Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

TAKHRIJ HADITS

Disusun Untuk Memenuhi


TugasPerkuliahan Ulumul Hadits
Dosen Pengampu:
Dr. Abdul Rasyid Ridha, M.A.

Disusun Oleh :

Ahamad Baehaqi (220601065)

Ela Apriliaya Amaliya (220601038)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur tertuju hanya kepada Allah SWT atas karuniaNya
yang begitu luas, kita selalu bisa menikmati apa yang terdapat pada diri kita baik
yang berupa materi seperti keluarga, teman, harta-harta yang kita miliki ataupun
yang berupa inmateri sebagai contoh, kesehatan, keimanan, keislaman, serta
nikmat membaca dan berfikir. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad
SAW yang telah menjadikan Al-Qur'an dan hadits-hadits beliau sebagai jalan
hidup terbaik dan penuh cahaya bagi orang-orang yang beriman di muka bumi ini
untuk menggapai kemenangan yang begitu sempurna pada kehidupan kelak. Amin
ya robbal alamin.

Al-Qur'an dan hadits bagaikan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Al-
Qur'an yang bersumber langsung dari Allah SWT, dan diungkapkan di muka bumi
ini lewat lisan Rasulullah SAW, tapi ada jaminan dari Allah SWT bahwasanya
hadits termasuk wahyu atau dengan bahasa yang mudah Al-Qur'an sebagai wahyu
langsung sedangkan hadits sebagai wahyu tidak langsung. Karena faktor ini,
perhatian orang muslim tidak sebesar sebagaimana terhadap Al-Qur'an, baik pada
masa awal-awal Islam atau mungkin sampai masa sekarang ini. Termasuk dalam
hal penulisannya, pengkondifikasiannya, pengembangan ilmu-ilmu yang terkait
dengannya. Akibat dari kurangnya perhatian ini maka hadits menjadi "Makanan"
yang paling mudah untuk di "Racuni" (dipalsukan) oleh orang-orang di luar Islam
yang memposisikan Islam sebagai musuh dalam kehidupan.

Berbeda dengan Al-Qur'an yang diyakini, tanpa kecuali sebagai wahyu Allah
yang telah tertulis sejak Rasulullah SAW masih hidup dan sampai kepada kita
dengan periwayatan secara mutawatir. Adapun hadits, periwayatannya lebih
banyak berlangsung secara ahad, aziz, gharib yang mengakibatkan munculnya
hadits-hadits dha'if seperti mursal, mu'dhal, mudallat dan lain sebagainya.
Walaupun demikian hadits tetap diyakini oleh orang muslim sebagai sumber
syari'at kedua setelah Al-Qur'an. Karena sesungguhnya yang paling mengetahuiisi

ii
dan makna Al-Qur'an adalah Rasulullah SAW sedangkan beliau sendiri sebagai
sumber hadits yang berfungsi sebagai penjelas, perinci, penguat terhadap isi
kandungan Al-Qur'an.

Semua ini menjadi alasan bagi orang muslim, mengapa hadits menjadi
sesuatu yang mesti dipelajari. Untuk mempelajarinya diperlukan epistimologi
tersendiri yang kemudian dikenal dengan Ulumul Hadits.

Hadis memerlukan pemikir-pemikir baru untuk menggali produk hukum baru


yang sesuai dengan perkembangan zaman. Demikian pula hadis mengenai
kehidupan kemasyarakatan yang memang sesuai dengan zaman Rasulullah
sehingga pada era sekarang perlu pembaruan dalam memahaminya dan perlu
solusi dalam menghadapi berbagai permasalahan.

Sambil memohon ridho Allah SWT, Maha pemberi pengetahuan dan


pencerahan atas hamba-hambanya, semoga makalah kami yang sederhana ini bisa
menjadi "Pintu" masuk untuk memahami dan mempelajari hadits Rasulullah
SWT. Amin Yaa Rabbal 'Alamin.

