“Studi Al Qur’an”
Dosen Pengampu :
Mukhlisin, ME
Disusun Oleh:
Raja Miqdad Khan M.A
Moch.Abim Haris Firmansyah
Achmad Fatomy
1
2023
2
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim....
Penulis
DAFTAR ISI
i
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
BAB III..................................................................................................................13
PENUTUP.............................................................................................................13
KESIMPULAN..................................................................................................13
SARAN..............................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an merupakan kitab suci uamat Islam dan al-Qur’an diturunkan
oleh Allah Swt. untuk menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa.Bahkan
al-Qur’an juga semestinya menjadi petunjuk bagi seluruh manusia, baik ia muslim
atau tidak. Selain sebagai petujuk, al-Qur’an juga menjadi penjelas bagi petunjuk
dan pembeda antara yang haq dan yang bathil, yang salah dan yang benar.
Berkedudukan sebagai petunjuk hidup, maka al-Qur’an harus dipahami oleh umat
manusia, khususnya umat Islam. Untuk itulah dibutuhkan perangkat yang
namanya ilmu tafsir.1
Berdasarkan konteks modern, studi ilmu-ilmu al-Qur’an tetap tidak kalah
menarik dengan ilmu-ilmu lain. Orang-orang yang berkompeten dengan gerakan
pemikiran Islam terus berupaya menemukan rumusan kajian-kajian al-Qur’an
yang relevan dengan perkembangan jaman. Setelah melalui beberapa fase,
perkembangan ilmu tafsir kemudian hadir dengan penafsiran secara khusus dan
independen serta menjadikan ilmu tafsir sebagai disiplin ilmu yang berdiri sendiri,
terpisah dari hadis. Tafsir generasi ini memuat riwayat-riwayat yang disandarkan
kepada Rasulullah, sahabat, tabi’in dan tabi’it-tabi’in.
Ilmu tafsir semakin berkembang pesat, pembukuannya semakin
sempurna, cabang-cabangnya bermunculan, perbedaan semakin meningkat,
fanatisme madzhab semakin memanas dan ilmu-ilmu filsafat bercampur aduk
dengan ilmu-ilmu naqli, setiap golongan hanya membela mazhabnya masing-
masing, akhirnya disiplin ilmu tafsir tercermat tidak sehat.2
1
Beik, Muhammad Khudlari, Ushul Fiqh, Dar al-Fikr ,54
2
Ibid. 57
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi Tafsir bi al-Ma’tsur?
2. Apa saja macam-macam dari Tafsir bi al-Ma’tsur? Sertakan contohnya!
3. Apa saja keunggulan dan Kelemahan Tafsir bi al-Ma’tsur?
4. Apa definisi tafsir bi al-ra’yi?
5. Apa saja macam-macam dari al-tafsir bi al-ra’yi? Sertakan contohnya!
6. Bagaimana pendapat para ulama tentang kehujahan tafsir bi al-ra’yi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Tafsir bi al-Ma’tsur
2. Untuk mengetahui macam-macam Tafsir bi al-Ma’tsur Serta contohnya
3. Untuk mengetahui keunggulan dan Kelemahan Tafsir bi al-Ma’tsur
4. Untuk mengetahui definisi tafsir bi al-ra’yi
5. Untuk mengetahui macam-macam dari al-tafsir bi al-ra’yi beserta
contohnya
6. Untuk mengetahui pendapat para ulama tentang kehujjahan tafsir bi al-
ra’yi.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
al-Qur’an dengan perkataan para shahabat bahkan tabi’in masih termasuk
tafsir bi al-Ma’tsur, mereka memberi alasan bahwasanya para tabi’in
langsung menerimanya dari para sahabat, dan tafsir bi al-Ma’tsur ini
merupakan jalan yang paling aman dari kesesatan dalam memahami al-
Qur’an.
4
2. Menafsiri Ayat al-Qur’an dengan Hadis atau Sunnah
Diantara contoh penafsiran ayat al-Qur’an dengan hadis Nabi Saw.
