DosenPengampu:
Disusun Oleh:
Wahid ( 210101029 )
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah subhaanahu wata’ala, yang telah memberikan
Rahmat-Nya, sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ini. Yang berjudul “Karakteristik dan
sumber Penafsiran pada masa Tabi’in”.
Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran
agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Dalam penyusunan makalah ini kami banyak menemukan kesulitan dan masalah.
Sehingga, tentu dalam makalah ini masih banyak terdapat kesalahan. Oleh karena itu, kami mohon
maaf atas kesalahan tersebut. Dan kami sangat membutuhkan kritik dan saran yang membangun
dan mendorong untuk kesempurnaan makalah ini. Dan semoga makalah ini menjadi suatu
kebaikan untuk kami sebagai penulis, serta menjadi kebaikan untuk para pembaca.
Pasir Pengaraian
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Munculnya berbagai aliran dalam penafsiran al-Qur’an yang dikenal dengan istilah
Madzahibut Tafsir, adalah dilatar belakangi oleh aneka ragam keahlian yang dimiliki para mufassir
disamping permasalahan social yang mempengaruhinya, sehingga dapat menimbulkan pula
berbagai macam corak tafsir yang berkembang dalam beberapa referensi kitab tafsir, baik tafsir
klasik, maupun tafsir kontemporer. Madzahibut-Tafsir yang merupakan salah satu pokok bahasan
dalam Studi al-Qur’an sangat penting untuk dikaji, karena dapat memberikan pelajaran dan
wawasan yang luas bagi para pakar tafsir, disamping akan memiliki sikap toleransi terhadap sikap
dan pendapat yang berbeda.1
Dalam makalah ini, kami mencoba untuk merangkum beberapa hal tentang penafsiran al-
Qur’an pada masa tabi’in yang menjadi pembahasan pada Madzahibut Tafsir, yang kami coba
kutip dari berbagai sumber. Seperti artikel internet, Jurnal para ahli dan beberapa buku pedoman
tentang Madzahibut Tafsir.
Makalah ini merupakan salah satu tugas perkuliahan pada mata kuliah Madzahibut Tafsir,
yang kemudian menjadi salah satu cara kami memahami tentang penafsiran al-Qur’an pada masa
tabi’in, metode dan sumber penafsiran para tabi’in dalam menafsirkan al-Qur’an, beberapa tokoh
mufassir pada masa tabi’in dan beberapa contoh dari penafsiran tabi’in.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Tabi’in?
2. Apa saja sumber penafsiran Tabi’in?
3. Apa saja karakteristik dan kualitas tafsir Tabi’in?
4. Ada berapakah tokoh tafsir dan karya tafsir pada masa Tabi’in?
5. Apa saja contoh penafsiran para Tabi’in?
1
Sja’roni. “Madzahibut Tafsir Dalam Perspektif Studi Al-Qur’an”. STAI Pancahawana. Bangil. Diakses pada tanggal
15 Oktober 2023
1
C. Tujuan Pembahasan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tabi’in.
Setelah masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, pengajaran Islam
dilanjutkan oleh kalangan sahabat. Para sahabat ini menyebar ke berbagai daerah, baik untuk
berdakwah maupun tugas kekhalifahan. Mereka berjumpa dengan generasi selanjutnya yang tidak
berjumpa Nabi semasa hidup, melanjutkan dakwah dan ajaran Islam.
Generasi setelah sahabat ini disebut tabi’in. Menurut Imam as Suyuthi dalam Tadribur
Rowi, definisi tabi’in yang masyhur adalah: orang-orang yang berjumpa dengan sahabat dalam
keadaan Muslim, serta wafat juga dalam keadaan Muslim.2
Rentang masa atau permulaan periode masa tabi’in, yaitu berawal dari wafatnya sahabat
Rasulullah yang terakhir. Yakni Abu Thufail al-Laitsi pada tahun 100 Hijriah di kota Mekah. Dan
berakhirnya periode tabi’in berkisar antara tahun 181 Hijriah yang ditandai dengan wafatnya
tabi’in yang terakhir, yakni Khalaf bin Khulaifat. Yang setelah itu berlanjut pada periode para
tabi’ut tabi’in.3
Pada sumber bacaan yang lain, yang berbeda pada penerapan konteks tersebutnya sebuah
periode tabi’in yakni berawal pada tahun 41 Hijriah, yakni pada peristiwa pemerintahan ummat
islam yang diambil alih dan dipimpin oleh Mu’awiyah bin Abi Sofyan, setelah melalui beberapa
peristiwa politik yang panjang, yang berakhir dengan penyerahan pemerintahan dari Hasan bin Ali
kepada Mu’awiyah.4
2
Muhammad Iqbal Syauqi. “Mengenal Generasi Tabi’in dan Urgensinya dalam Kajian Hadits”. Artikel NU Online
(2018). Diakses pada tanggal 15 Oktober 2023.
