Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH MADZAHIBUT TAFSIR

Karakteristik dan Sumber Penafsiran pada masa Tabi’in

DosenPengampu:

Ustadz Muhammad Ilham Lc. M.A

Disusun Oleh:

Muhammad Insan Adliansyah ( 210101013 )

Muhammad Torkis Nasution ( 210101014 )

Wahid ( 210101029 )

PRODI AL-QUR’AN DAN TAFSIR


INSTITUT SAINS QUR’AN SYEKH IBRAHIM
ROKAN HULU-RIAU
T.A 2023-2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah subhaanahu wata’ala, yang telah memberikan
Rahmat-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. Yang berjudul “Karakteristik dan
sumber Penafsiran pada masa Tabi’in”.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran
agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.

Dalam penyusunan makalah ini kami banyak menemukan kesulitan dan masalah.
Sehingga, tentu dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan. Oleh karena itu, kami mohon
maaf atas kesalahan tersebut. Dan kami sangat membutuhkan kritik dan saran yang membangun
dan mendorong untuk kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini menjadi suatu
kebaikan untuk kami sebagai penulis, serta menjadi kebaikan untuk para pembaca.

Aamiin Ya Rabbal ‘aalamiin.

Pasir Pengaraian

Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar .............................................................................................................................. i


Daftar isi........................................................................................................................................ ii
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar belakang ................................................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ............................................................................................................. 1
C. Tujuan pembahasan .......................................................................................................... 2
Bab 2 Pembahasan
A. Pengertian Tabi’in. ............................................................................................................ 3
B. Sumber Penafsiran mufassir kalangan Tabi’in ................................................................. 3
C. Perkembangan dan Madrasah tafsir pada masa Tabi’in ................................................... 5
D. Metode Penafsiran Tabi’in ................................................................................................ 7
E. Corak dan Karakteristik penafsiran Tabi’in ...................................................................... 8
F. Kualitas tafsir Tabi’in ....................................................................................................... 9
G. Tokoh mufassir kalangan Tabi’in ..................................................................................... 11
H. Kodifikasi tafsir Qur’an pada masa Tabi’in. .................................................................... 11
I. Contoh penafsiran Qur’an pada masa Tabi’in .................................................................. 12
Bab 3 Penutup
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................................................. 16
Daftar rujukan ............................................................................................................................... 17

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Munculnya berbagai aliran dalam penafsiran al-Qur’an yang dikenal dengan istilah
Madzahibut Tafsir, adalah dilatar belakangi oleh aneka ragam keahlian yang dimiliki para mufassir
disamping permasalahan social yang mempengaruhinya, sehingga dapat menimbulkan pula
berbagai macam corak tafsir yang berkembang dalam beberapa referensi kitab tafsir, baik tafsir
klasik, maupun tafsir kontemporer. Madzahibut-Tafsir yang merupakan salah satu pokok bahasan
dalam Studi al-Qur’an sangat penting untuk dikaji, karena dapat memberikan pelajaran dan
wawasan yang luas bagi para pakar tafsir, disamping akan memiliki sikap toleransi terhadap sikap
dan pendapat yang berbeda.1

Dalam makalah ini, kami mencoba untuk merangkum beberapa hal tentang penafsiran al-
Qur’an pada masa tabi’in yang menjadi pembahasan pada Madzahibut Tafsir, yang kami coba
kutip dari berbagai sumber. Seperti artikel internet, Jurnal para ahli dan beberapa buku pedoman
tentang Madzahibut Tafsir.

Makalah ini merupakan salah satu tugas perkuliahan pada mata kuliah Madzahibut Tafsir,
yang kemudian menjadi salah satu cara kami memahami tentang penafsiran al-Qur’an pada masa
tabi’in, metode dan sumber penafsiran para tabi’in dalam menafsirkan al-Qur’an, beberapa tokoh
mufassir pada masa tabi’in dan beberapa contoh dari penafsiran tabi’in.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Tabi’in?
2. Apa saja sumber penafsiran Tabi’in?
3. Apa saja karakteristik dan kualitas tafsir Tabi’in?
4. Ada berapakah tokoh tafsir dan karya tafsir pada masa Tabi’in?
5. Apa saja contoh penafsiran para Tabi’in?

1
Sja’roni. “Madzahibut Tafsir Dalam Perspektif Studi Al-Qur’an”. STAI Pancahawana. Bangil. Diakses pada tanggal
15 Oktober 2023

1
C. Tujuan Pembahasan

1. Mengetahui pengertian Tabi’in


2. Mengetahui metodologi penafsiran para Tabi’in dan karakteristiknya
3. Mengetahui beberapa tokoh mufassir dan karya kitab tafsir pada masa Tabi’in.
4. Mengetahui beberapa contoh penafsiran pada masa Tabi’in.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tabi’in.
Setelah masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, pengajaran Islam
dilanjutkan oleh kalangan sahabat. Para sahabat ini menyebar ke berbagai daerah, baik untuk
berdakwah maupun tugas kekhalifahan. Mereka berjumpa dengan generasi selanjutnya yang tidak
berjumpa Nabi semasa hidup, melanjutkan dakwah dan ajaran Islam.

