Anda di halaman 1dari 34

MATERI AL-QURAN HADITS KELAS 10 SMA/MA SEMESTER 2

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“AL-QURAN HADITS DI SEKOLAH”

Dosen Pengampu:
Dr. Devi Arisanti, M.Ag

Disusun Oleh :

1. Hari Amtra Pratama (11910111088)


2. Zaidan Hanif (11910112794)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Bersyukur kita kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat


dan karunia-nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Shalawat serta salam kita lantunkan kepada junjungan alam yakni Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam kebodohan menuju
alam berilmu pengetahuan.

Makalah ini dibuat untuk memperdalam pemahaman mengenai materi


ini. Selain itu, makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas penulis dalam
mata kuliah Psikologi Agama. Pemakalah mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya Ibu Dr. Devi Arisanti, M.Ag selaku dosen mata kuliah Al-
Quran Hadits Di Sekolahyang telah membimbing dan memberikan tugas ini
kepada kami.

Kemudian atas tersusunnya makalah ini, penulis yakin masih ada


kekurangan yang disebabkan latar belakang pendidikan yang dimiliki. Maka
dari itu dengan tangan terbuka penulis siap menerima saran serta kritikan yang
bersifat membangun guna kelengkapan dan kesempurnaan tulisan ini
kedepannya.

Semoga makalah yang telah disusun oleh penulis bermanfaat dalam


menambah khasanah ilmu pengetahuan. Amin.

Pekanbaru, 16 Maret 2021


Pemateri

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................
C. Tujuan Penulisan ........................................................................
D. Kompetensi Dasar ......................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Kelas....................................................................... 3
B. Pengertian Dari Hadis, Sunah, Khabar, Dan Atsar Rasulullah
SAW............................................................................................ 4
C. Perbedaan Hadis, Sunah, Khabar Dan Atsar ..............................
D. Persamaan Hadits, Sunah, Khabar Dan Atsar ...........................
E. Hadis Sebagai Salah Satu Sumber Ajaran Islam ........................
F. Sejarah Perkembagan Hadis .......................................................
G. Unsur-Unsur Hadis .....................................................................
H. Contoh Sanad, Matan, Rawi Hadis..............................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 6
B. Saran ...........................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Al Qur’an merupakan kitab suci umat Islam sekaligus sebagai dokumen
bagi umat manusia yang menjadi sumber hukum dan petunjuk serta menjelaskan
sistem yang komprehensif dan metode praktis bagi kehidupan. Begitu pula hadis
yang merupakan salah satu sumber ajaran islam, sekaligus penjelas dari al quran.
“Al Qur’an menempati posisi sentral, bukan saja dalam perkembangan dan
pengembangan ilmu-ilmu keIslaman tetapi juga merupakan inspirator, pemandu,
dan pemadu gerakan-gerakan umat Islam sepanjang empat belas abad sejarah
pergerakan umat ini.
Dengan demikian hapalan dan pemahaman terhadap ayat-ayat Al Qur’an
dan hadis mempunyai peran yang sangat signifikan bagi maju mundurnya umat.
Disamping itu pemahaman tersebut dapat mencerminkan perkembangan
pemikiran mereka. Kendatipun demikian, Al Qur’an dalam keyakinan kaum
muslimin tetap merupakan wahyu Ilahi yang kebenarannya bersifat mutlak, baik
bagi kalangan ulama konservatif maupun ulama modernis radikal.
Seiiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern ini, semakin
kompleks pula permasalahan yang muncul di masyarakat. Begitu juga dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi yang semakin pesat memberikan
dampak positif dan negatif bagi para penggunanya. Tergantung dari sisi mana
seseorang menggunakannya.
Pendidikan merupakan hak yang wajib diterima anak, karena pendidikan
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
bertujuan untuk mengembangkan peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Disini sekolah sangat perlu memberikan
pemahaman terhadap ayat-ayat Al-quran supaya pemahaman itu ada pada siswa,

1
sehingga tidak terjadi kekeliruan serta kesalahan ilmu terkait Al quran dan Hadis.
Oleh karena itu disini kita akan membahas sedikit tentang Al quran dan Hadis.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari hadis, sunah, khabar, dan atsar ?
2. Bagaimanakah perbedaan hadis, sunah, khabar dan atsar ?
3. Bagaimanakah persamaan hadits, sunah, khabar dan atsar ?
4. Bagaimanakah hadis sebagai salah satu sumber ajaran islam ?
5. Bagaimanakah sejarah perkembagan hadis ?
6. Apa sajakah unsur-unsur hadis ?
7. Bagaimanakah contoh sanad, matan, rawi hadis ?
8.
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami pengertiandari hadis, sunah, khabar, dan atsar ?
2. Memahami perbedaan hadis, sunah, khabar dan atsar ?
3. Memahami persamaan hadits, sunah, khabar dan atsar ?
4. Memahami hadis sebagai salah satu sumber ajaran islam ?
5. Memahami sejarah perkembagan hadis ?
6. Memahami unsur-unsur hadis ?
7. Memahami contoh sanad, matan, rawi hadis ?
8.
D. Kompetensi Dasar (KD)

2
Kompetensi Dasar (KD)
Materi
Spritual Sosial Pengetahuan Psikomotor
Hadis, Sunah, Menerima Mengamalkan Membandingkan Menyajikan
Khabar, Dan perbedaan sikap kritis pengertian hadis, hasil
Atsar hadis, sunah, dalam sunah, khabar dan perbandingan
Rasulullah khabar, dan mempelajari atsar (macam- hadis, sunnah,
Saw atsar perbedaan macam sunnah khabar dan
rasulullah antara hadis, atsar
saw sunah, khabar
dan atsar
Hadis Menghayati Mengamalkan Menganalinis Menyajikan
Rasulullah hadis sikap jujur sejarah hasil analisis
Sebagai rasulullah sebagai perkembangan sejarah
Sumber sebagai salah implementasi hadis perkembangan
Ajaran Islam satu sumber dari hadis
ajaran islam pemahaman
sejarah
perkembangan
hadis
Memahami Menghargai Mengamalkan Menganalisis Menyajikan
Unsur-Unsur pentingnya sikap kritis unsur-unsur hadis unsur-unsur
Hadis berpegang sebagai hadis sebagai
teguh kepada perwujudan hasil analisis
hadis dari hadis
rasulullah pemahaman
saw unsur unsur
hadis

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits, Sunah, Khabar dan Atsar Rasulullah SAW


1. Pengertian Hadits

Hadits menurut bahasa al-Jadid (baru), bentuk jamaknya adalah


ahaadits, bertentangan dengan qiyas.1 Namun ada pula yang menyatakan
bahwa Kata hadis berasal dari bahasa arab ‫ حدث‬،‫ حديثا حدثا يحدث‬yang memiliki
arti bercerita atau memberitahu informasi.2

Sedangkan menurut istilah hadis diberi pengertian yang berbeda–


beda oleh para ulama berdasarkan bidang keilmuannya.

Hadits menurut ulama ahli hadits (muhadditsin) adalah segala


ucapan, perbuatan, taqrir (peneguhan/mendiamkan sebagai tanda
membolehkan atau persetujuan), dan sifat-sifat Nabi Muhammad SAW.
Namun, ulama ushul mendeinisikan hadits lebih sempit lagi, yaitu terbatas
pada ucapan, perbuatan, dan taqrir Nabi Saw yang berkaitan dengan hukum.3

Hadits menurut ulama ushul adalah segala sesuatu yang dikeluarkan


dari Nabi saw. selain al Qur’an al Karim, baik berupa perkataan, perbuatan,
maupun taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan hukum syara.

