-Furqan (25): 33

Tafsir dapat juga diartikan menyingkap dan menampakkan makna yang abstrak,
yang tertutup, maksud lafal yang musykil, pelik5

Tafsir dalam wacana istilah —menurut Abu Hayyan— dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafal-lafal al-Qur’an, tentang
petunjukpetunjuknya, hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri maupun kala

4
Rashid Rida, al-Wahy al-Muhammadiy, 107-108
5
Manna‘ Khalil al-Qattan, Mabahith fi `Ulum al-Qur’an, 323.

3
tersusun, dan makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun, serta hal-hal
lain yang melengkapinya.6Dalam format yang lebih sederhana, al-Zarkashiy
menekankan definisi tafsir sebagai ilmu untuk memahami al-Qur’an, serta
mengeluarkan hukum dan hikmahnya.7 Kemudian, substansi definisi ini
memberikan muara bagi kemungkinan diidentikkannya istilah tafsir dengan istilah
hikmah —kaitannya dengan tafsir dalam perspektif al-Qur’an.

Pengertian tafsir di atas membuka wacana dua dimensinya, yakni sebagai ilmu
dan produk. Sebagai ilmu, tafsir merupakan perangkat pengetahuan untuk
mengungkap kandungan makna al-Qur’an, baik petunjuk-petunjuk, hukum-hukum
maupun hikmah di dalamnya. Sementara sebagai produk, tafsir berupa penjelasan
petunjuk-petunjuk, hukumhukum maupun hikmah yang dikandung al-Qur’an.
Selanjutnya, pengertian ta’wil —secara etimologis— berasal dari kata awwala
yang berarti fassara (menafsirkan) dan bayyana (menjelaskan). Atas dasar itu,
ta’wil berarti penafsiran (al-tafsir) dan penjelasan (al-tabyin) tentang apa yang
dimaksud oleh perintah kalam.8

Al-Zarqani mengemukakan bahwa tafsir menjelaskan lafal dari aspek


riwayah, dan ta’wil dari aspek dirayah. Tafsir menjelaskan makna yang digali dari
topik ibarat, sedangkan ta’wil menjelaskan makna dengan metode isyarat9

C. Tafsir dan Ta’wil dalam Perspektif al-Qur’an

Pada al-Qur’an, surat al-Furqan 33 diredaksikan ahsan tafsir, yang dalam


pendapat Ibn Abbas diartikan lebih baik perinciannya. Ayat itu merupakan
kelanjutan dari penjelasan argumentatif atas gugatan orangorang kafir tentang
mengapa al-Qur’an tidak diturunkan sekaligus (jumlah wahidah). Tidak lain,
kebertahapan wahyu al-Qur’an agar mudah dipahami dan dihafalkan (li nuthabbit
bih fu’adak) dalam konteksnya.

Kata hikmah yang dikutip oleh al-Zarkashiy menyertai definisi tafsirnya


diperkuat oleh riwayat dari Ibn Abbas yang menjelaskan maknanya sebagai
pengetahuan tentang al-Qur’an (al-Ma’rifah bi al-Qur’an); yakni nasikh-mansukh,
muhkam-mutashabih, muqaddam-mu’akhkhar, halal-haram. Atas dasar ini al-

6
Ibid., 324. Abu Hayyan juga menjelaskan secara rinci unsur-unsur definisinya;
ilmu, yang membahas..., petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya..., makna-makna...,
hal-hal yang melengkapinya
7
Jalal al-Din al-Suyutiy, al-’Itqa n fi ‘Ulum al-Qur’an, Jilid II, 174. Definisi al-
Zarkashi yang dikutip oleh al-Hasaniy, Zubdah al-’Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, 167, diikuti
penjelasan tentang perangkat yang diperlukan oleh tafsir, juga penyebutan ayat al-Qur’an,
2: 269, yang di dalamnya ada kata hikmah
8
Al-Baqiy, al-Mu’jam al-Mufahras ....., Jilid I, 69-70.
9
Al-Zarqaniy, Manahil al-’Irfa n fi ‘Ulum al-Qur’an, Jilid II, 4-5

4
Qur’an mengidentikkan istilah dan substansi tafsir dengan hikmah. Dengan
demikian, ada dua hal yang penting dicatat kaitannya dengan tafsir dalam
perspektif al-Qur’an, yaitu: pertama, tafsir merupakan instrumen untuk
memahami al-Qur’an secara lebih mudah dan sistematis, dan kedua, tafsir —yang
diidentikkan dengan hikmah—, adalah pelita yang mengungkap hukum-hukum
(fiqh), rahasia kandungan makna, unsur-unsur dan historisitas al-Qur’an.
Mengenai pengertian ta’wil dalam perspektif al-Qur’an.