Mataram, 19 Maret 2023

Penulis

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................. ii

DAFTAR ISI .............................................................................................. iv

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 2
C. Tujuan 2

BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................... 3

A. Definisi Takhrij ..........................................................................3


B. Tujuan Takhrij.............................................................................
4
C. Faedah dan Manfaat Takhrij......................................................
5
D. Metode Takhrij ..........................................................................6

BAB 3 PENUTUP ........................................................................................9

A. Kesimpulan .................................................................................9
B. Saran........................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................10

iv
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidak seluruh hadits dari Nabi diterima oleh para sahabat secara kolektif
kemudian disampaikan kepada orang banyak atau masyarakat secara
mutawatir, seperti halnya Al-Qur'an. Mayoritas hadits justru diriwayatkan
secara individual (ahad) atau beberapa orang saja sehingga tidak mencapai
nilai mutawatir. Hadis yang diterima secara mutawatir dapat diterima secara
aklamasi sebagai hujah tanpa penelitian sifat-sifat individu para periwayatnya,
seperti sifat adil, cerdas, memiliki ingatan yang kuat, atau mudah hafal karena
kualitas kolektivitas tersebut sudah memiliki kualifikasi objektivitas yang
dapat dipertanggungjawabkan.

Berbeda dengan hadis ahad, para periwayat dalam sanad harus memiliki
kredibilitas yang dapat dipertanggungjawabkan, seperti sanad yang harus
bersambung (ittishal) serta para periwayat harus bersifat adil ('adalah) dan
memiliki hafalan kuat (dhâbith). Oleh karena itu, para periwayat hadis ahad
perlu diteliti sifat-sifatnya agar dapat memenuhi kriteria sebagai hadis sahih.

Sementara itu, sehubungan dengan masa munculnya hadis yang bersamaan


dengan turunnya Alquran, dalam periwayatan Alquran tidak ada masalah.
Umat Islam menerimanya dan tidak memerlukan kajian silsilah sanad karena
seluruhnya sejak masa Rasulullah hidup serta Alquran diterima oleh para
sahabat secara mutawatir. Dengan demikian, Alquran memiliki kepastian
hukum (qath'i al-wurûd). Hal tersebut berbeda dengan sunnah atau hadis yang
tidak tertulis sejak masa hidup Rasulullah SAW. Mayoritas hadis hanya
dihafal oleh para sahabat karena pernah terjadi pemalsuan hadis dan
penyalahgunaan kepentingan. Kondisi itu mengundang ulama untuk meneliti
autentisitas hadi secara objektif.

v
Setelah terjadi pemalsuan hadits, terutama oleh beberapa sekte Islam
akibat konflik politik antara pendukung Ali dan pendukung Mu'awiyah (41
H), para ilmuwan bangkit mengadakan penelitian hadis. Secara garis besar,
ada beberapa faktor yang melatarbelakangi perlunya takhrij hadis
sebagaimana yang diungkapkan Prof. Dr. M. Syuhudi Ismail berikut ini.

1. Hadits sebagai sumber ajaran Islam.

2. Tidak sekuruh hadits ditulis pada masa Nabi.

3. Timbul berbagai pemalsuan hadits.

4. Proses penghimpunan hadits memakan waktu yang lama.

5. Banyaknya kitab hadits dan teknik penyusunannya beragam.

6. Banyak hadits yang bertebaran di berbagai buku yang tidak jelas


kualitasnya.

