Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Metode Penafsiran Al-Ma’tsur dan Al-Tafsir Bi Al-Ra’yi

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Studi Al Qur’an”

Dosen Pengampu :

Mukhlisin, ME

Disusun Oleh:
Raja Miqdad Khan M.A
Moch.Abim Haris Firmansyah
Achmad Fatomy

PRODI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT ALIF MUHAMMD IMAM SYAFI'I

1
2023

2
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim....

Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah menciptakan alam


semesta dengan kekuasaan-Nya. Yang mana tiada yang bisa memberi atas
apa yang telah diberikan-Nya, yang dengan dzat-Nya yang maha pengasih
lagi maha penyayang telah mengatur baik dan buruknya kehidupan setiap
manusia di muka bumi dan karena kasih sayang Allah yang tiada batas
inilah kami bisa menyelesaikan makalah pengantar manajemen.

Sholawat dan salam senantiasa terucap dari lisan umat Nabi


Muhammad SAW. Sosok panutan umat sepanjang zaman yang karena
kehadirannya telah menuntut jalan kita dari kegelapan menuju jalan yang
terang benderang. Bersama agamanya yang senantiasa menerangkan mana
yang hak dan mana yang batil, membawa umat manusia ke jalan yang
terang benerang.

Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak


khususnya dosen pengampu untuk mata kuliah Study Al-quran atas
bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini, sehingga makalah in
dapat terselesaikan dengan baik.
Dalam penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak
kekurangan- kekurangan mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penulis. Untuk penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi penyempurnaan makalah yang telah dibuat.

Lamongan, 10 Januari 2024

Penulis

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR.............................................................................................i

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah..................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................2

C. Tujuan dan Manfaat.........................................................................................2

BAB II.....................................................................................................................3

PEMBAHASAN.....................................................................................................3

A.Definisi Tafsir Bi Al Ma’tsur...........................................................................3

B.Macam – Macam Tafsir Bi Al Ma’tsur............................................................4

C.Keunggulan dan Kelemahan Tafsir Bi Al Ma’tsur...........................................7

D.Devinisi Tafsir Bi Ar Ra’yi..............................................................................7

E. Macam-macam Tafsir Bi Ar Ra’yi..................................................................8

F. Kehujjahan Tafsir Bi Ar Ra’yi.......................................................................11

BAB III..................................................................................................................13

PENUTUP.............................................................................................................13

KESIMPULAN..................................................................................................13

SARAN..............................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab suci uamat Islam dan al-Qur’an diturunkan
oleh Allah Swt. untuk menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.Bahkan
al-Qur’an juga semestinya menjadi petunjuk bagi seluruh manusia, baik ia muslim
atau tidak. Selain sebagai petujuk, al-Qur’an juga menjadi penjelas bagi petunjuk
dan pembeda antara yang haq dan yang bathil, yang salah dan yang benar.
Berkedudukan sebagai petunjuk hidup, maka al-Qur’an harus dipahami oleh umat
manusia, khususnya umat Islam. Untuk itulah dibutuhkan perangkat yang
namanya ilmu tafsir.1
Berdasarkan konteks modern, studi ilmu-ilmu al-Qur’an tetap tidak kalah
menarik dengan ilmu-ilmu lain. Orang-orang yang berkompeten dengan gerakan
pemikiran Islam terus berupaya menemukan rumusan kajian-kajian al-Qur’an
yang relevan dengan perkembangan jaman. Setelah melalui beberapa fase,
perkembangan ilmu tafsir kemudian hadir dengan penafsiran secara khusus dan
independen serta menjadikan ilmu tafsir sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri,
terpisah dari hadis. Tafsir generasi ini memuat riwayat-riwayat yang disandarkan
kepada Rasulullah, sahabat, tabi’in dan tabi’it-tabi’in.
Ilmu tafsir semakin berkembang pesat, pembukuannya semakin
sempurna, cabang-cabangnya bermunculan, perbedaan semakin meningkat,
fanatisme madzhab semakin memanas dan ilmu-ilmu filsafat bercampur aduk
dengan ilmu-ilmu naqli, setiap golongan hanya membela mazhabnya masing-
masing, akhirnya disiplin ilmu tafsir tercermat tidak sehat.2