Contoh hadits

1
Mahmud Thanan, Ilmu hadits praktis, Terj: Abu Fuad, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah,
2010), hlm 13
2
Syaifullah Amin, Al-Qur’an Hadis Ma Kelas X, (Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, 2020) hlm. 84
3
Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Hadits Edisi Revisi, (Jakarta: Penerbit Qibla,
2014), hlm 107

4
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اِنَّ َم ْااالَ ْع َما ُل بِالنِّيَاتِ َواِنَّ َمالِ ُك ِّل‬
َ ِ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬: ‫ال‬ ِ ‫ع َْن ُع َم َر ْب ِن ْالخَطَّا‬
َ َ‫ب ق‬
)‫عليه‬ ‫ ( متفق‬u‫ئ َمان ََوى‬
ٍ ‫ا ْم ِر‬

“Dari Umar bin Khatab, ia berkata, Rasulullah saw, bersabda,


“Sesungguhnya segala amal perbuatan itu dengan niat dan sesungguhnya
setiap orang akan memperoleh apa yang diniatkannya” (Muttafaqun ‘alaih).

2. Pengertian Sunah

As-Sunnah secara etimologi yaitu berarti, jalan yang ditempuh


seseorang dan yang terbiasa dilakukannya dalam kehidupan.4 Sedangkan
secara terminologinya memiliki pengertian yang hampir sama yaitu segala
yang bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan dan perbuatan taqrir,
tabiat, budi pekerti, perjakanan hidip, baik sebelum menjadi rasul maupun
sesudah.5

Dalam pengertian tersebut tentu ada kesamaan antara hadis dan


sunah, yang sama–sama bersandar pada Nabi saw, tetapi terdapat kekhususan
bahwa sunah sudahjelas segala yang bersandar pada pribadi Muhammad baik
sebelum atau sesudah diangkat menjadi Nabi, misalnya mengembala kambing,
menikah minimal umur 25 tahun dan sebagainya.

Sunnah lebih luas cakupannya dibandingkan dengan hadits. Sebab,


sunnah tidak terbatas pada ucapan, perbuatan, dan taqrir Nabi Muhammad
Rosululloh Saw, melainkan juga meliputi sifat kelakuan, dan perjalanan hidup
beliau, baik sebelum maupun setelah diangkat menjadi Rosululloh (utusan
Allah SWT).6

Menurut para ulama hadis, pengertian sunah meliputi biografi Nabi,


sifat-sifat Nabi baik yang berupa fisik, umpamanya; mengenai tubuhnya,
rambutnya dan sebagainya, maupun yang mengenai psikis dan akhlak Nabi
M. Nashiruddin Al Bani, Hadits Sebagai Landasan Akidah Dan Hukum, Terj:
4

Mohammad Irfan Zein, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002) hlm 19


5
Hamadah, Abbas. Al-Sunnah al-Nabawtyah wa Makanatuha Fi al-Tasyr (Cairo: al
Qounlyah. Tth), hlm. 23
6
Syamsul Rijal Hamid, op.cit., hlm 110

5
dalam keadaan sehari-harinya, baik sebelum atau sesudah bi’sah atau di
angkat sebagai nabi.7

Ulama Usul Fikih memberikan pengertian bahwa sunah adalah


segala yang dinukilkan dari Nabi Muhammad saw. baik berupa perkataan,
perbuatan maupun takrirnya yang ada sangkut pautnya dengan hukum.8

Menurut Ulama Fikih, sunah ialah perbuatan yang di lakukan dalam


agama, tetapi tingkatannya tidak sampai wajib atau fardu. Jadi suatu pekerjaan
yang utama dikerjakan. Atau dengan kata lain sunah ialah suatu amalan yang
di beri pahala apabila dikerjakan, dan tidak dituntut apabila ditinggalkan.9

Contohnya RasulullahShallallaahu‘alaihi wa sallam bersabda :

ِ ْ‫صنُ لِ ْلفَر‬
،‫ج‬ َ ْ‫ص ِر َوأَح‬
َ َ‫ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِ ْلب‬، ْ‫ب َم ِن ا ْستَطَا َع ِم ْن ُك ُم ْالبَا َءةَ فَ ْليَتَ َز َّوج‬
ِ ‫يَا َم ْع َش َر ال َّشبَا‬
‫م فَإِنَّهُ لَهُ ِو َجا ٌء‬uِ ْ‫صو‬
َّ ‫ َو َم ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَ َعلَ ْي ِه بِال‬.

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan


untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan
pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang
tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya).

3. Pengertian Khabar

Kabar menurut bahasa an-Naba (berita), bentuk jamaknya adalah


akhbaar.10 Khabar merupakan warta berita yang disampaikan seseorang
kepada orang lain.11 Sedangkan menurut istilah khabar adalah segala sesuatu
yang disandarkan kepada nabi dan para sahabat, jadi setiap hadis termasuk
khabar tetapi tidak setiap khabar adalah hadis.

7
Syaifullah Amin, op.cit., hlm 87
8
Ibid. 88
9
Ibid.
10
Mahmud Thanan, op.cit., hlm 13
11
Khadijah, Ulumul Hadis, (Medan: Perdana Publishing, 2011) hlm 11

6
Adapun pengertian khabar menurut ahli hadits yaitu:

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اَوْ َغي ِْر ِه‬ ِ ُ‫َما ا‬


َ ‫ضفَ اِلَنَّبِ ِّي‬

“Segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi saw. atau
dari yang selain Nabi saw”.

Kabar (berita) lazimnya selain disandarkan pada sahabat juga


disandarkan kepada tabi’in (generasi setelah sahabat). Jadi, kabar lebih umum
dari hadits, karena di dalamnya termasuk semua riwayat yang bukan riwayat
Nabi Muhammad Rasulullah Saw.12

Namun menurut istilah, terdapat tiga pendapat mengenai khabar,


yakni13:

a. Khabar merupakan sinonim bagi hadis, yakni keduanya berarti satu atau
sama.
b. Khabar berbeda dengan hadis, karena hadis adalah segala sesuatu yang
datang dari Nabi saw, sedang khabar adalah sesuatu yang datang dari
selain Nabi saw.
c. Khabar lebih umum dari hadis, karena hadis hanya datang dari Nabi
saja, sedang khabar datang dari Nabi saw maupun para sahabat.

Contoh khabar seperti perkataan Ali bin Abi Tholib r.a:

َّ ‫ِمنَ ال ُسنَّ ِة َوضْ ُع ْالكَفِّ تَحْ تَ ال ُس َّر ِة فِى ال‬


)‫صاَل ِة (رواه ابوداود‬

“Termasuk sunnah ialah meletakkan tangan di bawah pusar sewaktu


melakukan shalat”. (HR. Abu Dawud).14

4. Pengertian Atsar

12
Mahmud Thanan, op.cit., hlm 13
13
Ibid. hlm. 13-14
14
Nur Syam, Al-Qur’an Hadis (Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah, 2014),
hlm 83-84

7
Atsar menurut bahasa Sisa dari sesuatu (jejak). 15 Bekas atau
pengaruh. Atsar juga berarti nukilan (yang dinukilkan). Sesuatu do’a
umpamanya yang dinukilkan dari Nabi dinamai do’a ma’tsur.Atsar lebih
sering digunakan untuk sebutan bagi ucapan sahabat Nabi Muhammad
Rasulullah Saw.16

Sedangkan menurut istilah, terdapat dua pendapat mengenai atsar.


Pertama, kata atsar sinonim atau artinya sama dengan hadis. Kedua, Berbeda
dengan hadits. Yaitu sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat dan
tabi'in, baik berupa perkataan maupun perbuatan.17

Contoh seperti perkataan tabi’in, yaitu Ubaidillah Ibn Abdillah ibn


Uthbah ibn Mas’ud sebagai berikut:

ْ ‫ال ُّسنَّةُ اَ ْن يُ َكب َِّر ْا ِال َم ِام يَوْ َم ْاالَضْ َحى ٍح ْينَ يَجْ لِسُ َعلَى ْال ِم ْنبِ ِر قَ ْب َل ْال ُخ‬
ٍ ‫طبَ ِة تِ ْس َع تَ ْكبِي َْرا‬
‫ت‬
)‫(رواه البيهقى‬

“Menurut sunnah hendaklah imam bertakbir pada Hari Raya Fitri


dan Hari Raya Adha sebanyak sembilan kali ketika duduk di atas mimbar
sebelum berkhutbah”. (HR. Baihaqi).

