Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH FILSAFAT YUNANI TERHADAP PENDIDIKAN

ISLAM

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Materi Sejarah Pendidikan Islam

Dosen Pengampu :

Dr. M. Baderun, M. Pd

Disusun Oleh Kelompok 5 :

1. Anton Prawito (20204210104574)


2. Binti Alifah (20204210104578)
3. Eti Febi Maslahah (20204210104584)
4. Larasati Adinda Saskiya (20204210104593)
5. Muchammad Romzi (20204210104598)
6. Muhamad Raihan A.F.A (20204210104601)
7. Indah Rahayu (20204210104589)
8. Rofi’atus Sofyah (20204210104611)
9. Sima Sagita Putri (20204210104613)

PROGRAM STRATA I JURUSAN TARBIYAH

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH

STIT AL MUSLIHUUN TLOGO BLITAR

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat rahmat, taufiq, hidayah serta karunianya Makalah Materi Bimbingan
Penyuluhan dengan judul “ Pengaruh Filsafat Yunani Terhadap Pendidikan Islam’’
dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam.

Dalam penyelesaian makalah ini, kami cukup banyak mengalami


kesulitan,terutama disebabkan oleh kurangnya ilmu pengetahuan yang menunjang.
Namun, berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya makalah ini
dapat terselesaikan dengan cukup baik.Karena itu, sudah sepantasnya jika kami
mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. M. Baderun, M.Pd sebagai dosen pembimbing kami yang tidak
lelah dan bosan untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada kami setiap
saat.
2. Orang tua dan keluarga kami yang banyak memberikan motivasi.
3. Pihak-pihak yang sudah membantu terselesainya tugas ini.
Kami sadar sebagai seorang mahasiswa dan mahasiswi yang masih dalam
proses pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif,
guna penulisan makalah ini yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Ada
kurang dan lebihnya kami mohon maaf sebesar-besarnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Blitar, 11 Januari 2022

PENYUSUN

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... i


KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................................... 2
BAB II ................................................................................................................................ 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................ 3
A. Pengaruh Filsafat Yunani .................................................................................... 3
B. Fungsi Madrasah dalam Pengembangan Ilmu Pendidikan Islami .................. 6
BAB III............................................................................................................................. 11
PENUTUP........................................................................................................................ 11
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 11
B. Kritik dan Saran ................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jika ditelusuri perjalanan sejarah pendidikan di Indonesia, khususnya
pendidikan Islami, nama madrasah itu sendiri munculnya agak belakangan.
Beberapa tempat diduga lebih dahulu digunakan masyarakat Islam di
Nusantara, di antaranya masjid yang digunakan mempunyai fungsi ganda,
sebagai tempat ibadah dan aktivitas sosial keagamaan yang lain, termasuk di
dalamnya aktivitas pendidikan. Fungsi ganda ini lebih nyata jika dikaitkan
dengan pendapat yang menyatakan bahwa Islam masuk di Indonesia pada abad
1 Hijriah atau abad VII Masehi. Pada abad I Hijriah tersebut, perkembangan
Islam di tanah kelahirannya masih memandang masjid sebagai pusat kegiatan
pemerintahan dan sosial keagamaan.
Selain itu juga dijumpai rumah-rumah tokoh masyarakat, ulama, kiai, dan
guru ngaji yang dijadikan sebagai tempat pengajaran agama Islam. Tempat
semacam ini jumlahnya amat banyak yang sangat menonjol terjadi di daerah
pedesaan. Bahkan kondisi yang demikian ini masih banyak dijumpai di daerah
daerah tertentu di wilayah Indonesia.
Namun yang lebih spesifik dan menunjukkan tempat pendidikan Islami di
Nusantara antara lain adalah meunasah, yaitu tempat belajar al-Quran, doa
shalat, dan tempat belajar agama bagi anak-anak atau orang dewasa, serta untuk
1
shalat berjamaah bagi masyarakat dikampung-kampung masyarakat Aceh.
Sementara bagi masyarakat Jawa dikenal dengan langgar atau tajug , dan di
tempat lain disebut dengan mesegit. Nama-nama tersebut merupakan nama
lembaga pendidikan tingkat dasar.2