3
Nashruddin Baidan. “Perkembangan Tafsir al-Qur’an di Indonesia”. PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Hlm 10
4
Munadi Usman. “Pembinaan Fikih Masa Tabi’in”. Jurnal al-Fikrah. Vol 7, No 2 : 2018 . Hlm 192
3
jejak guru-gurunya yang masyhur dalam penfasiran al-Qur’an, terutama mengenai ayat-ayat yang
belum jelas pengertiannya bagi masyarakat awam.5
Pada periode ini banyak sekali perdebatan mengenai permasalah penerimaan atau
penolakan ijtihad para tabiin. Di antara tabiin yang menerima ijtihad adalah Mujahid, Ikrimah,
dan sahabat-sahabatnya. Dan tabiin yang menolak ijtihad adalah Sa’id ibn Musayyad dan Ibnu
Sirin. Oleh karena itu timbullah perdebatan antara tafsir dan takwil. Tafsir ialah menjelaskan ayat
Alquran dengan dasar naqal yang diterima dari rasul dan dari para sahabat.Takwil ialah
menafsirkan Alquran dengan dasar ijtihad melalui pengertian yang dalam mengenai makna kata-
kata tunggal dan petunjuk-petunjuk bahasa.
Terlihat disini bahwa ulama periode tabiin terbagi menjadi dua berdasarkan dua aliran yaitu
aliran muhadditsin, para tabiin yang menafsirkan Alquran dengan hadis. Dan aliran aqliyyin, para
tabiin yang menafsirkan Alquran dengan ijtihad mereka.6
Setelah berakhirnya periode penafsiran pada masa shahabat, maka dimulailah periode
kedua penafsiran yang dilakukan oleh para tabi'in. Mereka adalah orang-orang yang menjadi murid
dari para sahabat dan banyak menerima pengetahuan dari mereka. Upaya penafsiran yang mereka
lakukan didorong oleh tuntutan dari perkembangan zaman, yang belum ada di waktu Rasul dan
para sahabat hidup. Selain itu kekuasaan Islam telah menyebar ke daerah-daerah baru, sehingga
memunculkan masalah-masalah yang membutuhkan pemecahan dari kitab suci Al-Qur'an.7
Sudah dapat dimaklumi, bahwa penafsiran yang dilakukan oleh Rasulullah dan para
sahabat tidak mencakup pada semua ayat Al-Qur'an. Mereka hanya berupaya menafsirkan apa
yang dirasakan samar dan belum jelas maksudnya oleh manusia yang hidup pada waktu itu.
Kemudian setelah manusia semakin jauh dari masa Nabi dan sahabat, maka secara berangsur-
angsur kesamaran itu semakin bertambah. Oleh karena itu dibutuhkan para penafsir yang bertugas
mengatasi kesamaran ini. Maka terlaksanalah penafsiran AlQur'an sesuai tuntutan kesamaran
masyarakat terhadap hukum.
5
Abdul Mustaqim. “Madzahibut Tafsir”. Nun Pustaka Yogyakarta : 2003. Hlm 57.
6
Dinni Nazhifah, Fatimah Isty Karimah. “Genologi Bentuk Tafsir Tabi’in”. Bayani: Jurnal Studi Islam. Vol 1, No 2,
September 2021. Hlm 165.
7
Asnin Syafiuddin. “Tafsir Tabi’in (tokoh,metode,sumber dan corak)”. Jurnal asy-Syukuriyyah. Vol 14. Maret 2015.
Hlm 12.