B. Perbedaan Hadits, Sunah, Khabar dan Atsar


Menurut sebagian ulama, sunah lebih luas dari hadis. Sunah adalah segala
yang dinukilkan dari Nabi Muhammad saw., baik berupa perkataan, perbuatan,
takrir, maupun pengajaran, sifat, kelakuan dan perjalanan hidup, baik sebelum
maupun sesudah diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Titik berat sunah adalah
kebiasaan normatif Nabi Muhammad saw.
Khabar selain dinisbahkan kepada Nabi Muhammad saw., dapat juga
dinisbahkan kepada sahabat dan tabiin. Khabar lebih umum dari hadis, karena
masuk didalamnya semua riwayat yang bukan dari Nabi Muhammad saw. Atsar

15
Ibid.
16
Syamsul Rijal Hamid, op.cit., hlm 110
17
Mahmud Thanan, op.cit., hlm 14

8
lebih sering digunakan untuk sebutan bagi perkataan sahabat Nabi Muhammad
saw, meskipun kadang-kadang dinisbahkan kepada beliau.
C. Persamaan Hadits, Sunah, Khabar dan Atsar

Menurut sebagian ulama, keempat hal ini adalah sama atau muradif.
Dianggap sama karena sama-sama disandarkan kepada nabi, baik perkataan,
perbuatan maupun ketetapannya.18

‫ما أضيف إلى النبي صلى هللا عليه وسلم من قول أو فعل أو تقرير‬

. Artinya: “Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw.., baik berupa
perkataan, perbuatan maupun taqrir (ketetapan) beliau.”

Dengan demikian dapat kita katakan bahwa persamaan antara sunnah


dengan hadis adalah: baik sunnah maupun hadis keduanya adalah bersumber dari
Rasulullah saw..

E. Hadis Rasulullah Sebagai Salah Satu Sumber Ajaran Islam

Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadits merupakan salah satu
sumber ajaran Islam dan bahwa umat Islam diwajibkan mengikuti hadits,
sebagaimana diwajibkan mengikuti al-Qur'an.

Dalam kaitannya dengan masalah ini Ajaj al Khatib menyatakan: "Al-


Qur'an dan al-Sunnah (al-hadits) merupakan dua sumber hukum syari'at Islam
Yang tetap, umpamanya orang Islam tidak mungkin mampu memahami syariat
Islam dengan tanpa kembali kepada kedua sumber Islam tersebut. Mujtahid dan
orang alim pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan salah satu
dari keduanya.19

Banyak ayat al-Quran atau hadits yang memberikan pengertian bahwa


hadits itu merupakan salah satu sumber hukum Islam. Untuk mengetahui sejauh

18
Syaifullah Amin, op.cit., hlm 89
19
Khadijah, op.cit. hlm 14

9
mana kedudukan hadits sebagai sumber hukum Islam, dapat dilihat beberapa dalil,
sebagai berikut:

‌َ‫ل لَ َعلَّ ُكمۡ تُ ۡر َح ُم ۡو ۚن‬uَ ‫َواَ ِط ۡيعُوا هّٰللا َ َوال َّرس ُۡو‬

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul (Muhammad), agar kamu diberi
rahmat”. (Qs. Ali Imran : 132)

‫وم ۤا اَ ۡرس ۡلنَا م ۡن َّرس ُۡول ااَّل لـيُـطَا َع با ۡذن هّٰللا‬


ِ ِ ِِ ِ ِ ٍ ِ َ َ َ

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk ditaati dengan
izin Allah”. (Qs. An Nisa : 64)

‫ض ٰلاًل ُّمبِ ۡينًا‬ ‫وم ۡن ي َّۡع هّٰللا‬


َ ‫ص َ َو َرس ُۡولَهٗ فَقَ ۡد‬
َ ‫ض َّل‬ ِ َ َ

“Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia


telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata”. (Qs. Al Ahzab : 36)

Dan untuk selanjutnya periksa dan baca surat All Imran: 31,32,dan 179;
An-Nisa': 59, 65, 80, dan 136; L Maidah: 92; Al-A'raf: 158; Al Nur: 54,56, 62-63;
Al Hasyr: 7; Al Ahzab: 21.

ِ َ‫صلَّىاللَّهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َمقَالَتَ َر ْكتُفِي ُك ْمأ َ ْم َر ْينِلَ ْنت‬


‫ رواه مالك‬.‫ضلُّوا َماتَ َم َّس ْكتُ ْمبِ ِه َما ِكتَابَاللَّ ِه َو ُسنَّةَنَبِيِّ ِه‬ َ ‫أَنَّ َر ُسواَل للَّ ِه‬

“Bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Telah aku tinggalkan untuk kalian,


dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan
keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.". (HR. Malik).

َ‫ ُكلُّ أُ َّمتِي يَ ْد ُخلُون‬: ‫ال‬


َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ َ ‫ي هللاُ َع ْنهُ أَ َّن َرس‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ِ ‫ع َْن أَبِي هُ َري َْرةَ َر‬
uَ ‫ض‬
‫ َم ْن أَطَا َعنِي َدخَ َل ْال َجنَّةَ َو َم ْن‬: ‫ يَا َرسُو َل هَّللا ِ َو َم ْن يَأْبَى ؟ قَا َل‬: ‫ قَالُوا‬، ‫ْال َجنَّةَ إِاَّل َم ْن أَبَى‬
‫صانِي فَقَ ْد أَبَى‬
َ ‫َع‬

“Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasûlullâh Shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua umatku akan masuk surga kecuali yang
enggan, para Sahabat bertanya, “Wahai Rasûlullâh! Siapakah yang enggan?”

10
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Barangsiapa yang mentaatiku
niscaya ia akan masuk surga, dan siapa yang bermaksiat kepadaku maka dia
enggan (untuk masuk surga).”

Dari dalil Al-Quran dan Hadits di atas, menunjukkan kepada kita bahwa
berpegang teguh kepada hadits sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah
wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada al-Qur'an.

F. Sejarah Perkembagan Hadis

Sejarah penulisan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui
oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan
pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang
telah dilalui hadis sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW meneliti
dan membina hadis, serta segala hal yang memengaruhi hadis tersebut, para ulama
ahli hadis (muhaddisin) membagi sejarah hadis dalam beberapa periode.20

Adapun para ulama penulis sejarah hadis berbeda-beda dalam membagi


periode sejarah hadis. Ada yang membagi dalam tiga periode, lima periode, dan
tujuh periode.

M. Hasbi Asy-Shidieqy membagi perkembangan hadis menjadi tujuh


periode, sejak periode Nabi saw. hingga sekarang, yaitu sebagai berikut.21

1. Periode Pertama: Perkembangan Hadis pada Masa Rasulullah saw.

Periode ini disebut 'Asr al-Wahyi wa at-Takwin (masa turunnya wahyu


dan pembentukan masyarakat Islam). Pada periode inilah, hadis lahir berupa
sabda (aqwal), perbuat an (af'al), dan takrir Nabi yang berfungsi menerangkan
al-Qur'an untuk menegakkan syariat Islam dan membentuk masyarakat Islam.

Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung.


Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi saw memberi ceramah,
pecngajian, khutbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat.
20
Ibid. hlm. 98
21
Ibid. hlm. 98-110

11
Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dan sahabat yang
lain atau dari utusan-ut usan, batk dari utusan yang dikirim oleh Nabi ke
daerah-daerah atau ut usan dacrah yang datang kepada Nabi.

Pada masa Nabi saw kepandaian baca tulis di kalangan para sahahat
sudah bernculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di
kalangan sahabat masih kurang, Nah menekankan untuk menghafal
memahami. memelihara. mematerkan. dan memantapkan hadis dalam amalan
sehari-hari serta menyebarkan kepada orang lain.

2. Periode Kodua: Perkembangan Hadis pada Masa al-Khulafa' Ar-Rasyidin


(11 H-40 H)

Periode ini disebut Aşr at-Tasabbut wa al-Iqlal min al-Riwayah (masa


membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi saw. wafat pada tahun 11 H.
Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi
pedoman hidup, yaitu al-Qur'an dan hadis (as-Sunnah yang harus dipegangi
dalam seluruh aspek kehidupan umat).

Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar
secara terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara
resmi. Bahkan, pada masa itu, Umar melarang para sahabat untuk
memperbanyak meriwayatkan hadis, dan sebaliknya, Umar menekankan agar
para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan al-Qur'an.

Dalam praktiknya, para sahabat meriwayatkan hadis melalui dua cara,


yakni:

a. Dengan lafaz asli, yakni menurut lafaz yang mereka terima dari Nabi
saw. yang mereka hafal benar lafaz dari Nabi.
b. Dengan maknanya saja yakni para sahabat meriwayatan maknanya
karena tidak hafal lafaz asli dari Nabi saw.
3. Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin

12
Periode ini disebut 'Aşr Intisyar al-Riwayah ila al-Amslaar' (masa
berkembang dan meluasnya periwayatan hadis). Pada masa ini, daerah Islam
sudah meluas, yakni ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada
tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan dengan
berangkatnya para sahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama dalam rangka
tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis.

Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi
saw. diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk
menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di
wilayah tersebut. Dengan demikian, pada masa ini, di samping tersebarnya
periwayatan hadis ke pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk
mencari hadis pun menjadi ramai.

Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan


lembaga-lembaga (Centrum Perkembangan) hadis di berbagai daerah di
seluruh negeri.

Adapun lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha


penggalian, pendidikan, dan pengembangan hadis terdapat di Madinah,
Makkah, Bashrah, Syam dan Mesir.

Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-
orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Sahabat
Ali r.a. Pada masa ini, umat Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa
golongan: Pertama, golongan Ali Ibn Abi Talib, yang kemudian dinamakan
golongan Syiah. Kedua, golongan Khawarij, yang menentang Ali, dan
golongan Muawiyah, dan ketiga: golongan Jumhur (golongan pemerintah pada
masa itu).

Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak


bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal
dari Rasulullah saw. untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah,
mereka membuat hadis palsu dan menyebarkannya kepada masyarakat.

13
4. Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijrah

Periode ini disebut Asr al-Kitābah wa al-Tadwin (masa penulisan dan


pembukuan). Maksudnya, penulisan dan pembukuan secara resmi, yakni yang
diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun kalau secara
perseorangan, sebelum abad II H hadis sudah banyak ditulis, baik pada masa
tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi saw. meskipun dengan
kondisi seadanya.

Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H, yakni pada
masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz tahun 101 H, Sebagai
khalifah, Umar Ibn Abdul Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun
hadis dalam hafalannya semakin banyak yang meninggal. Beliau khawatir
apabila tidak membukukan dan mengumpulkan dalam buku-buku hadis dari
para perawinya, ada kemungkinan hadis-hadis tersebut akan lenyap dari
permukaan bumi bersamaan dengan kepergian para penghafalnya ke alam
barzakh.

Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Sebagai


Khalifah meminta kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn
Amr Ihn Hazmin (120 H) yang menjadi guru Ma'mar al-Laits, al-Auza'i, Malik,
Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin untuk membukukan hadis Rasul yang
terdapat pada penghafal wanita yang terkenal, yaitu Amrah binti Abd. Rahman
Ibn Sa'ad Ibn Zurarah Ibn Ades, seorang ahli fikih, murid Aisyah r.a. (20
H/642 M-98 H/716 M atau 106 H/ 724 M), dan hadis-hadis yang ada pada al-
Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr as Şiddiq (107 H/725 M), seorang
pemuka tabiin dan salah seorang fukaha Madinah yang tujuh.

Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang


ada di bawah kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada pada ulama
yang tinggal di wilayah mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang
membukukan hadis atas kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad Ibn
Muslim ibn Ubaidillah Ibn Syihab Az-Zuhri, seorang tabiin yang ahli dalam

14
urusan fikih dan hadis. Mereka inilah ulama yang mula-mula membukukan
hadis atas anjuran Khalifah.

Pembukuan seluruh hadis yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam


Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal sebagai
seorang ulama besar dari ulama-ulama hadis pada masanya.

Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba membukukan hadis atas


anjuran Abu Abbas As-Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah
Abbasiyah.

Berikut tempat dan nama-nama tokoh dalam pengumpulan hadis :

a. Pengumpul pertama di kota Makkah, Ibnu Juraij (80-150 H)


b. Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)
c. Pengumpul pertama di kota Bashrah, al-Rabi' Ibn Shabih (w. 160 H)
d. Pengumpul pertama di Kuffah, Sufyan at-Tsaury (w. 161 H.)
e. Pengumpul pertama di Syam, al-Auza'i (w. 95 H)
f. Pengumpul pertama di Wasith, Husain al-Wasithy (104-188 H)
g. Pengumpul pertama di Yaman, Ma'mar al-Azdy (95-153 H)
h. Pengumpul pertama di Rei, Jarir ad-Dhabby (110-188 H)
i. Pengumpul pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11 -181 H)
j. Pengumpul pertama di Mesir, al-Laits Ibn Sa'ad (w. 175 H).[13]

Semua ulama yang membukukan hadis ini terdiri dari ahli-ahli pada
abad kedua Hijriah Kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan dikumpulkan
dalam abad kedua ini, jumlahnya cukup banyak. Akan tetapi, yang masyhur di
kalangan ahli hadis adalah:

a. Al-Muwata', susunan Imam Malik (95 H-179 H)


b. Al-Magazi wa al-Siyar, susunan Muhammad ibn Ishaq (150 H)
c. Al-Jami', susunan Abdul Razzaq As-San'any (211 H)
d. Al-Muşannaf, susunan Syu'bah Ibn Hajjaj (160 H)
e. Al-Muşannaf, susunan Sufyan ibn 'Uyainah (198 H)

15
f. Al-Muşannaf, susunan Al-Laits Ibn Sa'ad (175 H)
g. Al-Muşannaf, susnan Al-Auza'i (150 H)
h. Al-Muşannaf, susunan Al-Humaidy (219 H)
i. Al-Magazi an-Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn Waqid Al-Aslamy.
j. Al-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).
k. Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali.
l. Al-Musnad, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i (204 H).
m. Mukhtalif Al-Hadis, susunan Al-Imam Syafi'i.

Tokoh-tokoh yang masyhur pada abad kedua hijriah adalah Malik,


Yahya ibn Sa'id al-Qattan, Waki Ibn Al-Jarrah, Sufyan Ats-Tsauri, Ibnu
Uyainalj, Syu'bah Ibnu Hajjaj, Abdul Ar-Rahman ibn Mahdi, Al-Auza'i, Al-
Laits, Abu Hanifah, dan Syafi'i.

5. Periode Kelima: Masa Mentashihkan Hadis dan Penyusunan Kaidah-


Kaidahnya

Abad ketiga Hijriah merupakan puncak usaha pembukuan hadis.


Sesudah kitab-kitab Ibnu Juraij, kitab Muwatta' al-Malik tersebar dalam
masyarakat dan disambut dengan gembira, kemauan menghafal hadis,
mengumpul, dan membukukannya semakin meningkat dan mulailah ahli-ahli
ilmu berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dari sebuah negeri ke negeri
lain untuk mencari hadis.

Pada awalnya, ulama hanya mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat


di kotanya masing-masing. Hanya sebagian kecil di antara mereka yang pergi
ke kota lain untuk kepentingan pengumpulan hadis.

Keadaan ini diubah oleh al-Bukhari. Beliaulah yang mula-mula


meluaskan daerah-daerah yang dikunjungi untuk mencari hadis. Beliau pergi
ke Maru, Naisabur, Rei, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Madinah, Mesir,
Damsyik, Qusariyah, Asqalani dan Himsh.

16
Imam Bukhari membuat terebosan dengan mengumpulkan hadis yang
tersebar di berbagai daerah. Enam tahun lamanya al-Bukhari terus menjelajah
untuk menyiapkan kitab Sahih-nya.

