Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Pendidikan Islam adalah pendidikan yang bertujuan untuk membentuk pribadi muslim seutuhnya,
mengembangkan seluruh potensi manusia, baik yang berbentuk jasmaniyah maupun rohaniyah,
menumbuhsuburkan hubungan yang harmonis setiap pribadi manusia dengan Allah, dan alam
semesta. Berdasarkan konsep pendidikan islam, salah satu yang menyebarkan di Indonesia adalah
walisongo.

Walisongo berarti sembilan wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri,
Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati.
Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan
erat, bila bukan ikatan darah pasti dalam hubungan guru-murid.

Mereka tinggal di pantai uatara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah
penting. Yakni Surabaya-Gersik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta
Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada
masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradapan baru: mulai dari kesehatan, bercocok
tanam, niaga kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.

Era walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu–Budha dalam budaya Nusantara untuk
digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia,
khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan, namun peranan mereka yang
sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan
masyarakat secara luas, serta dakwah secara langsung, membuat “sembilan wali” ini lebih banyak
disebut dibanding yang lain.

II. RUMUSAN MASALAH

A. Apa pengertian sistem pendidikan islam?

B. Bagaimana peran walisongo dalam menyebarkan agama Islam di Indonesia?

C. Bagaimana Metode Pendidikan Islam Pada Masa Walisongo?

III. PEMBAHASAN

A. Pengertian Sistem Pendidikan Islam

Pendidikan dalam wacana keislaman lebih populer dengan istilah tarbiyah, ta’lim, ta’dib, riyadhah,
irsyad, dan tadris. Masing-masing istilah tersebut memiliki keunikan makna tesendiri ketika sebagian
atau semuanya disebut secara bersamaan. Namun, kesemuanya akan memiliki makna yang sama
jika disebut salah satunya, sebab salah satu istilah itu sebenarnya sudah mewakili istilah yang lain.
Atas dasar itu dalam beberapa buku pendidikan islam, semua istilah itu digunakan secara bergantian
dalam mewakili peristilahan pendididkan islam.

Pengertian pendidikan Islam itu sendiri berarti usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan sarana
belajar dan proses pembelajaran, agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat dan negara sesuai dengan ajaran Islam.

Dari pemaparan yang disampaikan diatas, intinya dapat dirumusakn sebagi berikut:

pendidikan islam merupakan sistem pendidikan yang diselenggarakan atau didirikan dengan niat
untuk mengejanwantahkan atau mengaplikasikan ajaran dan nilai-nilai islam dalam kegaitaan
pendidikan

B. Peran Walisongo Dalam Penyebaran Agama Islam

Penyebaran agama islam di jawa tidak bisa dipisahkan dari perananan para wali. Jumlah para wali
yang terkenal adalah sembilan, yang dalam bahasa jawa dikenal dengan sebutan wali songo. Dalam
upaya menyebarkan Islam para wali tetap mempertahankan tradisi lama yang telah dikenal
masyarakat. Bahkan mereka berhasil mengaktualisasikan fenomena budaya lama yang disesuaikan
dengan ajaran islam, tanpa dirasakan sebagai sesuatu yang asing oleh etnis Jawa.

Sejarah walisongo berkaitan dengan penyebaran Dakwah Islamiyah di Tanah Jawa. Sukses gemilang
perjuangan para Wali ini tercatat dengan tinta emas. Dengan itu agama Islam kemudian dianut oleh
sebagian besar manyarakat Jawa, mulai dari perkotaan, pedesaan, dan pegunungan.

1. Peranan Perdagangan dalam Proses Penyebaran Islam

Islam masuk ke Indonesia dibawa pedagang dari Gujarat, Arab, dan Persia. Adapun kota pelabuhan
dagang yang berperan besar dibidang penyebaran agama Islam diabad ke-16 adalah Malaka. Saat
para pedagang muslim menunggu perubahannya arah angin untuk menuju tempat tertentu dalam
berlayar, mereka memanfaatkan waktu luangnya untuk menyebarkan Islam kepada para pedagang
dari daerah lain, termasuk pedagang Indonesia.
2. Peranan Perkawinan dalam Proses Penyebaran Islam

Perkawinan juga memegang penting dalam penyebaran agama Islam. Banyak pedagang Arab, Persia
dan Gujarat menikah dengan wanita Indonesia, terutama putri bangsawan atau raja. Misalnya Syeh
Maulana Ishak menikahi Dewi Sekardadu, putri raja Blambangan yang menurunkan Sunan Giri.
Sunan Ampel menikahi Nyai Ageng Manila, putri Tumenggung Majapahit yang berkuasa di Tuban,
menurunkan Sunan Bonang dan Sunan Drajat, dsb. Dengan cara ini, banyak yang ikut memeluk
Islam.