1
Beik, Muhammad Khudlari, Ushul Fiqh, Dar al-Fikr ,54
2
Ibid. 57

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Tafsir bi al-Ma’tsur?
2. Apa saja macam-macam dari Tafsir bi al-Ma’tsur? Sertakan contohnya!
3. Apa saja keunggulan dan Kelemahan Tafsir bi al-Ma’tsur?
4. Apa definisi tafsir bi al-ra’yi?
5. Apa saja macam-macam dari al-tafsir bi al-ra’yi? Sertakan contohnya!
6. Bagaimana pendapat para ulama tentang kehujahan tafsir bi al-ra’yi?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Tafsir bi al-Ma’tsur
2. Untuk mengetahui macam-macam Tafsir bi al-Ma’tsur Serta contohnya
3. Untuk mengetahui keunggulan dan Kelemahan Tafsir bi al-Ma’tsur
4. Untuk mengetahui definisi tafsir bi al-ra’yi
5. Untuk mengetahui macam-macam dari al-tafsir bi al-ra’yi beserta
contohnya
6. Untuk mengetahui pendapat para ulama tentang kehujjahan tafsir bi al-
ra’yi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Tafsir bi al-Ma’tsur


makna dari Tafsir bi al-Ma’tsur adalah menjelaskan atau memperjelas
suatu hukum, makna atau hikmah dalam ayat Al-Qur’an dengan sesuatu yang
bersumber dari Al-Qur’an, hadis dan perkataan para sahabat serta tabi’in.
Oleh karenanya tafsir bi al-ma’tsur juga dikenal dengan sebutan al-tafsir bi al-
Naql atau al-tafsir bi al-Manqul dan al-tafsir bi al-Riwayah karena pada
hakikatnya al-tafsir bi al-ma’tsur adalah penafsiran yang bersumber dari
kalam terdahulu, sedangkan semua istilah tersebut merujuk pada satu makna
yaitu mengikuti kalam terdahulu dan mewariskannya sesuai apa adanya.3

Definisi dari para ahli :


1. Menurut al-ZarqānīAl-Tafsir bi al-Ma’tsur adalah penafsiran dengan Al-
Qur’an, Sunah, atau perkataan para sahabat, dengan tujuan menjelaskan
terhadap maksud yang diinginkan oleh Allah Swt. Terhadap hal yang ada
di dalam kitabnya (Al-Qur’an)4
2. M. Yusuf dalam bukunya Studi Al-Qur’an menyatakan bahwa tafsir bi al-
ma’tsur adalah memahmi al-Qur’an berdasarkan sumber utama yaitu al-
Qur’an itu sendiri, Hadis Nabi dan keterangan dari para sahabat atau
tabi’in.5

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwasanya tafsir bi al-Ma’tsur


adalah menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan menggunakan ayat lain atau
sunnah Rasulullah Saw. dan sebagian ulama berpendapat bahwa menjelaskan
3
Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, Kairo: Dar al-Qalam, 21
4
Ibid 25
5
Ibid 26

3
al-Qur’an dengan perkataan para shahabat bahkan tabi’in masih termasuk
tafsir bi al-Ma’tsur, mereka memberi alasan bahwasanya para tabi’in
langsung menerimanya dari para sahabat, dan tafsir bi al-Ma’tsur ini
merupakan jalan yang paling aman dari kesesatan dalam memahami al-
Qur’an.