Hingga didalam makalah kami ini, akan dibahas mengenai "Penelitian


Hadits (Takhrij Al-Hadits)" sebagaimana pada materi sebelumnya yang
dibahas adalah "Istilah-istilah dalam Ilmu Hadits". Semoga dengan makalah
kami ini dapat menambah pengetahuan penulis terkhususnya para pembaca.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Takhrij?
2. Apa tujuan Takhrij Al-Hadits?
3. Apakah Faedah dan Manfaat Takhrij?
4. Bagaimana Metode dalam Mentakhrij Al-Hadits?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apa definisi dari Takhrij.
2. Mengetahui apa saja tujuan Takhrij.
3. Untuk mengetahui apa saja Faedah dan Manfaat Takhrij.
4. Untuk mengetahui apa saja Metode dalam Takhrij.

vi
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Definisi Takhrij

Pengertian takhrij memiliki banyak makna dengan pendapat dari para


ulama. Secara bahasa, takhrij berarti mengeluarkan, menampakkan,
meriwayatkan, melatih, dan mengajarkan. Sementara itu menurut terminologi,
takhrij ialah berkembang sesuai dengan situasi dan kondisi.1 Dalam pendapat
lain juga definisi takhrij, menurut etimologi kata “Takhrij” diambil dari akar
kata “Kharaja” yang berarti “Dzuhur”, “Buruz” (nampak).2

Menurut istilah dan yang biasa dipakai oleh ulama hadis, kata al- takhrij
mempunyai beberapa arti:

1. Mengemukakan hadis kepada orang banyak dengan menyebutkan para


periwayatnya di dalam sanad yang menyampaikan hadis itu, berikut
metode periwayatan yang ditempuhnya.
2. Ulama hadis mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan
oleh para guru hadis, atau berbagai kitab, atau lainnya, yang
susunannya dikemukakan berdasarkan riwayatnya sendiri, atau para
gurunya, atau temannya, atau orang lain, dengan menerangkan siapa
periwayatnya dari para penyusun kitab atau karya tulis yang dijadikan
sumber pengambilan.
3. Menunjukkan asal-usul hadis dan mengemukakan sumber
pengambilannya dari berbagai kitab hadis yang disusun oleh para
mukharijnya langsung yakni para periwayat yang menjadi penghimpun
bagi hadis yang mereka riwayatkan.
4. Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber,
yakni kitab-kitab hadis, yang di dalamnya disertakan metode
periwayatannya dan sanadnya, serta diterangkan pula keadaan para
periwayat dan kualitas hadisnya.
5. Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis dari sumbernya
yang asli, yakni berbagai kitab, yang di dalamnya dikemukakan hadis
itu secara lengkap dengan sanad-nya masing-masing. Lalu, untuk

1 Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis, (Jakarta: AMZAH, 2014), hal. 2.

2 Syamsu Syauqani, HADITS DALAM PERSPEKTIF KEILMUAN Mempromosikan Hadits Secara Keilmuan, (Mataram: LKIM Mataram, 2011), hal. 176.

vii
kepentingan penelitian, dijelaskan pula kualitas hadis yang
bersangkutan.3

Di antara lima pengertian al-takhrij di atas, pertama merupakan salah


satu kegiatan yang telah dilakukan oleh para periwayat hadis. Mereka
menghimpun hadis ke dalam kitab hadis yang disusunnya.

Pengertian al-takhrij yang kedua dilakukan oleh banyak ulama hadis.


Misalnya, Imam al-Baihaqi yang banyak "mengambil" hadis dari kitab as-
Sunan yang disusun oleh Abu Hasan al-Bisri al-Saffar. Lalu, Imam al-
Baihaqi mengemukakan sanadnya sendiri.

Pengertian al-takhrij yang ketiga banyak dijumpai di dalam kitab


himpunan hadis. Misalnya, Bulughul Maram susunan Ibn Hajar al-
Asqalani. Hadis yang dikutip tidak hanya matan, juga nama mukharij dan
nama periwayat pertama (sahabat Nabi Shallallahu Alayhi wa sallam)
yang meriwayatkan hadis itu.

Pengertian istilah al-takhrij keempat, biasanya, digunakan oleh ulama


ahli hadis untuk menjelaskan berbagai hadis yang termuat di dalam kitab
tertentu.