3. Peranan Pendidikan dalam Proses Penyebaran Islam

Proses penyebaran agama Islam melalui pendidikan berupa pendidikan di pondok-pondok


pesantren. Para santri yang telah lulus merupakan ujung tombak penyebaran Islam didaerahnya
masing-masing.

C. Metode Pendidikan Islam Masa Walisongo

Dahulu di Indonesia mayoritas penduduknya beragama Hindu dan Budha, dan terdapat berbagai
kerajaan Hindu dan Budha, sehingga budaya dan tradisi lokal saat itu kental diwarnai kedua agama
tersebut. Budaya dan tradisi lokal itu oleh Walisongo tidak dianggap “musuh agama” yang harus
dibasmi. Bahkan budaya dan tradisi lokal itu mereka jadikan “teman akrab” dan media dakwah
agama, selama tak ada larangan dalam nash syariat.

Mempelajari metode dakwah Nabi Muhammad, sahabat, dan ulama salaf sebagai perbandingan.
Setelah diteliti, ternyata dakwah Walisongo yang bijak dan halus sesuai dengan dakwah Nabi.
Dakwahnya sesuai ayat di bawah ini:

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang
mendapat petunjuk”.(Q.S.An-Nahl), dan ayat,

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan
tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.” (Q.S. Ali’imran 159)

Juga pesan Nabi saat mengutus Abu Musa dan Mu’adz berdakwah, “Mudahkanlah, jangan
mempersulit. Berilah kabar gembira, jangan membuat (objek dakwah) lari!” (HR Muslim). Dan Hadits
dari Siti Aisyah, “Rasulullah memerintah kami menempatkan (memperlakukan) manusia sesuai
keberadaan (akal) mereka.” (HR Abu Dawud).

Secara rinci, metode yang dilakukan Walisongo adalah:

1. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)

Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di
Jawa, dianggap sebagai ayah dari walisongo. Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah
berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga
murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat
secara gratis.

Di Gresik, beliau juga memberikan pengarahan agar tingkat kehidupan rakyat gresik semakin
meningkat. Beliau memiliki gagasan mengalirkan air dari gunung untuk mengairi sawah dan ladang.
[7] Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu
golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha
menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun
pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419.[8]

2. Sunan Ampel (Raden Rahmad)

Sunan Ampel adalah anak dari Maulana Malik Ibrahim yang tertua, ia membangun mengembangkan
pondok pesantren di daerah Ampel Denta yang berawa-rawa. Mula-mula ia merangkul masyarakat
sekitarnya. Pada pertengahan Abad 15, pesantren tersebut menjadi sentral pendidikan yang sangat
berpengaruh di wilayah Nusantara bahkan mancanegara. Di antara para santrinya adalah Sunan Giri
dan Raden Patah. Para santri tersebut kemudian disebarnya untuk berdakwah ke berbagai pelosok
Jawa dan Madura.

Sunan Ampel menganut fikih mahzab Hanafi, namun pada para santrinya, beliau hanya memberikan
pengajaran sederhana yang menekankan pada penanaman akidah dan ibadah. Dia-lah yang
mengenalkan istilah “Mo Limo” (moh main, moh ngombe, moh maling, moh madat, moh madon).
Yakni seruan untuk “tidak berjudi, tidak minum-minuman keras, tidak mencuri, tidak menggunakan
narkotika, dan tidak berzina.
3. Sunan bonang (Raden Maulana Makhdum Ibrahim)

Sunan Bonang belajar agama dari pesantren ayahnya di Ampel Denta. Tak seperti Sunan Giri yang
lugas dalam fikih, ajaran Sunan Bonang memadukan ajaran ahlussunnah bergaya tasawuf dan garis
salaf ortodoks. Ia menguasai ilmu fikih, usuludin, tasawuf, seni, sastra dan arsitektur. Masyarakat
juga mengenal Sunan Bonang sebagai seorang yang piawai mencari sumber air di tempat-tempat
gersang.

Ajaran Sunan Bonang berintikan pada filsafat ‘cinta’. Sangat mirip dengan kecenderungan Jalalludin
Rumi. Menurut Bonang, cinta sama dengan iman, pengetahuan intuitif (makrifat) dan kepatuhan
kepada Allah SWT atau haq al yaqqin. Ajaran tersebut disampaikannya secara populer melalui media
kesenian yang disukai masyarakat. Dalam hal ini, Sunan Bonang bahu-membahu dengan murid
utamanya, Sunan Kalijaga.