B. Macam-Macam al-Tafsir bi al-Ma’tsur


Berdasarkan definisi di atas maka macam-macam al-Tafsir bi alMa’tsur
terbagi kedalam empat macam. Berikut ini akan disebutkan beberapa metode
atau macam dari al-Tafsir bi al-Ma’tsur beserta contohnya:
1. Menafsiri Ayat al-Qura’an dengan Ayat al-Qur’an
Sebagian contoh ayat Al-Qur’an yang diberi penafsiran dengan
Al-Qur’an itu sendiri adalah sebagaimana berikut:
‫َٰن‬
‫ِإَّنٓا َأنَز ْل ُه ِفى َلْيَلِة ٱْلَقْد ِر‬
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran)
pada malam kemuliaan”.
Kata ‫ َلْيَلِة ٱْلَقْد ِر‬oleh Ibnu Katsir ditafsiri dengan ‫( َلْيَلِة ٱْلَقْد ِر‬malam yang
duberkahi) sebagaimana yang telah dijelaskan oleh ayat Al-Quran pada
surah al-Dukhȃn.
‫ِإَّنٓا َأنَز ْلَٰن ُه ِفى َلْيَلٍة ُّم َٰب َر َك ٍةۚ ِإَّنا ُكَّنا ُم نِذ ِر يَن‬
Artinya: “Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam
yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan”.
Selain itu kata oleh Ibn Katsir diberi penafsiran dengan malam
yang lebih baik dari seribu bulan sebagaimana yang telah dijelaskan oleh
ayat al-Qur’an pada surah al-Qadr.
‫َلْيَلُة ٱْلَقْد ِر َخْيٌر ِّم ْن َأْلِف َشْهٍر‬
Artinya: “Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan”.
Dengan demikian dapat dipahami bahwa kosakata dalam ayat al-
Qur’an dapat dijelaskan oleh ayat yang lain baik dalam satu surah atau
pun berbeda surah.

4
2. Menafsiri Ayat al-Qur’an dengan Hadis atau Sunnah
Diantara contoh penafsiran ayat al-Qur’an dengan hadis Nabi Saw.
adalah sebagaimana berikut:
‫ِإَّنٓا َأْع َطْيَٰن َك ٱْلَك ْو َثَر‬
yang Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu
nikmat yang banyak”. Kata ‫ ٱْلَك ْو َثَر‬memiliki banyak penafsiran, dan
menurut penafsiran Ibn Jarir lafad ‫ ٱْلَك ْو َثَر‬lebih baik ditafsiri dengan
sungai yang dianugerahkan oleh Allah kepada Nabi Saw. kelak di
surga. Allah menyebut ciri khasnya dengan katsrah (melimpah ruah)
sebagai pertanda sebagai pertanda pada sungai itu terdapat banyak
kekuasaan Allah.18 Sebagaimana sabda nabi :
yang Artinya: Sesungguhnya Rasulullah Saw. besabda: “ketika
saya sedang bejalan di surga, tiba-tiba seseorang menunjukkan kepada
saya sebuah sungai, yang tepian kubahnya berrongga mutiara,
kemudian seorang Malaikat yang sedang bersamanya berkata: Apakah
engkau tahu apa ini? Ini adalah al-Kautsar, yang Allah berikan
kepadamu, lalu ia (malaikat) memuluk tanahnya dengan tangannya,
kemudian keluar harum minyak misk dari tanahnya”

3. Menafsiri Ayat al-Qur’an dengan Perkataan Sahabat Sahabat

hidup bersamaan dengan turunnya wahyu, oleh karenya


mereka dinamakan sahabat karena meraka hidup dimasa Nabi dalam
keadaan beriman, tentunya mereka lebih mengerti maksud al-Qur’an
sehingga pendapat mereka dapat dijadikan sebagai rujukan, oleh sebab
itulah muncul istilah tafsir sahabī (tafsir sahabat).

4. Menafsiri Ayat al-Qur’an dengan Perkataan Tabi’in

5
Tabi’in menurut al-Zarqani dibagi menjadi tiga golongan: pertama,
tabi’in di Makkah seperti Mujahid, ‘Atha’ Ibn Abi Rabah, ‘Ikrimah
Maula Ibn Abbas, Sa’id Ibn Jabir, dan Thaus. Kedua, tabi’in di
Madinah seperti Zaid Ibn Aslam, Abu al-‘Aliyah dan Muhammad Ibn
Ka’ab al-Qurzhi. Ketiga, tabi’in di Irak seperti Masruq Ibn Ajdza’,
Qatadah Ibn Di’amah, Abu Sa’id al-Hasan al-Bashri, ‘Atha’ Ibn Abi
Muslim al-Kharrasani, dan Murrah al-Hamdzani al-Kufi.6
Berikut merupakan salah satu penafsiran tabi’in dari Irak yaitu :
Qatadah tentang lafad :