Para ulama pada mulanya menerima hadis dari para rawi lalu menulis
ke dalam kitabnya, tanpa mengadakan syarat-syarat menerimanya dan tidak
memerhatikan sahih-tidaknya. Namun, setelah terjadinya pemalsuan hadis dan
adanya upaya dari orang-orang zindiq untuk mengacaukan hadis, para ulama
pun melakukan hal-hal berikut:

a. Membahas keadaan rawi-rawi dari berbagai segi, baik dari segi


keadilan, tempat kediaman, masa, dan lain-lain.
b. Memisahkan hadis-hadis yang sahih dari hadis yang daif yakni dengan
men tashihkan hadis.

Ulama hadis yang mula-mula menyaring dan membedakan hadis-hadis


yang sahih dari yang palsu dan yang lemah adalah Ishaq ibn Rahawaih,
seorang imam hadis yang sangat masyhur.

Pekerjaan yang mulia ini kemudian diselenggarakan dengan sempurna


oleh Imam al-Bukhari. Al-Bukhari menyusun kitab-kitabnya yang terkenal
dengan nama al-Jami as-Şahih. Di dalam kitabnya, ia hanya membukukan
hadis-hadis yang dianggap sahih. Kemudian, usaha al-Bukhari ini diikuti oleh
muridnya yang sangat alim, yaitu Imam Muslim.

Sesudah Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, bermunculan imam lain


yang mengikuti jejak Bukhari dan Muslim, di antaranya Abu Dawud, at-
Tirmidzi,dan an-Nasa'i. Mereka menyusun kitab-kitab hadis yang dikenal
dengan Şahih al Bukhari, Şahih Muslirn, Sunan Abu Dawud, Sunan at-
Tirmidzi, dan Sunan an Nasa'i. Kitab-kitab itu kemudian dikenal di kalangan
masyarakat dengan judul al Uşül al-Khamsah.

Di samping itu, Ibnu Majah menyusun Sunannya. Kitab Sunan ini


kemudian digolongkan oleh para ulama ke dalam kitab-kitab induk sehingga

17
kitab-kitab induk itu menjadi sebuah, yang kemudian dikenal dengan nama al-
Kutub al Sittah.

Tokoh-tokoh hadis yang lahir pada masa ini adalah:

a. Ali Ibnul Madani


b. Abu Hatim ar-Rāzi
c. Muhammad Ibn Jarir at-Tabari
d. Muhammad Ibn Sa'ad
e. Ishaq Ibnu Rahawaih
f. Ahmad
g. Al-Bukhari
h. Muslim
i. An-Nasa'i
j. Abu Dawud
k. At-Tirmidzi
l. Ibnu Majah
m. Ibnu Qutaibah ad-Dainuri
6. Periode Keenam: Dari Abad IV hingga Tahun 656 H.

Periode keenam ini dimulai dari abad IV hingga tahun 656 H, yaitu
pada masa Abasiyyah angkatan kedua. Periode ini dinamakan Aşr at-Tahzīb
wa at-Tartibi wa al-Istidraqi wa al-jami.

Ulama-ulama hadis yang muncul pada abad ke-2 dan ke-3, digelari
Mutaqaddimin, yang mengumpulkan hadis dengan semata-mata berpegang
pada usaha sendiri dan pemeriksaan sendiri, dengan menemui para
penghafalnya yang tersebar di setiap pelosok dan penjuru negara Arab, Parsi,
dan lain-lainnya.

Setelah abad ke-3 berlalu, bangkitlah pujangga abad keempat. Para


ulama abad keempat ini dan seterusnya digelari Mutaakhirin. Kebanyakan
hadis yang mereka kumpulkan adalah petikan atau nukilan dari kitab-kitab

18
Mutaqaddimin, hanya sedikit yang dikumpulkan dari usaha mencari sendiri
kepada para penghafalnya

Pada periode ini muncul kitab-kitab sahih yang tidak terdapat dalam
kitab sahih pada abad ketiga. Kitab-kitab itu antara lain:

a. As-Şahih, susunan Ibnu Khuzaimah


b. At-Taqsim wa Anwa', susunan Ibnu Hibban
c. Al-Mustadrak, susunan al-Hakim
d. As-Şalih, susunan Abu Awanah
e. Al-Muntaqā, susunan Ibnu Jarud
f. Al-Mukhtārah, susunan Muhammad Ibn Abdul Wahid al-Maqdisi.

Di antara usaha-usaha ulama hadis yang terpenting dalam periode ini


adalah:

a. Mengumpulkan hadis al-Bukhari/Muslim dalam sebuah kitab.


Di antara kitab yang mengumpulkan hadis-hadis al-Bukhari dan
Muslim adalah Kitab Al-Jami' Bain As-Sahihain oleh Ismail Ibn Ahmad
yang terkenal dengan nama Ibnu Al-Furat (414 H), Muhammad Ibn
Nashr Al-Humaidy (488 H); Al-Baghawi oleh Muhammad Ibn Abdul
Haq Al-Asybily (582 H).
b. Mengumpulkan hadis-hadis dalam kitab enam.
Di antara kitab yang mengumpulkan hadis-hadis kitab enam, adalah
Tajridu As-Şihah oleh Razin Mu'awiyah, Al-Jami' oleh Abdul Haqq Ibn
Abdul Ar Rahman Asy-Asybily, yang terkenal dengan nama Ibnul
Kharrat (582 H).
c. Mengumpukan hadis-hadis yang terdapat dalam berbagai kitab.
Di antara kitab-kitab yang mengumpulkan hadis-hadis dari berbagai
kitab adalah: (1) Maşabih as-Sunnah oleh al-Imam Husain Ibn Mas'ud
al-Baghawi (516 H); (2) Jami'ul Masänid wa al-Alqab, olch Abdur
Rahman ibn Ali al-Jauzy (597 H); (3) Bakr al-Asänid, oleh al-Hafiz al-
Hasan Ibn Ahmad al-Samarqandy (491 H).

19
d. Mengumpulkan hadis-hadis hukum dan menyusun kitab-kitab Atrāf.
7. Periode Ketujuh (656 H-Sekarang)

Periode ini adalah masa sesudah meninggalnya Khalifah Abasiyyah ke


XVII al-Mu'tasim (w. 656 H.) sampai sekarang. Periode ini dinamakan 'Ahdu
As-Syari wa al-Jami' wa at-Takhriji wa al-Bahsi, yaitu masa pensyarahan,
penghimpunan, pentakhrijan dan pembahasan.

Usaha-usaha yang dilakukan oleh ulama dalam masa ini adalah


menerbitkan isi kitab-kitab hadis, menyaringnya, dan menyusun kitab enam
kitab takhrij, serta membuat kitab-kitab jāmi' yang umum.

Pada periode ini disusun kitab-kitab Zawa'id, yaitu usaha


mengumpulkan hadis yang terdapat dalam kitab yang sebelumnya ke dalam
sebuah kitab tertentu, di antaranya Kitab Zawa'id susunan Ibnu Majah, Kitab
Zawa'id as-Sunan Al Kubrā disusun oleh al-Buşiry, dan masih banyak lagi
kitab Zawa'id yang lain.

Di samping itu, para ulama hadis pada periode ini mengumpulkan


hadis-hadis yang terdapat dalam beberapa kitab ke dalam sebuah kitab tertentu,
di antaranya adalah Kitab Jāmi' al-Masanid wa as-Sunan al-Hadi li Aqwami
Sunan, karangan al-Hafidz Ibnu Katsir, dan Jami' al-Jawāmi' susunan al-Hafiz
as-Suyuti (911 H).

Banyak kitab dalam berbagai ilmu yang mengandung hadis-hadis yang


tidak disebut perawinya dan pentakhrijnya. Sebagian ulama pada masa ini
berusaha menerangkan tempat-tempat pengambilan hadis-hadis itu dan nilai-
nilainya dalam sebuah kitab yang tertentu, di antaranya Takhrij Hadis, al-Kafi
as-Syafi fi Takhrij Ahādis al-Kasysyaf oleh Ibnu Hajar al- Asqalani, dan masih
banyak lagi kitab takhrij lain.