Sunan Bonang menggubah gamelan Jawa yang saat itu kental dengan estetika Hindu, dengan
memberi nuansa baru. Dialah yang menjadi kreator gamelan Jawa seperti sekarang, dengan
menambahkan instrumen bonang. Gubahannya ketika itu memiliki nuansa dzikir yang mendorong
kecintaan pada kehidupan transedental (alam malakut). Tembang “Tombo Ati” adalah salah satu
karya Sunan Bonang.

Dalam pentas pewayangan, Sunan Bonang adalah dalang yang piawai membius penontonnya.
Kegemarannya adalah menggubah lakon dan memasukkan tafsir-tafsir khas Islam.

4. Sunan Drajat (Raden Qasim)

Belau menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai
pengamalan dari agama Islam. Beliau mendirikan pesantren yang bertempat di Desa Drajat,
Kecamatan Paciran, Lamongan. Dalam pengajaran tauhid dan akidah, Sunan Drajat mengambil cara
langsung dan tidak banyak mendekati budaya lokal. Tembang macapat Pangkur disebutkan sebagai
ciptaannya. Ia menggubah sejumlah suluk, di antaranya adalah suluk petuah “berilah tongkat pada si
buta, beri makan pada yang lapar, beri pakaian pada yang telanjang”.Gamelan Singomengkok adalah
salah satu peninggalannya yang terdapat di Musium daerah Sunan Drajat, Lamongan.

5. Sunan Kudus (Ja’far Shadiq)

Beliau memiliki keahlian khusus dalam bidang agama, terutama dalam ilmu fikih, tauhid, hadits,
tafsir serta logika. Karena itulah di antara walisongo hanya ia yang mendapat julukan wali al-‘ilm
(wali yang luas ilmunya), dank arena keluasan ilmunya ia didatangi oleh banyak penuntut ilmu dari
berbagai daerah di Nusantara. Cara berdakwahnya pun meniru pendekatan gurunya Sunan Kalijaga:
sangat toleran pada budaya setempat. Cara penyampaiannya bahkan lebih halus.

Cara-cara berdakwah Sunan Kudus adalah sebagai berikut:

a. Strategi pendekatan kepada masa dengan jalan

1) Membiarkan adat istiadat lama yang sulit diubah

2) Menghindarkan konfrontasi secara langsung dalam menyiarkan agama islam

3) Tut Wuri Handayani

4) Bagian adat istiadat yang tidak sesuai dengan mudah diubah langsung diubah.

b. Merangkul masyarakat Hindu seperti larangan menyembelih sapi karena dalam agama Hindu
sapi adalah binatang suci dan keramat.

c. Merangkul masyarakat Budha

Selain masjid, Sunan Kudus juga mendirikan padasan tempat wudlu dengan pancuran yang
berjumlah delapan, diatas pancuran diberi arca kepala Kebo Gumarang diatasnya hal ini disesuaikan
dengan ajaran Budha.

d. Selamatan Mitoni

Biasanya sebelum acara selamatan diadakan membacakan sejarah Nabi.[9]

6. Sunan Giri (Ainul Yaqi Atau Raden Paku)

Beliau mendirikan pesantren di daerah perbukitan Desa Sidomukti, Selatan Gresik. Pesantrennya tak
hanya dipergunakan sebagai tempat pendidikan dalam arti sempit, namun juga sebagai pusat
pengembangan masyarakat. Dalam keagamaan, ia dikenal karena pengetahuannya yang luas dalam
ilmu fikih. Orang-orang pun menyebutnya sebagai Sultan Abdul Fakih. Ia juga pecipta karya seni yang
luar biasa. Permainan anak seperti Jelungan, Jamuran, lir-ilir dan cublak suweng disebut sebagai
kreasi Sunan Giri. Demikian pula Gending Asmaradana dan Pucung yang bernuansa Jawa namun
syarat dengan ajaran Islam.

