Anda di halaman 1dari 13

TAFSIR BI AR- RIWAYAH DAN BI AD-DIROYA

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Tafsir Tarbawi

Dosen Pengampu:
Kholis Ali Mahmudi, S.Ag, M. Pd.

Disusun Oleh :
1. Aisyah Syahadatin 202107501011209
2. Senja Setia Rahayu 202107501011351

PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MA’ARIF MAGETAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. karena atas rahmat, karunia serta
kasihsayangnya kami dapat menyelesaikan makalah mengenai “TAFSIR BI AR-

RIWAYAH DAN BI AD-DIROYA” ini dengan sebaik mungkin. Sholawat serta


salam semoga tetap tercurah kepada Nabi terakhir, penutup para Nabi sekaligus satu-
satunya uswatun hasanah kita, Nabi Muhammad SAW. Tidak lupa pula saya ucapkan
terima kasih kepada Bapak , Kholis Ali Mahmudi, S.Ag, M. Pd. Selaku dosen mata kuliah
TAFSIR TARBAWI.
Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari masih banyak terdapat kesalahan dan
kekeliruan, baik yang berkenaan dengan materi pembahasan maupun dengan teknik
pengetikan, walaupun demikian, inilah usaha maksimal dari kami selaku para penulis yang
mampu kami usahakan.
Semoga dalam makalah ini para pembaca dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan
dan diharapkan kritik yang membangun dari para pembaca guna untuk memperbaiki
kesalahan sebagaimana mestinya.

Magetan, 26 Agustus 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................1
1. Latar belakang.......................................................................................1
2. Rumusan masalah.................................................................................2
3. Tujuan ..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................3
1. Pengertian Tafsir...................................................................................3
2. pengertian Tafsir bi ar- riwayah dan bi ad-dhiroyah.............................3
3. perbedaan Tafsir bi ar- riwayah dan bi ad-dhiroyah.............................7
BAB III PENUTUP.......................................................................................9
1. Kesimpulan ..........................................................................................9
2. Pesan.....................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................10

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nabi Muhammad SAW bukan hanya bertugas menyampaikan Al-Quran,
melainkan sekaligus menjelaskannya kepada umat sebagaimana ditegaskan oleh
Allah dalam Surat An-Nahl. 44 : Artinya:  Dan Kami telah menurunkan Adz-Dikr
(Al-Quran) kepada mu supaya kamu jelaskan kepada manusia apa yang
diturunkan kepada mereka. Demikian pula yang dijelaskan dalm surat yang sama

ayat 64: Artinya: ” Tiada Kami turunkan  al-Kitab (Al-Quran) kepadamu,


melainkan supaya kamu jelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan
didalamnya’.
Kegiatan pengumpulan tafsir pada mulanya sejalan dengan pengumpulan
hadits, sehingga tafsir pada masa itu merupakan bagian dari hadits. Itulah
sebabnya didalam kitab hadits seperti shahih Bukhari, terdapat dua bab mengenai
tafsir yaitu Kitab Tafsir Al-Quran dan Kitab Fadhail Al-Quran yang menurut al-
Fandi meliputi seperdelapan bagian dari keseluruhan isi kitab hadits tersebut.
Tidak diragukan lagi bahwa sejarah tafsir Al-Quran berlangsung melalui berbagai
tahap dan kurun waktu yang panjang sehingga menjadi bentuk yang kita saksikan
sekarang ini berupa tulisan berjilid-jilid banyaknya, baik tercetak maupun yang
masih tulisan tangan. Pertumbuhan tafsir dimulai sejak dini, mulai sejak masa
Rasulullah kemudian para sahabat, Tabi’in, dan seterusnya sampai pada masa
ulama kotemporer seperti sekarang ini.
Dalam masa perkembangan tafsir yang memakan waktu lama tersebut juga
mengalami perkembangan, tidak hanya penafsiran yang diterima dari Rasulullah
saja, berdasarkan perkembangan pemikiran dan permasalahan umat yang semakin
kompleks sehingga Al-Quran yang penuh dengan keilmuan (meskipun bukan
kitab ilmiah) mengalami penafsiran dari berbagai golongan dan sudut pandang.
Untuk menghindarkan terjadinya spekulasi dalam penafsiran, maka para ulama
tafsir menetapkan persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang mufassir serta
kadah-kaedah yang harus dikuasainya.
A.

