Anda di halaman 1dari 11

Universita Ma’arif

Metro
Lampung

TUGAS MAKALAH
QUR’AN HADIST
"Tafsir bi al- ma’tsur ( Definisi / hakekat tafsir bi al-Ma’tsur dan
macam-macam tokohnya, kelebihan dan kekurangannya"

Disusun oleh : Kelompok 6


Pembahasan ke 10
1.VERDINAN WIRANATA
NIM : 231220034
2. WARSONO
NIM : 231220078
KATA PENGANTAR

Bismillah hirrohmannirrohim

Segala Puji bagi Allah SWT, yangtelah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat
dapat mrenyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga
terlimpahkan curahan kepada baginda terinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nantika syafaatnya di akhirat nanti.

Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Bpak Dr. Amirrudin. selaku dosen
pengampu dalam mata kuliah ini. Sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan ini sebagai
tugas dari mata kuliah Al - Quran Hadist “ Tafsir bil al - matsur “

Ada pun maksud penulis ini untuk memenuhi tugas, mengembangkan dan meningkatkan
ilmu pengetahuan tentang materi yang sedang kita pelajari.

Tidak lupa penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang ikut serta
membagi ilmunya dalam penulisa dalam penulisan makalah ini. Sehingga penulis
menyelsaikan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna . Untuk itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan menuju kesempurnaan makalh
ini.

Akhir kata kami harap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................................................1

BAB I ..........................................................................................................................................3

PENDAHULUAN ............................................................................................................................. .
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................................3

B. RUMUSAN MASALAH.........................................................................................................3

C. TUJUAN PEMBAHASAN .....................................................................................................4


BAB II........................................................................................................................... .....................5

PEMBAHASAN.................................................................................................................................5

A. Pengertian Tafsir bil - Ma’tsur...............................................................................................5

a) Tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an .....................................................................................7

1. Firman Allah: (QS. AT-Tahariq:1)..........................................................................................7

b) Tafsir al-Qur’an dengan as-Sunnah ......................................................................................8

1. Rasulullah menafsirkan shalat wustha dalam firman Allah:.........................................8

c) Tafsir Sahabat ....................................................................................................................8

d) Tafsir Tabi’in ......................................................................................................................8

B. Pandangan Ulama Klasik.........................................................................................................9

C. Pandangan Ulama Kontemporer ...........................................................................................10

D. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir bil – Mat’sur...................................................................11

a.Kelebihan Tafsir bil-Ma’tsur .............................................................................................11

b.Kelemahan Tafsir bi al-Ma’tsur.........................................................................................11

F. Menjauhi Kisah – Kisah Israliyat...........................................................................................13

G. Status Hukum Tafsir bil – Ma’tsur .....................................................................................14

BAB III ............................................................................................................................................15

PENUTUP........................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................16


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ketika Al-Qur’an diturunkan , kemudian Rasulloh SAW, memberikan penjelasan kepada para

sahabat tentang arti dan kandungan , Khususnya menyangkut ayat-ayat yang tidak dipahami

atau ayat yang samar-samar artinya . Hal ini berlangsung sampai wafatnya Rasulloh SAW.

Setelah wafat Rassulloh SAW, para sahabat , mereka terpaksa melaksanakan ijtihat, khususnya

mereka yang mempunyai kemampuan seperti ‘Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab,

dan Ibnu Mas'ud. Sementara sahabat ada pula menanyakan beberapa masalah. Kususnya sejarah

Nabi atau kisah-kisah yang tercantum kedalam al-Qur’an, kepada tokoh-tokoh ahlul kitab yang

telah memeluk agama Islam, seperti ‘Abdullah bin Salam, Ka’ab al-Ahbar, dan lain-lain. Inilah yang

merupakan benih lahirnya Isra’Iliyyat.

Disamping itu para tokoh tafsir, dari golongan sahabat yang disebutkan, mempunyai
murid-
murid dari para tabi’in, khususnya di kota-kota tempat mereka tinggal. Sehingga lahirlah tokoh-

tokoh tafsir baru dari kalangan tabi’in di kota-kota tersbut. Gabungan dari tiga sumber diatas,

yaitu penafsiran Rasullah Saw, penafsiran sahabat-sahabat serta penafsiran tabi’in,

dikelompokkan menjadi satu kelompok yang dinamai Tafsir bil- Ma’tsur.