7. Sunan Kalijaga (Raden Mas Syahid)

Dalam dakwah, ia punya pola yang sama dengan mentor sekaligus sahabat dekatnya, Sunan Bonang.
Ia memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah penyebaran Islam, antara lain
dengan wayang, sastra dan berbagai kesenian lainnya. Pendekatan jalur kesenian dilakukan oleh
para penyebar Islam seperti Walisongo untuk menarik perhatian di kalangan mereka, sehingga
dengan tanpa terasa mereka telah tertarik pada ajaran-ajaran Islam sekalipun, karena pada awalnya
mereka tertarik dikarenakan media kesenian itu. Misalnya, Sunan Kalijaga adalah tokoh seniman
wayang. Ia itdak pernah meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan kalimat
syahadat. Sebagian wayang masih dipetik dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam
cerita itu disispkan ajaran agama dan nama-nama pahlawan Islam.[10]

Beliau sangat toleran pada budaya lokal, ia berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika
diserang pendiriannya. Maka mereka harus didekati secara bertahap: mengikuti sambil
mempengaruhi. Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya
kebiasaan lama hilang.

Sunan Kalijaga jugalah yang menciptakan Baju takwa, perayaan sekatenan, grebeg maulud, Layang
Kalimasada, lakon wayang Petruk Jadi Raja. Lanskap pusat kota berupa Kraton, alun-alun dengan dua
beringin serta masjid.

8. Sunan Muria (Raden Umar Said)

Gaya berdakwahnya banyak mengambil cara ayahnya, Sunan Kalijaga. Namun berbeda dengan sang
ayah, Sunan Muria lebih suka tinggal di daerah sangat terpencil dan jauh dari pusat kota untuk
menyebarkan agama Islam. Bergaul dengan rakyat jelata, sambil mengajarkan keterampilan-
keterampilan bercocok tanam, berdagang dan melaut adalah kesukaannya.

Sunan Muria dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun
rumitnya masalah itu. Solusi pemecahannya pun selalu dapat diterima oleh semua pihak yang
berseteru. Sunan Muria berdakwah dari Jepara, Tayu, Juana hingga sekitar Kudus dan Pati. Salah
satu hasil dakwahnya lewat seni adalah lagu Sinom dan Kinanti.

9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)

Sunan Gunung Jati sebelum meletakkan dasar agama Islam dan bagi perdagangan orang Islam,
terlebih dahulu telah menunaikan rukun ke-5 naik haji ke Mekkah sebelum tiba di Kerajaan Sultan
Demak. sebagai haji yang shaleh dan sebagai mufasir yang mengenal percaturan dunia ia mendapat
sambutan hangat di kerajaan itu.

Kemudian setelahitu pindah ke Banten, dan ia berhasil menggaantikan bupati Pasundan di situ, dan
mengambil alih pemerintahan atas kota pelabuhan tersebut. Dengan awal langkah inilah ia
memenfaatkan tahtanya untuk menyebarkan agama Islam, terutama mengislamkan Jawa Barat.[11]

Ringkasan sebagai berikut :


5 Cara Walisongo Menyebarkan Agama Islam di Nusantara

Masyarakat muslim di pulau Jawa tentu mengenal siapa itu Walisongo. Mereka adalah 9 orang yang
menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa sehingga bisa diterima dengan baik oleh masyarakat.

Masyarakat yang saat itu sudah menganut kepercayaan dan agama lain, tentu tidak bisa dengan
mudah diajak menganut agama Islam. Karena itulah, para wali ini memiliki cara tersendiri untuk
mengajak masyarakat kepada Islam.

1. Wayang Sebagai Media Dakwah

Di Jawa sejak dulu sebenarnya sudah mengenal dengan cerita pewayangan. Pagelaran wayang ini
diselenggarakan pada waktu-waktu tertentu seperti upaca kelahiran, pernikahan, atau upacara tolak
bala. Karena itulah biasanya ada kegiatan menambahkan sesaji saat menjalankan prosesi wayangan.

Setelah agama Hindhu, Budha dan Islam masuk ke Jawa, wayang menjadi salah satu alat untuk
menyebarkan agama. Walisongo juga menggunakan wayang sebagai media dakwah. Karena itulah
kemudian muncul nama lakon dan cerita yang disesuaikan dengan agama Islam. Seperti Layang
Kalimosodo yang mengajarkan kalimat syahadat, atau para tokoh Punakawan yang merupakan
penasihan Pandawa dan membawa misi agama Islam. Jika dibandingkan dengan cerita Pandawa dari
India, maka tidak akan ditemukan lakon-lakon Punakawan.

2. Seni Gamelan dan Tembang

Seni musik gamelan dan lagu tembang yang biasanya memang lekat dengan kepercayaan Jawa
zaman dulu juga menjadi salah satu media untuk menyebarkan agama Islam. Hanya saja, lagu
tembang yang diciptakan tentu berbeda dengan tembang lain karena disisipi dengan ajaran Islam.