4
Menurut Ad-Dzahabi, ketika berupaya memahami Al-Qur'an, para mufassir dari kalangan
tabi'in berpegang teguh terhadap Al-Qur'an itu sendiri, hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat
dari rasulullah saw, tafsir para sahabat baik pendapat sahabat sendiri atau dari riwayat ahli kitab,
dan kepada hasil ijtihad dan penalaran yang mereka lakukan sendiri. Jika kita membaca kitab-kitab
tafsir yang ada, kita akan temukan kutipan pendapat dari para tabi'in dalam menafsirkan suatu ayat
dengan penalaran dan ijtihad mereka sendiri. Pendapat ini note bene murni dari hasil pemikiran
mereka dan bukan . dari Rasul atau sahabat.8
Pada sebuah bacaan karya Dr. Abdul Mustaqim, meneruskan keterangan yang disampaikan
oleh Muhammad Husain adz-Dzahabi, bahwa para mufassir tabi’in dalam memahami kitabullah,
mereka berpegang kepada apa yang ada dalam al-Qur’an itu sendiri,keterangan yang mereka
dengarkan dari para sahabat yang berasal dari Rasulullah, penafsiran yang mereka terima dari para
sahabat berupa penafsiran mereka (sahabat) sendiri, serta keterangan yang diterima tabi’in dari
ahli kitab, yang bersumber dari isi kitab mereka terhadap kitabullah sebagaimana yang telah Allah
anugerahkan kepada mereka.9
Berdasarkan keterangan diatas dapat kita pahami dan simpulkan bahwa para mufassir
kalangan tabi’in pada masa itu masih sama seperti penafsiran para sahabat, yang diakhir sumber
penafsiran mereka, tak jarang mereka berijtihad untuk menafsirkan ayat pada al-Qur’an. Salah satu
alasan para mufassir tabi’in melakukan ijtihad terhadap ayat al-Qur’an adalah dilatar belakangi
oleh panafsiran yang dilakukan para sahabat terhadap al-Qur’an belum mencakup semua ayat-ayat
yang ada.10
8
Ibid. hlm 13.
9
Abdul Mustaqim. “Madzahibut Tafsir”. Nun Pustaka Yogyakarta : 2003. Hlm 60
10
Ibid. Hlm 61
5
miliki, lalu mengajarkannya kepada penduduk (tabi'in). maka terciptalah sekolah-sekolah yang
bergerak dalam ilmu pengetahuan dan tafsir.
Sang guru adalah sahabat, sedang muridnya adalah para tabi'in. Bila kita lihat dalam sejarah
dan perkembangan tafsir, maka kita menemukan tiga kota yang menjadi pusat sekolah tafsir pada
waktu itu, yaitu Makkah, Madinah dan Irak.11
11
Asnin Syafiuddin. “Tafsir Tabi’in (tokoh,metode,sumber dan corak)”. Jurnal asy-Syukuriyyah. Vol 14. Maret 2015.
Hlm 13.
12
Ibid. Hlm 14
13
Abdul Mustaqim. “Madzahibut Tafsir”. Nun Pustaka Yogyakarta : 2003. Hlm 60
6
Dari kalangan sahabat, banyak yang mengajarkan tafsir di Irak, hanya saja
orang yang pertama kali mengajarkan tafsir dan mendirikan madrasahnya adalah
Abdullah bin Mas'ud. Di samping itu juga karena keterkenalannya dalam bidang
tafsir dan banyaknya riwayat yang bersumber darinya. Hal ini dapat dilihat pada
masa pemerintahan Umar, beliau mengirim Amar bin Yasir ke Kuffah sebagai
wakil pemerintah dengan disertai oleh Abdullah bin Mas'ud sebagai pengajar dan
mentri. Keberadaannya sebagai pengajar bagi penduduk Kuffah adalaha tas
perintah Umar bin Khattab. Dengan demikian banyak pendudu Kuffah yang belajar
kepadanya dibanding kepada yang lainnya.
Diantara para tabi’in yang menjadi murid Ibnu Mas’ud adalah, Alqamah bin
Qais, Amir asy-Sya’bi, Hasan al-Basri dan Qatadah bin Di’amah.14
Tidak ada perbedaan yang signifikan antara mufasir periode sahabat dan juga periode
tabiin, karena tidak semua mufasir di kalangan tabiin memiliki kemampuan dan kepandaian yang
sama dalam menafisrkan Alquran sehingga melahirkan hasil pemahaman dan produk yang
berbeda-beda, walaupun demikian banyak dari penafiran tabiin yang digunakan sebagai rujukan
oleh para mufasir selanjutnya, diantaranya adalah tafsir Ibn Jarir at-Thabari, Ibn Katsir, al-Suyuthi,
14
Ibid. Hlm 61
15
Rahmadi Agus Setiawan. “Tafsir al-Qur’an dengan Pendapat Tabi’in”. Jurnal Kewarganegaraan. Vol 6 No 2.