Generasi setelah sahabat ini disebut tabi’in. Menurut Imam as Suyuthi dalam Tadribur
Rowi, definisi tabi’in yang masyhur adalah: orang-orang yang berjumpa dengan sahabat dalam
keadaan Muslim, serta wafat juga dalam keadaan Muslim.2

Rentang masa atau permulaan periode masa tabi’in, yaitu berawal dari wafatnya sahabat
Rasulullah yang terakhir. Yakni Abu Thufail al-Laitsi pada tahun 100 Hijriah di kota Mekah. Dan
berakhirnya periode tabi’in berkisar antara tahun 181 Hijriah yang ditandai dengan wafatnya
tabi’in yang terakhir, yakni Khalaf bin Khulaifat. Yang setelah itu berlanjut pada periode para
tabi’ut tabi’in.3

Pada sumber bacaan yang lain, yang berbeda pada penerapan konteks tersebutnya sebuah
periode tabi’in yakni berawal pada tahun 41 Hijriah, yakni pada peristiwa pemerintahan ummat
islam yang diambil alih dan dipimpin oleh Mu’awiyah bin Abi Sofyan, setelah melalui beberapa
peristiwa politik yang panjang, yang berakhir dengan penyerahan pemerintahan dari Hasan bin Ali
kepada Mu’awiyah.4

B. Sumber penafsiran para mufassir kalangan Tabi’in.


Tafsir sahabat dianggap berakhir dengan meninggalnya tokoh-tokoh sahabat yang dulunya
menjadi guru dari para tabi’in dan digantikan dengan tafsir tabi’in. para tabi’in selalu mengikuti

2
Muhammad Iqbal Syauqi. “Mengenal Generasi Tabi’in dan Urgensinya dalam Kajian Hadits”. Artikel NU Online
(2018). Diakses pada tanggal 15 Oktober 2023.
3
Nashruddin Baidan. “Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia”. PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Hlm 10
4
Munadi Usman. “Pembinaan Fikih Masa Tabi’in”. Jurnal al-Fikrah. Vol 7, No 2 : 2018 . Hlm 192

3
jejak guru-gurunya yang masyhur dalam penfasiran al-Qur’an, terutama mengenai ayat-ayat yang
belum jelas pengertiannya bagi masyarakat awam.5

Pada periode ini banyak sekali perdebatan mengenai permasalah penerimaan atau
penolakan ijtihad para tabiin. Di antara tabiin yang menerima ijtihad adalah Mujahid, Ikrimah,
dan sahabat-sahabatnya. Dan tabiin yang menolak ijtihad adalah Sa’id ibn Musayyad dan Ibnu
Sirin. Oleh karena itu timbullah perdebatan antara tafsir dan takwil. Tafsir ialah menjelaskan ayat
Alquran dengan dasar naqal yang diterima dari rasul dan dari para sahabat.Takwil ialah
menafsirkan Alquran dengan dasar ijtihad melalui pengertian yang dalam mengenai makna kata-
kata tunggal dan petunjuk-petunjuk bahasa.

Terlihat disini bahwa ulama periode tabiin terbagi menjadi dua berdasarkan dua aliran yaitu
aliran muhadditsin, para tabiin yang menafsirkan Alquran dengan hadis. Dan aliran aqliyyin, para
tabiin yang menafsirkan Alquran dengan ijtihad mereka.6

Setelah berakhirnya periode penafsiran pada masa shahabat, maka dimulailah periode
kedua penafsiran yang dilakukan oleh para tabi'in. Mereka adalah orang-orang yang menjadi murid
dari para sahabat dan banyak menerima pengetahuan dari mereka. Upaya penafsiran yang mereka
lakukan didorong oleh tuntutan dari perkembangan zaman, yang belum ada di waktu Rasul dan
para sahabat hidup. Selain itu kekuasaan Islam telah menyebar ke daerah-daerah baru, sehingga
memunculkan masalah-masalah yang membutuhkan pemecahan dari kitab suci Al-Qur'an.7

Sudah dapat dimaklumi, bahwa penafsiran yang dilakukan oleh Rasulullah dan para
sahabat tidak mencakup pada semua ayat Al-Qur'an. Mereka hanya berupaya menafsirkan apa
yang dirasakan samar dan belum jelas maksudnya oleh manusia yang hidup pada waktu itu.
Kemudian setelah manusia semakin jauh dari masa Nabi dan sahabat, maka secara berangsur-
angsur kesamaran itu semakin bertambah. Oleh karena itu dibutuhkan para penafsir yang bertugas
mengatasi kesamaran ini. Maka terlaksanalah penafsiran AlQur'an sesuai tuntutan kesamaran
masyarakat terhadap hukum.

5
Abdul Mustaqim. “Madzahibut Tafsir”. Nun Pustaka Yogyakarta : 2003. Hlm 57.
6
Dinni Nazhifah, Fatimah Isty Karimah. “Genologi Bentuk Tafsir Tabi’in”. Bayani: Jurnal Studi Islam. Vol 1, No 2,
September 2021. Hlm 165.
7
Asnin Syafiuddin. “Tafsir Tabi’in (tokoh,metode,sumber dan corak)”. Jurnal asy-Syukuriyyah. Vol 14. Maret 2015.
Hlm 12.

4
Menurut Ad-Dzahabi, ketika berupaya memahami Al-Qur'an, para mufassir dari kalangan
tabi'in berpegang teguh terhadap Al-Qur'an itu sendiri, hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat
dari rasulullah saw, tafsir para sahabat baik pendapat sahabat sendiri atau dari riwayat ahli kitab,
dan kepada hasil ijtihad dan penalaran yang mereka lakukan sendiri. Jika kita membaca kitab-kitab
tafsir yang ada, kita akan temukan kutipan pendapat dari para tabi'in dalam menafsirkan suatu ayat
dengan penalaran dan ijtihad mereka sendiri. Pendapat ini note bene murni dari hasil pemikiran
mereka dan bukan . dari Rasul atau sahabat.8

Pada sebuah bacaan karya Dr. Abdul Mustaqim, meneruskan keterangan yang disampaikan
oleh Muhammad Husain adz-Dzahabi, bahwa para mufassir tabi’in dalam memahami kitabullah,
mereka berpegang kepada apa yang ada dalam al-Qur’an itu sendiri,keterangan yang mereka
dengarkan dari para sahabat yang berasal dari Rasulullah, penafsiran yang mereka terima dari para
sahabat berupa penafsiran mereka (sahabat) sendiri, serta keterangan yang diterima tabi’in dari
ahli kitab, yang bersumber dari isi kitab mereka terhadap kitabullah sebagaimana yang telah Allah
anugerahkan kepada mereka.9