Tembang Tombo Ati yang mengajari ajaran Islam misalnya, sebenarnya adalah ciptaan Sunan
Bonang. Sedangkan lagu lir ilir merupakan ciptaan Sunan Kalijaga. Kedua tembang ini bertujuan
untuk mengajak masyarakat agar lebih bertakwa. Kemudian ada juga tembang Sinom dan Kinanthi
yang merupakan ciptaan Sunan Muria yang dibuat dengan tujuan yang sama.

3. Perayaan dan Adat yang Diarahkan Agar Lebih Islami

Sunan Kalijaga paham betul bahwa masyarakat Jawa menyukai perayaan apalagi jika diiringi dengan
musik gamelan. Karena itulah para wali kemudian menyelenggarakan Sekaten dan Grebeg Maulud
yang diselenggarakan pada hari lahir Nabi Muhammad SAW.
Dalam perayaan ini, gamelan diperdengarkan untuk mengundang penduduk. Kemudian diikuti
dengan dakwah dan pemberian sedekah Raja berupa gunungan. Dengan cara ini, maka masyarakat
kemudian semakin tertarik untuk mempelajari Islam.

Selain itu, tradisi adat Jawa yang mengirim sesaji dan selamatan kemudian diubah dan diarahkan
dengan cara yang lebih Islami. Selamatan dilakukan tapi niat dan doanya bukan kepada dewa, tapi
kepada Allah. Dan makanan tidak digunakan sebagai sesaji untuk dewa, tapi dibagikan sebagai
sedekah kepada penduduk setempat.

4. Pendidikan

Selain cara-cara akulturasi budaya, Islam juga disebarkan melalui pendidikan pondok pesantren.
Pesantren ini mendidik para santri dari berbagai daerah agar lebih memahami dan mampu
mengamalkan tentang Islam.

Setelah para santri tamat pendidikan pesantren, mereka kemudian bisa mendirikan pesantren baru
di daerah asalnya. Dengan demikian agama Islam bisa berkembang dan menyebar dengan lebih
cepat.

5. Banyak Membantu Masyarakat

Salah satu langkah terbaik untuk membuat seseorang tertarik untuk mempelajari agama adalah
dengan memberi contoh lewat akhlak. Nah, para wali ini mencontohkan sikap yang lembut, dan suka
membantu sehingga mereka banyak disukai oleh masyarakat.

Sunan Giri misalnya terkenal di kalangan kasta rendah yang selalu ditindas oleh mereka dari kasta
yang lebih tinggi. Ia menjelaskan bahwa dalam Islam semua kedudukan manusia adalah sama. Para
wali juga membantu masyarakat dalam hal pengobatan, membantu membuat aliran air untuk sawah
masyarakat, dan masih banyak lagi. Dengan menunjukkan sikap seperti inilah banyak orang yang
kemudian tertarik untuk mendalami Islam.

Pada masa itu, masyarakat Jawa memang masih lekat dengan kepercayaan nenek moyang. Islam
yang baru masuk Nusantara akan sulit berkembang jika disebarkan dengan cara yang agresif atau
melalui kekerasan. Maka dari itu para wali kemudian berusaha mengenalkan Islam kepada
masyarakat dengan cara yang lebih bersahabat. Ternyata usaha ini juga berhasil, terbukti dengan
banyaknya penganut agama Islam pada masa itu hingga sekarang.

SEJARAH SITI FATIMAH BINTI MAIMUN

Fatimah binti Maimun bin Hibatullah adalah seorang perempuan beragama Islam yang wafat pada hari
Jumat, 7 Rajab 475 Hijriyah (2 Desember 1082 M). Batu nisannya ditulis dalam bahasa Arab dengan huruf
kaligrafi bergaya Kufi, serta merupakan nisan kubur Islam tertua yang ditemukan di Nusantara. Makam
tersebut berlokasi di desa Leran, Kecamatan Manyar, sekitar 5 km arah utara kota Gresik, Jawa Timur.

Temuan batu nisan tersebut merupakan salah satu data arkeologis yang berkenaan dengan keberadaan
komunitas Muslim pertama di kawasan pantai utara Jawa Timur. Gaya Kufi tersebut menunjukkan di
antara pendatang di kawasan pantai tersebut, terdapat orang-orang yang berasal dari Timur Tengah dan
bahwa mereka juga merupakan pedagang, sebab nisan kubur dengan gaya Kufi serupa juga ditemukan di
Phanrang, Champa selatan. Hubungan perdagangan Champa-Jawa Timur tersebut adalah bagian dari
jalur perdagangan komunitas Muslim pantai pada abad ke-11 yang membentang di bagian selatan Cina,
India, dan Timur Tengah.

