Anda di halaman 1dari 14

PENGERTIAN DAN SEJARAH ILMU HADIST

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadist

Dosen Pengampu

Ali Fuddin Nasution, M.Pd

Disusun Oleh :

Kelompok I

Riska Afria Ningsih ( 2301060007 )

Muhammad Rezeki Ramadhan (2301060005 )

PRODI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

SEMESTER 2

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM DAAR AL ULUUM

ASAHAN-KISARAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
nikmat jasmani dan rohani sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Ulumul Hadist dengan judul “Pengertian dan Sejarah Ulumul Hadist”. Sholawat serta salam
selalu kita lantunkan dalam kehidupan kepada baginda Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita kepada jalan yang lurus berupa ajaran islam yang sempurna.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Buya Ali
Fuddin Nasution, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Ulumul Hadist. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan mengenai Pengertian dan Sejarah Ulumul Hadist.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini karena terbatasnya
pengetahuan serta referensi. Maka dari itu kami mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dalam pembuatan makalah ini agar lebih baik lagi kedepannya.

Aek Kanopan, 27 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.................................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN...............................................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................................................2

C. Tujuan Masalah................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................3

A. Pengertian Ilmu Hadits....................................................................................................3

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits.............................................................................4

BAB III PENUTUP.......................................................................................................................9

A. Kesimpulan.......................................................................................................................9

B. Saran................................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................11

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Alquran sebagai kalâm Allah (firman Allah) mencakup segala aspek persoalan kehidupan
manusia dalam berinteraksi dengan pencipta-Nya, sesama manusia dan alam semesta yang
merupakan persoalan mendasar dalam setiap kehidupan manusia. Alquran sebagai kitab suci
umat Islam sangat kaya dengan pesan-pesan yang mengandung nilai-nilai pendidikan.
Sedangkan Hadits bermakna seluruh sikap, perkataan dan perbuatan Rasulullah SAW
dalam menerapkan ajaran Islam serta mengembangkan kehidupan umat manusia yang benar-
benar membawa kepada kerahmatan bagi semua alam, termasuk manusia dalam
mengaktualisasikan diri dan kehidupannya secara utuh dan bertanggung jawab bagi keselamatan
dalam kehidupannya. Kedudukan al-Sunnah dalam kehidupan dan pemikiran Islam sangat
penting, karena di samping memperkuat dan memperjelas berbagai persoalan dalam Alquran,
juga banyak memberikan dasar pemikiran yang lebih kongkret mengenai penerapan berbagai
aktivitas yang mesti dikembangkan dalam kerangka hidup dan kehidupan umat manusia.
Sebelum berbicara tentang pengertian, status, dan perkembangan ilmu hadis, terlebih dahulu
akan dijelaskan secara singkat, kapan ilmu hadis muncul. Ilmu hadis muncul sejak masa
Rasulullah SAW dan perhatian para sahabat terhadap hadis atau sunnah sangat besar. Demikian
juga perhatian generasi berikutnya seperti Tabi’in, Tabi’ Tabi’in, dan generasi setelah Tabi’in.
Mereka memelihara hadis dengan cara menghapal, mengingat, bermudzakarah, menulis,
menghimpun, dan mengodifikasikannya ke dalam kitab-kitab hadis yang tidak terhitung
jumlahnya. Akan tetapi, di samping gerakan pembinaan hadis tersebut, timbul pula kelompok
minoritas atau secara individual berdusta membuat hadis yang disebut dengan hadis mawdhû’
(hadis palsu). Maksudnya menyandarkan sesuatu yang bukan dari Nabi, kemudian dikatakan dari
Nabi SAW. Kondisi hadits pada masa perkembangan sebelum pengodifikasian dan filterisasi
pernah mengalami kesimpang siuran di tengah jalan, sekalipun hanya minoritas saja. Oleh karena
itu, para ulama bangkit mengadakan riset hadis-hadis yang beredar dan meletakkan dasar kaidah-
kaidah atau peraturan-peraturan yang ketat bagi seorang yang meriwayatkan hadis yang nantinya
ilmu ini disebut ilmu hadits.

1
Pada makalah ini akan dibahas tentang pengertian ilmu hadits dan sejarah
perkembangannya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Ilmu Hadits?