D. Urgensi Tafsir

Urgensi tafsir terkait dengan kedudukan, sistem, tujuan, serta keutamaannya, juga
kaitannya dengan kompetensi praktis-religius maupun pragmatis. Kedudukan
tafsir dapat dipahami sebagai kunci representatif untuk membuka tabir rahasia
makna al-Qur’an. Kedudukan tersebut, dalam sistem ajaran Islam berfungsi
sebagai media (tariqah) untuk menggapai tujuan yang dikehendaki dalam
memahami makna al-Qur’an, yakni memperoleh mutiara dan permata —sebagai
simbol makna tertinggi— di dalamnya.

E. Prinsip-Prinsip Dasar Tafsir

Para ahli menggunakan beberapa istilah untuk menjelaskan prinsip-prinsip dasar


tafsir. Di antaranya adalah Shuru>t al-Mufassir (Al-Qat}t}a>n: 329-331, al-’Ak:
186-187), Adab al-Mufassir (Al-Qat}t}a>n:331-332), dan Ummahat Ma’akhid al-
Tafsir (Al-H}asaniy: 168-169). Istilah-istilah tersebut digunakan secara parsial,
tidak disistemasikan secara tegas dalam topik prinsip-prinsip dasar tafsir (asas al-
tafsir). Karenanya, diperlukan media secara metodologis untuk memahaminya
secara komprehensif. Penulis berikhtiar untuk menyajikan prinsip-prinsip dasar
tafsir dengan mengklasifikasikannya ke dalam empat bagian, yakni: (1) aspek
metodologis (prosedur), (2) ilmu-ilmu yang diperlukan, (3) kriteria /kualifikasi
personalitas, dan (4) etika.

F. Tafsir Rasul, Sahabat dan Tabi’in

1. Tafsir Rasul Rasulullah adalah orang pertama yang menguraikan isi al-Qur’an
dan menjelaskannya kepada umatnya. Pada masa ini tidak seorangpun dari para
sahabat yang berani menafsirkan al-Qur’an, karena beliau berada di tengah-tengah
mereka.10 Tidak semata karena alasan bahwa Nabi memikul “beban berat” —
sebagaimana penjelasan S}ubhiy al-S}alih—, tetapi karena memang beliau telah
memperoleh garansi dari Allah, untuk menafsirkan al-Qur’an. Hal ini
direferensikan pada firman Allah: Surat al-Qiyamah (75), ayat 17-19:

10
Subhiy Al-Salih, Mabahith fi ‘Ulum al-Qur’an, 289.

5
Surat al-Nahl, ayat 44:

Lebih tepat digunakan istilah amanat —dalam pandangan penulis—


daripada beban berat bagi Nabi untuk menjelaskan kandungan al-Qur’an kepada
orang-orang di sekitarnya (para sahabat). Beliau menunaikan amanat itu lebih
merupakan konsekuensi historis sesuai dengan karakter pesan normatif maupun
universal al-Qur’an sendiri.

2. Tafsir Sahabat Di kalangan para sahabat, yang terkenal sebagai ahli tafsir
yang luas pengetahuannya ada 10 orang. Di antaranya adalah al-Khulafa‘ al-
Rashidun, dan Ali adalah orang yang sering disebut daripada ketiga khalifah
lainnya. Sementara yang paling tepat bergelar “ahli tafsir” adalah Abdullah bin
Abbas, sedangkan Nabi sendiri menyaksikan kedalaman ilmunya.11 Ia juga
terkenal dengan gelar “Turjuman alQur’an”12 Cara yang ditempuh oleh para
sahabat dalam menafsirkan al-Qur’an, berpegang teguh pada: (1) al-Qur’an, (2)
penjelasan Nabi, dan (3) pemahaman dan ijtihad. Sedangkan pendekatan
penafsirannya adalah bi al-Ma’thur. 27 Tafsir sahabat diterima baik oleh para
ulama dari kaum tabi’in di berbagai daerah Islam, bahkan jumhur ulama
berpendapat, bahwa tafsir sahabat mempunyai status marfu’ apabila berkenaan
dengan asbab al-nuzul dan semua hal yang tidak mungkin dimasuki ra’y. Dalam
pemahaman dan ijtihad, para sahabat memanfaatkan kemampuan linguistiknya