Berdasarkan keterangan diatas dapat kita pahami dan simpulkan bahwa para mufassir
kalangan tabi’in pada masa itu masih sama seperti penafsiran para sahabat, yang diakhir sumber
penafsiran mereka, tak jarang mereka berijtihad untuk menafsirkan ayat pada al-Qur’an. Salah satu
alasan para mufassir tabi’in melakukan ijtihad terhadap ayat al-Qur’an adalah dilatar belakangi
oleh panafsiran yang dilakukan para sahabat terhadap al-Qur’an belum mencakup semua ayat-ayat
yang ada.10

C. Perkembangan dan Madrasah tafsir pada masa Tabi’in.


Setelah pemerintah Islam dapat menaklukkan berbagai daerah, para sahabat tidak berdiam
diri saja pada daerah tertentu, mereka ikut bermigrasi ke negeri yang baru. Di negeri yang baru ini,
para sahabat menjalankan berbagai profesi, seperti menteri, hakim, pegawai pemerintah dan ada
juga yang menjadi guru. Di tempat yang baru ini mereka membawa ilmu pengetahuan yang mereka

8
Ibid. hlm 13.
9
Abdul Mustaqim. “Madzahibut Tafsir”. Nun Pustaka Yogyakarta : 2003. Hlm 60
10
Ibid. Hlm 61

5
miliki, lalu mengajarkannya kepada penduduk (tabi'in). maka terciptalah sekolah-sekolah yang
bergerak dalam ilmu pengetahuan dan tafsir.

Sang guru adalah sahabat, sedang muridnya adalah para tabi'in. Bila kita lihat dalam sejarah
dan perkembangan tafsir, maka kita menemukan tiga kota yang menjadi pusat sekolah tafsir pada
waktu itu, yaitu Makkah, Madinah dan Irak.11

1. Madrasah Tafsir di Makkah.


Madrasah tafsir di Makkah ini pada awalnya dirintis dan didirikan oleh
'Abdullah bin Abbas, yang banyak dihadiri oleh para sahabatnya dari kalangan
tabi'in. Di madrasah inilah Ibnu Abbas mengajarkan tafsir dan menerangkan
makna-makna Kitab Allah yang musykil kepada murid-muridnya. Kemudian
murid-muridnya memeliharanya dengan baik apa yang mereka dengar darinya, dan
kemudian mereka menyampaikannya kembali kepada generasi berikutnya.
Diantara para tabi’in yang cukup terkenal dari madrasah tafsir Ibnu Abbas
ini antara lain: Sa'id bin Jubair, Mujahid, 'Ikrimah maula Ibnu Abbas, Thawus bin
Kaisan al-Yamani, dan 'Atha bin Abi Robah. Mereka semuanya merupakan bangsa
mawalli.12
2. Madrasah tafsir di Madinah.
Di Madinah, terdapat madrasah tafsir yang diajarkan oleh para sahabat,
yang salah satunya adalah Ubay bin Ka’ab. Dan selanjutnya diteruskan oleh para
tabi’in Madinah yang merupakan murid-murid daripada Ubay bin Ka’ab.
Diantara murid-murid dari madrasah Ubay bin Ka'ab ini, yang cukup
terkenal diantaranaya adalah tiga orang, yaitu: Zaid bin Aslam, Abul 'Aliyah, dan
Muhammad bin ka'ab al-Qurazi.13
Madrasah tafsir di Madinah ini muncul karena banyak daripada kalangan
sahabat yang menetap di Madinah bertadarus mengenai syariat islam yang diikuti
para tabi’in sebagai murid para sahabat.
3. Madrasah tafsir di Iraq.

11
Asnin Syafiuddin. “Tafsir Tabi’in (tokoh,metode,sumber dan corak)”. Jurnal asy-Syukuriyyah. Vol 14. Maret 2015.
Hlm 13.
12
Ibid. Hlm 14
13
Abdul Mustaqim. “Madzahibut Tafsir”. Nun Pustaka Yogyakarta : 2003. Hlm 60

6
Dari kalangan sahabat, banyak yang mengajarkan tafsir di Irak, hanya saja
orang yang pertama kali mengajarkan tafsir dan mendirikan madrasahnya adalah
Abdullah bin Mas'ud. Di samping itu juga karena keterkenalannya dalam bidang
tafsir dan banyaknya riwayat yang bersumber darinya. Hal ini dapat dilihat pada
masa pemerintahan Umar, beliau mengirim Amar bin Yasir ke Kuffah sebagai
wakil pemerintah dengan disertai oleh Abdullah bin Mas'ud sebagai pengajar dan
mentri. Keberadaannya sebagai pengajar bagi penduduk Kuffah adalaha tas
perintah Umar bin Khattab. Dengan demikian banyak pendudu Kuffah yang belajar
kepadanya dibanding kepada yang lainnya.
Diantara para tabi’in yang menjadi murid Ibnu Mas’ud adalah, Alqamah bin
Qais, Amir asy-Sya’bi, Hasan al-Basri dan Qatadah bin Di’amah.14

D. Metode Penafsiran Tabi’in.


Secara umum ada empat metode penafsiran yang digunakan mufasir dalam menafsirkan
Al-Qur’an. Keempat metode tersebut sebagaimana yang diklasifikasikan oleh Al-Farmawi, di
antaranya metode tahlili, metode ijmali, metode muqaran, dan metode maudhu’i. Metode tahlili,
digunakan mufasir untuk menjelaskan seluruh aspek yang terkandung dalam alQur’an, berbeda
dengan metode ijmali, yang hanya digunakan untuk menjelaskan garis-garis besarnya saja.
Sementara metode muqaran digunakan untuk menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an berdasarkan apa
yang telah ditulis oleh mufasir sebelumnya dengan cara membandingkannya. Terakhir, metode
maudhu’i, digunakan mufasir dengan cara mengumpulkan ayat-ayat berdasarkan suatu topik
tertentu, kemudian ditafsirkan.15

Tidak ada perbedaan yang signifikan antara mufasir periode sahabat dan juga periode
tabiin, karena tidak semua mufasir di kalangan tabiin memiliki kemampuan dan kepandaian yang
sama dalam menafisrkan Alquran sehingga melahirkan hasil pemahaman dan produk yang
berbeda-beda, walaupun demikian banyak dari penafiran tabiin yang digunakan sebagai rujukan
oleh para mufasir selanjutnya, diantaranya adalah tafsir Ibn Jarir at-Thabari, Ibn Katsir, al-Suyuthi,