Mengingat pada zaman modern ini perkembangan IPTEK semakin pesat dan globalisasi tidak

dapat dihindarkan, maka sangat perlu adanya berbagai macam metode penafsiran yang bisa

dijadikan alternatif untuk memahami al-Qur’an secara kontekstual. Oleh karena itulah, sangat

perlu kiranya dipahami salah satu corak penafsiran yang bersandar pada riwayat dengan

nama Tafsir bil-Ma’tsur ini.


B. RUMUSAN MASALAH

Bagaimana pengertian Tafsir bil- Ma’tsur ?


Bagaimana pandangan ulama klasik tentang Tafsir bil- Ma’tsur ?
Bagaimana pandangan ulama kontemporer tentang Tafsir bil –Ma’tsur ?
Bagaiman kelebihan dan kekurangan Tafsir bil – Ma’tsur ?
B. RUMUSAN MASALAH

1.Bagaimana pengertian Tafsir bil- Ma’tsur ?


2.Bagaimana pandangan ulama klasik tentang Tafsir bil- Ma’tsur ?
3.Bagaimana pandangan ulama kontemporer tentang Tafsir bil –Ma’tsur ?
4.Bagaiman kelebihan dan kekurangan Tafsir bil – Ma’tsur ?

C.TUJUAN PEMBAHASAN

1. Untuk mengetahui konsep Tafsir bil– Ma’tsur


2. Untuk mengetahui pandangan ulama klasik tentang Tafsir bil–Ma’tsur
3. Untuk mengetahui pandangan ulama kontemporer tentang Tafsir bil– Ma’tsur
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan Tafsir bil– Ma’tsur
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir bil - Ma’tsur

Tafsir bil - ma’tsur ialah tafsir yang berdasarkan pada al – Qur’an atau riwayat yang shahih
sesuai urutan yang telah disebutkan dimuka dalam syarat – syarat mufassir . Yaitu menafsirkan
al –Qur’an dengan al Qur’an ( ayat dengan ayat ), Al Qur’an dengan sunnah , perkataan sahabat
karna merekalah yang paling mengetahui kitabullah , atau dengan pendapat tokoh –tokoh
besartabi’in 1 . Pada umumnya mereka menerimanya dari para sahabat .

Mufasir yang mengambil metodologi seperti ini hendaknya menelusuri lebih dahulu atsar –
atsar atau riwayat yang ada tentang makna ayat , kemudian atsar tersebut dikemukakan
sebagai tafsir ayat bersangkutan . Dalam hal ini ia tidak boleh melakukan ijtihad untuk
menjelaskan sesuatu makna tanpa ada dasar , juga hendaknya ia meninggalkan hal- hal yang
tidak bergunauntuk diketahui selama tidak ada riwayat yang shahih mengenainya .

Ibnu Taimiyah berkata , ‘’kita wajib yakin bahwa Nabi telah menjelaskan kepada para
sahabatnya makna – makna al – Qur’an sebagaimana telah menyampaikan lafadz- lafadznya .
Firman Allah :

Artinya : “Agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah di turunkan kepada
mereka” ( QS. An-Nahl : 44 )

Mencakup dua penjelasan itu . Menurut Abu Abdurrahman as – Sulami, orang yang mengajar
al – Qur’an kepada kami seperti Utsman bin Affan , Abdullah bin mas’ud dan lain – lain bercerita
bahwa jika belajar dari Nabi sepuluh ayat , mereka tidak meneruskannya sampai mengetahui
semua ilmu dan amalan yang terkandung didalamnya . Jadi , lanjut mereka kami mempelajari al –
Qur’an itu berikut ilmu dengan pengamalannya sekaligus . Oleh karna itu, untuk menghafal satu
surat pun mereka memerlukan waktu cukup lama . Anas berkata , ‘’Jika seorang telah membaca
surat al – Baqoroh dan Ali Imran , ia menjadi mulia dalam pandangan
kami .’’ ( H.R. Malik dalam al – Muawatha ) itu semua karna Allah telah berfirman :

Artinya : “(Ini adalah) sebuah kitab yang kami turunkan kepadamu , penuh berkah , supaya
mereka memikirkan ayat – ayatnya” ( QS. Shad : 29 )