Pengertian al-takhrij kelima biasanya digunakan untuk kegiatan


penelitian. Takhrij dalam pengertian ini ialah upaya penelusuran atau
pencarian hadis dari berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang
bersangkutan yang di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap
matan dan sanad hadis yang bersangkutan.4

B. Tujuan Takhrij

Dalam melalukan takhrij al-hadits, ada beberapa tujuan yang akan tercapai
yaitu:
1. Menemukan suatu hadits dari beberapa buku dari induk hadits.
2. Mengetahui eksistensi suatu hadits, apakah hadits tersebut benar-benar
ada di dalam buku-buku ataukah tidak.
3. Mengetahui berbagai redaksi matan dan sanad dari mukhrrij yang
berbeda.
4. Mengetahui kualitas dan kuantitas hadits, baik dari segi sanad maupun
matan. Dengan demikian, dapat ditetapkan apakah hadits tersebut
diterima (makbul) atau tertolak (mardud).
3 Ahmad Izzan, STUDI TAKHRIJ HADIS, (Bandung: tafakur (kelompok HUMANIORA)___Anggota Ikapi berkhidmat untuk umat, 2012), hal. 2.

4 Ibid., hal. 3.

viii
5. Menemukan cacat dalam sanad atau matan, mengetahui sanad yang
bersambung (muttashil) atau terputus (manqathi’), dan mengetahui
kemampuan periwayat dalam mengingat hadits serta kejujurannya.
6. Mengetahui status hadits. Apabila sanad suatu hadits hukumnya da’if
kemudian dengan melalui sanad lain hukumnya sahih, akan
meningkatkan status hadits tersebut yang awalnya da’if menjadi hasan
li ghairihi atau dari hasan menjadi shahih li ghairihi.
7. Mengetahui bagaimana ulama menilai hadits dan bagaimana penilaian
tersebut tersampaikan.5

C. Faedah dan Manfaat Takhrij

Takhrij hadits memberikan banyak faedah dan manfaat. Melalui takhrij


hadits ini, kita dapat menegetahui khazanah atau perbendaharaan sunnah Nabi.
Beberapa manfaat dari takhrij hadits ini adalah sebagai berikut.

1. Memperkenalkan sumber-sumber hadis, termasuk kitab-kitab asalnya


dan ulama yang meriwayatkannya.
2. Menambah perbendaharaan sanad hadis melalui kitab-kitab yang
menjadi rujukan. Semakin banyak kitab asal yang memuat hadis itu,
semakin banyak pula perbendaharaan sanadnya.
3. Memperjelas keadaan sanad. Dengan perbandingan riwayat-riwayat
hadits akan dapat diketahui sebuah riwayat termasuk mungathi',
mu’dhal, atau lainnya. Pun, akan dapat diketahui status riwayat itu
shahih, dhaif, atau lainnya.
4. Memperjelas hukum hadits. Boleh jadi, kita mendapatkan sebuah hadis
dhaif melalui riwayat tertentu. Melalui takhrij ini, kita akan
mendapatkan riwayat lain yang shahih. Hadits shahih itu bisa
mengangkat hukum hadits dhaif itu ke derajat yang lebih tinggi.
5. Menjadi alat untuk mengetahui pendapat ulama sekitar hukum hadis.
6. Memperjelas perawi hadis yang samar. Boleh jadi, kita mendapati
seorang perawi yang belum jelas nama dan validitasnya. Dengan
takhrij, kita bisa mengetahui nama perawi dan statusnya secara
lengkap.
7. Memperjelas perawi hadis yang tidak diketahui namanya melalui
perbandingan antar sanad.
8. Menafikan pemakaian "an" dalam periwayatan hadis oleh seorang
perawi mudallis. Melalui yang memakai kata yang jelas
ketersambungan sanadnya, maka periwayatan yang memakai "an" tadi
akan tampak pula ketersambungan sanadnya.
5 Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis, hal. 4-5.