1 Munawar Syadzali memberikan perjelasan lebih rinci, bahwa meunasah adalah lembaga
pendidikan Islami yang serups pondok pesantren tingkat elementary (mubtad) dan gurunya diuebut
Teungku Meunasah. Di tempat in dajarkan membaca menulis huruf Arab Melayu (Arab Pegan),
membaca Juz Amma untuk bacaan shalat, preaktsk shalat, dan Akidah Islamiyah, Kital yang
digunakan antara lain Mesol al Muhtad Ahwinal Muhtad oleh Syakh Dawud Rumi (baba dawud),
Hidayah al Hidayah oleh Syaikh Muhammad Zain Ibn Tagh Jaka alin. Lihat Munawir Sadzali,
Pendidikan Agama dan Pengembangan Pemikiran Keagamon, (jakarta Depag , 1983), p.123.
2
Nurul Huda, Madrasah : Sebuah perjalanan untuk eksis dalam dinamika pesantren dan
Madrasah.(Yogyakarta; Pustaka Pelajar,2020). P.2010.

1
Sebelum mengkaji lebih luas mengenai persoalan lembaga pendidikan
Islami beserta fungsinya, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan mengenai
pengaruh yang ditimbulkan oleh filsafat yang berasal dari peradaban Helenisme
atau Yunani, yang diakui atau tidak, merupakan modal dasar yang sangat
berpengaruh bagi perkembangan pemikiran abad selanjutnya, termasuk dalam
perkembangan pemikiran pendidikan Islami.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaruh filsafat Yunani tehadap pendidikan Islam ?
2. Bagaimanakah fungi Madrasah dalam pengembangan ilmu pendidikan
Islami ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui engaruh filsafat Yunani tehadap pendidikan Islam
2. Untuk mengtahui fungi Madrasah dalam pengembangan ilmu pendidikan
Islami

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengaruh Filsafat Yunani


Penaklukan daerah-daerah dalam pemerintahan Islam, sejak masa Khalifah
Umar bin Khattab sampai masa Daulah Bani Umayyah dan Bani Abbasyiah,
banyak berpengaruh pada peradaban dan pendidikan Islami, dan yang paling
berharga dari penaklukan negara-negara tersebut adalah pengetahuan dari
filsafat Yunani. Sejak itu dasar-dasar filsafat Yunani ikut memberikan pengaruh
pada kemajuan pendidikan Islami.

Setelah pemerintahan Islam dikuasai oleh Bani Umayyah dan selanjutnya


oleh pemerintahan Bani Abbasyiah, perhatian bukan hanya tertuju pada
perluasan wilayah Islam, tetapi tertuju pula terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan, terutama setelah ada persinggungan kebudayaan dengan
peradaban dan filsafat Yunani.3

Filsafat Yunani ditemukan oleh umat Islam dalam bahasa samaran Syiria
yang merupakan bahasa campuran antara pemikiran Plato dan Aristoteles,
sebagaimana yang ditafsirkan dan diolah oleh para filsuf selama berabad-abad
sepanjang masa Helenisme.4 Pemikiran Yunani yang masuk ke dunia Islam tidak
datang dengan manuskrip-manuskripnya yang asli. Vitalitas ilmuan dan filsuf
Yunani telah berakhir dengan mundurnya Museum Alexander. Jembatan yang
menghubungkan antara pengetahuan Helenisme dengan budaya Islam adalah

3 Abudin Nata, (ed), Sejarah Pendidikan Islami Pada Periode Klasik dan Pertengahan, (Jakarta
Rajawal Press, 20042 155-156
4
Menunt Nurchols Madjid, istilah "Hellerisme" pertama kali diperkenalkan oleh ahill separah dari
Jerman. JC Droysen Droysen menggunakan istilah ini sebagai sebutan untuk masa yang
dianggapnya sebagai periode peralihan antara Yunani Kuno dan dunia Uhat Nurcholis Madjid Islam
Doktrin dan Peradaban Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan
Kemerdekaan, Jakarta Paramadana, 1955, h 233 berbeda dengan Droysen beberapa ahli sejarah,
seperti Bernard Lewis dan Philip K. H menggunakan istilah "elemme" sebagai sebutan untuk adopsi
peralaban Yunani, bak peradaban Yunani Kuno maupun peradaban Yunani pada masa setelah
meninggalnya Alexander Agung sampai berkuasanya Romawi terhadap wilayah bekas kekuasaan
Alexander Agung Peradaban Hellenume dapat dibedakan atas peradaban Hellenis dan Hellenistk,
yang berasal dan kata "Helene" Artinya Greek atau Yunani Hellers adalah peradaban Yunani Kuno
mula 776 SM sampai meninggalnya Alexander Agung sampai berkuasanya Romawi atas wilayah
Hellmis. Lihat foot note Harun Asroh, Sejarah Pendidikan Islam, (akarta Logos, 2001), p. 27.

