TAKHRIJ HADITS
Disusun Oleh :
2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur tertuju hanya kepada Allah SWT atas karuniaNya
yang begitu luas, kita selalu bisa menikmati apa yang terdapat pada diri kita baik
yang berupa materi seperti keluarga, teman, harta-harta yang kita miliki ataupun
yang berupa inmateri sebagai contoh, kesehatan, keimanan, keislaman, serta
nikmat membaca dan berfikir. Shalawat dan salam kepada Rasulullah Muhammad
SAW yang telah menjadikan Al-Qur'an dan hadits-hadits beliau sebagai jalan
hidup terbaik dan penuh cahaya bagi orang-orang yang beriman di muka bumi ini
untuk menggapai kemenangan yang begitu sempurna pada kehidupan kelak. Amin
ya robbal alamin.
Al-Qur'an dan hadits bagaikan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Al-
Qur'an yang bersumber langsung dari Allah SWT, dan diungkapkan di muka bumi
ini lewat lisan Rasulullah SAW, tapi ada jaminan dari Allah SWT bahwasanya
hadits termasuk wahyu atau dengan bahasa yang mudah Al-Qur'an sebagai wahyu
langsung sedangkan hadits sebagai wahyu tidak langsung. Karena faktor ini,
perhatian orang muslim tidak sebesar sebagaimana terhadap Al-Qur'an, baik pada
masa awal-awal Islam atau mungkin sampai masa sekarang ini. Termasuk dalam
hal penulisannya, pengkondifikasiannya, pengembangan ilmu-ilmu yang terkait
dengannya. Akibat dari kurangnya perhatian ini maka hadits menjadi "Makanan"
yang paling mudah untuk di "Racuni" (dipalsukan) oleh orang-orang di luar Islam
yang memposisikan Islam sebagai musuh dalam kehidupan.
Berbeda dengan Al-Qur'an yang diyakini, tanpa kecuali sebagai wahyu Allah
yang telah tertulis sejak Rasulullah SAW masih hidup dan sampai kepada kita
dengan periwayatan secara mutawatir. Adapun hadits, periwayatannya lebih
banyak berlangsung secara ahad, aziz, gharib yang mengakibatkan munculnya
hadits-hadits dha'if seperti mursal, mu'dhal, mudallat dan lain sebagainya.
Walaupun demikian hadits tetap diyakini oleh orang muslim sebagai sumber
syari'at kedua setelah Al-Qur'an. Karena sesungguhnya yang paling mengetahuiisi
ii
dan makna Al-Qur'an adalah Rasulullah SAW sedangkan beliau sendiri sebagai
sumber hadits yang berfungsi sebagai penjelas, perinci, penguat terhadap isi
kandungan Al-Qur'an.
Semua ini menjadi alasan bagi orang muslim, mengapa hadits menjadi
sesuatu yang mesti dipelajari. Untuk mempelajarinya diperlukan epistimologi
tersendiri yang kemudian dikenal dengan Ulumul Hadits.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
A. Latar Belakang........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah..................................................................... 2
C. Tujuan 2
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................... 3
A. Kesimpulan .................................................................................9
B. Saran........................................................................................... 9
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tidak seluruh hadits dari Nabi diterima oleh para sahabat secara kolektif
kemudian disampaikan kepada orang banyak atau masyarakat secara
mutawatir, seperti halnya Al-Qur'an. Mayoritas hadits justru diriwayatkan
secara individual (ahad) atau beberapa orang saja sehingga tidak mencapai
nilai mutawatir. Hadis yang diterima secara mutawatir dapat diterima secara
aklamasi sebagai hujah tanpa penelitian sifat-sifat individu para periwayatnya,
seperti sifat adil, cerdas, memiliki ingatan yang kuat, atau mudah hafal karena
kualitas kolektivitas tersebut sudah memiliki kualifikasi objektivitas yang
dapat dipertanggungjawabkan.
Berbeda dengan hadis ahad, para periwayat dalam sanad harus memiliki
kredibilitas yang dapat dipertanggungjawabkan, seperti sanad yang harus
bersambung (ittishal) serta para periwayat harus bersifat adil ('adalah) dan
memiliki hafalan kuat (dhâbith). Oleh karena itu, para periwayat hadis ahad
perlu diteliti sifat-sifatnya agar dapat memenuhi kriteria sebagai hadis sahih.
v
Setelah terjadi pemalsuan hadits, terutama oleh beberapa sekte Islam
akibat konflik politik antara pendukung Ali dan pendukung Mu'awiyah (41
H), para ilmuwan bangkit mengadakan penelitian hadis. Secara garis besar,
ada beberapa faktor yang melatarbelakangi perlunya takhrij hadis
sebagaimana yang diungkapkan Prof. Dr. M. Syuhudi Ismail berikut ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Takhrij?