ix
9. Menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat.
10. Membatasi nama perawi yang sebenarnya karena ada kemungkinan
seorang perawi mempunyai kesamaan gelar. Melalui sanad lain, nama
perawi itu menjadi jelas.
11. Memperkenalkan periwayat yang tidak terdapat di dalam satu sanad.
12. Memperjelas arti kalimat asing yang terdapat dalam satu sanad.
13. Menghilangkan hukum syadz (kesendirian riwayat yang menyalahi
riwayat tsiqah) di dalam sebuah hadis melalui perbandingan riwayat.
14. Membedakan hadis mudraj yang mengalami penyusupan sesuatu dari
hadits lainnya.
15. Mengungkapkan keraguan dan kekeliruan yang dialami oleh seorang
perawi.
16. Mengungkap hal-hal yang terlupakan, atau diringkas oleh seorang
perawi.
17. Membedakan antara proses periwayatan dengan lafal dan makna atau
pengertian.
18. Menjelaskan masa dan tempat kejadian timbulnya sebuah hadis.
19. Menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadis misalnya, karena perilaku
seseorang atau sekelompok orang. Melalui perbandingan sanad, "sabab
al-wurud" hadis itu dapat diketahui lebih jelas.
20. Mengungkap kemungkinan terjadinya kesalahan percetakan melalui
perbandingan sanad. Secara simple, melalui penerapan takhrij hadis
kita dapat mengumpulkan berbagai sanad dari sebuah hadis; dan
mengumpulkan berbagai redaksi dari sebuah matan hadits.6

Jadi, dalam takhrij hadits ini memiliki banyak faedah dan manfaat untuk
para periwat hadits. Dengan begitu kita dapat mengetahui sumber-sumber
haditsy yang berasal dari kitab-kitab asalnya dan ulama yang meriwatkan.

D. Metode Takhrij

Dalam mentakhrij hadits ada dua metode yang dapat digunakan. Pertama
menggunakan metode ilmiah yang dapat diterapkan dalam penelitian hadits.
Misalnya menggunakan metode deskriptif, perbandingan, normatif dan
kesejarahan.

1. Metode deskriptif digunakan untuk menjelaskan makna matan dan


lambang ungkapan perawi dalam sanad sehingga dapat diketahui mana
yang diterima dan mana yang ditolak.
2. Metode perbandingan digunakan untuk membandingkan antara satu
sanad dan sanad lain atau antara satu matan dan matan lain dalam satu
6 Ahmad Izzan, STUDI TAKHRIJ HADIS, hal. 4-5.

x
tema untuk memeriksa adanya keganjilan (syadz) dan cacat (illah).
3. Metode normatif digunakan untuk memecahkan suatu masalah. Tolok
ukur penelitian matan adalah tidak bertentangan dengan Alquran, hadis
yang lebih kuat, akal sehat, indra, sejarah, dan susunan bahasa.7
4. Metode kesejarahan digunakan untuk mengetahui ketersambungan
sanad dan mengetahui kredibilitas periwayatnya. Para ahli hadis
berpendapat bahwa studi matan dan kitab-kitab riwayah menjadi tidak
berarti jika tidak disertai dengan 'ilm al-hadits dirayah. 'Ilm al-hadits
dirayah ialah analisis kesejarahan mengenai perkataan dan perbuatan
Rasulullah SAW., sifat dan keadaan para periwayat, serta matan hadis.

Salah seorang guru besar hadis dan ilmu hadis di Universitas Al-Azhar,
Thaha Al-Dasuqi Hubaisyi, berpendapat bahwa analisis kesejarahan
merupakan keharusan bagi para periwayat hadis karena tugas mereka adalah
mentransfer informasi dari beberapa generasi. Sementara itu, tugas peneliti
adalah meneliti sifat dan kondisi para periwayat hadis. Hadis Nabi benar-benar
nyata, bukan pengandaian logis yang menetapkan ada atau tidaknya suatu
perkara dan memerlukan eksperimen.
Keempat metode di atas sangat diperlukan dalam penelitian hadis.
Selanjutnya, setelah menelusuri sanad dan matan melalui takhrij, dapat
ditemukan beberapa hal berikut.
1. Kualitas hadis apakah sahih, hasan, atau da' if.
2. Kuantitas hadis apakah mutawatir, ahad, masyhur, aziz, atau gharb.
3. Sumber berita utama apakah qudsi, marfu’, mauquf, atau maqthu’.
Sementara itu, metode takhrij sebenarnya sama dengan metode penelitian
pada umumnya yang meliputi tiga proses, yaitu pengumpulan data,
pengolahan data, dan analisis data. Berikut ini ilustrasi mengenai langkah-
langkah dalam takhrij.8