14
Ibid. Hlm 61
15
Rahmadi Agus Setiawan. “Tafsir al-Qur’an dengan Pendapat Tabi’in”. Jurnal Kewarganegaraan. Vol 6 No 2.
September 2022. Universitas Islam Indonesia. Hlm 5032

7
dan beberapa mufasir lain hingga berlanjut pada mufasir masa modern bahkan juga abad
kontemporer.16

Penafsiran pada periode ini tidak jauh berbeda dengan periode sahabat, karena para tabiin
masih bersandar kepada metode penafsiran yang di gunakan oleh para sahabat. Meskipun pada
dasarnya ada beberapa tabiin yang melakukan ijtihad terhadap penafsiran, akan tetapi tetap sesuai
dengan kaidah yang ada di masa sahabat. Selain itu para tabi’in bertalaqi langsung kepada para
sahabat.

Kaitannya dengan penafsiran tabi’in, mereka pada umumnya menjelaskan ayat secara
ringkas dan padat sebagaimana juga ciri khas penafsiran Ibn ‘Abbas. Misalnya, metode penafsiran
Mujahid bin Jabar yang identik dengan metode penafsiran gurunya, Ibn ‘Abbas. Dalam
penafsirannya, Mujahid tidak menafsirkan ayat al-Qur’an secara menyeluruh dari awal hingga
akhir tetapi hanya menafsirkan sebagian dari ayat-ayat Al-Qur’an dengan bahasa yang ringkas dan
padat. Dapat diambil kesimpulan bahwa metode yang diusung Mujahid adalah metode ijmali, yaitu
metode penafsiran al-Qur`an dengan cara singkat dan global. Metode ini digunakan agar pesan
yang tersirat dalam ayat-ayat Al-Qur’an dapat dipahami dengan mudah oleh umat Islam. Bukti
bahwa Mujahid menafsirkan Al-Qur’an secara global, tidak panjang lebar, dan juga tidak
mencantumkan perangkat-perangkat tafsir, seperti asbab al-nuzul, munasabah, nasikh-mansukh
dan lain sebagainya,17

E. Corak dan Karakteristik Penafsiran Tabi’in.


Pada masa ini, corak tafsir bi riwayah masih mendominasi penafsiran para tabi’in. Sebab
para tabi’in meriwayatkan tafsir dari sahabat sebagaimana juga para tabi’in sendiri saling
meriwayatkan satu sama lain. Meskipun sudah muncul ra’yu dalam menafsirkan al-Qur’an, tetapi
unsur-unsur riwayah masih dominan.18

Adapun karakteristik tafsir pada masa tabi’in secara ringkas dapat disimpulkan sebagai
berikut:

16
Dinni Nazhifah, Fatimah Isty Karimah. “Genologi Bentuk Tafsir Tabi’in”. Bayani: Jurnal Studi Islam. Vol 1, No 2,
September 2021. Hlm 170.
17
Rahmadi Agus Setiawan. “Tafsir al-Qur’an dengan Pendapat Tabi’in”. Jurnal Kewarganegaraan. Vol 6 No 2.
September 2022. Universitas Islam Indonesia. Hlm 5032
18
Abdul Mustaqim. “Madzahibut Tafsir”. Nun Pustaka Yogyakarta : 2003. Hlm 62.

8
1. Pada masa ini, tafsir juga masih belum terkodifikasi secara tersendiri.
2. Tradisi tafsir juga masih bersifat hafalan dan periwayatan.
3. Tafsir sudah kemasukan riwayat-riwayat israiliyat, karena keinginan sebagian
tabi’in untuk mencari penjelasan yang lebih detail mengenai cerita dan berita dalam
al-Qur’an.

Penafsiran diambil dari sistem periwayatan dan talaqqi, tetapi bukan secara global, sebab
para tabiin hanya mengambil riwayat dari guru-gurunya sedaerah saja. Penduduk masing-masing
daerah mengutamakan tafsir karya mufasir yang berasal dari daerahnya. Sebagai contoh, penduduk
Mekah mengambil penafsiran dari Abdullah Ibnu Abbas, penduduk Madinah dari Ubay bin Ka’ab,
penduduk Iraq mengambil penafsiran dari Ibnu Mas’ud dan seterusnya.19

Pada masa ini, belum ada bentuk penulisan tafsir para tabi’in, meskipun ada beberapa
tabi’in yang menulis tafsirnya, namun yang menonjol adalah aspek periwayatannya, sedang
penulisan hanya untuk pribadi saja. Baik penafsiran al-Qur’an periode Nabi dan sahabat ataupun
periode tabi’in, pada prinsipnya masih bersifat pendek dan ringkas. hal ini dikarenakan penguasaan
bahasa Arab yang murni pada saat itu cukup memahami gaya bahasa al-Qur’an.20

F. Kualitas tafsir Tabi’in.


Kualitas tafsir pada generasi tabi’in banyak membuat para ahli berbeda pendapat dalam
menjadikannya sebagai dasar atau dalil. Para ulama masih berbeda pendapat tentang penggunaan
tafsir tabi’in yang dijadikan sebagai hujjah, atau pegangan untuk menjawab salah satu problem
manusia. Sebagian ulama ada yang menerima dan ada juga yang menolak. Diantara mereka, seperti
Ibnu Aqil dan Imam Ahmad berpendapat tidak wajib berpegang pada penafsiran tabi'in dengan
alasan:

1. Mereka tidak mendengarnya langsung dari Rasulullah dan tidak mungkin


menghukumi tafsir mereka berasal atau bersumber dari Rasulullah layaknya tafsir
sahabat.

19
Dinni Nazhifah, Fatimah Isty Karimah. “Genologi Bentuk Tafsir Tabi’in”. Bayani: Jurnal Studi Islam. Vol 1, No 2,
September 2021. Hlm 168.
20
Abdul Mustaqim. “Madzahibut Tafsir”. Nun Pustaka Yogyakarta : 2003. Hlm 63.