Cara yang ditempuh oleh penafsir tabi’in adalah berpegang pada: (1) al-
Qur’an, (2) keterangan dari para sahabat yang bersumber dari Rasulullah, (3)
penafsiran para sahabat sendiri, (4) keterangan dari ahli kitab yang bersumber dari
kitab mereka, dan (5) ijtihad3. Tafsir Tabi’in Pada masa ini, muncul kelompok-
kelompok ahli tafsir di Makkah, Madinah dan Iraq. Kelompok Makkah
memperoleh transformasi dari Ibnu Abbas, yang mereka adalah para sahabatnya.
Kelompok Madinah dituruni ilmu oleh Zaid bin Aslam, yang mereka adalah anak

` Al-S}alih, Mabahith..., 289


11

12
Al-Zarkashiy, al-Burhan..., Jilid II, 161; al-Hasaniy, Zubdah...., 174, diperkuat
oleh hadith:

6
dan muridnya. Sementara di Kufah (Iraq) muncul para mufassir dari sahabat
sahabat Abdullah bin Mas’ud13

G. Macam-Macam Tafsir

Macam-macam tafsir ditentukan oleh perbedaan metode yang digunakannya.


Perbedaan ini, selanjutnya, menjadi argumentasi bagi variasi pendekatan sesuai
dengan substansi kajiannya masing-masing. Secara klasik, metode tafsir
dibedakan ke dalam dua bagian besar, yaitu Tafsir bi al-Riwayah dan Tafsir bi al-
Dirayah. 32 Dari paduan kedua metode itu lalu muncul empat metode, yakni: (1)
Tafsir Tahliliy, (2) Tafsir Ijmaliy, (3) Tafsir Muqaran, dan (4) Tafsir Mawdu ‘iy14

Tafsir Tahliliy mengkaji al-Qur’an dari segala aspek dan maknanya. Tafsir ini
memuat beberapa macam, yakni: (1) Tafsir bi al-Ma’thur, (2) Tafsir bi al-Ra’y,
(3) Tafsir Sufiy, (4) Tafsir Ishariy, (5) Tafsir fiqhiy, (6) Tafsir Falsafiy, (7) Tafsir
‘Ilmiy, (8) Tafsir Adabiy, dan (9) Tafsir Isra ‘iliyyat. Tafsir Ijmaliy menafsirkan
al-Qur’an secara singkat dan global, tanpa penjelasan panjang lebar, untuk
konsumsi berbagai tingkatan intelektualitas. Yang ditafsirkan disesuaikan urutan
mushaf, dari ayat ke ayat, dari surat ke surat berikutnya. Tafsir Muqaran adalah
metode tafsir dengan mengambil sejumlah ayat, kemudian mengemukakan
penafsiran para ulama tafsir yang metode dan kecenderungannya berbedabeda dan
mengkomparasikannya, kemudian menjelaskan kecenderungan legitimasi
kemazhabannya masing-masing. Tafsir Mawdu‘iy (tematik) ialah metode tafsir
dengan cara menghimpun seluruh ayat yang berbicara mengenai masalah atau
tema tertentu serta mengarah pada suatu pengertian dan ujuan tertentu, meskipun
ayat-ayat itu turunnya —baik segi cara, waktu maupun tempatnya— berbeda.

BAB III

PENUTUP

13
Al-Qat}t}a>n, Mabahith..., 335-336.
14
Abd al-Hay al-Farmawy, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mawdu‘iy, 23 .