7 Lihat Shalahudiin bin Ahmad Al-Adlabi, Manhaj Naqd Al-Matn, (Beirut: Dar Al-Aflaq Al-Jadidah, 1983), hal. 238.

8 Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis, hal. 7.

xi
La n g k a h -L an g k a h P e n elitia n H a d its
Pengumpulan Data
Penelusuran hadits ke berbagai buku
induk menggunakan metode tertentu.

Pengolahan Data
Merentangkan sanad agar mudah
dianalisis (boleh dalam bentuk pohon
atau skema).

Analisis Data
Sanad dan Matan

Metode kedua yang dapat digunakan untuk takhrij al-hadits disertai


dengan kelebihan dan kekurangannya.9

1. Dengan Cara Mengetahui Persi Pertama (Tertinggi)

Perawi pertama terkadang datang dari para sahabat bila hadits itu
mttshil, terkadang dari para tabi’in bila hadits itu mursal seelah kita
mengetahui perawi pertama dalam hadits tersebut, baru kita bisa
mentakhrijnya dengan melihat kepada kitab-kitab yang menggunakan
metode ini sebagai penunjangnya. Kelebihan metode pertama ini salah
satunya, bisa membandingkan antara sanad-sanad yang ada.
Sedangkan kekurangannya adalah hanya dipakai ketika setelah
mengetahui rowi tertinggi.

2. Dengan Cara Mengetahui Lafadz Hadits

Yaitu mengetahui terdahulu satu lafadz dari Hadits yang dimaksud


baik itu berupa kata benda atau kerja terkecuali berupa kata bantu
(haraf). Para pengarang kitab bermetode ini memfokuskan kepada
lafadz-lafadz yang jarang digunakan (lafadz al-gharib). Kelebihan
metode kedua ini adalah cepat sampai kepada hadits yang dimaksud,
karena penga- rangnya menentukan letak hadits yang ada dalam kitab
dengan menyebutkan kitab, bab dan halamannya. Sedangkan
kekurangannya yaitu tidak menyebutkan hadits para sahabat tapi hanya
menyebutkan hadits dari setiap sahabat yang tentunya harus merujuk
9 Syamsu Syauqani, HADITS DALAM PERSPEKTIF KEILMUAN Mempromosikan Hadits Secara Keilmuan, hal. 181-183.

xii
kembali kepada tempat-tempat letak hadits tersebut yang sahabatnya
sudah pasti.10

3. Dengan Cara Mengetahui Awal Lafadz Matan Hadits

Metode ini digunakan ketika telah mengetahui kata-kata pertama


dalam matan hadits karena tanpa hal tersebut kita akan kehilangan
banyak waktu. Kitab-kitab yang bermetode ini hadits-haditsnya
tersusun menurut urutan huruf hijaiyah dari huruf alif dan seterusnya.
Kelebihan metode ketiga ini adalah sedikitpun jika ingatan kita
terhadap awal hadits berubah akan memungkinkan tidak sampainya
kepada yang dituju seperti hadits idza atakum man tardhouna dinahu
wakhulgohu fazaujuhu. Sedangakan kekurangannya, jika yang
diingatkan hanya lafadz lau atakum, apalagi idza jaakum maka sangat
menyulitkan pencariannya.11

4. Dengan Cara Mengetahui Topik Hadits

Metode ini digunakan setelah memahami topik hadits, karena tidak


semua orang mampu menentukan topik hadits apalagi pada sebagian
hadits tabg topiknya kelihatan tidak jelas. Kelebihan metode keempat
ini, cukup dengan mengetahui makna hadits, sehingga dapat
menyimpulkan topik yang dimaksud. Metode ini memberikan
pendalaman hadits bagi pencarinya sehingga pembahasannya meluas.
Sedangkan kekurangannya yaitu, kurang memahami makna hadits
tidak bisa menentukan topik makna hadits tersebut dan terkadang tidak
sama dugaan si pencari dengan pendapat pengarang tentang peletakan
di kitab tafsir ternyata ada di kitab maghozi.