‫ُقْل َأُعوُذ ِبَر ِّب ٱْلَفَلِق‬


Artinya: “(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya”.
Menurut Qatadah (tabi’in dari Irak) lafad memiliki arti “lalai”
artinya “tidak peduli shalat ataupun tidak shalat”.
Menurut al-Thabari ‫ ٱْلَفَل ِق‬lebih baik dimaknai dengan lalai, yaitu
bermain-main dengan shalat, menyibukkan diri dengan selain shalat,
shalat pada saat hampir selesai waktunya, akan tetapi boleh juga ditafsiri
dengan meninggalkan waktu shalat. Pendapat al-Thabari ini didasari oleh
Sabda Nabi Saw:
yang Artinya: Dari Sa’ad Ibn Abi Waqqash berkata: “Saya
bertanya kepada Nabi Saw. tentang (al-ladzina hum ‘an shalatihim
sahun), Nabi menjawab: mereka adalah orang-orang yang mengakhirkan
shalat dari waktunya ” .
Mengenai kedudukan tafsir tabi’in, ada perbedaan pendapat.
Sebagian ulama berpendapat bahwa tafsir tabi’in termasuk tafsir karena
sebagian besar pengambilannya secara umum dari sahabat. Sebagian lagi
berpendapat bahwa tafsir tabi’in tergolong kedalam tafsir ra’yu atau akal,
dalam artian para tabi’in kedudukannya disamakan dengan mufassir
selain Nabi dan sahabat.

6
Moh.Bahrudin, Ilmu Ushul Fiqh, CV. Anugrah Utama Raharja, Lampung 2019, hal. 29.

6
Secara global berdasarkan objek pembahasanya (diterima atau
tidaknya) al-Zarqānī mengklsifikasikan pembagian tafsir bi al-ma’tsur
kedalam dua bagian. Pertama; tafsir bi al-ma’tsur yang menggunakan
penafsiran dalil-dalil sahih yang tidak mungkin tertolak serta tidak
dihitung kepada penafsiran yang melenceng. Kedua; tafsir bi al-ma’tsur
yang tidah sah atau tidak sahih dan penafsiran dengan hal yang tidak
sahih tersebut wajib ditolak.

C. Keunggulan dan Kelemahan Al-Tafsir Bi Al-Ma’tsur


Setiap sesuatu pasti ada sisi istimewa dan ada sisi lemahnya begitu juga
dengan al-tafsir bi al-ma’tsur. Diantara keunggulan al-tafsir bi al-ma’tsur
adalah kebanyakan mufassir mengatakan bahwa al-tafsir bi al-ma’tsur
termasuk tafsir yang memiliki kualitas dan kedudukan tertinggi. Sekalipun al-
tafsir bi al-ma’tsur diunggulkan posisinya dari yang lain, tidak berarti tafsir bi
al-ma’tsur terlepas dari berbagai kelemahan. Menurut al-Zarqani ada beberapa
hal yang menyebabkan lemahnya tafsir bi al-ma’tsur:
1. Sebagian musuh Islam seperti kafir zindiq terkadang menyisipkan
(kepercayaannya) melalui shahabat dan tabi’in.
2. Sebagian pengikut madzhab tertentu sering kali mencatat mufassir-
mufassir tertentu.
3. Bercampurnya riwayat yang shahih dan tidak shahih.
4. Dalam karangan tafsir bi al-ma’tsur seringkali dijumpai kisah-kisah
Israiliyyah yang penuh dengan khurafat, tahayul, dan bid’ah.
5. Dalam karangan tafsir bi al-ma’tsur ada hal yang dinukil dari kitab-
kitab terdahulu milik ahli kitab seperti Taurat dan Injil.