9
2. Mereka tidak pernah menyaksikan alasan dan keadaan ketika Al-Qur'an
diturunkan. Maka boleh jadi mereka salah dalam memahami maksud dari suatu
ayat, lalu mengira sesuatu sebagai yang bukan dalil sebagai dalil.
3. Keadilan Tabi'in tidak ternashkan sebagaimana keadilan sahabat. Sebagaimana
perkataan Abu Hanifah: "Apa yang datang dari Rasulullah dan para sahabat tidak
pernah Aku tinggalkan, sedang apa yang datang dari Tabi'in, mereka laki-laki yang
melakukan ijtihad dan kami juga laki-laki yang bisa melakukan ijtihad.21

Sementara pihak yang menerima hasil penafsiran tabi’in, mereka berdalih bahwa mayoritas
tafsir pada generasi tabi’in ini sangat berkaitan dengan hasil penafsiran yang dilakukan oleh para
sahabat. Pendapat ini merujuk pada perkataan Mujahid dan Qatadah sebagaimana dikutip Zuhry
bahwa tidak ada satu ayat pun dari al-Qur’an, kecuali hasil penafsirannya telah didengar oleh
sahabat. Namun, terlepas dari kontradiktif tersebut, dalam menilai penafsiran periode tabi’in, Adz-
Dzahabi mengatakan penafsiran mereka ini mempunyai kelebihan dan kekurangan, baik dari aspek
sumber maupun kualitas penafsiran.

Syaikhul islam Ibnu Taimiyah berkata “Syu'bah bin hajat dan lainnya berkata perkataan
tabiin bukanlah hujjah lantas bagaimana perkataan mereka menjadi hujjah dalam tafsir maksudnya
perkataan tabiin tidak menjadi hujjah bagi orang lain yang tidak sependapat dengan mereka Ini
benar namun ketika para tabiin menyepakati suatu hal maka tidak diragukan kesepakatan mereka
ini adalah hujjah sementara jika mereka berbeda pendapat perkataan sebagian diantara mereka
bukan hujjah atas yang lain Rujukan yang menjadi acuan ketika para tabiin berbeda pendapat
adalah Alquran sunnah keumuman bahasa Arab atau perkataan sahabat.22

Lebih jauh tentang tafsir tabi’in, dalam satu bacaan disampaikan bahwa tafsir tabi’in
termasuk kepada Tafsir bi Ma’tsur. Karena pada dasarnya mereka menggunakan Al-Qur’an,
Sunnah Nabi, dan penafsiran sahabat sebagai sumber penafsiran. Selain itu, pendapat tabi‘in di
bidang tafsir diakui dan diambil, karena umumnya mereka menerima pendapat tersebut dari
sahabat, dan status sahabat adalah ‘adl.23

21
Asnin Syafiuddin. “Tafsir Tabi’in (tokoh,metode,sumber dan corak)”. Jurnal asy-Syukuriyyah. Vol 14. Maret 2015.
Hlm 21.
22
Manna Qaththan. “Dasar-dasar Ilmu Qur’an”. Penerbit Ummul Qura. Hlm 522
23
Rahmadi Agus Setiawan. “Tafsir al-Qur’an dengan Pendapat Tabi’in”. Jurnal Kewarganegaraan. Vol 6 No 2.
September 2022. Universitas Islam Indonesia. Hlm 5030.

10
G. Tokoh Mufassir kalangan Tabi’in.

Mufassir pada masa tabi’in dibagi atas wilayah-wilayah tersebarnya madrasah al-Qur’an
para sahabat yang berada di sekitar jazirah arab. Seperti yang telah disampaikan diatas, para
mufassir kalangan tersebut dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yakni:

1. Kalangan tabi’in Makkah.


Diantara para Tabi’in yang berasal dari wilayah ini adalah Sa’id bin Jubair
(wafat 95 H), Mujahid bin Jubair (wafat 102 Hijriah), Ikrimah Maula Ibn Abbas
(wafat 105 Hijriah). ‘atha bin Abi Rabah (wafat 114 Hijriah), Thawus bin Kaisan
al-Yamani (wafat 106 Hijriah).24
2. Kalangan tabi’in Madinah
Diantara para mufassir tabi’in yang berada di Madinah adalah. Abul ‘Aliyah
(wafat 93 Hijriah), Muhammad bin Ka’ab (wafat 117 Hijriah), dan Zaid bin Aslam
(wafat 136 Hijriah).
3. Kalangan tabi’in di Iraq.
Salah seorang sahabat yang menjadi guru al-Qur’an dan ilmu lainnya
kepada para tabi’in didaerah ini yaitu Ibnu Mas’ud. Diantara mufassir yang berada
di wilayah ini adalah, diantaranya: Alqamah bin Qais (wafat 61 Hijriah), Masruq
bin al-Ajda (wafat 63 Hijriah), Al-aswad bin Yazid (wafat 74 Hijirah), dan Hasan
al-Bashri (wafat 110 Hijriah).25

H. Kodifikasi Tafsir Qur’an pada masa Tabi’in.

Kodifikasi dimulai pada era Bani Umayyah dan awal era Bani Abbasiyah. Hadist
menempati bagian teratas dalam kodifikasi, saat itu, tafsir belum dipisah dalam sebuah karya

24
Asnin Syafiuddin. “Tafsir Tabi’in (tokoh,metode,sumber dan corak)”. Jurnal asy-Syukuriyyah. Vol 14. Maret 2015.
Hlm 16.
25
Artikel Tafsiralquran. “Para Tabi’in Utama Jebolan Madrasah Tafsir Ibn Mas’ud di Iraq”. Diakses pada tanggal 20
Oktober 2023.