Legenda

Sumber tertulis tertua yang menulis legenda mengenai seorang putri dari Leran ialah Sajarah Banten,
yang ditulis tahun 1662 atau 1663. Disebutkan bahwa pada masa Perkembangan Islam di Jawa, seorang
bernama Putri Suwari dari Leran ditunangkan dengan raja terakhir dari Majapahit.

Moquette juga menyampaikan legenda setempat yang dicatatnya saat ia mengunjungi Leran, bahwa
makam tersebut adalah kubur seorang putri raja bernama Putri Dewi Suwari, yang memainkan peranan
penting di awal sejarah Islam di pulau Jawa. Putri tersebut dihubung-hubungkan dengan Maulana Malik
Ibrahim (wafat 822 H/1419 M), seorang wali terkenal yang makamnya terdapat di kota Gresik, entah
sebagai istrinya atau muridnya. Legenda tersebut tidak dapat diterima karena terdapat jarak 400 tahun
antara kedua tokoh tersebut.

Teks nisan

Inskripsi nisan Fatimah terdiri atas tujuh baris, di tulis dengan huruf Arab dengan gaya Kufi, salah satu
ragam kaligrafi, dengan tata bahasa Arab yang baik. Nisan ini juga memuat ayat Al-Qur'an, antara lain
surat Al-Rahman ayat 28-27 dan surat Ali Imron ayat 185. Berikut ini adalah bacaan J.P. Moquette yang
diterjemahkan oleh Muh. Yamin, sbb.:

 Atas nama Tuhan Allah Yang Maha Penyayang dan Maha Pemurah

 Tiap-tiap makhluk yang hidup di atas bumi itu adalah bersifat fana

 Tetapi wajah Tuhan-mu yang bersemarak dan gemilang itu tetap kekal adanya
 Inilah kuburan wanita yang menjadi kurban syahid bernama Fatimah binti Maimun

 Putera Hibatu'llah yang berpulang pada hari Jumiyad ketika tujuh

 Sudah berlewat bulan Rajab dan pada tahun 495

 Yang menjadi kemurahan Tuhan Allah Yang Maha Tinggi

 Bersama pula Rasulnya Mulia

Baris 1 merupakan basmalah sedangkan baris 2-3 merupakan kutipan Surah Ar-Rahman ayat 25-26, yang
umum dalam epitaf umat Muslim, terutama di Mesir.

Siapakah Fatimah binti Maimun?

Ahli sejarah Cirebon abad ke 17, Wangsakerta, sebagai pangeran ketiga keraton pernah melakukan
Gotrasawala (musyawarah kekeluargaan) ahli sejarah se Nusantara menelusuri silsilah para Syekh, guru
agama dan Sultan keturunan Nabi Muhammad SAW yang menjadi tokoh penyebar agama Islam di
Nusantara. Wangsakerta berdiskusi dengan Mahakawi sejarah dari Pasai, Jawa Timur, Cirebon, Arab,
Kudus, dan Surabaya, serta ulama dari Cirebon dan Banten.

Hasilnya sebagai berikut: Rasulullah Muhammad SAW berputri Fatimah yang menikah dengan Ali bin Abi


Thalib, berputra Husain, berputra Zainal Abidin, yang menurunkan Muhammad Al-Baqir, bapak Ja'far
Shadiq, berputra Ali Al-Uraidi, ayah Sulaiman Al-Basri, yang menetap di Persi, Sulaiman Abu Zain Al-Basri,
yang menurunkan Ahmad Al-Baruni, ayah Sayyid Idris Al-Malik, yang berputra Muhammad Makdum
Sidiq, yang terakhir ini adalah ayah Hibatullah, kakek Fatimah binti Maimun.

Masih menurut penelusuran itu, Fatimah menikah dengan Pria bernama Hassan yang berasal dari Arab
bagian selatan.

Tentang Fatimah binti Maimun ini, pasangan peneliti H.J. de Graaf dan Th. Piqeaud menghubungkan-nya
dengan tradisi Lisan Jawa, tentang putri Leran atau putri Dewi Swara. Dalam kaitan ini, kedua pakar
Belanda ini juga menerima anggapan bahwa Gresik merupakan pusat tertua agama Islam di Jawa Timur.