September 2022. Universitas Islam Indonesia. Hlm 5032
7
dan beberapa mufasir lain hingga berlanjut pada mufasir masa modern bahkan juga abad
kontemporer.16
Penafsiran pada periode ini tidak jauh berbeda dengan periode sahabat, karena para tabiin
masih bersandar kepada metode penafsiran yang di gunakan oleh para sahabat. Meskipun pada
dasarnya ada beberapa tabiin yang melakukan ijtihad terhadap penafsiran, akan tetapi tetap sesuai
dengan kaidah yang ada di masa sahabat. Selain itu para tabi’in bertalaqi langsung kepada para
sahabat.
Kaitannya dengan penafsiran tabi’in, mereka pada umumnya menjelaskan ayat secara
ringkas dan padat sebagaimana juga ciri khas penafsiran Ibn ‘Abbas. Misalnya, metode penafsiran
Mujahid bin Jabar yang identik dengan metode penafsiran gurunya, Ibn ‘Abbas. Dalam
penafsirannya, Mujahid tidak menafsirkan ayat al-Qur’an secara menyeluruh dari awal hingga
akhir tetapi hanya menafsirkan sebagian dari ayat-ayat Al-Qur’an dengan bahasa yang ringkas dan
padat. Dapat diambil kesimpulan bahwa metode yang diusung Mujahid adalah metode ijmali, yaitu
metode penafsiran al-Qur`an dengan cara singkat dan global. Metode ini digunakan agar pesan
yang tersirat dalam ayat-ayat Al-Qur’an dapat dipahami dengan mudah oleh umat Islam. Bukti
bahwa Mujahid menafsirkan Al-Qur’an secara global, tidak panjang lebar, dan juga tidak
mencantumkan perangkat-perangkat tafsir, seperti asbab al-nuzul, munasabah, nasikh-mansukh
dan lain sebagainya,17
Adapun karakteristik tafsir pada masa tabi’in secara ringkas dapat disimpulkan sebagai
berikut:
16
Dinni Nazhifah, Fatimah Isty Karimah. “Genologi Bentuk Tafsir Tabi’in”. Bayani: Jurnal Studi Islam. Vol 1, No 2,
September 2021. Hlm 170.
17
Rahmadi Agus Setiawan. “Tafsir al-Qur’an dengan Pendapat Tabi’in”. Jurnal Kewarganegaraan. Vol 6 No 2.
September 2022. Universitas Islam Indonesia. Hlm 5032
18
Abdul Mustaqim. “Madzahibut Tafsir”. Nun Pustaka Yogyakarta : 2003. Hlm 62.
8
1. Pada masa ini, tafsir juga masih belum terkodifikasi secara tersendiri.
2. Tradisi tafsir juga masih bersifat hafalan dan periwayatan.
3. Tafsir sudah kemasukan riwayat-riwayat israiliyat, karena keinginan sebagian
tabi’in untuk mencari penjelasan yang lebih detail mengenai cerita dan berita dalam
al-Qur’an.
Penafsiran diambil dari sistem periwayatan dan talaqqi, tetapi bukan secara global, sebab
para tabiin hanya mengambil riwayat dari guru-gurunya sedaerah saja. Penduduk masing-masing
daerah mengutamakan tafsir karya mufasir yang berasal dari daerahnya. Sebagai contoh, penduduk
Mekah mengambil penafsiran dari Abdullah Ibnu Abbas, penduduk Madinah dari Ubay bin Ka’ab,
penduduk Iraq mengambil penafsiran dari Ibnu Mas’ud dan seterusnya.19
Pada masa ini, belum ada bentuk penulisan tafsir para tabi’in, meskipun ada beberapa
tabi’in yang menulis tafsirnya, namun yang menonjol adalah aspek periwayatannya, sedang
penulisan hanya untuk pribadi saja. Baik penafsiran al-Qur’an periode Nabi dan sahabat ataupun
periode tabi’in, pada prinsipnya masih bersifat pendek dan ringkas. hal ini dikarenakan penguasaan
bahasa Arab yang murni pada saat itu cukup memahami gaya bahasa al-Qur’an.20
19
Dinni Nazhifah, Fatimah Isty Karimah. “Genologi Bentuk Tafsir Tabi’in”. Bayani: Jurnal Studi Islam. Vol 1, No 2,
September 2021. Hlm 168.