adalah sebagaimana berikut:
ِإَّنٓا َأْع َطْيَٰن َك ٱْلَك ْو َثَر
yang Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu
nikmat yang banyak”. Kata ٱْلَك ْو َثَرmemiliki banyak penafsiran, dan
menurut penafsiran Ibn Jarir lafad ٱْلَك ْو َثَرlebih baik ditafsiri dengan
sungai yang dianugerahkan oleh Allah kepada Nabi Saw. kelak di
surga. Allah menyebut ciri khasnya dengan katsrah (melimpah ruah)
sebagai pertanda sebagai pertanda pada sungai itu terdapat banyak
kekuasaan Allah.18 Sebagaimana sabda nabi :
yang Artinya: Sesungguhnya Rasulullah Saw. besabda: “ketika
saya sedang bejalan di surga, tiba-tiba seseorang menunjukkan kepada
saya sebuah sungai, yang tepian kubahnya berrongga mutiara,
kemudian seorang Malaikat yang sedang bersamanya berkata: Apakah
engkau tahu apa ini? Ini adalah al-Kautsar, yang Allah berikan
kepadamu, lalu ia (malaikat) memuluk tanahnya dengan tangannya,
kemudian keluar harum minyak misk dari tanahnya”
5
Tabi’in menurut al-Zarqani dibagi menjadi tiga golongan: pertama,
tabi’in di Makkah seperti Mujahid, ‘Atha’ Ibn Abi Rabah, ‘Ikrimah
Maula Ibn Abbas, Sa’id Ibn Jabir, dan Thaus. Kedua, tabi’in di
Madinah seperti Zaid Ibn Aslam, Abu al-‘Aliyah dan Muhammad Ibn
Ka’ab al-Qurzhi. Ketiga, tabi’in di Irak seperti Masruq Ibn Ajdza’,
Qatadah Ibn Di’amah, Abu Sa’id al-Hasan al-Bashri, ‘Atha’ Ibn Abi
Muslim al-Kharrasani, dan Murrah al-Hamdzani al-Kufi.6
Berikut merupakan salah satu penafsiran tabi’in dari Irak yaitu :
Qatadah tentang lafad :
6
Moh.Bahrudin, Ilmu Ushul Fiqh, CV. Anugrah Utama Raharja, Lampung 2019, hal. 29.
6
Secara global berdasarkan objek pembahasanya (diterima atau
tidaknya) al-Zarqānī mengklsifikasikan pembagian tafsir bi al-ma’tsur
kedalam dua bagian. Pertama; tafsir bi al-ma’tsur yang menggunakan
penafsiran dalil-dalil sahih yang tidak mungkin tertolak serta tidak
dihitung kepada penafsiran yang melenceng. Kedua; tafsir bi al-ma’tsur
yang tidah sah atau tidak sahih dan penafsiran dengan hal yang tidak
sahih tersebut wajib ditolak.
secara etimologi pengertian tafsir bi al-ra’yi itu sendiri adalah tafsir yang
7
berdasarkan ijtihat mufassir7. Nama lain dari al-tafsir bi al-ra’yi itu sendiri
adalah al-Tafsir bi al-dirāyah, bi al-ijtihad dan bi al-Manqūl, diberi nama
demikian karena mufassir (orang yang menafsiri al-Qur’an) berpegang teguh
terhadap ijtihatnya sendiri bukan berdasar atas riwah al-sahabah aw tabi’in.
Ada beberapa definisi secara istilah atau terminologi yang diungkapkan oleh
kalangan ulama dan tokoh mengenai al-tafsir bi al-ra’yi:
1. Manna’ al-Qaththan mendefinisikan al-tafsir bi al-ra’yi yaitu “seorang
mufassir yang bersikukuh atau berpegang atas pemahamannya sendiri
dalam menjelaskan makna, serta dalam pengambilan hukum (istinbath)
juga menggunakan pemahamannya sendiri”.
2. Amin Suma mendefinisikan bahwa al-tafsir bi al-ra’yi ialah menafsirkan
al-Qur’an dengan lebih mengutamakan pendektan kebahasaan dari
berbagai seginya yang sangat luas.
8
a. Sesuai dengan tujuan al-Syari’ (Allah Swt.);
b. Jauh atau terhindar dari kesalahan dan kesesatan;
c. Dibangun atas kaidah-kaidah kebahasaan (bahasa Arab) yang
tepat dengan mempraktikkah gaya bahasa (uslubnya) dan
memahami nashnash al-Qur’an.
d. Tidak mengabaikan (memperhatikan) kaidah-kaidah penafsiran
yang sangat penting seperti memperhatikan sabab al-nuzul,
ilmu munasabah dan lain-lain sarana yang dibutuhkan oleh
mufassir.
9
Tafsir bi al-ra’yi al-madzmum (tercela) adalah menafsiri
ayat al-Qur’an tanpa keilmuan atau menafsiri al-Qur’an
berdasarkan hawa nafsu disebabkan bodohnya atau ketidak tahuan
atas kaidah-kaidah bahasa Arab serta tanpa bekal pengtahuan
syari’at (kaidah-kaidah keagamaan). Itulah sebabnya tafsir bi al-
ra’yi al-madzmum (tercela) juga disebut dengan tafsir al-bathil.
Berdasarkan definisi di atas Amin Suma memberi ciri-ciri
sebagai batasan sebuah penafsiran bisa dikategorikan kedalam
tafsir al-madzmum:
a. Mufassir tidak mempunyai keilmuan yang memadai (bodoh)
b. Tidak didasarkan kepada kaidah-kaidah keilmuan;
c. Menafsirkan al-Qur’an dengan smata-mata mengandalkan
kecendrungan hawa nafsu
d. Mengabaikan aturan-aturan bahasa Arab dan aturan syariah
yang menyebabkan penafsirannya menjadi rusak, sesat dan
menyesatkan.
10
F. Kehujjahan al-Tafsir bi al-Ra’yi
Setelah mengetahui tentang tafsir bi al-ra’yi dari segi definisi serta
pembagian dan ciri-cirinya ada beberapa pendapat di kalangan ahli tafsir
berkenaan dengan kehujjahan tafsir bi al-ra’yi.8 Ada kelompok yang
menolak dan ada pula kelompok yang menerima.