D. Definisi Tafsir bi al-Ra’yi

secara etimologi pengertian tafsir bi al-ra’yi itu sendiri adalah tafsir yang

7
berdasarkan ijtihat mufassir7. Nama lain dari al-tafsir bi al-ra’yi itu sendiri
adalah al-Tafsir bi al-dirāyah, bi al-ijtihad dan bi al-Manqūl, diberi nama
demikian karena mufassir (orang yang menafsiri al-Qur’an) berpegang teguh
terhadap ijtihatnya sendiri bukan berdasar atas riwah al-sahabah aw tabi’in.
Ada beberapa definisi secara istilah atau terminologi yang diungkapkan oleh
kalangan ulama dan tokoh mengenai al-tafsir bi al-ra’yi:
1. Manna’ al-Qaththan mendefinisikan al-tafsir bi al-ra’yi yaitu “seorang
mufassir yang bersikukuh atau berpegang atas pemahamannya sendiri
dalam menjelaskan makna, serta dalam pengambilan hukum (istinbath)
juga menggunakan pemahamannya sendiri”.
2. Amin Suma mendefinisikan bahwa al-tafsir bi al-ra’yi ialah menafsirkan
al-Qur’an dengan lebih mengutamakan pendektan kebahasaan dari
berbagai seginya yang sangat luas.

Jadi berdasarkan definisi terkait al-tafsir bi al-ra’yi itu sendiri adalah


penafsiran seorang mufassir yang sudah mengetahui kaidah-kaidah bahasa
Arab dan yang terkait, demi mencari makna suatu ayat dalam menafsiri al-
Qur’an yang kemudian dipadukan dengan nalar ijtihad mufassir itu sendiri.

E. Macam-Macam al-Tafsir bi al-Ra’yi


Ulama mengklasifikasikan tafsir bi al-ra’yi kedalam dua bagian
yaitu tafsir bi al-ra’yi al-mahmūd (terpuji) dan tafsir bi al-ra’yi al-
madzmum (tercela).
1. Tafsir bi al-Ra’yi al-Mahmūd (Terpuji)
Tafsir bi al-ra’yi al-mahmūd adalah penafsiran yang
mencocoki dengan kehendak syari’ (pembuat hukum), jauh dari
kebodohan dan kesesatan serta mengikuti kaidah bahasa Arab yang
berpegang teguh dengan gaya bahasa dalam memahami nash-nash
al-Qur’an al-Karim. Muhammad Amin Suma dalam bukunya
Ulumul Qur’an memberikan batasan dalam mengetahui ciri-ciri
tafsir bi al-ra’yi al-mahmūd:
7
Ramli, Ushul Fiqh, CV. Citra Kreasi Utama, Yogyakarta 2021, hal. 51-52

8
a. Sesuai dengan tujuan al-Syari’ (Allah Swt.);
b. Jauh atau terhindar dari kesalahan dan kesesatan;
c. Dibangun atas kaidah-kaidah kebahasaan (bahasa Arab) yang
tepat dengan mempraktikkah gaya bahasa (uslubnya) dan
memahami nashnash al-Qur’an.
d. Tidak mengabaikan (memperhatikan) kaidah-kaidah penafsiran
yang sangat penting seperti memperhatikan sabab al-nuzul,
ilmu munasabah dan lain-lain sarana yang dibutuhkan oleh
mufassir.

Berdasarkan batasan atau ciri-ciri di atas, maka tafsir bi al-


ra’yi al-mahmūd tegolong kedalam tafsir yang baik dan terpuji
serta layak digunakan. Oleh karenanya, tafsir al-mahmūd juga
sering dijuluki dengan tafsir tafsir al-masyru’.
Contoh dari adanya tafsir al-mahmūd ialah menafsirkan
kata “ ‫( “ ذرة‬dzarrah) dalam surah al-Zalzalah (99): 7 dan 8, dengan
benda-benda terkecil misalnya atom, newton dan energi.
Sedangkan ulama-ulama klasik menafsirkan kata dzarrah itu
sendiri dengan biji sawi, biji gandum, semut dan lain sebagainya.
Contoh lain adalah kata “ ‫( “ القلم‬al-qalam) dalam surah al-‘Alaq
(96): 4 dan dalam surah al-Qalam (68): 2, yang oleh mufassir
klasik (salaf) bahkan mufassir kontemporer (khalaf) diartikan
dengan pena. Penefsuran yang demikian tentu tidak salah
mengingat pena adalah alat tulis yang paling tua dikenal manusia.
Namun menafsiri kata al-qalam dengan alat tulis yang lain yang
dikenal di jaman sekrang bukanlah sebuah keniscayaan seperti
pensil, pulpen, spidol, mesin tik, mesin stensil dan komputer atau
bahkan laptop yang sekarang sering digunakan dikalangan anak
terpelajar.