20
Abdul Mustaqim. “Madzahibut Tafsir”. Nun Pustaka Yogyakarta : 2003. Hlm 63.
9
2. Mereka tidak pernah menyaksikan alasan dan keadaan ketika Al-Qur'an
diturunkan. Maka boleh jadi mereka salah dalam memahami maksud dari suatu
ayat, lalu mengira sesuatu sebagai yang bukan dalil sebagai dalil.
3. Keadilan Tabi'in tidak ternashkan sebagaimana keadilan sahabat. Sebagaimana
perkataan Abu Hanifah: "Apa yang datang dari Rasulullah dan para sahabat tidak
pernah Aku tinggalkan, sedang apa yang datang dari Tabi'in, mereka laki-laki yang
melakukan ijtihad dan kami juga laki-laki yang bisa melakukan ijtihad.21
Sementara pihak yang menerima hasil penafsiran tabi’in, mereka berdalih bahwa mayoritas
tafsir pada generasi tabi’in ini sangat berkaitan dengan hasil penafsiran yang dilakukan oleh para
sahabat. Pendapat ini merujuk pada perkataan Mujahid dan Qatadah sebagaimana dikutip Zuhry
bahwa tidak ada satu ayat pun dari al-Qur’an, kecuali hasil penafsirannya telah didengar oleh
sahabat. Namun, terlepas dari kontradiktif tersebut, dalam menilai penafsiran periode tabi’in, Adz-
Dzahabi mengatakan penafsiran mereka ini mempunyai kelebihan dan kekurangan, baik dari aspek
sumber maupun kualitas penafsiran.
Syaikhul islam Ibnu Taimiyah berkata “Syu'bah bin hajat dan lainnya berkata perkataan
tabiin bukanlah hujjah lantas bagaimana perkataan mereka menjadi hujjah dalam tafsir maksudnya
perkataan tabiin tidak menjadi hujjah bagi orang lain yang tidak sependapat dengan mereka Ini
benar namun ketika para tabiin menyepakati suatu hal maka tidak diragukan kesepakatan mereka
ini adalah hujjah sementara jika mereka berbeda pendapat perkataan sebagian diantara mereka
bukan hujjah atas yang lain Rujukan yang menjadi acuan ketika para tabiin berbeda pendapat
adalah Alquran sunnah keumuman bahasa Arab atau perkataan sahabat.22
Lebih jauh tentang tafsir tabi’in, dalam satu bacaan disampaikan bahwa tafsir tabi’in
termasuk kepada Tafsir bi Ma’tsur. Karena pada dasarnya mereka menggunakan Al-Qur’an,
Sunnah Nabi, dan penafsiran sahabat sebagai sumber penafsiran. Selain itu, pendapat tabi‘in di
bidang tafsir diakui dan diambil, karena umumnya mereka menerima pendapat tersebut dari
sahabat, dan status sahabat adalah ‘adl.23
21
Asnin Syafiuddin. “Tafsir Tabi’in (tokoh,metode,sumber dan corak)”. Jurnal asy-Syukuriyyah. Vol 14. Maret 2015.
Hlm 21.
22
Manna Qaththan. “Dasar-dasar Ilmu Qur’an”. Penerbit Ummul Qura. Hlm 522
23
Rahmadi Agus Setiawan. “Tafsir al-Qur’an dengan Pendapat Tabi’in”. Jurnal Kewarganegaraan. Vol 6 No 2.
September 2022. Universitas Islam Indonesia. Hlm 5030.
10
G. Tokoh Mufassir kalangan Tabi’in.
Mufassir pada masa tabi’in dibagi atas wilayah-wilayah tersebarnya madrasah al-Qur’an
para sahabat yang berada di sekitar jazirah arab. Seperti yang telah disampaikan diatas, para
mufassir kalangan tersebut dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yakni:
Kodifikasi dimulai pada era Bani Umayyah dan awal era Bani Abbasiyah. Hadist
menempati bagian teratas dalam kodifikasi, saat itu, tafsir belum dipisah dalam sebuah karya
24
Asnin Syafiuddin. “Tafsir Tabi’in (tokoh,metode,sumber dan corak)”. Jurnal asy-Syukuriyyah. Vol 14. Maret 2015.
Hlm 16.
25
Artikel Tafsiralquran. “Para Tabi’in Utama Jebolan Madrasah Tafsir Ibn Mas’ud di Iraq”. Diakses pada tanggal 20
Oktober 2023.