1
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian tafsir
2. Pengertian Tafsir bi ar- riwayah dan bi ad-dhiroyah itu apa
3. Perbedaan dari Tafsir bi ar- riwayah dan bi ad-dhiroyah

C. Tujuan
1. Apa pengertian dari tafsir
2. Bagaimana pengertian Tafsir bi ar- riwayah dan bi ad-dhiroyah
3. Apakah perbedaan Tafsir bi ar- riwayah dan bi ad-dhiroyah

2
BAB III
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tafsir
Tafsir secara bahasa mengikuti wazan Taf'il, keduanya berasal dari akar bahasa,
yaitu : Pertama : Berasal dari akar kata " al-Fasr " yang artinya Al- Bayan :
penjelasan atau keterangan. Kata kerjanya mengikuti wazan ( dharaba, yadhribu,
dharban ) atau mengikuti wazan ( nashara, yansuru, nasran ), yang memiliki arti Al-
Ibanah : penjelasan. Kedua : Berasal dari akar kata " At-Tafsir " mengikuti wazan
fa'ala ditambah tasydid pada Ain Fi'ilnya, yang mengikuti wazan ( Fassara,
Yufassiru, Tafsiran ) yang mempunyai arti Al-Ibana dan Al- Kasyfu, yang artinya ;
menerangkan atau mengungkap. Dengan demikian, dari dua kata tafsir tersebut,
dapat diartikan juga, bahwa tafsir dari akar Al-Fasr berarti memiliki kata Kasyful
Mughatta', yaitu : mengingkap sesuatu yang abstrak. Sedangkan yang berasal dari
akar kata At-Tafsir, berarti memiliki kata ( Kasyful Murad Anil Lafadz Al-Musykil ),
yang artinya : menyingkap suatu lafazd yang musykil ( pelik ) Istilah Tafsir merujuk
kepada Al-Qur’an surat al-Furqon ayat 33.yang artinya “Tidaklah orang-orang kafir
itu datang kepadamu membawa sesuatu yang ganjil,melaikan kami datangkan
kepadamu sesuatu yang benar dan penjelasan (tafsir)yang terbaik”. Maksudnya :
paling baik penjelasan dan perinciannya. Pengertian inilah yang dimaksud dalam
Lisan al-‘Arab dengan “Kasyf Al-Mughaththa” (membukakan sesuatu yang tertutup).
Sedangkan tafsir menurur Ibn Manzhur ialah membuka dan menjelaskan maksud
yang sukar dari suatu lafadz. Sebagian ulama pun banyak yang mengartikan tafsir
sependapat dengan Ibn Manzhur yaitu menjelaskan dan menerangkan.
a) Pengertian Bi Ar- Riwayah Atau Tafsir Bil Ma’tsur
Tafsir ini disebut juga tafsir bil ma’tsur dan an-nagl adalah penafsiran yang
mendasarkan pada penjelasan al-qur’an itu sendiri, penjelasan rasul, penjelasan para
sahabat melalui ijtihatnya dan aqwan tabi’in. Bi Ar-Riwayah adalah metode
penafsiran dengan cara mengutip atau mengambil rujukan pada Al-Qur’an ,hadist
nabi, kutipan sahabat serta tabi’in. Jadi, bila merujuk pada definisi diatas, ada empat
otoritas yang menjadi sumber penafsiran.
Pertama: Al-Quran yang dipandang sebagai penafsir terbaik terhadap Al-Quran itu
sendiri. Kedua: otoritas hadist nabi yang memang berfungsi sebagai penjelas Al-
Quran.

3
Ketiga: otoritas pejelasan shahabat yang dipandang sebagai orang yang banyak
mengetahui Al-Quran.
Keempat: otoritas penjelasan tabii’in yang dianggap orang yang bertemu langsung
dengan sahabat.
Metode ini mengharuskan mufasir menelusuri shahih tidaknya riwayat yang
digunakannya. Tafsir Bil Ma’tsur telah ada sejak zaman sahabat. Pada zamannya
Tafsir Bil Ma’tsur dilakukan dengan cara menukil penafsiran dari Rasulullah SAW,
atau dari sahabat oleh sahabat, serta dari sahabat oleh tabi’in dengan tata cara yang
jelas periwayatannya, cara seperti ini biasanya dilakukan secara lisan. Setelah itu ada
periode dimana penukilannya menggunakan penukilan pada zaman sahabat yang
telah dibukukan dan dikodifikasikan, pada awalnya kodifikasi ini dimasukkan dalam
kitab-kitab hadits, namun setelah tafsir menjadi disiplin ilmu tersendiri, maka ditulis
dan terbitlah buku-buku yang memuat khusus tafsir bil ma’tsur lengkap dengan jalur
sanad kepada nabi muhammad SAW, para sahabat, tabi’in.
Ada beberapa pendapat tentang tafsir bil riwayah, seorang mufassir diantara
mereka mengungkapkan maksud sebuah kata dengan redaksi yang berbeda dengan
redaksi mufassir lain, dan masing masing redaksi itu menunjukkan makna yang
berbeda pula, tapi maksud semuanya sama. Pendapat lain mengatakan, masing-
masing mufassir menafsirkan kata-kata yang bersifat umum dengan menyebutkan
sebagian makna dari sekian banyak macamnya sebagai contoh untuk mengingatkan
pendengar bahwa kata tersebut mengandung bermacam-macam makna.
Dibawah ini kami ketengahkan contoh-contoh tafsir bil riwayah (bil ma’tsur):
1) Tafsir Al-Qur’an bil Quran
Artinya: ... keduanya berkata, ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri
kami sendiri. Dan apabila Engkau tidak mengampuni kami dan memberi
rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang merugi. (Q.S.
Al-A’raf: 23)
Ayat tersebut merupakan penjelasan bagi lafadz kalimat yang terdapat dalam
surat al-baqarah ayat 37:
Artinya:.. kemudian adam menerima beberapa kalimat dari tuhannya, maka
allah menerima taubatnya. Sesungguhnya allah maha penerima taubat lagi
maha penyayang.