2. Bagaimana Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits?

C. Tujuan Masalah

1. Mengetahui pengertian Ilmu Hadits

2. Mengetahui Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Hadits

Dari segi bahasa ilmu hadis terdiri dari dua kata, yaitu ilmu dan hadis. Secara sederhana
ilmu artinya pengetahuan, knowledge,dan science. Sedangkan hadits artinya segala sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik dari perkataan, perbuatan, maupun persetujuan.
Para ulama ahli hadis banyak yang memberikan definisi ilmu hadis, di antaranya Ibnu Hajar Al-
Asqani:

Adalah mengetahui kaidah-kaidah yang dijadikan sambungan untuk mengetahui (keadaan)


perawi dan yang diriwayatkan.

Atau:

Ilmu yang mempelajari tentang keterangan suatu hal yang dengan hal itu kita dapat
mengetahui bahwa hadis itu diterima atau tidak.

Atau definisi yang lebih ringkas:

Kaidah-kaidah yang mengetahui keadaan perawi dan yang diriwayatkannya.

Dari definisi di atas dapat dijelaskan bahwa ilmu hadits adalah ilmu yang membicarakan
tentang keadaan atau sifat para perawi dan yang diriwayatkan. Perawi adalah orang-orang yang
membawa, menerima, dan menyampaikan berita dari Nabi, yaitu mereka yang ada dalam sanad
suatu hadis.Bagaimana sifat-sifat mereka, apakah bertemu langsung dengan pembawa berita atau
tidak, bagaimana sifat kejujuran dan keadilan mereka, dan bagaimana daya ingat mereka, apakah
sangat kuat atau lemah. Sedangkan maksud yang diriwayatkan(marwî) terkadang guru-guru
perawi yang membawa berita dalam sanad suatu hadis atau isi berita (matan) yang diriwayatkan,
apakah terjadi keganjilan jika dibandingkan dengan sanad atau matan perawi yang lebih kredibel
(tsiqah). Dengan mengetahui hal tersebut, dapat diketahui mana hadits yang shahih dan yang
tidak shahih. Ilmu yang berbicara tentang hal tersebut disebut ilmu hadits.

Pada dasarnya, Ilmu Hadits membahas berbagai aspek terkait dengan hadits, termasuk:

3
1.Sanad (Sanad Hadits): Sanad adalah rantai perawi atau perantara yang menghubungkan
seorang perawi dengan Nabi Muhammad SAW. Ilmu hadits mempelajari keandalan dan
integritas perawi serta menentukan apakah sanad hadits dapat diterima atau tidak.

2.Matan (Matan Hadits): Matan adalah teks atau isi dari hadits itu sendiri. Ilmu hadits
memeriksa konten hadits untuk memastikan bahwa tidak ada kontradiksi dengan prinsip-prinsip
ajaran Islam dan untuk memahami pesan yang terkandung dalam hadits tersebut.

3.Kritik Hadits: Bagian dari ilmu hadits yang mengkaji keandalan perawi dan kualitas hadits.
Ini mencakup penilaian terhadap kejujuran, keadilan, dan integritas perawi hadits, serta apakah
perawi tersebut memiliki ingatan yang baik.

4.Klasifikasi Hadits: Hadits dapat diklasifikasikan menjadi berbagai tingkatan keandalan,


seperti Sahih (sah), Hasan (baik), atau Dhaif (lemah). Ilmu hadits membantu dalam
mengklasifikasikan hadits ini.

5.Metode Kritik Hadits: Ilmu hadits juga mencakup pengembangan metode kritis untuk
menilai keabsahan hadits, seperti metode ilmu rijal (ilmu perawi) dan ilmu dirayah (ilmu teks).

6.Perbandingan Hadits: Dalam konteks ini, ilmu hadits membantu membandingkan hadits
dengan ayat-ayat Al-Quran dan hadits lain untuk memastikan kesesuaiannya dengan ajaran Islam
secara keseluruhan.

7.Mengenal Para Perawi Hadits: Ilmu hadits juga mencakup penelitian tentang perawi hadits
itu sendiri, termasuk biografi mereka, karakteristik, dan integritas mereka.

B. Sejarah Perkembangan Ilmu Hadits

Hadits sebagai suatu informasi, memiliki metodoliogi untuk menentukan keotentikan


periwayatannya yang dikenal dengan Ulum al- Hadits, yang merupakan bentuk manajemen
infomasi. Hanya saja, pada masa Rasulullah SAW sampai sebelum pembukuan Ulumul Al-hadits

4
istilah Ulum al-hadits, jelas belum ada. Akan tetapi prinsip-prinsip yang telah berlaku pada masa
itu sebagai acuan untuk menyikapi suatu informasi yang telah ada.