11
tersendiri yang menafsirkan al-Qur’an satu surah demi satu surah, satu ayat demi satu ayat, dari
awal hingga akhir.26
Perhatian sekelompok ulama terkait yang dinisbatkan kepada Rasulullah, para sahabat,
atau tabi’in meningkat, disamping mereka juga menaruh perhatian untuk mengumpulkan hadist.
Orang-orang yang menjadi pelopor dalam pembukuan tafsir, diantaranya adalah:
Sayangnya, tidak ada sedikitpun dari kitab-kitab tafsir mereka yang sampai ke tangan kita.
Yang ada hanyalah riwayat yang dinukil dengan sanad yang terhubung kepada mereka dalam
kitab-kitab Tafsir bi Ma’tsur.27
Setelah mereka, muncul generasi seterusnya yang memisahkan tafsirr dalam karya
tersendiri dan menjadikannya sebagai salah satu disiplin ilmu yang terpisah dari hadist, sehingga
al-Qur’an ditafsirkan sesuai urutan mushaf, seperti:
1. Ibnu Majah.
2. Ibnu Jarir Ath Thabari.
3. Abu Bakar bin Mundzir an-Naisabur.
4. Ibnu Abi Hatim.
Ucapan Tabi’in rahimahumullah tersebut merupakan salah satu rujukan tafsir Al-Qur`an
karena para tabi’in adalah sebaik-baik manusia setelah para sahabat radhiyallahu ‘anhum yang
paling terpercaya dalam mencari kebenaran, dan paling selamat dari hawa nafsu, serta bahasa Arab
26
Manna Qaththan. “Dasar-dasar Ilmu Qur’an”. Penerbit Ummul Qura. Hlm 523
27
Ibid. hlm 523
12
di masa tabi’in belumlah banyak mengalami perubahan. Oleh karena itu, mereka itu lebih dekat
kepada kebenaran dalam memahami Al-Qur`an dibandingkan generasi setelah mereka.
ْ،ْْهمْاملراءونْبأعماَلم:ْْوشهرْبنْحوشب،ْْوسعيدْبنْجبري،ْْقالْجماهد:ْ}ْ{ْوالذينَْيكرونْالسيئات:ْوقوله
Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji kamu dan Kami angkat gunung
(Sinai) di atasmu (seraya berfirman), “Pegang teguhlah apa yang telah Kami
berikan kepadamu dan ingatlah apa yang ada di dalamnya, agar kamu bertakwa.”
28
Sa’id Abu Ukkasyah. “Sumber Rujukan dalam Menafsirkan Al-Qur`an”. Artikel Muslim.or.id. Diakses pada
tanggal 22 Oktober 2023.
13
Ibnu Jarir ath-Thabari mengutip penjelasan dari beberapa orang tabi’in
tentang ayat diatas, yaitu “ al-Mutsanna bin Ibrahim menceritakan kepadaku,
katanya : Adam al-Asqalani menceritakan kepada kami, katanya : Abu Ja’far
menceritakan kepada kami dari Rabi’ bin Anas dari Abul Aliyah tentang firman
ْ وia berkata, “Ingatlah selalu apa yang ada dalam
Allah ََّاذ ُكرُوْ ا َما فِ ْي ِه لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُوْ ن
Taurat”.29
َ اْوُهمْفِي َه
ْاَْلْيُب َخ ُس ْو َن ِ ِ ِ ِّ َمنْ َكا َنْيُِري ُدْاْلَٰيوَةْالدُّن يَاْوِزي نَتَ َهاْنُو
َ فْالَيهمْاَع َما ََلُمْفي َه َ َ
ْصنَ عُواْفِي َهاْ َوٰب ِط ٌْلْ َّماْ َكانُواْيَع َملُو َن َْ َِّارْ َو َحْب ِ ِ ِ ٰ وٰلٰۤ ِٕىكْالَّ ِذينْلَيسْ ََلم ِِْف
َ ْطْ َما ُ ْاَلخَرةْاََّلْالن ُ َ َ َ
ْهمْأهلْالرياء:ْقالْجماهد
29
Ibnu Jarir ath-Thabari. “Tafsir ath-Thabari (terjemahan dan tahqiq). Pustaka Azzam. Jilid 2. Hlm 40
30
Sa’id Abu Ukkasyah. “Sumber Rujukan dalam Menafsirkan Al-Qur`an”. Artikel Muslim.or.id. Diakses pada
tanggal 22 Oktober 2023.