7
A.KESIMPULAN

Konsep dasar tafsir memuat pengertian etimologis dan definisinya, serta


pengertiannya dalam perspektif al-Qur’an, kedudukan dan urgensi tafsir, objek
dan tujuan tafsir, dan prinsip-prinsip dasarnya. Tafsir memiliki dua dimensi, yakni
dimensi sebagai ilmu dan sebagai produk. Sebagai ilmu, tafsir berisi perangkat
metodologi untuk mengungkap petunjuk-petunjuk, hukum-hukum maupun
hikmah di dalam al-Qur’an, dan sebagai produk, tafsir berupa petunjuk-petunjuk,
hukum-hukum maupun hikmah di dalamnya. Tafsir mengkaji makna al-Qur’an
dari aspek historis-fenomenologis, sementara ta’wil dari segi filosofisnya. Al-
Qur’an sendiri memandang tafsir sebagai instrumen untuk memahami maknanya
secara lebih mudah dan sistematis, dan ta’wil memiliki pengertian yang
bervariasi.

Urgensi tafsir ada pada posisi strategisnya —melalui produknya— untuk


mencapai kesempurnaan hidup dan kebahagiaan hakiki. Meski demikian, tafsir
tetap berhadapan dengan pola kontrol normatif maupun metodologis, yang di
dalamnya ada empat prinsip yang penting diperhatikan bagi tafsir, yakni aspek
prosedur kerja, ilmu-ilmu yang diperlukan, kriteria/kualifikasi personalitas, dan
etika. Dalam hal klasifikasi, tafsir terbagi ke dalam empat kelompok yang lahir
dari paduan Tafsir bi al-Riwayah dan Tafsir bi al-Dirayah. Keempat kelompok
tersebut mempunyai beberapa macam corak yang ditentukan oleh perbedaan
metode dan pendekatan seiring orientasi substansialnya. Perkembangan tafsir,
mulai Nabi, sahabat, sampai tabi’in, masih didominasi oleh pendekatan bi al-
Ma’thur, yang menekankan pada aspek sumber-sumber riwayah dan kebahasaan

DAFTAR KEPUSTAKAAN

8
‘Ak, Khalid ‘Abd al-Rahman. Usul al-Tafsir wa Qawa‘iduh. Beirut: Dar al-
Nafa’is, 1964. ‘Ali, Ahmad Yusuf. The Holy Qur’an. Branswood Mryland, AS:
Amana Corp., 1989. Baqiy, Muhammad Fu’ad ‘Abd. al-Mu’jam al Mufahras li
Alfaz al-Qur’an al-Karim. Dar al-Sha’ab, 1945.

Farmawy, ‘Abd al-Hay. al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mawdu‘iy. Mesir: al-


Jumhuriyyah alMisriyyah, 1977.

Hasaniy, Muhammad bin al-Sayyid Alwiy al-Malikiy. Zubdah al-’Itqan fi


‘Ulum alQur’an. Madinah: al-Irshad, 1401 H

Mahmud, ‘Abdullah. Manhaj al-Imam Muhammad ‘Abduh fi Tafsir al-Qur’an al-


Karim. Kairo, Mesir: Nashr al-Rasail al-Jami’ah, tt.

Qattan, Manna ‘ Khalil. Mabahith fi `Ulum al-Qur’an. Beirut: Mansurat


al-‘Asr al-Hadith, 1972.

Rahman, Fazlur. Some Recent Books on The Qur’an by Western Authors,


Journal of Religion, vol. 64, 1984.

Rida, Rashid. al-Wahy al Muh. Ammadiy.

Salih, Subhiy , Mabahith fi ‘Ulum al-Qur’an. Beirut: Dar ‘Ilm li al-


Malayin, 1977. Sabuniy, Muhammad ‘Ali. al-Tibyan fi ‘Ulum al-Qur’an.
Mekkah: 1980.

Suyutiy, Jalal al-Din. al-’Itqan fi ‘Ulum al-Qur’an, Jilid II. Mesir: Dar Ihy
al-Kutub al- ’Arabiyyah, t.t.

Zahabiy, Muhammad Hayyan. al-Tafsir wa al-Mufassirun, Juz I. Iraq:


Hafuzah li alMuallif, 1976.

Zarkashi, Badr al-Din Muhammad bin ‘Abd Allah. al-Burhan fi ‘Ulum al-
Qur’an. Juz I. Mesir: Dar Ihy al-Kutub al-’Arabiyyah, t.t.

Zarqaniy, Muhammad ‘Abd al-’Azi z. Manahil al-’Irfa n fi ‘Ulum al-


Qur’an, Jilid I dan II. Mesir: Dar Ihy al-Kutub al-‘Arabiyyah, t.t

Anda mungkin juga menyukai