4
2) Tafsir Al- Qur’an bil Hadits
Artinya: Orang-orang yang beriman dan tidak mencampur adukkan keimanan
mereka dengan kedzaliman (syirik) mereka itu orang-orang yang mendapat
keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S.
Al-An’am : 82) Rasulullah menafsirkan kata Dzalim dalam ayat ini dengan
syirik. Penafsiran ini selaras dengan penegasan Allah dalam surat al-Lukman
ayat 13:
Artinya: ... sesungguhnya menyekutukan Allah benar-benar kedzaliman yang
besar.
 Mengikuti tafsir bil ma’tsur/bil riwayah tidak diperselisihkan lagi, harus diikuti
meskipun ada perbedaan penafsiran terhadap sesuatu lafadz Al-Quran. Seperti ada
yang menafsirkan Ash Shirathal Mustaqim dengan Al-Quran dan ada yang
menafsirkannya dengan Islam. Kedua penafsiran tersebut, satu sama lain saling
mendekati artinya, sebab agama Islam adalah mengikuti Al-Quran.
Namun, tafsir bil riwayah juga banyak mendapat kritik keras sebab banyak
riwayat-riwayat hadits shahih bercampur dengan riwayat hadits yang tidak shahih.
Selain itu, juga kegiatan yang tidak asing lagi bagi orang-orang zindik dari
Yahudi dan Persia yang berusaha menghancurkan Islam dan mengacaukan ajaran-
ajarannya.
Diantara kitab-kitab tafsir bil ma’tsur atau tafsir bil riwayah diantaranya:
1.    Tafsir Jamiul Bayan karya Ibn Jarir ath Thabari
2.    Tafsir Bustan karya Abu Laits Samarqandyi
3.    Tafsir Ma’alimut Tanzil karya Al-Baghawy
4.    Tafsir Al-Quran al Adzim karya al Hafidz Ibn Katsir Dll.
b) Tafsir Bi ad-Dirayah
Tafsir ini juga disebut tafsir bir ra’yi, yaitu tafsir yang pemahaman terhadap
ayat-ayat Al-Quran melalui ijtihad dengan menggunakan akal pikiran, yang dalam
prakteknya mendayagunakan atau mengerahkan seluruh kemampuan ilmu yang
dimiliki, guna mencapai hasil penafsiran yang memadai, sesuai dengan kehendak
ayat yang bersangkutan.
Tafsir ini bila disandarkan pada sandaran yang benar, maka ia diterima dan
terpujilah, jika tidak maka ia ditolak. Ada beberapa sandaran agar tafsir ini
diterima,