14
Kisah israiliyat yang lemah sanadnya diantaranya adalah mengenai kisah
Nabi Adam dan Hawa dan pohon khuldi. Mengenai firman Allah,
ٍْ ض ُكمْْلِبَ ع ِِ ِ
ْضْ َع ُدو ُ ْعن َهاْفَاَخَْر َْج ُه َماِْمَّاْ َكانَاْفي ْهْ َوقُلنَاْاهبِطُواْبَع
َ فَاََزََّلَُماْالشَّي ٰط ُن
ْي ْ ٰ ِاعْا
ٍ لْ ِح ْ ِ َْْولَ ُكم
ِْ ِفْاَلَر
ٌْ َضْ ُمستَ َقرْْ َّوَمت
Israiliyat yang ada dalam ayat ini sebagaimana yang dikutip oleh At-
Thabari. Diriwayatkan dari Wahab bin Munabbih yakni tatkala Adam dan istrinya
hawa di tempatkan di surga dan Allah melarangnya untuk memakan buah Khuldi.
Pohon ini memiliki buah yang dimakan oleh malaikat agar mereka kekal hidup.
Kemudian setan membawakan buah itu dan menggoda hawa untuk memakannya,
kemudian Hawa memakannya dan menggoda Adam untuk ikut memakannya,
kemudian terbukalah aurat keduanya dan Adam lari bersembunyi dibalik pohon,
dan Allah memanggilnya namun Nabi Adam enggan keluar karena malu lalu Allah
berkata: bumi tercela aku ciptakan engkau dari padanya dan umatnya menjadi duri.
Kemudian tuhan berkata: wahai Hawa engkaulah yang menggoda hambaku maka
engkau tidak akan mengandung kecuali dengan berusah payah.31
Dari riwayat ini dapat diketahui bahwa perawi yang meriwayatkan dari pada
Wahab dan orang lain, juga merasa ragu dengan kisah yang diriwayatkan kepada
mereka. Hal ini nampak dari pertanyaan Amru kepada wahab yang selanjutnya
31
Tafsir Ath-Thabari. 2007. Pustaka Azzam : Jakarta. Jilid 1. Hlm 609
15
bahwa malaikat tidaklah makan, Wahab kemudian hanya diam dan tidak
menjawabnya.32
ِ ثْفِي ه
ْاْمنْ ُْك ِّْلْ َداٰۤبٍَّة ِ ِ ِ ِ ىِْفْاَلَر ِ ْعم ٍدْتَرونَ َهاْواَل ٰق ِ ِ ِ َّ َخلَ َق
َ َّ َض َْرَواس َيْاَنََْتي َدْب ُكم َْوب َ َ َ َ ْالس ٰم ٰوتْبغَري
الس َماِْٰۤءْ َماٰۤءْْفَاَنْبَت نَاْفِي َهاْ ِمنْْ ُك ِّْلْ َزوجٍْْ َك ِرٍْي
َّ َْواَن َزلنَاْ ِم َْن
Dia menciptakan langit tanpa tiang sebagaimana kamu melihatnya, dan
Dia meletakkan gunung-gunung (di permukaan) bumi agar ia (bumi) tidak
menggoyangkan kamu; dan memperkembangbiakkan segala macam jenis makhluk
bergerak yang bernyawa di bumi. Dan Kami turunkan air hujan dari langit, lalu
Kami tumbuhkan padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik.
(QS.Luqman : 10)
menceritakan bahwa Humaid, dari al-Hasan bin Muslim, dari Mujahid, ia berkata,
“Langit itu dengan tiang, tetapi kamu tidak melihatnya”.33
32
Masriani Imas. “Israiliyat dalam tafsir Thabari”. Jurnal keislaman : Humanistika. Vol 8, No 2. 2022. Hlm 217.
33
Tafsir Ath-Thabari. 2007. Pustaka Azzam : Jakarta. Jilid 20. Hlm 741
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah masa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam wafat, pengajaran Islam
dilanjutkan oleh kalangan sahabat. Para sahabat ini menyebar ke berbagai daerah, baik untuk
berdakwah maupun tugas kekhalifahan. Mereka berjumpa dengan generasi selanjutnya yang tidak
berjumpa Nabi semasa hidup, melanjutkan dakwah dan ajaran Islam.
Generasi setelah sahabat ini disebut tabi’in. Menurut Imam as Suyuthi dalam Tadribur
Rowi, definisi tabi’in yang masyhur adalah: orang-orang yang berjumpa dengan sahabat dalam
keadaan Muslim, serta wafat juga dalam keadaan Muslim.