2. Tafsir bi al-Ra’yi al-Madzmum (Tercela)

9
Tafsir bi al-ra’yi al-madzmum (tercela) adalah menafsiri
ayat al-Qur’an tanpa keilmuan atau menafsiri al-Qur’an
berdasarkan hawa nafsu disebabkan bodohnya atau ketidak tahuan
atas kaidah-kaidah bahasa Arab serta tanpa bekal pengtahuan
syari’at (kaidah-kaidah keagamaan). Itulah sebabnya tafsir bi al-
ra’yi al-madzmum (tercela) juga disebut dengan tafsir al-bathil.
Berdasarkan definisi di atas Amin Suma memberi ciri-ciri
sebagai batasan sebuah penafsiran bisa dikategorikan kedalam
tafsir al-madzmum:
a. Mufassir tidak mempunyai keilmuan yang memadai (bodoh)
b. Tidak didasarkan kepada kaidah-kaidah keilmuan;
c. Menafsirkan al-Qur’an dengan smata-mata mengandalkan
kecendrungan hawa nafsu
d. Mengabaikan aturan-aturan bahasa Arab dan aturan syariah
yang menyebabkan penafsirannya menjadi rusak, sesat dan
menyesatkan.

Berikut adalah contoh tafsir bi al-ra’yi yang tergolong al-


madzmum (batil atau tercela), menafsiri kata “ ‫( “ شجرة‬syajarah)
dengan pohon bringin. Semenjak terjadinya adu argunmen panas-
memanas antara beberpa partai politik di Indonesia ada sebagian
tepatnya oknum juru kampanye (jurkam) disaat-saat menjelang
pemilihan umum terkadang sering menggunakan ayat al-Qur’an
dengan penafsiran yang dipelintir seperti kata “ ‫ “ )شجرة‬syajarah)
dalam surah al-Baqarah (2): 35, yang digunakan sebagian oknum
juru kampanye dengan pohon bringin dengan maksud
mendiskreditkan partai Golongan Karya (GOLKAR) supaya tidak
dipilih. Begitu juga argumentasi dari beberapa oknum partai yang
tidak memperbolehkan mencoblos partai yang ada gambar
ka’bahnya (Partai Persatuan Pembangunan/PPP) dengan menyentil
ayat 96 surat Ali ‘Imran (3).

10
F. Kehujjahan al-Tafsir bi al-Ra’yi
Setelah mengetahui tentang tafsir bi al-ra’yi dari segi definisi serta
pembagian dan ciri-cirinya ada beberapa pendapat di kalangan ahli tafsir
berkenaan dengan kehujjahan tafsir bi al-ra’yi.8 Ada kelompok yang
menolak dan ada pula kelompok yang menerima.
1. Menolak Tafsir bi al-Ra’y
Kelompok yang menolak adanya tafsir bi al-ra’yi menyatakan
haram bila penafsirannya berdasar pada logika tanpa ada dasar yang
benar. Ada beberapa alasan ulama menolak penafsiran seperti ini:
a. Tafsir bi al-ra’yi adalah perkataan mufassir tanpa didasari
keilmuan, hal ini bertendensi kepada firman Allah Swt al-Baqarah
(2): 169.
b. Ada hadis yang menjelaskan akan adanya siksa yang amat pedih
bagi orang-orang yang menafsiri al-Qur’an dengan sudut pandang
sendiri (bi al-ra’yi).“Barang siapa yang berkata (menafsiri) sesuatu
dari al-Qur’an dengan sudut pandangnya sendiri, maka neraka tepat
ia kembali”. (HR. Tirmidzi).
c. Yang pantas menjelaskan al-Qur’an hanyalah Rasulullah Saw. hal
ini berdasar al-Qur’an Surah al-Nahl (16): 44.
d. Ada sejumlah atsar sahabat atau tabi’in yang menunjukkan mereka
tidak mau menafsiri al-Qur’an berdasarkan ra’yi.

2. Menerima Tafsir bi al-Ra’yi

Golongan atau kelompok yang menerima dalam artian


memperbolehkan dalam penggunaan tafsir bi al-ra’yi adalah kalangan
ulama Jumhur (mayoritas ulama) dengan berdasarkan beberpa hal:

8
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Amzah, 2014), 142.