Pada dasarnya ulumul hadist telah lahir sejak dimulainya periwayatan hadist di dalam Islam,
terutama setelah Rasul Saw wafat, ketika umat merasakan perlunya menghimpun hadits- hadits
Rasul Saw dikarenakan adanya kekhawatiran hadist-hadist tersebut akan hilang atau lenyap. Para
sahabat mulai giat melakukan pencatatan dan periwayatan hadist.mereka telah mulai
mempergunakan kaidah-kaidah dan metode-metode tertentu ddalam menerima hadist, namun
mereka belumlah menuliskan kaidah-kaidah tersebut.

Dasar dan landasan periwayatan hadist di dalam Islam dijumpai di dalam Al-Qur’an dan
hadist Rasul Saw.

Di dalam surah al-Hujurat ayat 6, Allah SWT memerintahkan orang-orang yang beriman
untuk meneliti dan mempertanyakan berita-berita yang datang dari orang-orang yang fasik :

Artinya :

“Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita maka
periksalah berita tersebut dengan teliti agar kamu tidak menimpakan musibah kepada suatu
kaum tanpa mengetahui keadaan ( yang sebenarnya) yang menyebabkan kamu menyesal atas
perbuatanmu” (QS. Al-Hujurat [49] : 6)

Di samping itu, Rasulullah Saw juga mendorong serta menganjurkan para sahabat ddan
yang lainnya yang mendengar atau menerima hadist-hadist beliau untuk menyampaikan atau
meriwayatkannya kepada mereka yang tidak mendengar atau mengetahuinya. Di dalam sebuah
hadistnya Rasul Saw bersabda :

(Semoga) Allah membaguskan rupa seseorang yang mendengar dari kami sesuatu (hadist),
lantas dia menyampaikannya (hadist tersebut) sebagaimana dia dengar, kadang-kadang orang
yang menyampaikan lebih hafal daripada orang yang mendengar. (HR. Al-Tirmidzi)[4]

5
Apabila dicermati sikap dan aktifitas para sahabat terhadap hadist Nabi Saw dan
periwayatannya, maka dapat disimpulkan beberapa ketentuan umum yang diberlakukan dan
dipatuhi oleh para sahabat, yaitu :

1. Penyelidikan periwayatan hadist (taqlil al-riwayat) dan pembatasannya untuk hal-hal


yang diperlukan saja. Sikap ini dilaksanakan terutama dalam rangka memelihara kemurnian
hadist dari kekeliruan dan kesalahan. Sebagaimana sabda Rasul SAW :

Siapa yang berbohong atas namaku dengan sengaja, maka ia telah menyediakan tempatnya
di dalam neraka.

Selain itu, alasan lain dan bahkan lebih penting adalah pemeliharaan agar jangan terjadi
pencampurbauran antara hadist dengan Al-Qur’an, karena Al-Qur’an pada masa itu, terutama
pada masa Abu Bakar dan ‘Umar, belum dikodifikasi secara resmi.

2. Ketelitian dalam periwayatan, baik ketika menerima atau menyampaikan riwayat.

3. Kritik terhadap matan hadist (naqd al-riwayat). Kritik terhadap matan hadist ini dilakukan
oleh para sahabat dengan cara membandingkannya dengan nashAl-Qur’an atau kaidah-kaidah
dasar agama. Apabila terdapat pertentangan dengan nash Al-Qur’an, maka sahabat menolak dan
meninggalkan riwayat tersebut.

Ketelitian dan sikap hati-hati para sahabat diikuti pula oleh para ulama hadist yang datang
sesudah mereka, dan sikap tersebut semakin ditingkatkan terutama setelah munculnya hadist-
hadist palsu, yaitu sekitar tahun 41 H, setelah masa pemerintahan Khalifah Ali ra. Semenjak saat
itu mulailah dilakukan penelitian terhadap sanad hadist dengan mempraktikan ilmu al-Jarrah wa
al-Ta’dil, dan sekaligus mulai pulalah al-Jarrah wa al-Ta’dil ini tumbuh dan berkembang.