Artinya : ‘’Maka apakah mereka tidak merenungkan al – Qur’an ? ( an – Nisa’ :82 )


Tadabbur ( Memperhatikan , merenungkan dan menghayati ) kalam tanpa memahami
maknanya adalah tidak mungkin . Selain itu menurut kebiasaan , tidak mungkin seseorang
membaca sebuah buku tentang ilmu pengetahuan seperti kedokteran dan matematika
misalnya, tanpa mereka pahami dan meminta penjelasannya. Maka bagaimana lagi dengan
Kalamullah yang merupakan pelindung mereka, kunci keselamatan dan kebahagian serta
tonggak bagitegaknya agama dan kehidupan dunia mereka ?2

Diantara tabi’in ada yang mengmbil seluruh tafsirnya dari sahabat . Menurut cerita Mujahid ,
“Saya membacakan mushaf kepada Ibnu Abbas sebanyak tiga kali, dari al – Fatihah sampai
dengan penutup . Saya berhenti pada setiap ayat unuk menanyakan hal – hal yang berkaitan
dengannya”
Tafsir bil -Ma’tsur biasa disebut juga tafsir riwayat. Dalam hal ini, Prof. Dr. M. Ali Ash-
Shabhunniy memberikan pengertian, bahwa tafsir riwayat (ma’tsur) adalah rangkaian
keterangan yang terdapat dalam al-Qur’an, Sunnah atau kata-kata sahabat sebagai penjelasan
maksud dari firman Allah, yaitu penafsiran al-Qur’an dengan Sunnah Nabawiyyah. Dengan kata
lain, maka tafsir bil-Ma’tsur adalah tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an, penafsiran al- Qur’an dengan
as-Sunnah atau penafsiran al-Qur’an menurut atsar yang timbul dari kalangan sahabat.3 Dari
sinidapat difahami bahwa tafsir bil-Ma’tsur merupakan salah satu cara penafsiran ayat al-
Qur’an dengan menggunakan sumber-sumber lain yang telah dipercayai urutan hirarkis
kebenarannya, yaitu al-Qur’an sendiri, as-Sunnah, atsar sahabat dan perkataan
para tabi’in.

Adapun kitab-kitab tafsir bil-Ma’tsur antara lain

1.Tafsir Jami’ul Bayan (Ibnu Jarir Ath- Thabary)


2. Tafsir al-Bustan (Abu Laits as-Samaraqandy)
3. Tafsir Baqy Makhlad
4. Tafsir Mu’allimat Tanzil (al-Baghawy)
5.Tafsir al-Qur’anul ‘Adzim (Ibnu Katsir)
6.Tafsir Asbabun Nuzul (al-Wahidy)
7. Tafsir al-Nasikh wa al-Mansukh (Abu Ja’far an-Nahhas)
8. Tafsir Durrul Mantsur fi al-Tafsir bi al-Ma’tsur (As-Sayuthy)