5
menurut az Zarkasyi yang dikutip oleh as Suyuti sebagai berikut:
Bersandar kepada yang berasal dari Rasulullah SAW dengan berusaha
menghindarkan diri dari hadits dhaif dan maudhu’ berpegang pada ketetapan
sahabat, terutama yang bernilai marfu’ seperti halnya asbabun nuzul. Bersandar
pada kaidah-kaidah bahasa dengan menjaga diri dari membelokkan ayat pada
makna-makna yang berlawanan dengan kehendak syara’ kecuali makna yang sudah
umum dipakai oleh bangsa Arab sendiri.
Penafsiran bil dirayah dimulai setelah berakhir masa salaf sekitar abad ketiga
Hijriyah, dan peradaban Islam semakin maju dan berkembang, maka lahirlah
berbagai madzhab dan aliran dikalangan ummat Islam. Masing-masing golongan
berusaha meyakinkan umat dalam rangka mengembangkan faham mereka. Untuk
mencapai maksud itu, mereka mencari ayat-ayat Al-Quran dan hadits-hadits Nabi
lalu mereka tafsirkan sesuai dengan keyakinan yang mereka anut. Ketika inilah
berkembang apa yang disebut dengan tafsir bil dirayah atau tafsir bir ra’yi (tafsir
yang melalui pikiran).
Kaum filosof misalnya, menafsirkan Al-Quran dari sudut pemahaman
filsafat. Kaum Fuqaha menafsirkan dari sudut hukum Fiqh. Kaum teolog
menafsirkan dari sudut pemahaman teologis dan lain sebagainya.
Pendek kata, berbagai corak tafsir ad dirayah muncul dikalangan ulama-ulama
mutaakhirin sehingga diabad modern lahir lagi tafsir menurut tinjauan sosiologis dan
sains seperti tafsir al manar dan al Jawahir.
Meskipun tafsir bil dirayah ini berkembang dengan pesat namun dalam
menerimanya para ulama terbagi dua, ada yang membolehkan dan ada yang
melarangnya. Tetapi setelah diteliti, ternyata kedua pendapat yang bertentangan itu
hanya bersifat redaksional atau lafdzi. Maksudnya, kedua belah pihak sama-sama
mencela penafsiran yang berdasarkan pemikiran semata-mata tanpa mengindahkan
kaedah-kaedah dan kriteria yang berlaku. Penafsiran serupa inilah yang
diharamkan oleh ibn Taimiyah, sebaliknya keduanya sepakat membolehkan
penafsiran Al-Quran dengan ijtihad yang berdasarkan Al-Quran dan Sunnah serta
kaedah-kaedah yang mu’tabarah.
Diantara kitab-kitab tafsir bil dirayah:
1. Tafsir Anwarut Tanzil wa Asrar Ta’wil karya al Baidhawi
6
2. Tafsir Mafatih al Ghaib karya Fakhruddin ar Razi
3. Tafsir Jalalain karya Jalaluddin Muhammad al Mahalli dan Jalaluddin Abdur
Rahman Ash Shuyuti. Dan lain sebagainya.

B. Perbedaan Tafsir Bil Ma’tsur dan Tafsir Bil Ra’yi


perkembangan sesuai dengan tuntutan zaman. Perkembangan ini
merupakan suatu keharusan agar Al- Qur’an dapat bermakna bagi umat
Islam di segala waktu dan segala tempat.
Pada perkembangan terbaru mulai diadopsilah metode-metode baru guna
memenuhi tujuan tersebut. Dengan mengambil beberapa metode dalam ilmu
filsafat yang digunakan untuk membaca teks Al-Qur’an maka dihasilkanlah
cara-cara baru dalam memaknai Al-Qur’an. Melihat sejarah awal
perkembangan tafsir, muncul dua jenis penafsiran Al-Qur’an secara estafet,
yaitu tafsir bi al- ma’tsur atau disebut juga dengan tafsir bi al-riwayah dan
tafsir bi al-ra’yi atau tafsir bi al-dirayah. Untuk meminimalisir perdebatan
tentang bentuk kedua jenis tafsir ini, penulis lebih memahami keduanya
tidak sebagai sebuah metode ataupun corak tafsir melainkan jenis-jenis
penafsiran yang muncul dalam sejarah awal usaha pemahaman terhadap Al-
Qur’an
1. Tafsir bil ma’tsur

Tafsir ini merupakan salah satu jenis penafsiran yang muncul pertama kali
dalam sejarah khazanah intelaktual Islam. Sedikit sekali terjadi perbedaan
pendapat dalam produk-produk penafsirannya. Sebagian besar perbedaan
yang ditemukan adalah pada aspek pemahaman redaksional terhadap ayat-
ayat Al- Qur’an. Ini disebabkan relativitas kualitas intelektual shahabat
dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an tersebut. sehingga wajar ditemukan
perbedaan. Sebagai sebuah contoh dalam Mabahits fi Ulum al-Qur’an,
seorang mufassir pada masa itu mengungkapkan maksud sebuah kata
dengan redaksi yang berbeda dengan redaksi mufassir yang lain dan masing-
masing redaksi itu menunjuk makna yang juga berbeda namun maksud
semuanya adalah sama. Seperti penafsiran terhadap kata Shirat Al-
Mustaqim, sebagian menafsirkannya sebagai Al-Qur’an dan sebagian yang
lain menafsirkannya dengan Islam. Kedua tafsiran ini berbeda namun senada
7
karena Islam didasari oleh Al-Qur’an hanya saja masing-masing penafsiran
itu menggunakan sifat yang tidak digunakan oleh yang lain.
2. Tafsir Bir-Ra’yi