Setelah munculnya kegiatan pemalsuaan hadist dari pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab, maka beberapa akktifitas tertentu dilakukan oleh para ulama hadist dalam rangka
memelihara kemurnian hadist, yaitu seperti :

6
1. Melakukan pembahasan terhadap sanad hadist serta penelitian terhadap keadaan setiap
para perawi hadist, hal yang sebelumnya belum pernah mereka lakukan.

2. Melakukan perjalanan (rihlah) dalam mencari sumber hadist agar dapat mendengar
langsung dari perawi asalnya dan meneliti kebenaran riwayat tersebut.

3. Melakukan perbandingan antara riwayat seorang perawi dengan riwayat perawi lain
yang lebih tsiqat dan terpercaya dalam rangka untuk mengetahui ke-dha’if-an atau kepalsuan
suatu hadist. Hal tersebut dilakukan apabila ditemukan suatu hadist yang kandungan maknanya
ganjil dan bertentangan dengan akal atau dengan ketentuan dasar agama secara umum. Apabila
telah dilakukan perbandingan dan terjadi pertentangan antara riwayat perawi itu dengan riwayat
perawi yang lebih tsiqat dan terpercaya, maka para ulama hadist umumnya bersikap
meninggalkan dan menolak riwayat tersebut, yaitu riwayat dari perawi yang lebih lemah itu.

Pada abad ke-2 H, ketika hadist telah di bukukan secara resmi atas prakarsa Khalifah ‘Umar
bin Abdul Aziz dan dimotori oleh Muhammad bin Muslim bin Syihab al-Zuhri, para ulama yang
bertugas dalam menghimpun dan membukukan hadist tersebut menerapkan ketentuan-ketentuan
ilmu hadist yang sudah ada dan berkembang sampai pada masa mereka. Mereka memperhatikan
ketentuan-ketentuan hadist Shahih, demikian juga keadaan para perawinya. Hal ini terutama
karena telah menjadi perubahan yang besar didalam kehidupan umat Islam, yaitu para penghapal
hadist sudah mulai berkurang dan kualitas serta tingkat kekuatan hapalan terhadap hadist pun
sudah semakin menurun karena telah menjadi percampuran dan akulturasi antara masyarakat
Arab dengan non-Arab menyusul perkembangan dan perluasan daerah kekuasaan Islam. Kondisi
yang demikian memaksa para ulama hadist untuk semakin berhati-hati dalam menerima dan
menyampaikan riwayat, dan mereka pun telah merumuskan kaidah-kaidah dalam menentukan
kualitas dan macam-macam hadist. Hanya saja pada masa ini kaidah-kaidah tersebut masih
bersifat rumusan yang tidak tertulis dan hanya disepakati dan diingat oleh para ulama hadist di
dalam hati mereka masing-masing, namun mereka telah menerapkannya ketika melakukan
kegiatan perhimpunan dan pembukuan hadist.

Pada abad ke-3 H yang dikenal dengan masa keemasan dalam sejarah perkembangan hadist,
mulailah ketentuan-ketentuan dan rumusan kaidah-kaidah hadist ditulis dan dibukukan, namun
masih bersifat parsial. Yahya bin Ma’in (w. 234 H/848 M) menulis tentang tarikh al-Rijal,

7
(sejarah dan riwayat para perawi hadist), Muhammad bin Sa’ad (w. 230 H/844 M) menulis al-
Thabaqat (tingkatan para perawi hadist ), Ahmad bin Hanbal (241 H/855 M) menulis al-An’Ilal
(beberapa ketentuan tentang cacat atau kelemahan suatu hadist atau perawinya), dan lain-lain.

Pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriah mulailah ditulis secara khusus kitab-kitab yang membahas
tentang ilmu hadist yang bersifat komprehensif, seperti kitab al-Muhaddits al Fashil byn al-Rawi
wa al-Wa’i oleh al-Qadhi Abu Muhammad al-Hasan ibn ‘Abd al-Rahman ibn al-Khallad al-
Ramuharmuzi (w.360 H/971 M), Ma’rifat ‘Ulum al-Hadist oleh Abu ‘Abd Allah Muhammad ibn
‘Abd Allah al-Hakim al-Naisaburi (w.405 H/1014 M), al-Mustakhraj ‘ala Ma’rifat ‘Ulum al-
Hadist oleh Abu Nu’aim Ahmad bin ‘Abd Allah al-Ashbahani (w.430 H/1038 M), al-Kifayah fi
‘Ulum al-Riwayah oleh Abu Bakar Muhammad ibn ‘Ali ibn Tsabit al-Khathib al-Baghdadi
(w.463 H/1071 M), al-Jami’ li Akhlaq wa adab al-Sami’ oleh al-Baghdadi (463 H/1071 M). dan
lain-lain.