1. Menolak Tafsir bi al-Ra’y
Kelompok yang menolak adanya tafsir bi al-ra’yi menyatakan
haram bila penafsirannya berdasar pada logika tanpa ada dasar yang
benar. Ada beberapa alasan ulama menolak penafsiran seperti ini:
a. Tafsir bi al-ra’yi adalah perkataan mufassir tanpa didasari
keilmuan, hal ini bertendensi kepada firman Allah Swt al-Baqarah
(2): 169.
b. Ada hadis yang menjelaskan akan adanya siksa yang amat pedih
bagi orang-orang yang menafsiri al-Qur’an dengan sudut pandang
sendiri (bi al-ra’yi).“Barang siapa yang berkata (menafsiri) sesuatu
dari al-Qur’an dengan sudut pandangnya sendiri, maka neraka tepat
ia kembali”. (HR. Tirmidzi).
c. Yang pantas menjelaskan al-Qur’an hanyalah Rasulullah Saw. hal
ini berdasar al-Qur’an Surah al-Nahl (16): 44.
d. Ada sejumlah atsar sahabat atau tabi’in yang menunjukkan mereka
tidak mau menafsiri al-Qur’an berdasarkan ra’yi.
8
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir (Jakarta: Amzah, 2014), 142.
11
a. Adanya dorongan dari Allah Swt. dalam untuk selalu berfikir atau
tadabbur terhadap ayat-ayat al-Qur’an. Bedasarkan surah Shat (38):
29.
b. Andaikan tafsir bi al-Ijtihad itu tidak dibolehkan maka adanya
ijtihad dalam fiqh dan ilmu lain juga tidak diperbolehkan.
c. Bertendensi pada do’a Nabi saw. untuk Ibn Abbas:
اللهم فقهه ىف الدين وعلمه التأويل.
“Ya Allah pahamkan Dia (Ibn Abbas) tentang Urusan Agama dan
ajarilah Dia (Ibn Abbas) akan Penakwilan”.
12
BAB III
PENUTUP
G. Kesimpulan
Ada beberapa kesimpulan yang bisa ditulis sebagaimana berikut:
1. al-Tafsir bi al-Ma’tsur adalah penafsiran yang bersumber dari Al-
Qur’an, Hadits, qaul al-shahabah dan qaul al-tabi’in.
2. al-Tafsir bi al-Ma’tsur ada 4 yaitu: Al-Qur’an, Hadits, qaul al-
shahabah dan qaul al-tabi’in.
3. Menurut al-Zarqani ada dua hukum tentang kehujjahan tafsir bi al-
ma’tsur :
a. Harus`menerima tafsir bi al-ma’tsur dan tidak boleh menyia-
nyiakan serta melalaikannya apabila tafsirnya dinukil dari
dalil-dalil yang shahih dan dapat diterima.
b. Harus menolak tafsir bi al-ma’tsur dan tidak boleh menerima
serta mengamalkannya apabila tafsirnya dinukil dari riwayat
yang mengandung cacat.
4. Keunggulan tafsir bi al-ma’tsur adalah kebanyakan mufassir
mengatakan bahwa tafsir bi al-ma’tsur termasuk tafsir yang
memiliki kualitas dan kedudukan tertinggi. Sedangkan
kelemahannya adalah dapat disisipi kepercayaan orang zindiq,
penafsiran sesuai mazhab, bercampurnya riwayat yang shahih dan
tidak shahih, seringkali dijumpai kisah-kisah israiliyyat yang penuh
dengan khurafat, tahayul, dan bid’ah dan terkadang terdapat hal
yang dinukil dari kitab-kitab terdahulu milik ahli kitab seperti
Taurat dan Injil.
5. Menurut Manna al-Qaththan al-tafsir bi al-ra’yi adalah seorang
mufassir yang bersikukuh atau berpegang atas pemahamannya
13
sendiri dalam menjelaskan makna, serta dalam pengambilan
hukum (istinbath) juga menggunakan pemahamannya sendiri.
6. Ada dua pembagian al-tafsir bi al-ra’yi, yaitu: Pertama, al-Mahmūd
(Terpuji) dan kedua, al-Madzmum (Tercela).
7. al-Tafsir bi al-Ra’yi ada semenjak sahabat Nabi yang kemudian
berkembang ke generasi tabi’in dan seterusnya.
8. Kehujjahan al-tafsir bi al-ra’yi masih dalam ikhtilaf (perbedaan
sudut pandang ulama) ada yang menolak dalam artian
mengharamkan dan ada yang menerima dalam artian
memperbolehkan.
B. Saran
Makalah ini tentunya tidak terlepas dari kesalahan baik dalam
kesalahan dalam tulisan atau pun pemahaman, sehingga dibutuhkan
ketelitian bagi pembaca dan tidak langsung mengkonsumsi makalah ini.
14
DAFTAR PUSTAKA
15