5. Dengan Cara Mengetahui Keadann Matan dan Sanad


Kelebihan metode ini adalah cara ini mudah sekali
mendapatkannya karena kitab-kitab yang menghimpun hadits-hadits
yang mempunyai sifat-sifat tertentu terlalu sedikit. Sedangkan
kekurangnnya, karena cakupannya sedikit, maka hadits-hadits yang
ditakhrijnya sedikit pula.

BAB 3

10 Ibid., hal. 183-184

11 Ibid., hal. 185-187

xiii
PENUTUP

A. Kesimpulan

Tidak dapat kita ragukan lagi bahwa mengetahui Ilmu Takhrij ini
sangatlah penting bagi orang yang menggeluti ilmu-ilmu Syar’i, begitu juga
dengan mempelajari metode-metodenya agar supaya kita mengetahui
bagaimana untuk bisa sampai kepada suatu hadits yang dimaksud pada sumber
yang orisinil, terutama bagi mereka yang berkecimpungan dalam hadits dan
ilmu-ilmu hadits. Apalgi untuk kita sebagai mahasiswa perguruan tinggi Islam
yang juga mempelajari terkait Ulumul Hadits, pentingnya untuk kita
mengetahui dasar-dasar dalam pembahsan Takhrij Al-Hadits ini.

Hanya dengan perantara Ilmu Takhrij ini pembaca terkhusus penulis akan
mendapatkan keterangan tentang posisi hadits yang terdapat pada sumber
pertama yang disusun oleh para ulama Hadits. Dengan mempelajari Ilmu
Takhrij ini dapat mengetahui keadaan sanad dengan cara memperhatikan jalur
apakah hadits itu mu’dhol atau munqathi’, dapat mengetahui keadaan hadits
berdasarkan metode yang sudah dipaparkan diatas sehingga dapat menyikapi
sebagai hadits dha’if .

Sehingga dalam makalah kami ini membahas mengenai, “definisi, tujuan


faedah dan manfaat takhrij hadits, serta metode dalam mentakhrij hadits”,
dengan sedikitnya kita mengetahui terkait takhrij hadits dapat menambah
wawasan kita akan metode yang para ulama gunkan untuk mengetahuoi matan
dan sanad hadits tersebut yang .

B. Saran

Dalam penulisan makalah ini pun penulis menyadari ada banyaknya


kekurangan dalam penyusunan, penulisan, dan pembahasannya. Oleh karena
itu, penulis berharap akan saran dan kritik yang dapat membantu dan membuat
penulis dapat memperbaiki penelitian ini, serta harapan penulis kepada
pembaca semoga pembahsan dalam makalah ini bisa dipahami oleh pemca

xiv
DAFTAR PUSTAKA

Khon, Abdul Majid. (2014). Takhrij dan Metode Memahami Hadits. Jakarta:
AMZAH.

Syauqani, Syamsu. (2011). HADIST DALAM PERSPEKTIF KEILMUAN


Mempromosikan Hadits Secara Keilmuan. Mataram: LKIM Mataram.

Izzan, Ahmad. (2012). STUDI TAKHRIJ HADITS. Bandung: tafakur (kelompok


HUMANIORA)___Anggota Ikapi berkhidmat untuk umat.

Al-Dahlawi, Ahmad Syah Waliyulah bin Abdirrahim. (1995). Hujjah Allah Al-
Balighah. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.

xv

Anda mungkin juga menyukai