Sebagaimana periode keenam, periode ketujuh ini pun muncul ulama-


ulama hadis yang menyusun kitab-kitab Atraf, di antaranya Ițaf al-Mahärah bi
Aſraf al "Asyrah olch Ibnu Hajar al- Asqalani, Atraf al-Musnad al-Mu'tali bi

20
Atraf al- Musnad al-Hanbali olch Ibnu Hajar, dan masih banyak lagi kitab
Atraf yang lainnya.

Tokoh-tokoh hadis yang terkenal pada masa ini adalah: (1) Adz-
Dzahaby (748 H), (2) Ibnu Sayyidinnas (734 H), (3) Ibnu Daqiq al-Id, (4)
Muglathai (862 H). (5) Al-Asqalany (852 H), (6) Ad-Dimyaty (705 H), (7) Al-
Ainy (855 H), (8) As-Suyuthi (911 H), (9) Az-Zarkasy (794 H), (10) Al-Mizzy
(742 H), (11) Al Alay (761 H). (12) Ibnu Katsir (774 H). (13) Az-Zaily (762
H), (14) Ibnu Rajab (795 H), (15) Ibnu Mulaqqin (804 H), (16) Al-Bulqfny
(805 H). ( 7) Al-Iraqy (w. 806 H). (18) Al-Haisamy (807 H), dan (19) A'u
Zurah (826 H).

8. Fase Pengumpulan dan Penulisan Hadis


a. Pengumpulan Hadis

Pada abad pertama Hijriah, yakni masa Rasulullah saw., Khulafa


Rasyidin dan sebagian besar masa Bani Umayyah hingga akhir abad
pertama Hijrah, hadis-hadis itu berpindah-pindah dan disampaikan dari
mulut ke mulut. Masing-masing perawi pada waktu itu meriwayatkan
hadis berdasarkan kekuatan hafalannya. Hafalan mereka terkenal kuat
sehingga mampu mengeluarkan kembali hadis-hadis yang pernah direkam
dalam ingatannya. Ide penghimpunan hadis Nabi secara tertulis untuk
pertama kalinya dikemukakan oleh Khalifah Umar bin Khattab (w. 23
H/644 M). Namun, ide tersebut tidak dilaksanakan oleh Umar karena
khawatir bila umat Islam terganggu perhatiannya dalam mempelajari al-
Qur'an.

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang


dinobatkan akhir abad pertama Hijriah, yakni tahun 99 Hijriyah, datanglah
angin segar yang mendukung kelestarian hadis. Umar bin Abdul Aziz
terkenal sebagai seorang khalifah dari Bani Umayyah yang terkenal adil
dan wara' sehingga dipandang sebagai Khalifah Rasyidin yang kelima.

21
Beliau sangat waspada dan sadar bahwa para perawi yang
mengumpulkan hadis dalam ingatannya semakin sedikit jumlahnya karena
meninggal dunia. Beliau khawatir apabila tidak segera dikumpulkan dan
dibukukan dalam buku buku hadis dari para perawinya, mungkin hadis-
hadis itu akan lenyap bersama lenyapnya para penghafalnya. Tergeraklah
hatinya untuk mengumpulkan hadis hadis Nabi dari para penghafal yang
masih hidup. Pada tahun 100 H, Khalifah Umar bin Abdul Aziz
memerintahkah kepada Gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad
bin Amr bin Hazm untuk membukukan hadis-hadis Nabi dari para
penghafal.

Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada Abu Bakar bin Hazm,
yaitu, "Perhatikanlah apa yang dapat diperoleh dari hadis Rasul lalu
tulislah karena aku takut akan lenyap ilmu disebabkan meninggalnya
ulama, dan jangan diterima selain hadis Rasul saw., dan hendaklah
disebarluaskan ilmu dan diadakan majelis-majelis ilmu supaya orang yang
tidak mengetahuinya dapat mengetahuinya, maka sesungguhnya ilmu itu
dirahasiakan."

Selain kepada Gubernur Madinah, khalifah juga menulis surat


kepada Gubernur lain agar mengusahakan pembukuan hadis. Khalifah juga
secara khusus menulis surat kepada Abu Bakar Muhammad bin Muslim
bin Ubaidillah bin Syihab az-Zuhri. Kemudian, Syihab Az-Zuhri mulai
melaksanakan perintah khalifah tersebut sehingga menjadi salah satu
ulama yang pertama kali membukukan hadis.

Setelah generasi az-Zuhri, pembukuan hadis dilanjutkan oleh Ibn


Juraij (w. 150 H.), ar-Rabi' bin Şabih (w. 160 H), dan masih banyak lagi
ulama lainnya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa pembukuan hadis
dimulai seja akhir masa pemerintahan Bani Umayyah, tetapi belum begitu
sempurna. Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, yaitu pada
pertengahan abad II H, dilakukan upaya penyempunaan. Sejak saat itu,

22
tampak gerakan secara aktif untuk membukukan ilmu pengetahuan,
termasuk pembukuan dan penulisan hadis-hadis Rasul saw. Kitab-kitab
yang terkenal pada waktu itu yang ada hingga sekarang dan sampai kepada
kita, antara lain al-Muwatta olch Imam Malik dan al-Musnad oleh Imam
as-Syafi'i (w. 204 H). Pembukuan hadis itu kemudian dilanjutkan secara
lebih teliti oleh imam-imam ahli hadis, seperti Bukhari, Muslim, Tirmizi,
Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lain-lain.

Dari mereka itu, kita kenal al-Kutubu as-Sittah (kitab-kitab enam),


yaitu Sahih Al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan An-Nasal, dan At-Tirmizi,
Tidak sedikit pada masa berikutnya dari para ulama yang menaruh
perhatian besar pada al-Kutubu as-Sittah tersebut beserta kitab Muwatta
dengan cara mensyarahinya dan memberi catatan kaki, meringkas atau
meneliti sanad dan matan-matannya.

b. Penulisan Hadis

Sebelum agama Islam datang, bangsa Arab tidak mengenal


kemampuan membaca dan menulis. Mereka lebih dikenal sebagai bangsa
yang umm (tidak bisa membaca dan menulis). Namun, ini tidak berarti
bahwa tidak ada seorang pun yang bisa menulis dan membaca. Keadaan
ini hanyalah sebagai ciri kebanyakan mereka. Sejarah telah mencatat
sejumlah orang yang mampu membaca dan menulis. Adi bin Zaid al-Adi
(w. 35 H) misalnya, sudah belajar menulis hingga menguasainya, dan
merupakan orang pertama yang menulis dengan bahasa Arab dalam surat
yang ditujukan kepada Kisra. Sebagian orang Yahudi juga mengajari anak-
anak di Madinah untuk menulis Arab. Kota Makkah dengan pusat
perdagangannya sebelum kenabian, menjadi saksi adanya para penulis dan
orang yang mampu membaca. Sebagaimana dinyatakan bahwa orang yang
mampu membaca dan menulis di kota Makkah hanya sekitar 10 orang.
Inilah yang dimaksud bahwa orang Arab adalah bangsa yang ummi.

23
Banyak kabar yang menunjukkan bahwa para penulis lebih banyak
terdapat di Makkah daripada di Madinah, Hal ini dibuktikan dengan
adanya izin Rasulullah kepada para tawanan dalam Perang Badar dari
Makkah yang mampu menulis untuk mengajarkan menulis dan membaca
kepada 10 anak Madinah sebagai tebusan diri mereka.

Pada masa Nabi, tulis-menulis sudah tersebar luas. Apalagi al-


Qur'an menganjurkan untuk belajar dan membaca. Rasulullah pun
mengangkat para penulis wahyu hingga jumlahnya mencapai 40 orang.
Nama-nama mereka disebut dalam kitab at-Taratib al-Idariyyah. Baladzuri
dalam kitab Futūh al Buldan menyebutkan sejumlah penulis wanita, di
antaranya Ummul Mukminin Hafsah, Ummu Kultsum binti Uqbah, as-
Syifa' binti Abdullah al-Qurasyiyah, Aisyah binti Sa'ad, dan Karimah binti
al-Miqdad.