B. Pandangan Ulama Klasik


Para ulama klasik berbeda pendapat tentang pengggunan tafsir bil-Ma’tsur ini. Di
bawah ini akan disebutkan beberapa pandangan dari para tokoh, antara lain:
Imam Ahmad. Beliau menilai bahwa tafsir yang berdasarkan riwayat, seperti halnya riwayat-
riwayat tentang peperangan dan kepahlawanan, kesemuanya tidak mempunyai dasar (yang
kokoh).10 Ini menandakan bahwa Imam Ahmad tidak mengapresiasi penuh terhadap tafsir ini,
terutama pada Tafsir Tabi’in, karena dianggap sangat minim kebenarannya.
Ibnu Jarir At-Thabari. Menurutnya bahwa diantara kandungan al-Qur’an yang diturunkan Allah
kepada Nabi-Nya, terdapat ayat-ayat yang tidak dapat diketahui ta’wilnya kecuali dengan
penjelasan Rasulullah. Misalnya ayat yang terkait dengan macam-macam perintah (wajib, anjuran,
dan himbauan), larangan, fungsi-fungsi, hak hukum-hukum, batas kewajiban dan
hukum lain di al-Qur’an yang tidak diketahui kecuali dengan penjelasan Rasulullah kepada
umatnya. Hal ini tidak boleh secara sembarangan menafsirkannya tanpa penjelasan resmi dari
Rasulullah
c) Syaikh Abdul Azim az-Zarqani. Ketika membahas Tafsir bil-Ma’tsur, ia menyebutkan bahwa Tafsir bil-
Ma’tsur adalah Tafsir yang datang dari al-Quran, sunnah atau perkataan Sahabat yang menjelaskan
maksud Allah swt dalam kitab-Nya. Selanjutnya ia mengatakan tentang tafsir Tabi’in masih terjadi
perselisihan antara ulama; di antara mereka ada yang menilainya termasuk tafsir yang ma’tsur, karena
mayoritas mereka belajar langsung kepada para Sahabat, dan
diantara mereka ada yang memasukkannya ke dalam tafsir bir Ra’yi.
D). Muhammad Husein Adz-Dzahaby mengkategorikan penjelasan para tabi’in terhadap al-Qur’ansebagai
Tafsir bil-ma’tsur, karena Ibnu Jarir At-Thabary dalam Tafsirnya Jami’ul Bayan fi
Tafsir al-Qur’an memasukkan kategori tersebut ke dalam Tafsir bil-ma’tsur, walaupun ada yang
memperselisisihkannya.
C. Pandangan Ulama Kontemporer
Muhammad Ali Ash-Shabhunniy: Muhammad Ali Ash-Shabhunniy mendukung penggunaan Tafsir
bil-Ma’tsur, khususnya pada tafsir al-Qur’an dengan al-Qur’an, tafsir al-Qur’an dengan as-Sunnah
dan tafsir sahabat, tetapi untuk tafsir Tabi’in beliau menyangsikannya. Menurutnya, Kedua cara
penafsiran tersebut, yaitu penafsiran al-Qur’an dengan sunnah merupakan jenis tafsir yang
panjang, luhur dan tidak ragu lagi untuk diterima. Bentuk penafsiran yang pertama (al-Qur’an dan
al-Qur’an) karena Allah Ta’ala lebih mengetahui maksudnya daripada yang lainnya. Kitab Allah Swt
adalah suatu berita yang paling benar dan tidak terdapat pertentangan antara yang satu dengan
yang lainnya. Sedangkan bentuk tafsir kedua (al-Qur’an dengan sunnah Rasul), karena al-Qur’an
itu sendiri menegaskan bahwa Rasul adalah berfungsi sebagai penjelas al-Qur’an. Oleh karenanya
segala sesuatu yang disampaikan Rasul yang sanadnya shahih patuh untuk dijadikan pegangan.
Untuk tafsir para sahabat, menurut beliau tafsir ini termasuk dalam tasir yang mu’tamad (dapat
dijadikan pegangan), karena para sahabat ini pernah bertemu dan berkumpul secara langsung
dengan Nabi Saw. mengambil dari sumbernya yang asli, menyaksikan turunnya wahyu, serta
mengetahui Asbabun Nuzul. Sedangkan pada tafsir tabi’in, beliau lebih memilih berhati-hati.

B).M. Quraish Shihab. Menurutnya, penafsiran ini hanya sesuai dipakai pada zaman klasik.
Karena mereka mengandalkan kekuatan rasa bahasa yang dapat membuktikan kemukjizatan
al-Qur’an. Tetapi tidak sesuai jika dipakai pada zaman modern ini, karena orang Arab pun
sekarang sudah mulai kehilangan rasa bahasanya, apalagi kita yang di Indonesia ini. Metode
riwayat ini istimewa jika ditinjau dari sudut informasi kesejarahannya yang luas, serta objektifitas
mereka dalam menguraikan riwayat itu, sampai-sampai ada yang menyampaikan riwayat–riwayat
tanpa melakukan penyeleksian yang ketat. Kadang sebagian ditemui tanpa sanad, yang ditemui
sanadnya pun membutuhkan penelitian yang cukup panjang untuk
menunjukkan kelemahan dan keshahihannya.
D. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir bil – Mat’sur
Pandangan para ulama bermacam-macam terhadap tafsir bil-Ma’tsur ini. Itu terjadi
tiada lain karena di dalamnya memang banyak sekali terdapat kelebihan dan kekurangan. Antara
lain;
a.Kelebihan Tafsir bil-Ma’tsur
1.Dalam mengetengahkan penafsiran, para sahabat Nabi dan kaum tabi’in selalu disertai dengan
Isnad (sumber-sumber riwayatnya) dan diperbandingkan untuk memperoleh penafsiran yang
paling kuat dan tepat.
2.Terdapat kesimpulan-kesimpulan tentang hukum dan diterangkan juga bentuk-bentuk i’rab
(kedudukan kata-kata di dalam rangkaian kalimat) yang menambah kejelasan makna dari ayat-
ayat al-Qur’an.
3. Memaparkan ayat-ayat yang nasikh dan mansukh serta menjelaskan riwayat yang shahih dan
yang dha’if.