3
penerjemahan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Syiria, yang merupakan
bahasa intelektual Timur Tengah. Bahasa Syiria dimengerti oleh ilmuwan
Persia, Yunani, Yahudi, dan Kristen yang sedang mencari kebebasan beragama
dan stimulan intelektual di Persia selama dua abad, sampai kerajaan Sasaniyah
ditaklukan oleh bangsa Arab.

Upaya untuk menggabungkan pemikiran Islam dan pemikiran Yunani


mendominasi kehidupan intelektual sepanjang kekhalifahan Bani Umayyah dan
Bani Abbasyiah. Ilmuwan yang berhubungan dengan Kristen Nestoris yang
berasal dari Hira (sebuah kota kecil di antara Basrah, Kufah, dan Mesopotamia
Selatan). Kontroversi terjadi setelah diperkenaikan karya-karya sains dan
Filsafat Yunani pada pertengahan abad ke-8, sehingga munculah gerakan-
gerakan dan kelompok yang disebut dengan Qadariyah. Dengan menggunakan
metode rasional Yunani, ilmuwan Hira berusaha menggabungkan akal dan
wahyu. Khalifah Bani Umayyah, Muawiyyah II, dan Yazid III adalah pengikut
aliran Qadariyah.

Di tempat lain, di seluruh Mesopotamia Selatan timbul pula satu aliran


pikiran yang dipengaruhi oleh Kristen Nesioris di Basran dengan menerima
kemauan bebas. Mereka meyakini bahwa individu dapat mengendalikan tingkah
lakunya. Cara mengetahui tingkah laku yang benar dapat dilakukan dengan
pendekatan spekulatif terhadap logika. Kelompok ini dikenal dengan nama
Mu'tazilah. Khalifah al-Ma'mun dari Bani Abbasyiah menganut aliran ini.5

Tidak dapat dielakkan lagi bahwa penerjemahan karya karya pemikiran


Yunani telah menyebabkan semaraknya dunia pendidikan Islami di masa Klasik,
walaupun pendidikan di masa Klasik dapat dikatakan maju, bahkan dianggap
telah mencapai masa keemasan dalam sepanjang sejarah. Sejak permulaan
penerjemahan karya karya pemikiran Yunani, pendidikan Islami mengalami
kemajuan pesat, baik dalam materi pengajarannya (kurikulum) maupun lembaga
pendidikannya.

5 Abudin Nata (ed), Sejarah Pendidikan Islam p. 166

4
Lembaga-lembaga pendidikan yang sebelumnya hanya mengajarkan
pengetahuan agama, malah mengajarkan ilmu pengetahuan, seperti matematika,
filsafat dan kedokteran. Misalnya di Kuttab, yaitu salah satu dan lembaga filsafat
tingkat dasar, pada abad pertama masa Islam hanya mengajarkan pelajaran
membaca dan menulis. Kemudian diajarkan pula pendidikan keagamaan. Sejak
abad ke-8 M, Kuttab mulai mengajarkan pelajaran ilmu pengetahuan di samping
ilmu agama. Tidak diragukan lagi, semua ini disebabkan setelah adanya kontak
antara Islam dengan budaya Helenisme. 6

Selain lembaga pendidikan tingkat rendah, di lembaga pendidikan tingkat


tinggi pun terjadi perkembangan di bidang kurikulum7. Menurut Mahmud
Yunus, kurikulum sekolah tinggi itu dapat dibagi dua, yaitu ilmu naqliyah dan
ilmu aqliyah. Ilmu ilmu naqliyah ilmu yang bersumber pada al-Quran dan
Hadits, sedangkan ilmu aqliyah adalah ilmu yang bersumber pada akal. Ilmu-
ilmu naqliyah meliputi tafsir, al-Quran, Hadits fiqih, ushul Fiqih, Nahwu sharaf,
balaghah, dan bahasa Arab serta kesusasteraan Arab. Sedangkan ilmu-ilmu
aqliyah meliputi mantiq/logika, ilmu alam dan kimia, musik, ilmu pasti, ilmu
ukur/matematika, falak (astronomi), ilmu kalam, ilmu hewan, ilmu tumbuh-
tumbuhan, dan kedokteran.