Para penulis semakin banyak di Madinah setelah hijrah setelah


Perang Badar. Nabi menyuruh Abdullah bin Sa'id bin 'Aş agar mengajar
menulis di Madiah, sebagaimana disebutkan Ibnu Abdil Barr dalam al-
Isti'ab. Ibnu Hajar menyebutkan bahwa nama asli Abdullah bin Sa'id bin
al-As adalah al-Hakam, lalu Rasulullah memberinya nama Abdullah, dan
menyuruhnya agar mengajar menulis di Madinah.

Para penulis sejarah Rasul, ulama hadis, dan umat Islam


sependapat bahwa al-Qur'an telah memperoleh perhatian yang penuh dari
Rasul dan para sahabatnya. Rasul mengharapkan para sahabat untuk
menghafalkan al-Qur'an dan menuliskannya di tempat-tempat tertentu,
seperti keping-keping tulang, pelepah kurma, batu, dan sebagainya.

Oleh karena itu, ketika Rasulullah wafat, al-Qur'an telah dihafalkan


dengan sempurna oleh para sahabat. Seluruh ayat suci al-Qur'an pun telah
lengkap ditulis, tetapi belum terkumpul dalam bentuk sebuah mushaf.
Adapun hadis atau sunnah dalam penulisannya ketika itu kurang
memperoleh perhatian seperti halnya al-Qur'an. Penulisan hadis dilakukan

24
oleh beberapa sahabat secara tidak resmi karena tidak diperintahkan oleh
Rasul. Diriwayatkan bahwa beberapa sahabat memiliki catatan hadis-hadis
Rasulullah. Mereka mencatat sebagian hadis yang pernah mereka dengar
dari Rasulullah SAW.

G. Unsur-Unsur Hadis
Suatu hadis harus memenuhi tiga unsur. Unsur-unsur ini dapat
mempengaruhi tingkatan hadis, apakah hadis tersebut asli atau tidak. Unsur-unsur
tersebut yaitu:

1. Sanad
Dari segi bahasa, sanad berarti mu’tamad artinya yang menjadi
sandaran, tempat bersandar, arti yang lain sesuatu yang dapat dipegangi atau
dipercaya. Dikatakan demikian karena hadits itu bersandar kepadanya dan
dipegangi atas kebenaranya.
Sedangkan menurut istilah, sanad adalah jalan yang dapat
menghubungkan matan hadis sampai kepada Nabi Muhammad saw. Dengan
kata lain, sanad adalah rentetan perawi-perawi (silsilah). Artinya susunan atau
rangkaian orang-orang yang meyampaikan materi hadis tersebut, sejak yang
disebut pertama sampai kepada Rasul saw. Dengan pegertian ini, maka
sebutan sanad hanya berlaku pada serangkaian (banyak) orang, bukan dilihat
dari sudut pribadi secara perorangan.
Dalam istilah ilmu hadis sanad ialah rangkaian urutan orang-orang
yang menjadi sandaran atau jalan yang menghubungkan satu hadis atau
sunnah sampai pada Nabi saw.22
Sanad menurut istilah ahli hadis yaitu:
‫ الموصل إلى التن‬u‫الطريق‬

"Jalan yang menyampaikan kepada matan hadis."


At tahanawi menyatakan bahwa23:
22
Kelas 10 hlm 167
23
Nawir Yusalem, Ulumul Hadis, ( Jakarta:PT Mutiara Sumber Widya, 1998), hlm,
148-149

25
“Dan sanad adalah jalan yang menyampaikan kepada matan Hadis,
yaitu nama-nama para perawinya secara berunutan. Jalan matan tersebut
dinamakan dengan sanad adalah karena musnid berpegang kepadanya ketika
menyandarkan matan ke sumbernya. Demikian juga, para Huffazh
menjadikannya sebagai pegangan (pedoman) dalam menilai sesuatu Hadis,
apakah Shahih atau Dha'if”
Sanad adalah jalan menuju matan, yaitu para perawi Hadits yang
meriwayatkan matan dan menyampaikannya, dimulai dari perawi yang
terakhir yang mengarang kitab sampai kepada Rasulullah Sallallahu 'alaihi
wasallam.24
Menerangkan rangkaian urutan sanad suatu hadis disebut isnad. Orang
yang menerangkan sanad suatu hadis disebut musnid. Sedangkan hadis yang
diterang kan dengan menyebutkan sanadnya sehingga sampai kepada Nabi
saw. disebut musnad25
2. Matan
Dari segi bahasa, matan berarti Punggung jalan, Tanah gersang atau
tandus, membelah, mengeluarkan, mengikat.26 Matan ini adalah inti dari apa
yang dimaksud oleh hadis. Matan menurut istilah ilmu hadis yaitu:
‫ما انتهى إليه السند من الكالم فهو نفس الحديث الذي ذكر االسناد له‬
"Perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi saw. yang
disebut sesudah habis disebutkan sanadnya."
3. Rawi
Rawi yaitu orang yang memindahkan hadis dari seorang guru kepada
orang lain atau membukukannya ke dalam suatu kitab hadis. Rawi pertama
adalah para sahabat dan rawi terakhir adalah orang yang membukukannya,
seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad dan lain-lain.27

24
Muhammad 'Id Al Abbasi, Hadits Sebagai Landasan Akidah dan Hukum, Terj:
Mohammad Irfan Zein, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002) hlm 22
25
Mukarom Faisal Rosidin, dkk, Al-Qur’an Hadis Ma Kelas X, , (Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, 2014), hlm 92
26
Ibid. hlm 93
27
Ibid.

26
Suatu Hadis yang telah sampai kepada kita dalam bentuknya yang
sudah ditadwin/terkodifikasikan (terbukukan) dalam buku-buku Hadis,
melalui beberapa rawi dan sanad. Rawi terakhir Hadis yang termaksud dalam
sahih Bukhari atau dalam Sahih Muslim, ialah Imam Bukhari atau Imam
Muslim.
Orang-orang yang menerima hadis kemudian mengumpulkanya dalam
suatu kitab tadwin disebut dengan rawi. Perawi dapat disebutkan dengan
mudawwin (orang yang mengumpulkan). Sedangkan orang-orang yang
menerima hadis dan hanya meyampaikan kepada orang lain, tanpa
membukukannya disebut sanad hadis. Setiap sanad adalah perawi pada setiap
tabaqah (levelnya), tetapi tidak setiap perawi disebut sanad hadis karena ada
perawi yang langsung membukukanya.28
H. Contoh Sanad, Matan, Rawi Hadis
Untuk lebih memperjelas pemahaman kalian tentang berbagai unsur dalam
sebuah hadis, perhatikan contoh berikut:

‫ب ع َْن َح ْمزَ ةَ ب ِْن‬ ٍ ‫ْث قَا َل َح َّدثَنِي ُعقَ ْي ٌل ع َْن اب ِْن ِشهَا‬ ُ ‫َح َّدثَنَا َس ِعي ُد بْنُ ُعفَي ٍْر قَا َل َح َّدثَنِي اللَّي‬
ُ ِ‫ال بَ ْينَا أَنَا نَائِ ٌم أُت‬
‫يت‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬
َ ‫ْت َرس‬ ُ ‫ال َس ِمع‬ َ َ‫َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن ُع َم َر أَ َّن ا ْبنَ ُع َم َر ق‬
َ‫ْت فَضْ لِي ُع َم َر ْبن‬ ُ ‫اري ثُ َّم أَ ْعطَي‬ ْ َ‫ي يَ ْخ ُر ُج فِي أ‬
ِ َ ‫ظف‬ َّ ‫ْت َحتَّى إِنِّي أَل َ َرى ال ِّر‬ ُ ‫َح لَبَ ٍن فَ َش ِرب‬ِ ‫بِقَد‬
‫ رواه البخارى‬.. ‫ال ْال ِع ْل َم‬ uَ ‫ب قَالُوا فَ َما أَ َّو ْلتَهُ يَا َرس‬
َ َ‫ُول هَّللا ِ ق‬ ِ ‫ْالخَطَّا‬