Menurut Ad-Dzahabi, ketika berupaya memahami Al-Qur'an, para mufassir dari kalangan
tabi'in berpegang teguh terhadap Al-Qur'an itu sendiri, hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat
dari rasulullah saw, tafsir para sahabat baik pendapat sahabat sendiri atau dari riwayat ahli kitab,
dan kepada hasil ijtihad dan penalaran yang mereka lakukan sendiri.
Penafsiran pada periode ini tidak jauh berbeda dengan periode sahabat, karena para tabiin
masih bersandar kepada metode penafsiran yang di gunakan oleh para sahabat. Meskipun pada
dasarnya ada beberapa tabiin yang melakukan ijtihad terhadap penafsiran, akan tetapi tetap sesuai
dengan kaidah yang ada di masa sahabat. Selain itu para tabi’in bertalaqi langsung kepada para
sahabat.
Kaitannya dengan penafsiran tabi’in, mereka pada umumnya menjelaskan ayat secara
ringkas dan padat sebagaimana juga ciri khas penafsiran Ibn ‘Abbas. Misalnya, metode penafsiran
Mujahid bin Jabar yang identik dengan metode penafsiran gurunya, Ibn ‘Abbas. Dalam
penafsirannya, Mujahid tidak menafsirkan ayat al-Qur’an secara menyeluruh dari awal hingga
akhir tetapi hanya menafsirkan sebagian dari ayat-ayat Al-Qur’an dengan bahasa yang ringkas dan
padat. Dapat diambil kesimpulan bahwa metode yang diusung Mujahid adalah metode ijmali, yaitu
metode penafsiran al-Qur`an dengan cara singkat dan global.
Pada masa ini, corak tafsir bi riwayah masih mendominasi penafsiran para tabi’in. Sebab
para tabi’in meriwayatkan tafsir dari sahabat sebagaimana juga para tabi’in sendiri saling
17
meriwayatkan satu sama lain. Meskipun sudah muncul ra’yu dalam menafsirkan al-Qur’an, tetapi
unsur-unsur riwayah masih dominan.
Kualitas tafsir pada generasi tabi’in banyak membuat para ahli berbeda pendapat dalam
menjadikannya sebagai dasar atau dalil. Para ulama masih berbeda pendapat tentang penggunaan
tafsir tabi’in yang dijadikan sebagai hujjah, atau pegangan untuk menjawab salah satu problem
manusia. Sebagian ulama ada yang menerima dan ada juga yang menolak.
Kodifikasi dimulai pada era Bani Umayyah dan awal era Bani Abbasiyah. Hadist
menempati bagian teratas dalam kodifikasi, saat itu, tafsir belum dipisah dalam sebuah karya
tersendiri yang menafsirkan al-Qur’an satu surah demi satu surah, satu ayat demi satu ayat, dari
awal hingga akhir
B. Saran
Segala puji bagi Allah yang terlah mencurahkan rahmat-Nya kepada penulis, akhirnya
penulis dapat menyelesaikan tulisan ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat berharap kepada siapa saja yang membaca tulisan
ini agar sudi kiranya memberikan saran dan kritikan demi sempurnanya tulisan ini. Akhirnya
penulis berharap semoga tulisan ini bisa bermanfa’at bagi siapa saja yang membacanya aamiiiin.
18
DAFTAR RUJUKAN
Ibnu Jarir ath-Thabari. “Tafsir ath-Thabari (terjemahan dan tahqiq). Pustaka Azzam.
Muhammad Iqbal Syauqi. “Mengenal Generasi Tabi’in dan Urgensinya dalam Kajian
Hadits”. Artikel NU Online (2018).
Masriani Imas. “Israiliyat dalam tafsir Thabari”. Jurnal keislaman : Humanistika. Vol 8, No 2.
2022.
Munadi Usman. “Pembinaan Fikih Masa Tabi’in”. Jurnal al-Fikrah. Vol 7, No 2 : 2018 .
Dinni Nazhifah, Fatimah Isty Karimah. “Genologi Bentuk Tafsir Tabi’in”. Bayani: Jurnal
Studi Islam. Vol 1, No 2, September 2021.
Artikel Tafsiralquran. “Para Tabi’in Utama Jebolan Madrasah Tafsir Ibn Mas’ud di Iraq”.
19