b.Kelemahan Tafsir bi al-Ma’tsur


1.Banyak ditemukan riwayat-riwayat yang disisipkan oleh orang-orang yahudi dan persi
dengan tujuan merusak islam melalui informasi yang tidak dipertanggungjawabkan
kebenarannya.
2.Banyak ditemukan usaha-usaha penyusupan kepentingan yang dilakukan oleh aliran-aliran
yang dianggap menyimpang seperti kaum Syi’ah.

3. Tercampur aduknya riwayat-riwayat yang shahih dengan riwayat-riwayat hadits yang


sanadnya lemah
4. Banyak ditemukan riwayat Isra’iliyyat yang mengandung dongeng-dongeng yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan.

E. Kontroversi Seputar Tafsir bil- Ma’tsur

Tafsir bil- ma’tsur berkait pada riwayat – riwayat yang di nukil dari pendahulu umat
ini. Perbedaan pendapat dari mereka sedikit sekali jumlanya dibandingkan dengan yang terjadi
pada generasi sesudahnya. Sebagian besar perbedaan tersebut hanya terletak pada aspek
redaksionalnya sedangkan maknanya tetap sama ,atau hanya berupa penafsiran kata – kata yang
umum denga salah satu makna yang dicakupkannya.
Menurut Ibnu Taimiyah,perbedaan dalam tafsir di kalangan salaf sedikit sekali
jumlahnya.Dan pada umumnya perbedaan itu hanya berkonotasi keberagaman pendapat,bukan
kontradiksi.Perbedaan tersebut dapat diklasifikasi menjadi dua macam:

1.Seorang mufassir diantara mereka mengungkapkan maksud sebuah kata dengan redaksi
berbeda dari redaksi lainnya. Masing – masing redaksi itu menunjukkan makna yang berbeda ,
tetapi pada dasarnya memiliki maksud yang sama. Misalnya penafsiran kata ash – Shirat al –
Mustaqim sebagian menafsirkan dengan makna “al- Qur’an.” Maksudnya mengikuti al Qur’an
sedangkan yang lain memaknainya “islam “ . Kedua tafsiran ini sama , sebab ber -Islam berarti
mengikuti al – Qur’an . Hanya saja masing – masing penafsiran itu menggunakan pola berbeda satu
dengan lainnya.