2. Apa tujuan Takhrij Al-Hadits?
3. Apakah Faedah dan Manfaat Takhrij?
4. Bagaimana Metode dalam Mentakhrij Al-Hadits?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apa definisi dari Takhrij.
2. Mengetahui apa saja tujuan Takhrij.
3. Untuk mengetahui apa saja Faedah dan Manfaat Takhrij.
4. Untuk mengetahui apa saja Metode dalam Takhrij.
vi
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Definisi Takhrij
Menurut istilah dan yang biasa dipakai oleh ulama hadis, kata al- takhrij
mempunyai beberapa arti:
1 Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadis, (Jakarta: AMZAH, 2014), hal. 2.
2 Syamsu Syauqani, HADITS DALAM PERSPEKTIF KEILMUAN Mempromosikan Hadits Secara Keilmuan, (Mataram: LKIM Mataram, 2011), hal. 176.
vii
kepentingan penelitian, dijelaskan pula kualitas hadis yang
bersangkutan.3
B. Tujuan Takhrij
Dalam melalukan takhrij al-hadits, ada beberapa tujuan yang akan tercapai
yaitu:
1. Menemukan suatu hadits dari beberapa buku dari induk hadits.
2. Mengetahui eksistensi suatu hadits, apakah hadits tersebut benar-benar
ada di dalam buku-buku ataukah tidak.
3. Mengetahui berbagai redaksi matan dan sanad dari mukhrrij yang
berbeda.
4. Mengetahui kualitas dan kuantitas hadits, baik dari segi sanad maupun
matan. Dengan demikian, dapat ditetapkan apakah hadits tersebut
diterima (makbul) atau tertolak (mardud).
3 Ahmad Izzan, STUDI TAKHRIJ HADIS, (Bandung: tafakur (kelompok HUMANIORA)___Anggota Ikapi berkhidmat untuk umat, 2012), hal. 2.
4 Ibid., hal. 3.
viii
5. Menemukan cacat dalam sanad atau matan, mengetahui sanad yang
bersambung (muttashil) atau terputus (manqathi’), dan mengetahui
kemampuan periwayat dalam mengingat hadits serta kejujurannya.
6. Mengetahui status hadits. Apabila sanad suatu hadits hukumnya da’if
kemudian dengan melalui sanad lain hukumnya sahih, akan
meningkatkan status hadits tersebut yang awalnya da’if menjadi hasan
li ghairihi atau dari hasan menjadi shahih li ghairihi.
7. Mengetahui bagaimana ulama menilai hadits dan bagaimana penilaian
tersebut tersampaikan.5
ix
9. Menghilangkan kemungkinan terjadinya percampuran riwayat.
10. Membatasi nama perawi yang sebenarnya karena ada kemungkinan
seorang perawi mempunyai kesamaan gelar. Melalui sanad lain, nama
perawi itu menjadi jelas.
11. Memperkenalkan periwayat yang tidak terdapat di dalam satu sanad.
12. Memperjelas arti kalimat asing yang terdapat dalam satu sanad.
13. Menghilangkan hukum syadz (kesendirian riwayat yang menyalahi
riwayat tsiqah) di dalam sebuah hadis melalui perbandingan riwayat.
14. Membedakan hadis mudraj yang mengalami penyusupan sesuatu dari
hadits lainnya.
15. Mengungkapkan keraguan dan kekeliruan yang dialami oleh seorang
perawi.
16. Mengungkap hal-hal yang terlupakan, atau diringkas oleh seorang
perawi.
17. Membedakan antara proses periwayatan dengan lafal dan makna atau
pengertian.
18. Menjelaskan masa dan tempat kejadian timbulnya sebuah hadis.
19. Menjelaskan sebab-sebab timbulnya hadis misalnya, karena perilaku
seseorang atau sekelompok orang. Melalui perbandingan sanad, "sabab
al-wurud" hadis itu dapat diketahui lebih jelas.
20. Mengungkap kemungkinan terjadinya kesalahan percetakan melalui
perbandingan sanad. Secara simple, melalui penerapan takhrij hadis
kita dapat mengumpulkan berbagai sanad dari sebuah hadis; dan
mengumpulkan berbagai redaksi dari sebuah matan hadits.6
Jadi, dalam takhrij hadits ini memiliki banyak faedah dan manfaat untuk
para periwat hadits. Dengan begitu kita dapat mengetahui sumber-sumber
haditsy yang berasal dari kitab-kitab asalnya dan ulama yang meriwatkan.
D. Metode Takhrij
Dalam mentakhrij hadits ada dua metode yang dapat digunakan. Pertama
menggunakan metode ilmiah yang dapat diterapkan dalam penelitian hadits.
Misalnya menggunakan metode deskriptif, perbandingan, normatif dan
kesejarahan.
x
tema untuk memeriksa adanya keganjilan (syadz) dan cacat (illah).