Terjemah: Telah menceritakan kepada kami Sa’id bin ‘Ufair berkata,


Telah menceritakan kepadaku Al Laits berkata, Telah menceritakan kepadaku
‘Uqail dari Ibnu Syihab dari Hamzah bin Abdullah bin Umar bahwa Ibnu Umar
berkata: aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Ketika aku tidur, aku
bermimpi diberi segelas susu lalu aku meminumnya hingga aku melihat
pemandangan yang bagus keluar dari kuku-kukuku, kemudian aku berikan sisanya
kepada sahabat muliaku Umar bin Al Khathab”. Orang-orang bertanya: “Apa
ta’wilnya wahai Rasulullah Saw.?” Beliau menjawab: “Ilmu”. (HR. Bukhari)

Dari contoh hadis tersebut yang dinamai sanad adalah:


28
Ibid. hlm 120

27
‫ب ع َْن َح ْمزَ ةَ ب ِْن‬ ُ ‫َح َّدثَنَا َس ِعي ُد بْنُ ُعفَي ٍْر قَا َل َح َّدثَنِي اللَّي‬
ٍ ‫ْث قَا َل َح َّدثَنِي ُعقَ ْي ٌل ع َْن اب ِْن ِشهَا‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
‫ال‬ َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ُ ‫ال َس ِمع‬
َ ‫ْت َرس‬ َ َ‫َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن ُع َم َر أَ َّن ا ْبنَ ُع َم َر ق‬

“Telah menceritakan kepada kami Sa’id bin ‘Ufair berkata, Telah


menceritakan kepadaku Al Laits berkata, Telah menceritakan kepadaku ‘Uqail
dari Ibnu Syihab dari Hamzah bin Abdullah bin Umar bahwa Ibnu Umar berkata:
aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:”

Contoh Matan adalah:

‫اري ثُ َّم‬
ِ َ ‫ظف‬ ْ َ‫ي يَ ْخ ُر ُج فِي أ‬ َّ ‫ْت َحتَّى إِنِّي أَل َ َرى ال ِّر‬ ُ ‫َح لَبَ ٍن فَ َش ِرب‬ ُ ِ‫بَ ْينَا أَنَا نَائِ ٌم أُت‬
ِ ‫يت بِقَد‬
‫ال ْال ِع ْل َم‬
َ َ‫ب قَالُوا فَ َما أَ َّو ْلتَهُ يَا َرسُو َل هَّللا ِ ق‬
ِ ‫ ُع َم َر ْبنَ ْالخَطَّا‬u‫ْت فَضْ لِي‬ ُ ‫أَ ْعطَي‬

“Ketika aku tidur, aku bermimpi diberi segelas susu lalu aku meminumnya
hingga aku melihat pemandangan yang bagus keluar dari kuku-kukuku, kemudian
aku berikan sisanya kepada sahabat muliaku Umar bin Al Khathab”. Orang-orang
bertanya: “Apa ta’wilnya wahai Rasulullah Saw.?” Beliau menjawab: “Ilmu”.

Yang disebut rawi/mukharrij adalah:

‫( رواه البخارى‬Rawi terakhir yang membukukan)

Rasulullah SAW » Ibnu Umar » Hamzah bin Abdullah bin Umar » Ibnu Syihab »
‘Uqail » Al Laits » Sa’id bin ‘Ufair » Bukhairi

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hadits menurut bahasa al-Jadid (baru), bentuk jamaknya adalah ahaadits,


bertentangan dengan qiyas. Hadits menurut ulama ahli hadits (muhadditsin)
adalah segala ucapan, perbuatan, taqrir (peneguhan/mendiamkan sebagai tanda

28
membolehkan atau persetujuan), dan sifat-sifat Nabi Muhammad SAW. As-
Sunnah secara etimologi yaitu berarti, jalan yang ditempuh seseorang dan yang
terbiasa dilakukannya dalam kehidupan. Sedangkan secara terminologinya
memiliki pengertian yang hampir sama yaitu segala yang bersumber dari Nabi
SAW, baik berupa perkataan dan perbuatan taqrir, tabiat, budi pekerti, perjakanan
hidip, baik sebelum menjadi rasul maupun sesudah. Kabar menurut bahasa an-
Naba (berita), bentuk jamaknya adalah akhbaar. Sedangkan menurut istilah khabar
adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi dan para sahabat, jadi setiap
hadis termasuk khabar tetapi tidak setiap khabar adalah hadis. Atsar menurut
bahasa Sisa dari sesuatu (jejak). Sedangkan menurut istilah, terdapat dua pendapat
mengenai atsar. Pertama, kata atsar sinonim atau artinya sama dengan hadis.
Kedua, Berbeda dengan hadits. Yaitu sesuatu yang disandarkan kepada para
sahabat dan tabi'in, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Menurut sebagian
ulama, keempat hal ini adalah sama atau muradif. Dianggap sama karena sama-
sama disandarkan kepada nabi, baik perkataan, perbuatan maupun ketetapannya.

M. Hasbi Asy-Shidieqy membagi perkembangan hadis menjadi tujuh


periode, sejak periode Nabi saw. hingga sekarang, yaitu : Periode Pertama:
Perkembangan Hadis pada Masa Rasulullah saw, Periode Kodua: Perkembangan
Hadis pada Masa al-Khulafa' Ar-Rasyidin (11 H-40 H), Periode Ketiga:
Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin, Periode Keempat:
Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijrah, Periode Kelima: Masa
Mentashihkan Hadis dan Penyusunan Kaidah-Kaidahnya, Periode Keenam: Dari
Abad IV hingga Tahun 656 H, Periode Ketujuh (656 H-Sekarang), Fase
Pengumpulan dan Penulisan Hadis.
Suatu hadis harus memenuhi tiga unsur. Dari segi bahasa, sanad berarti
mu’tamad artinya yang menjadi sandaran, tempat bersandar, arti yang lain sesuatu
yang dapat dipegangi atau dipercaya. Sedangkan menurut istilah, sanad adalah
jalan yang dapat menghubungkan matan hadis sampai kepada Nabi Muhammad
saw. Dengan kata lain, sanad adalah rentetan perawi-perawi (silsilah). Matan ini
adalah inti dari apa yang dimaksud oleh hadis.mDari segi bahasa, matan berarti

29
Punggung jalan, Tanah gersang atau tandus, membelah, mengeluarkan, mengikat.
Rawi yaitu orang yang memindahkan hadis dari seorang guru kepada orang lain
atau membukukannya ke dalam suatu kitab hadis.
B. Saran
Penenulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan
karena kurangnya ilmu dan pengalaman yang dimiliki penulis, sehingga penulis
memohon maaf atas kekurangan terebut dan meminta kritik dan saran dari
pembaca agar menjadi motivasi bagi penyusun untuk lebih baik lagi kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Al Abbasi Muhammad 'Id. 2002. Hadits Sebagai Landasan Akidah dan Hukum.
Terj: Mohammad Irfan Zein. Jakarta: Pustaka Azzam
Al Bani M. Nashiruddin. 2002. Hadits Sebagai Landasan Akidah Dan Hukum,
Terj: Mohammad Irfan Zein. Jakarta: Pustaka Azzam
Amin Syaifullah. 2020. Al-Qur’an Hadis Ma Kelas X. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama RI
Hamadah, Abbas. Al-Sunnah al-Nabawtyah wa Makanatuha Fi al-Tasyr Kairo: al
Qounlyah
Hamid Syamsul Rijal. 2014. Buku Pintar Hadits Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit
QiblaThanan Mahmud. 2010. Ilmu hadits praktis. Terj: Abu Fuad, Bogor:
Pustaka Thariqul Izzah

Rosidin Mukarom Faisal, dkk. 2014. Al-Qur’an Hadis Ma Kelas X, , (Jakarta:


Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI
Syam Nur. 2014. Al-Qur’an Hadis. Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah
Yusalem Nawir. 1998. Ulumul Hadis. Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya

30
31

Anda mungkin juga menyukai