11
tersendiri yang menafsirkan al-Qur’an satu surah demi satu surah, satu ayat demi satu ayat, dari
awal hingga akhir.26

Perhatian sekelompok ulama terkait yang dinisbatkan kepada Rasulullah, para sahabat,
atau tabi’in meningkat, disamping mereka juga menaruh perhatian untuk mengumpulkan hadist.
Orang-orang yang menjadi pelopor dalam pembukuan tafsir, diantaranya adalah:

1. Yazid bin Harun as-salma.


2. Syu’bah bin Hajjaj.
3. Sufyan bin Uyainah.
4. Rauh bin Ubadah al-Bashri .
5. Adam bin Abu Iyas .
6. Abd bin Hamid .

Sayangnya, tidak ada sedikitpun dari kitab-kitab tafsir mereka yang sampai ke tangan kita.
Yang ada hanyalah riwayat yang dinukil dengan sanad yang terhubung kepada mereka dalam
kitab-kitab Tafsir bi Ma’tsur.27

Setelah mereka, muncul generasi seterusnya yang memisahkan tafsirr dalam karya
tersendiri dan menjadikannya sebagai salah satu disiplin ilmu yang terpisah dari hadist, sehingga
al-Qur’an ditafsirkan sesuai urutan mushaf, seperti:

1. Ibnu Majah.
2. Ibnu Jarir Ath Thabari.
3. Abu Bakar bin Mundzir an-Naisabur.
4. Ibnu Abi Hatim.

I. Contoh Penafsiran Qur’an pada masa Tabi’in.

Ucapan Tabi’in rahimahumullah tersebut merupakan salah satu rujukan tafsir Al-Qur`an
karena para tabi’in adalah sebaik-baik manusia setelah para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang
paling terpercaya dalam mencari kebenaran, dan paling selamat dari hawa nafsu, serta bahasa Arab

26
Manna Qaththan. “Dasar-dasar Ilmu Qur’an”. Penerbit Ummul Qura. Hlm 523
27
Ibid. hlm 523

12
di masa tabi’in belumlah banyak mengalami perubahan. Oleh karena itu, mereka itu lebih dekat
kepada kebenaran dalam memahami Al-Qur`an dibandingkan generasi setelah mereka.

1. Penafsiran Tabi’in tentang Quran Surah Fathir ayat 10.

ِ ‫اتْ ََلمْع َذاب‬ َّ ‫َوالَّ ِذيْ َنََْي ُك ُرو َن‬


ْ‫ْه َوْيَبُوُر‬
ُ ‫لىك‬ َ ٌ َ ُ ِ ِّ‫ْالسي‬
َ ‫ْشدي ٌد َْوَمك ُرْاُو‬

“Dan orang-orang yang merencanakan kejahatan bagi mereka adzab yang


keras. Dan rencana jahat mereka akan hancur” (Faathir: 10).

Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan tafsir Salafus Saleh dalam kitab


Tafsirnya, hal. 276, dengan mengatakan,

ْ،ْ‫ْهمْاملراءونْبأعماَلم‬:ْ‫ْوشهرْبنْحوشب‬،ْ‫ْوسعيدْبنْجبري‬،ْ‫ْقالْجماهد‬:ْ}‫ْ{ْوالذينَْيكرونْالسيئات‬:ْ‫وقوله‬

‫إلى هللا عز وجل‬ ‫ْوهمْبغضاء‬،ْ‫ْيومهونْأهنمْيفْطاعةْاهلل‬،ْ‫َْيكرونْبالناس‬:ْ‫يعين‬

“Dan firman-Nya dan orang-orang yang merencanakan kejahatan”


Mujahid, Sa’id bin Jubair dan Syahr bin Hausyab berkata (tentangnya), “Mereka
adalah para pelaku riya`(memamerkan ibadah agar dipuji manusia) amal-amal
mereka, yaitu mereka berbuat tipu daya kepada manusia, menampakkan seolah-
olah mereka berada dalam keta’atan kepada Allah, padahal sesungguhnya mereka
adalah orang-orang yang dibenci oleh Allah.”28

2. Penafsiran Tabi’in tentang Qur’an Surah al-Baqarah. Ayat 63:

ْ‫اْماْفِي ِهْلَ َعلَّ ُكمْتَتَّ ُقو َن‬ ٍ ِ ِ ِ


َ ‫اْماْاتَين ُكمْب ُق َّوة َّْواذ ُك ُرو‬ ُ ‫َواذْاَ َخذنَاْميثَاقَ ُكم َْوَرفَعنَاْفَوقَ ُك ُمْالطُّوَر‬
َ ‫ْخ ُذو‬

Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji kamu dan Kami angkat gunung
(Sinai) di atasmu (seraya berfirman), “Pegang teguhlah apa yang telah Kami
berikan kepadamu dan ingatlah apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa.”

28
Sa’id Abu Ukkasyah. “Sumber Rujukan dalam Menafsirkan Al-Qur`an”. Artikel Muslim.or.id. Diakses pada
tanggal 22 Oktober 2023.

13
Ibnu Jarir ath-Thabari mengutip penjelasan dari beberapa orang tabi’in
tentang ayat diatas, yaitu “ al-Mutsanna bin Ibrahim menceritakan kepadaku,
katanya : Adam al-Asqalani menceritakan kepada kami, katanya : Abu Ja’far
menceritakan kepada kami dari Rabi’ bin Anas dari Abul Aliyah tentang firman
ْ ‫ و‬ia berkata, “Ingatlah selalu apa yang ada dalam
Allah َ‫َّاذ ُكرُوْ ا َما فِ ْي ِه لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُوْ ن‬
Taurat”.29

3. Penafsiran Tabi’in tentang Qur’an Surah Huud ayat, 15-16.

َ ‫اْوُهمْفِي َه‬
ْ‫اَْلْيُب َخ ُس ْو َن‬ ِ ِ ِ ِّ ‫َمنْ َكا َنْيُِري ُدْاْلَٰيوَةْالدُّن يَاْوِزي نَتَ َهاْنُو‬
َ ‫فْالَيهمْاَع َما ََلُمْفي َه‬ َ َ

“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya,


niscaya Kami berikan kepada mereka balasan perbuatan mereka di dunia dengan
sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan.”