3. Metode normatif digunakan untuk memecahkan suatu masalah. Tolok
ukur penelitian matan adalah tidak bertentangan dengan Alquran, hadis
yang lebih kuat, akal sehat, indra, sejarah, dan susunan bahasa.7
4. Metode kesejarahan digunakan untuk mengetahui ketersambungan
sanad dan mengetahui kredibilitas periwayatnya. Para ahli hadis
berpendapat bahwa studi matan dan kitab-kitab riwayah menjadi tidak
berarti jika tidak disertai dengan 'ilm al-hadits dirayah. 'Ilm al-hadits
dirayah ialah analisis kesejarahan mengenai perkataan dan perbuatan
Rasulullah SAW., sifat dan keadaan para periwayat, serta matan hadis.
Salah seorang guru besar hadis dan ilmu hadis di Universitas Al-Azhar,
Thaha Al-Dasuqi Hubaisyi, berpendapat bahwa analisis kesejarahan
merupakan keharusan bagi para periwayat hadis karena tugas mereka adalah
mentransfer informasi dari beberapa generasi. Sementara itu, tugas peneliti
adalah meneliti sifat dan kondisi para periwayat hadis. Hadis Nabi benar-benar
nyata, bukan pengandaian logis yang menetapkan ada atau tidaknya suatu
perkara dan memerlukan eksperimen.
Keempat metode di atas sangat diperlukan dalam penelitian hadis.
Selanjutnya, setelah menelusuri sanad dan matan melalui takhrij, dapat
ditemukan beberapa hal berikut.
1. Kualitas hadis apakah sahih, hasan, atau da' if.
2. Kuantitas hadis apakah mutawatir, ahad, masyhur, aziz, atau gharb.
3. Sumber berita utama apakah qudsi, marfu’, mauquf, atau maqthu’.
Sementara itu, metode takhrij sebenarnya sama dengan metode penelitian
pada umumnya yang meliputi tiga proses, yaitu pengumpulan data,
pengolahan data, dan analisis data. Berikut ini ilustrasi mengenai langkah-
langkah dalam takhrij.8
7 Lihat Shalahudiin bin Ahmad Al-Adlabi, Manhaj Naqd Al-Matn, (Beirut: Dar Al-Aflaq Al-Jadidah, 1983), hal. 238.
xi
La n g k a h -L an g k a h P e n elitia n H a d its
Pengumpulan Data
Penelusuran hadits ke berbagai buku
induk menggunakan metode tertentu.
Pengolahan Data
Merentangkan sanad agar mudah
dianalisis (boleh dalam bentuk pohon
atau skema).
Analisis Data
Sanad dan Matan
Perawi pertama terkadang datang dari para sahabat bila hadits itu
mttshil, terkadang dari para tabi’in bila hadits itu mursal seelah kita
mengetahui perawi pertama dalam hadits tersebut, baru kita bisa
mentakhrijnya dengan melihat kepada kitab-kitab yang menggunakan
metode ini sebagai penunjangnya. Kelebihan metode pertama ini salah
satunya, bisa membandingkan antara sanad-sanad yang ada.
Sedangkan kekurangannya adalah hanya dipakai ketika setelah
mengetahui rowi tertinggi.
xii
kembali kepada tempat-tempat letak hadits tersebut yang sahabatnya
sudah pasti.10
BAB 3
xiii
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tidak dapat kita ragukan lagi bahwa mengetahui Ilmu Takhrij ini
sangatlah penting bagi orang yang menggeluti ilmu-ilmu Syar’i, begitu juga
dengan mempelajari metode-metodenya agar supaya kita mengetahui
bagaimana untuk bisa sampai kepada suatu hadits yang dimaksud pada sumber
yang orisinil, terutama bagi mereka yang berkecimpungan dalam hadits dan
ilmu-ilmu hadits. Apalgi untuk kita sebagai mahasiswa perguruan tinggi Islam
yang juga mempelajari terkait Ulumul Hadits, pentingnya untuk kita
mengetahui dasar-dasar dalam pembahsan Takhrij Al-Hadits ini.
Hanya dengan perantara Ilmu Takhrij ini pembaca terkhusus penulis akan
mendapatkan keterangan tentang posisi hadits yang terdapat pada sumber
pertama yang disusun oleh para ulama Hadits. Dengan mempelajari Ilmu
Takhrij ini dapat mengetahui keadaan sanad dengan cara memperhatikan jalur
apakah hadits itu mu’dhol atau munqathi’, dapat mengetahui keadaan hadits
berdasarkan metode yang sudah dipaparkan diatas sehingga dapat menyikapi
sebagai hadits dha’if .
B. Saran
xiv
DAFTAR PUSTAKA
Khon, Abdul Majid. (2014). Takhrij dan Metode Memahami Hadits. Jakarta:
AMZAH.
Al-Dahlawi, Ahmad Syah Waliyulah bin Abdirrahim. (1995). Hujjah Allah Al-
Balighah. Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah.
xv