Dengan demikian, tidak mustahil Fatimah binti Maimun itu pendakwah Islam pertama di Tanah Jawa,
bahkan sangat boleh jadi di Nusantara. Namun ada penulis yang menyatakan, kakeknya pedagang dari
Timur tengah, Hibatullah, menetap di Leran, dan menikah dengan wanita setempat, bahkan di duga
sudah membangun masjid.
Apakah faktor kebetulan bila desa tempat Fatimah binti Maimun di makamkan itu bernama Leran? Tentu
saja hal ini telah menjadi perbincangan para ahli sejarah sejak lama.

Cendikiawan Muslim Oemar Amin Hoesin, misalnya berpendapat, di Persia itu ada satu suku namanya
"Leren", suku inilah yang mungkin dahulu datang ke tanah Jawa, sebab di Giri ada kampung Leren juga
namanya. Begitu pula, ada suku Jawi di Persia. Suku inilah yang mengajarkan huruf Arab yang terkenal di
Jawa dengan huruf Pegon.

Dalam hal ini, Moh. Hari Soewarno mencatat, Leran sebenarnya nama suku di Iran. mungkin Fatimah
berasal dari Parsi, sebab data itu bisa dibandingkan dengan data lain di Iran sendiri. Di sanapun terdapat
desa yang namanya Jawi, sehingga dapat di tarik kesimpulan, pada abad ke ke 11 itu sudah ada lalu lintas
dagang antara negeri kita dengan negeri Parsi. Peristiwa itu pasti terjadi berulang-ulang serta di mengerti
banyak orang, baik di Jawa maupun di Iran.

Menurutnya, orang Parsi, yang datang ke Jawa merasa kerasan, lalu menetap. Sebaliknya orang Jawa
yang merasa senang di Iran lalu menetap di sana dan menamai desanya Jawi - untuk  menunjukkan
perkampungan orang Jawa disana..

Jadi, dapat disimpulkan, Fatimah binti Maimun adalah orang Parsi yang menetap di Jawa (tepatnya di
Gresik), lalu perkampungannya disana hingga sekarang terkenal sebagai desa Leran. Lebih jauh diketahui,
di Kediri pada Abad ke 11 sudah banyak orang membuat rumah indah dengan genting warna-warni,
kuning dan hijau. Gaya rumah demikian banyak kita jumpai di Parsi.
sumber:

 http://id.wikipedia.org/wiki/Fatimah_binti_Maimun
 http://www.suaramedia.com/sejarah-islam/2012/09/29/fatimah-binti-maimun-sang-mubaligh-
pertama-di-tanah-jawa
IV. KESIMPULAN

Secara garis besar peran walisongo dalam penyebaran agama islam antara lain:

a. Pada masa Sunan Ampel mulai didirikan pesantren Ampel Denta sehingga beliau juga dikenal
sebagai pembina pondok pesantren di Jawa timur. Di pesantren tersebut sunan Ampel mendidik
para pemuda Islam untuk menjadi dai.

b. Di bidang politik, sebagai pendukung kerajaan-kerajaan Islam meupun sebagai penasehat raja-
raja Islam, atau sebagai raja.

c. Dibidang seni budaya, berperan sebagai pengembang kebudayaan setempat yang disesuikan
dengan budaya Islam baik melalui akulturasi maupun asimilasi kebudayaan.

d. Menyebarkan agama Islam dengan menyesuaikan diri dengan kebudayaan masyarakat jawa
yang sangat menggemari wayang serta musik gamelan hal itu terjadi pada masa Raden Maulana
Makdum Ibrahim (Sunan Bonang). Dalam aktifitas dakwahnya, ia mengganti nama-nama dewa
dengan nama-nama malaikat.

e. Mendidik anak-anak melalui berbagai permainan yang berjiwa agama, seperti tembang
jelungan, cublak-cublak suweng, dan lir-ilir, pangkur.

f. Menggunakan wayang kulit dan mengarang aneka cerita wayang yang bernapaskan Islam dalm
menyebarkan agama Islam.

g. Mengembangkan seni suara, seni ukir, seni busana, seni pahat, dan kesusastraan.

h. Menjadikan desa-desa terpencil sebagi pusat dakwah dan mengadakan kursus-kursus bagi
kaum pedagang, para nelayan dan rakyat biasa.[12]
V. PENUTUP