ْ‫صنَ عُواْفِي َهاْ َوٰب ِط ٌْلْ َّماْ َكانُواْيَع َملُو َن‬ َْ ِ‫َّارْ َو َحْب‬ ِ ِ ِ ٰ ‫وٰلٰۤ ِٕىكْالَّ ِذينْلَيسْ ََلم ِِْف‬
َ ْ‫طْ َما‬ ُ ‫ْاَلخَرةْاََّلْالن‬ ُ َ َ َ

“Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka


dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-
sialah apa yang telah mereka kerjakan” (Huud : 15-16).
Salafus Shaleh menyebutkan bahwa yang termasuk kedalam kandungan
ayat ini, diantaranya adalah orang yang melakukan riya’ (memamerkan ibadah
agar dipuji manusia), seperti yang disebutkan oleh Al-Baghawi rahimahullah
dalam kitab Tafsirnya,

‫ْهمْأهلْالرياء‬:ْ‫قالْجماهد‬

“Berkata Mujahid mereka adalah para pelaku riya`”30


4. Penafsiran tabi’in tentang kisah israilliyat pada kisah nabi Adam ‘alaihissalam.

29
Ibnu Jarir ath-Thabari. “Tafsir ath-Thabari (terjemahan dan tahqiq). Pustaka Azzam. Jilid 2. Hlm 40
30
Sa’id Abu Ukkasyah. “Sumber Rujukan dalam Menafsirkan Al-Qur`an”. Artikel Muslim.or.id. Diakses pada
tanggal 22 Oktober 2023.

14
Kisah israiliyat yang lemah sanadnya diantaranya adalah mengenai kisah
Nabi Adam dan Hawa dan pohon khuldi. Mengenai firman Allah,

ٍْ ‫ض ُكمْْلِبَ ع‬ ِِ ِ
ْ‫ضْ َع ُدو‬ ُ ‫ْعن َهاْفَاَخَْر َْج ُه َماِْمَّاْ َكانَاْفي ْهْ َوقُلنَاْاهبِطُواْبَع‬
َ ‫فَاََزََّلَُماْالشَّي ٰط ُن‬

ْ‫ي‬ ْ ٰ ِ‫اعْا‬
ٍ ‫لْ ِح‬ ْ ِ ْْ‫َولَ ُكم‬
ِْ ‫ِفْاَلَر‬
ٌْ َ‫ضْ ُمستَ َقرْْ َّوَمت‬

Lalu setan memperdayakan keduanya dari surga sehingga keduanya


dikeluarkan dari (segala kenikmatan) ketika keduanya di sana (surga). Dan Kami
berfirman, “Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain. Dan
bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang
ditentukan.” (QS.Al-Baqarah:36)

Israiliyat yang ada dalam ayat ini sebagaimana yang dikutip oleh At-
Thabari. Diriwayatkan dari Wahab bin Munabbih yakni tatkala Adam dan istrinya
hawa di tempatkan di surga dan Allah melarangnya untuk memakan buah Khuldi.
Pohon ini memiliki buah yang dimakan oleh malaikat agar mereka kekal hidup.
Kemudian setan membawakan buah itu dan menggoda hawa untuk memakannya,
kemudian Hawa memakannya dan menggoda Adam untuk ikut memakannya,
kemudian terbukalah aurat keduanya dan Adam lari bersembunyi dibalik pohon,
dan Allah memanggilnya namun Nabi Adam enggan keluar karena malu lalu Allah
berkata: bumi tercela aku ciptakan engkau dari padanya dan umatnya menjadi duri.
Kemudian tuhan berkata: wahai Hawa engkaulah yang menggoda hambaku maka
engkau tidak akan mengandung kecuali dengan berusah payah.31

Berkitan dengan israiliyat ini Amru berkata kepada wahab: bukankah


malaikat tidak makan?. Wahab berkata: Allah melakukan apa yang ia kehendaki.
Kemudian Ibnu Jarir berkata bahwa Ibnu Abbas meriwayatkan kisah seperti ini.

Dari riwayat ini dapat diketahui bahwa perawi yang meriwayatkan dari pada
Wahab dan orang lain, juga merasa ragu dengan kisah yang diriwayatkan kepada
mereka. Hal ini nampak dari pertanyaan Amru kepada wahab yang selanjutnya

31
Tafsir Ath-Thabari. 2007. Pustaka Azzam : Jakarta. Jilid 1. Hlm 609

15
bahwa malaikat tidaklah makan, Wahab kemudian hanya diam dan tidak
menjawabnya.32

5. Penafsiran tabi’in tentang Langit.

ِ ‫ثْفِي ه‬
ْ‫اْمنْ ُْك ِّْلْ َداٰۤبٍَّة‬ ِ ِ ِ ِ ‫ىِْفْاَلَر‬ ِ ‫ْعم ٍدْتَرونَ َهاْواَل ٰق‬ ِ ِ ِ َّ ‫َخلَ َق‬
َ َّ َ‫ض َْرَواس َيْاَنََْتي َدْب ُكم َْوب‬ َ َ َ َ ‫ْالس ٰم ٰوتْبغَري‬
‫الس َماِْٰۤءْ َماٰۤءْْفَاَنْبَت نَاْفِي َهاْ ِمنْْ ُك ِّْلْ َزوجٍْْ َك ِرٍْي‬
َّ ْ‫َواَن َزلنَاْ ِم َْن‬
Dia menciptakan langit tanpa tiang sebagaimana kamu melihatnya, dan
Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi agar ia (bumi) tidak
menggoyangkan kamu; dan memperkembangbiakkan segala macam jenis makhluk
bergerak yang bernyawa di bumi. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu
Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.
(QS.Luqman : 10)

Mengenai kalimat “‫ْع َم ٍد ْتَ َرونَ َها‬


َ ‫“بِغَ ِري‬ berkata Hamad bin Salamah,

menceritakan bahwa Humaid, dari al-Hasan bin Muslim, dari Mujahid, ia berkata,
“Langit itu dengan tiang, tetapi kamu tidak melihatnya”.33

32
Masriani Imas. “Israiliyat dalam tafsir Thabari”. Jurnal keislaman : Humanistika. Vol 8, No 2. 2022. Hlm 217.
33
Tafsir Ath-Thabari. 2007. Pustaka Azzam : Jakarta. Jilid 20. Hlm 741

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, pengajaran Islam
dilanjutkan oleh kalangan sahabat. Para sahabat ini menyebar ke berbagai daerah, baik untuk
berdakwah maupun tugas kekhalifahan. Mereka berjumpa dengan generasi selanjutnya yang tidak
berjumpa Nabi semasa hidup, melanjutkan dakwah dan ajaran Islam.