Pada abad-abad berikutnya bermunculanlah karya-karya di bidang ilmu hadist ini, yang
sampai saat sekarang masih menjadi referensi utama dalam membicarakan ilmu hadist, yang di
antaranya adalah: ‘Ulum al-Hadistoleh Abu ‘Amr ‘Utsman ibn ‘Abd al-Rahman yang lebih
dikenal dengan Ibn al-Shalah (w.643 H/ 1245 M), Tadrib al-Rawi fi Syarh Taqrib al-Nawaei oleh
Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman ibn Abu Bakar al-Suyuthi (w.911 H/ 1505M).

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ulumul Hadits adalah istilah ilmu hadits didalam tradisi hadits. ( ‘ulum al-hadits) ‘ulum al-
hadits terdiri atas dua kata yaitu ‘ulum dan al-hadits. Kata ‘ulum dalam bahasa Arab adalah
bentuk jamak dari ‘ilm yang berarti “ilmu”, sedangkan hadits berarti: “segala sesuatu yang taqrir
atau sifat”. Dengan demikian gabungan antara ‘ulum dan al-hadits mengandung pengertian “Ilmu
yang membahas atau yang berkaitan dengan hadits Nabi Saw”.

Pada dasarnya ulumul hadist telah lahir sejak dimulainya periwayatan hadist di dalam Islam,
terutama setelah Rasul Saw wafat, ketika umat merasakan perlunya menghimpun hadist-hadist
Rasul Saw dikarenakan adanya kekhawatiran hadist-hadist tersebut akan hilang atau lenyap. Para
sahabat mulai giat melakukan pencatatan dan periwayatan hadist.mereka telah mulai
mempergunakan kaidah-kaidah dan metode-metode tertentu ddalam menerima hadist, namun
mereka belumlah menuliskan kaidah-kaidah tersebut.

Pada abad ke-2 H, ketika hadist telah di bukukan secara resmi atas prakarsa Khalifah ‘Umar
bin Abdul Aziz dan dimotori oleh Muhammad bin Muslim bin Syihab al-Zuhri, para ulama yang
bertugas dalam menghimpun dan membukukan hadist tersebut menerapkan ketentuan-ketentuan
ilmu hadist yang sudah ada dan berkembang sampai pada masa mereka.

Pada abad ke-3 H yang dikenal dengan masa keemasan dalam sejarah perkembangan hadist,
mulailah ketentuan-ketentuan dan rumusan kaidah-kaidah hadist ditulis dan dibukukan, namun
masih bersifat parsial. Pada abad ke-4 dan ke-5 Hijriah mulailah ditulis secara khusus kitab-kitab
yang membahas tentang ilmu hadist yang bersifat komprehensif.

Pada abad-abad berikutnya bermunculanlah karya-karya di bidang ilmu hadist ini, yang
sampai saat sekarang masih menjadi referensi utama dalam membicarakan ilmu hadist.

B. Saran

Semoga sebagai muslim kita dapat terus mengamalkan Al-Qur’an dan Hadist. Sehingga Rahmat
Allah selalu menyertai kita semua. Sekian makalah dari kami, kami menyadari banyaknya

9
kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami harapkan demi
perbaikan makalah ini. Semoga isi dari makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya
untuk penulis. Amiinn.

10
DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Ahmad Izzan, M.Ag. Ulumul Hadist. Bandung:Tafakur

Dr. H. Ramly Abdul Wahid, MA, Studi Ilmu Hadist, Cita Pustaka Medi, Bandung 2005

Itr, Nuruddin. Manhaj An-Naqd Fii ’Uluum al-Hadis. Bandung: Remaja Rosdakarya,

2012

Mahmud al-Thahan, Tafsir Mushthalah al-Hadist.

Muhammad Dede Rudliyana, MA. Perkembangan pemikiran Ulumul Hadist dari klasik sampai
modern, Pustaka Setia, 2004 Bandung

Nur al-Din Atr. “al-Madkhal ila ‘ulum al-Hadist".

11

Anda mungkin juga menyukai