Semoga dengan mempelajari sejarah peran Walisongo dalam penyebaran agama Islam kita dapat
selalu menghormati Walisongo sebagai penyebar Islam dan guru. Seandainya bukan karena mereka,
mungkin kita saat ini beragama Hindu atau Budha seperti nenek moyang kita. Walisongo guru kita,
karena nenek moyang kita belajar pada mereka atau murid-murid mereka; dan kiai serta guru kita
masa sekarang belajar pada gurunya, gurunya belajar pada gurunya lagi, terus sampai Walisongo.
Karena itulah para ulama dan habaib mengamalkan ajaran Islam tradisionalis Walisongo.[13]

Walhasil, Walisongo adalah ulama-wali yang alim dan bijak. Mereka dan metode dakwah serta
peninggalannya seyogianya dihormati. Nabi bersabda pada Sayidina Ali, “Demi Allah, sungguh Allah
memberi petunjuk pada seseorang (hingga masuk Islam) melalui kamu itu lebih baik bagimu
daripada memperoleh unta merah” (HR Bukhari-Muslim). Nabi juga bersabda, “Barangsiapa
memberi petunjuk pada kebaikan, dia mendapat pahala sebagaimana orang yang melakukannya”
(HR Muslim). Hadits ini menunjukkan keutamaan ilmu dan bahwa Nabi mendapat pahala seperti
pahala seluruh umatnya, sejak diutus sampai Kiamat. Maka begitu pula Walisongo, sebagai penyebar
Islam “pertama”, mereka mendapat pahala seperti pahala semua umat Islam Indonesia, sejak
dakwahnya sampai Kiamat.

DAFTAR PUSTAKA

Darsono, 2009, tonggak sejarah kebudayaan islam 3, Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.

Daulay, Putera, Haidar, 2009, Pemberdayaan Pendidikanislam di Indonesia, Jakarta: Rineka Cipta.
http://perkulihan.blogspot.com/2012/12/pendidikan-islam-pada-masa-wali-songo.html, 9 Oktober
2013 Pukul 16:12.

http://satriopinandito.wordpress.com/2009/01/07/memahami-metode-dakwah-walisongo/10
Oktober 2013, Pukul 06:03.

http://bloggersumut.net/sejarah-budaya/sejarah-sembilan-wali-walisongo-wali9.9 Oktober 2013


Pukul 17:24

http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/05/makalah-peran-walisongo-dalam.html. 9 Oktober
2013 Pukul 17:30

Muhaimin, 2005, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam, Jakarta: Rajawali Pers,.

Munir, Samsul, 2010, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah Suyanto, 2010, Ilmu Pendidikan
Islam, Jakarta: Kncana Prenada Media.

Qamar, Mujamil, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, PT Gelora
Aksara Pratama.

Sutrisno, Hadi, Budiono, 2009, Sejarah Walisongo Misi Pengislaman di Jawa, Yogyakarta: Graha
Pustaka.

Su’ud, Abu, 2003, Islamologi (Sejarah Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia),
Jakarta: PT Rineka Cipta.

[1] Haidar Putera Daulay, Pemberdayaan Pendidikanislam di Indonesia, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009),
hlm.6.

[2] http://perkulihan.blogspot.com/2012/12/pendidikan-islam-pada-masa-wali-songo.html, 9
Oktober 2013 Pukul 16:12.

[3] Suyanto, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kncana Prenada Media, 2010), hlm.10.

[4] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005), hlm.8.

[5] Mujamil Qamar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (PT
Gelora Aksara Pratama), hlm.65.
[6] http://satriopinandito.wordpress.com/2009/01/07/memahami-metode-dakwah-walisongo/10
Oktober 2013, Pukul 06:03.

[7]Abu Su’ud, Islamologi (Sejarah Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia), (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2003), hlm.125.

[8]http://bloggersumut.net/sejarah-budaya/sejarah-sembilan-wali-walisongo-wali9.9 Oktober 2013


Pukul 17:24

[9]http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/05/makalah-peran-walisongo-dalam.html. 9
Oktober 2013 Pukul 17:30

[10]Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm.308.

[11] Budiono Hadi Sutrisno, Sejarah Walisongo Misi Pengislaman di Jawa, (Yogyakarta: Graha
Pustaka, 2009), hlm.166.

[12] Darsono, tonggak sejarah kebudayaan islam 3, (Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009),
hlm.55.

[13] http://satriopinandito.wordpress.com/2009/01/07/memahami-metode-dakwah-walisongo/10
Ok tober 2013 Pukul 07:10.
MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PADA MASA WALISONGO

BY

JOKO SUSANTO

190019

STIE FATAHILLAH

Anda mungkin juga menyukai