Generasi setelah sahabat ini disebut tabi’in. Menurut Imam as Suyuthi dalam Tadribur
Rowi, definisi tabi’in yang masyhur adalah: orang-orang yang berjumpa dengan sahabat dalam
keadaan Muslim, serta wafat juga dalam keadaan Muslim.

Menurut Ad-Dzahabi, ketika berupaya memahami Al-Qur'an, para mufassir dari kalangan
tabi'in berpegang teguh terhadap Al-Qur'an itu sendiri, hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat
dari rasulullah saw, tafsir para sahabat baik pendapat sahabat sendiri atau dari riwayat ahli kitab,
dan kepada hasil ijtihad dan penalaran yang mereka lakukan sendiri.

Penafsiran pada periode ini tidak jauh berbeda dengan periode sahabat, karena para tabiin
masih bersandar kepada metode penafsiran yang di gunakan oleh para sahabat. Meskipun pada
dasarnya ada beberapa tabiin yang melakukan ijtihad terhadap penafsiran, akan tetapi tetap sesuai
dengan kaidah yang ada di masa sahabat. Selain itu para tabi’in bertalaqi langsung kepada para
sahabat.

Kaitannya dengan penafsiran tabi’in, mereka pada umumnya menjelaskan ayat secara
ringkas dan padat sebagaimana juga ciri khas penafsiran Ibn ‘Abbas. Misalnya, metode penafsiran
Mujahid bin Jabar yang identik dengan metode penafsiran gurunya, Ibn ‘Abbas. Dalam
penafsirannya, Mujahid tidak menafsirkan ayat al-Qur’an secara menyeluruh dari awal hingga
akhir tetapi hanya menafsirkan sebagian dari ayat-ayat Al-Qur’an dengan bahasa yang ringkas dan
padat. Dapat diambil kesimpulan bahwa metode yang diusung Mujahid adalah metode ijmali, yaitu
metode penafsiran al-Qur`an dengan cara singkat dan global.

Pada masa ini, corak tafsir bi riwayah masih mendominasi penafsiran para tabi’in. Sebab
para tabi’in meriwayatkan tafsir dari sahabat sebagaimana juga para tabi’in sendiri saling

17
meriwayatkan satu sama lain. Meskipun sudah muncul ra’yu dalam menafsirkan al-Qur’an, tetapi
unsur-unsur riwayah masih dominan.

Kualitas tafsir pada generasi tabi’in banyak membuat para ahli berbeda pendapat dalam
menjadikannya sebagai dasar atau dalil. Para ulama masih berbeda pendapat tentang penggunaan
tafsir tabi’in yang dijadikan sebagai hujjah, atau pegangan untuk menjawab salah satu problem
manusia. Sebagian ulama ada yang menerima dan ada juga yang menolak.

Kodifikasi dimulai pada era Bani Umayyah dan awal era Bani Abbasiyah. Hadist
menempati bagian teratas dalam kodifikasi, saat itu, tafsir belum dipisah dalam sebuah karya
tersendiri yang menafsirkan al-Qur’an satu surah demi satu surah, satu ayat demi satu ayat, dari
awal hingga akhir

B. Saran

Segala puji bagi Allah yang terlah mencurahkan rahmat-Nya kepada penulis, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat berharap kepada siapa saja yang membaca tulisan
ini agar sudi kiranya memberikan saran dan kritikan demi sempurnanya tulisan ini. Akhirnya
penulis berharap semoga tulisan ini bisa bermanfa’at bagi siapa saja yang membacanya aamiiiin.

18
DAFTAR RUJUKAN

Ibnu Jarir ath-Thabari. “Tafsir ath-Thabari (terjemahan dan tahqiq). Pustaka Azzam.

Nashruddin Baidan. “Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia”. PT.Tiga Serangkai


Pustaka Mandiri.

Abdul Mustaqim. “Madzahibut Tafsir”. Nun Pustaka Yogyakarta : 2003.

Manna Qaththan. “Dasar-dasar Ilmu Qur’an”. Penerbit Ummul Qura.

Sja’roni. “Madzahibut Tafsir Dalam Perspektif Studi Al-Qur’an”. STAI Pancahawana.


Bangil.

Muhammad Iqbal Syauqi. “Mengenal Generasi Tabi’in dan Urgensinya dalam Kajian
Hadits”. Artikel NU Online (2018).

Masriani Imas. “Israiliyat dalam tafsir Thabari”. Jurnal keislaman : Humanistika. Vol 8, No 2.
2022.
Munadi Usman. “Pembinaan Fikih Masa Tabi’in”. Jurnal al-Fikrah. Vol 7, No 2 : 2018 .

Dinni Nazhifah, Fatimah Isty Karimah. “Genologi Bentuk Tafsir Tabi’in”. Bayani: Jurnal
Studi Islam. Vol 1, No 2, September 2021.

Asnin Syafiuddin. “Tafsir Tabi’in (tokoh,metode,sumber dan corak)”. Jurnal asy-


Syukuriyyah. Vol 14. Maret 2015.

Rahmadi Agus Setiawan. “Tafsir al-Qur’an dengan Pendapat Tabi’in”. Jurnal


Kewarganegaraan. Vol 6 No 2. September 2022. Universitas Islam Indonesia.

Artikel Tafsiralquran. “Para Tabi’in Utama Jebolan Madrasah Tafsir Ibn Mas’ud di Iraq”.

Sa’id Abu Ukkasyah. “Sumber Rujukan dalam Menafsirkan Al-Qur`an”. Artikel


Muslim.or.id.

19

Anda mungkin juga menyukai