Tafsir bir-ra’yi muncul sebagai sebuah jenis tafsir pada periode akhir pertumbuhan tafsir
bil-ma’tsur sebagai periode awal perkembangan tafsir. Pada masa ini, islam semakin
maju dan berkembang, maka berkembanglah berbagai madzhab dan aliran dikalangan
umat Islam. Masing-masing golongan berusaha meyakinkan umat dalam rangka
mengembangkan paham mereka. Untuk maksud tersebut mereka mencari ayat-ayat Al-
Qur’an dan Hadits Nabi, lalu mereka tafsirkan sesuai keyakinan yang mereka anut.
Meskipun telah terdapat upaya sebagian Muslim yang menunjukkan bahwa mereka telah
melakukan penafsiran dengan ijtihad, khususnya pada zaman shahabat dan tabi’in
sebagai tonggak munculnya ijtihad namun tidak menutup kemungkinan bahwa sejak
zaman Nabi, benih-benih tafsir bir-ra’yi telah tumbuh dikalangan umat Islam. Dalam
beberapa literatur disebutkan bahwa sebenarnya tafsir bir-ra’yi tidak semata-mata
didasari penalaran akal, dengan mengabaikan sumber-sumber riwayat secara mutlak.
akan tetapi lebih selektif terhadap riwayat tersebut. Dalam sumber lain Tafsir bir-ra’yi
bukan berarti menafsirkan ayat dengan menggunakan akal seluas-luasnya, tetapi tafsir
yang didasarkan pada pendapat yang mengikuti kaidah-kaidah bahasa Arab yang
bersandar pada sastra jahiliah berupa syair, prosa, tradisi bangsa Arab, dan ekspresi
percakapan mereka serta pada berbagai peristiwa yang terjadi pada masa Rasul
menyangkut perjuangan, perlawanan, pertikaian, hijrah, dan peperangan yang beliau
lakukan selain itu juga menyangkut berbagai fitnah yang pernah terjadi dan hal-hal yang
terjadi saat itu, yang mengharuskan adanya hukum-hukum dan diturunkannya ayat-ayat
Al-Qur’an. Dengan demikian, tafsir bir-ra’yi adalah tafsir dengan cara memahami
berbagai kalimat Al-Qur’an melalui pemahaman yang ditunjukkan oleh berbagai
informasi yang dimiliki seorang ahli tafsir seperti bahasa dan berbagai peristiwa.

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tafsir menurut Ibn Manzhur ialah membuka dan menjelaskan maksud yang
sukar dari suatu lafadz. Sebagian ulama pun banyak yang mengartikan tafsir
sependapat dengan Ibn Manzhur yaitu menjelaskan dan menerangkan. Bi Ar-
Riwayah adalah metode penafsiran dengan cara mengutip atau mengambil
rujukan pada Al-Qur’an ,hadist nabi, kutipan sahabat serta tabi’in. Jadi, bila
merujuk pada definisi diatas, ada empat otoritas yang menjadi sumber
penafsiran. Tafsir ini juga disebut tafsir bir ra’yi, yaitu tafsir yang pemahaman
terhadap ayat-ayat Al-Quran melalui ijtihad dengan menggunakan akal pikiran,
yang dalam prakteknya mendayagunakan atau mengerahkan seluruh
kemampuan ilmu yang dimiliki, guna mencapai hasil penafsiran yang
memadai, sesuai dengan kehendak ayat yang bersangkutan.

B. Saran

Dengan adanya penyusunan makalah ini, penyusun menyakini bahwa dalam


pembuatan makalah masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun
mengharap saran dan kritikan demi penyempurnaan makalah ini. Penyusun juga
berharap semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca.

9
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Mashuri Sirojuddin Iqbal dan Drs A. Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir, Angkasa, Bandung,
1997,
Drs. Rif’at Syouqi Nawawi dan Drs. M. Ali Hasan, Pengantar Ilmu Tafsir, Bulan Bintang,
Jakarta 1985
5 Al- Farmawi, abd Havy, Al Bidayah fi at-tafsir al-Maudhu’I, Maktabah Al-
jumhuriyah, Mesir. Hal 25
6 Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an /Tafsir.(Jakarta:Bulan
Bintang, 1980) hlm. 227

10

Anda mungkin juga menyukai