2. Masing – masing mufassir menafsirkan kata – kata yang bersifat umum dengan menyebutkan
sebagian makna dari sekian banyak maknanya sebagai contoh , dan untuk mengingatkan
pendengar bahwa kata tersebut mengandung bermacam – macam makna, bukan hanya satu.
Disebutkan bahwa “Sabiq” adalah orang yang menunaikan sholat di awal waktu . “ Muqtashid
“ adalah melakukan sholat ditengah waktu . “ zhalim “ ialah orang yang untuk mengakhirkan
shalat Ashar sampai langit berwarna kuning – kuning . Mufassir lain mengatakan ,”Sabiq” orang
yang berbuat baik yaitu bersedekah di samping zakat. “Muqtashid “ orang yang hanya
menunaikkan zakat wajib saja . Adapun “ zhalim “ adalah orang yang enggan membayar zakat.
Perbedaan pendapat seperti itu kadang – kadang disebabkan oleh satu lafadz yang mengandung
dua makna . Seperti kata ‘as’as mempunyai arti datangnya waktu malam dan kepergiannya. Atau
karna beberapa kata yang digunakkan menyampaikan pesan- pesan , memiliki makna yang saling
berdekatan . Misalnya kata “ tubsal “ sebagian menafsirkan dengan “ tuhbas” ( ditahan ) dengan
sebagian yang lain dengan “ turhan” (tergadai, terhadap dijadikan
jaminan ). Masing – masing penafsiran ini berdekatan satu dengan yang lain.
F. Menjauhi Kisah – Kisah Israliyat
Perbedaan pendapat di kalangan mufassir terkadang terjadi pada hal – hal yang pada
dasarnya tidak perlu diketahui , seperti penukilan sebagian mufassir terhadap kisah kisah
Isra’iliyat dari Ahlul kitab yang berhubungan dengan kasus Ashhab al – kahfi ( Orang yang
bersembunyi di dalam goa ). Mereka berbeda pendapat tentang nama– nama , warna anjing dan
jumlah mereka. Padahal tentang hal ini Allah telah berfirman ,”Katakanlan Tuhanku lebih
mengetahui jumlah mereka ; tidak ada orang yang mengetahui bilangsn mereka kecuali sedikit”
(Al – Kahfi : 22 )
Juga mereka berselisih tentang ukuran kapal Nabi Nuh dan jenis kayunya , nama anak yatim
yang dibunuh oleh Khidir, nama – nama yang dihidupkan Allah untuk Nabi Ibrahim , jenis tongkat
kayu Musa dan lain – lain . Hal seperti itu hanya bisa diketahui melalui metode periwayatan . Maka
apa yang dinukil dengan riwayat shahih dari Nabi boleh diterima , namun jikatidak ada yang sahih
hendaknya kita tawaqquf ( diam ). Meskipun hati kita meresa cenderung untuk menerima apa
yang diriwayatkan dari para sahabat , sebab periwayatan
mereka dari Ahli Kitab relatif lebih sedikit dari pada tabi’in.
G. Status Hukum Tafsir bil – Ma’tsur

Tafsir bil – Ma’tsur adalah metode penafsiran yang harus diikuti dan dijadikan
pedoman dalam menafsirkan al – Qur’an, karna ia merupakan cara yang paling aman dalam
memahami kitab Allah. Diriwayatkan dari pada Ibnu Abbas ,ia berkata,ada empat corak tafsir:

1. Tafsir yang dapat diketahui oleh orang arab melalui bahasa mereka , yaitu tafsir yang
merujuk kepada tutur kata mereka melalui penjelasan bahasa.
2. Tafsir yang diketahui oleh orang banyak . Macam kedua ini ialah tafsir mengenai ayat yang
maknanya mudah dimengerti , seperti penafsiran nash – nash yang mengandung hukum syari’at
dan dalil – dalil tauhid secara tegas. Contohnya setiap orang pasti mengetahui makna tauhid dari
ayat , “ Maka ketahuilah , sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah. “ ( Muhammad : 19) ,
sekalipun ia tidak tahu bahwa kalimat ini dikemukakan dengan pola “ nafi “ dan“ istisna “ yang
menunjukkan hashr ( Pembatasan).
3. Tafsir yang hanya bisa diketahui oleh para ulama . Yaitu tafsir yang merujuk kepada ijtihad
yang didasarkan pada bukti – bukti dan dalil – dalil dengan sejumlah ilmu terkait
, seperti Penjelasan ayat atau kata yang belum jelas maknanya , pengkhususan ayat - ayat yang
umum dan sebagainya .
4. Tafsir yang sama sekali tidak mungkin diketahui oleh siapa pun selain Allah . Tafsir ini berkisar
pada hal – hal yang gaib, seperti kapan terjadinya hari kiamat dan hakikat ruh
dan lainnya.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tafsir bil -Ma’tsur adalah tafsir yang berdasarkan pada al-Qur’an atau riwayat yang shahih. Yaitu
menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, al-Qur’an dengan as- Sunnah,perkataan sahabat karena
merekalah yang mengetahui Kitabullah,atau dengan
pendapat tokoh-tokoh besar tabi’in.

B.SARAN

Penulis sadar bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritikan dan saran yang membangun agar kedepannya bisa lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Syaikh Manna al-Qaththan,2005,Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an,Jakarta:Maktabah Wahbah -


Kairo

Anda mungkin juga menyukai