11
a. Adanya dorongan dari Allah Swt. dalam untuk selalu berfikir atau
tadabbur terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Bedasarkan surah Shat (38):
29.
b. Andaikan tafsir bi al-Ijtihad itu tidak dibolehkan maka adanya
ijtihad dalam fiqh dan ilmu lain juga tidak diperbolehkan.
c. Bertendensi pada do’a Nabi saw. untuk Ibn Abbas:
‫اللهم فقهه ىف الدين وعلمه التأويل‬.
“Ya Allah pahamkan Dia (Ibn Abbas) tentang Urusan Agama dan
ajarilah Dia (Ibn Abbas) akan Penakwilan”.

12
BAB III
PENUTUP

G. Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang bisa ditulis sebagaimana berikut:
1. al-Tafsir bi al-Ma’tsur adalah penafsiran yang bersumber dari Al-
Qur’an, Hadits, qaul al-shahabah dan qaul al-tabi’in.
2. al-Tafsir bi al-Ma’tsur ada 4 yaitu: Al-Qur’an, Hadits, qaul al-
shahabah dan qaul al-tabi’in.
3. Menurut al-Zarqani ada dua hukum tentang kehujjahan tafsir bi al-
ma’tsur :
a. Harus`menerima tafsir bi al-ma’tsur dan tidak boleh menyia-
nyiakan serta melalaikannya apabila tafsirnya dinukil dari
dalil-dalil yang shahih dan dapat diterima.
b. Harus menolak tafsir bi al-ma’tsur dan tidak boleh menerima
serta mengamalkannya apabila tafsirnya dinukil dari riwayat
yang mengandung cacat.
4. Keunggulan tafsir bi al-ma’tsur adalah kebanyakan mufassir
mengatakan bahwa tafsir bi al-ma’tsur termasuk tafsir yang
memiliki kualitas dan kedudukan tertinggi. Sedangkan
kelemahannya adalah dapat disisipi kepercayaan orang zindiq,
penafsiran sesuai mazhab, bercampurnya riwayat yang shahih dan
tidak shahih, seringkali dijumpai kisah-kisah israiliyyat yang penuh
dengan khurafat, tahayul, dan bid’ah dan terkadang terdapat hal
yang dinukil dari kitab-kitab terdahulu milik ahli kitab seperti
Taurat dan Injil.
5. Menurut Manna al-Qaththan al-tafsir bi al-ra’yi adalah seorang
mufassir yang bersikukuh atau berpegang atas pemahamannya

13
sendiri dalam menjelaskan makna, serta dalam pengambilan
hukum (istinbath) juga menggunakan pemahamannya sendiri.
6. Ada dua pembagian al-tafsir bi al-ra’yi, yaitu: Pertama, al-Mahmūd
(Terpuji) dan kedua, al-Madzmum (Tercela).
7. al-Tafsir bi al-Ra’yi ada semenjak sahabat Nabi yang kemudian
berkembang ke generasi tabi’in dan seterusnya.
8. Kehujjahan al-tafsir bi al-ra’yi masih dalam ikhtilaf (perbedaan
sudut pandang ulama) ada yang menolak dalam artian
mengharamkan dan ada yang menerima dalam artian
memperbolehkan.

B. Saran
Makalah ini tentunya tidak terlepas dari kesalahan baik dalam
kesalahan dalam tulisan atau pun pemahaman, sehingga dibutuhkan
ketelitian bagi pembaca dan tidak langsung mengkonsumsi makalah ini.

14
DAFTAR PUSTAKA

Beik, Muhammad Khudlari, Ushul Fiqh, Dar al-Fikr


Khalaf, Abdul Wahab, Ilmu Ushul Fiqh, Kairo: Dar al-Qalam,
Moh.Bahrudin, Ilmu Ushul Fiqh, CV. Anugrah Utama Raharja, Lampung 2019,
Ramli, Ushul Fiqh, CV. Citra Kreasi Utama, Yogyakarta 2021,
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Amzah, 2014)

15

Anda mungkin juga menyukai