Tidak cukup sampai di situ saja, kontak dengan Helenisme menimbulkan


pengaruh yang lebih jauh lagi. Perkenalan dengan warisan Helenisme tidak
sekadar membuat umat Islam puas dengan mempelajari pemikiran-pemikiran
Yunani, tetapi juga mendorong semangat kehidupan intelektual Islam. Setelah
menguasai karya-karya Helenisme, ilmuwan-ilmuwan Islam mengadakan
pengamatan, penelitian, sehingga mereka berhasil menemukan teori-teori baru
di bidang ilmu pengetahuan dan filsafat yang belum ada pada masa sebelumnya.
Pemikiran Helenisme yang mereka transmisikan dalam karya-karya pemikiran
Islam bukanlah sekadar terjemahan atau jiplakan, tetapi merupakan karya asli
umat Islam. Wacana intelektual Islam mengalami kemajuan pesat. Kontak

6
Harun Aurohah, Op. Cit, hal 44
7
Perlu dijelaskan bahwa sistem pendidikan hami di masa Klask tidak kenal di sekolah tingkat
memengah yang ada hanya lembaga pendidikan tingkat dasar dan lembaga pendidikan tingkat
tinggi. Ibid

5
dengan Helenisme bukan hanya memengaruhi lahirnya berbagai wacana di
bidang ilmu pengetahuan dan filsafat Islam, tetapi juga pemikiran-pemikiran
keagamaan, seperti teologi, tafsir, bahasa, hukum Islam dan sebagainya. Pendek
kata, masa klasik Islam adalah periode kejayaan dan keemasan peradaban Islam,
khususnya di bidang intelektual Islam. 8

Di samping kurikulum yang berkembang sebagai akibat pengaruh


peradaban Yunani, lembaga pendidikan pun mengalami perkembangan dengan
pesat. Kontak dengan Helenisme menyebabkan lahir dan bermunculannya
lembaga-lembaga pendidikan baru yang belum ada pada masa sebelumnya.
Sebelumnya, lembaga-lembaga pendidikan Islami seperti Kuttab, masjid,
halaqah, dan majelis mengajar materi pelajaran yang berkaitan dengan
keagamaan. Pada perkembangan berikutnya, diajarkan materi pelajaran tentang
ilmu pengetahuan dan filsafat. Akibatnya, lembaga lembaga pendidikan Islami
mengalami perubahan karakteristik, bahkan munculnya bentuk-bentuk lembaga
pendidikan baru.

B. Fungsi Madrasah dalam Pengembangan Ilmu Pendidikan Islami


Dalam perspektif historis, Indonesia merupakan sebuah negeri muslim yang
unik, letaknya sangat jauh dari pusat lahirnya Islam (Mekah). Meskipun Islam
baru masuk ke Indonesia pada abad ke tujuh, dunia internasional mengakui
bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang mayoritas penduduk
beragama Islam. Hal ini merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidikan
agama Islam di Indonesia.

Lembaga pendidikan agama Islam pertama yang didirikan di Indonesia


adalah dalam bentuk pesantren. Dengan karakternya yang khas, religious
oriented, pesantren telah mampu meletakkan dasar-dasar pendidikan keagamaan
yang kuat. Para santri tidak hanya dibekali pemahaman tentang ajaran Islam,
tetapi juga kemampuan untuk menyebarkan dan memerhatikan Islam.

Masuknya model pendidikan sekolah membawa dampak yang kurang


menguntungkan bagi umat Islam saat itu, yang mengarah pada lahirnya dikotomi

8
Menurut Harun Nasution, pada periode tersebut memberikan kontribusi yang tidak sedikit,
sungguh pun tidak secara langsung terhadap tercapainya peradaban modern di Barat.

6
ilmu agama (Islam) dan ilmu sekuler (ilmu umum dan ilmu sekuler Kristen).
Dualisme model pendidikan yang konfrontatif tersebut mengilhami munculnya
gerakan reformasi dalam pendidikan pada awal abad XX. Gerakan reformasi
tersebut bertujuan mengakomodasi sistem pendidikan sekolah ke dalam
lingkungan pesantren. Corak model pendidikan ini menyebar dengan cepat tidak
hanya di pelosok pulau Jawa, tetapi juga di luar pulau Jawa. Dari situlah embrio
madrasah lahir.

Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islami di Indonesia relatif lebih


muda dibanding pesantren. Ia lahir pada abad XX dengan munculnya Madrasah
Mamba'ul Ulum Kerajaan Surakarta tahun 1905, dan sekolah Adabiyah yang
didirikan oleh Syeikh Abdullah Ahmad di Sumatera Barat tahun 1909. Madrasah
berdiri atas inisiatif dan realisasi dari pembaharuan sistem pendidikan Islami
yang telah ada. Pembaharuan tersebut, menurut Karl Stembrink (1986) meliputi
empat hal, yaitu:

1. Usaha menyempurnakan sistem pendidikan pesantren


2. Penyusunan dengan sistem pendidikan Barat
3. Upaya menjembatani antara sistem pendidikan tradisional pesantren dan
sistem pendidikan Barat
4. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islami kini ditempatkan sebagai
pendidikan sekolah dalam sistem pendidikan nasional.

Munculnya SKB tiga menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan


Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri) menandakan bahwa eksistensi
madrasah sudah cukup kuatberiringan dengan sekolah umum.

Di samping itu, munculnya SKB tiga menteri tersebut juga dimulai sebagai
langkah positif bagi peningkatan mutu madrasah, baik dari status, nilai ijazah,
maupun kurikulumnya. Di dalam salah satu diktum pertimbangan SKB tersebut,
disebutkan perlunya diambil langkah-langkah untuk meningkatkan mutu
pendidikan pada madrasah-madrasah, agar lulusan madrasah dapat melanjutkan

7
atau pindah ke sekolah-sekolah umum dari sekolah dasar sampai perguruan
tinggi.9

Sebagai sub sistem pendidikan nasional, madrasah tidak hanya dituntut


untuk dapat menyelenggarakan pendidikan dasar menengah yang berciri khas
keagamaan, melainkan juga dituntut untuk memainkan peran lebih sebagai basis
dan benteng tangguh yang akan menjaga dan memperkukuh etika. dan moral
bangsa. Melihat hakikat pendidikan madrasah yang mencoba mengintegrasikan
antara agama dan ilmu pengetahuan, dan kedudukannya yang kuat dalam sistem
pendidikan nasional, maka sekurang-kurangnya madrasah telah memainkan
peran sebagai berikut:

1. Media Sosialisasi Nilai-nilai Agama


Sebagai lembaga pendidikan yang berciri khas keagamaan, madrasah
memiliki peluang lebih besar untuk bekerja sebagai media sosialisasi nilai-
nilai agama kepada anak didik lebih efektif, karena diberikan secara dini.
Sifat keagamaan yang melekat pada kelembagaannya menjadikan madrasah
memiliki mandat yang kuat untuk melakukan peran tersebut. Sedangkan
sebagai sistem persekolahan, madarasah memungkinkan untuk melakukan
sosialisasi agama secara aktif. Masalah sekarang adalah sejauh mana kita
dapat menciptakan madrasah berkualitas yang memiliki pendidikan agama
yang berkualitas.
2. Pemelihara tradisi keagamaan (maintenance of Islamic tradition)
Sebagai institusi pendidikan yang berciri keagamaan, salah satu peran
penting yang diemban oleh madrasah adalah memelihara tradisi-tradisi
keagamaan. Pemeliharaan tradisi keagamaan ini dilakukan di samping secara
formal melalui pengajaran ilmu-ilmu agama seperti al-Quran, hadits, akidah
akhlak, fiqih, bahasa Arab, dan sejarah kebudayaan Islam, juga dilakukan
secara informal melalui pembiasaan untuk mengerjakan dan mengamalkan
syariat agama sejak dini. Pemeliharaan tradisi keagamaan ini sedang
mendapatkan tantangan dari perkembangan kehidupan yang semakin bersifat

9
Rutarjo, Medah sebagai Center of Excellendam Di Peren dan Madrah, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2002), p.210

8
materialistik dan individualistik, sebagai dampak dari pembangunan nasional,
khususnya pembangunan ekonomi.
3. Membentuk akhlak dan kepribadian
Peran kultural madrasah dan pondok pesantren telah diakui oleh
banyak pihak sampai sekarang. Sistem pendidikan pondok pesantren masih
dianggap satu-satunya lembaga yang dapat mencetak calon ulama
(reproduction of ulama). Banyak ulama dan pemimpin nasional yang menjadi
panutan masyarakat dan bangsa lahir dari sistern pendidikan Islami ini. Hal
ini bisa terjadi karena dari sistem pendidikannya di samping menekankan
pengusaan pengetahuan yang luas, juga sangat memerhatikan pendidikan
etika dan moral yang tinggi. Tujuan pendidikan madrasah atau pesantren
tidak semata-mata untuk memperkaya pikiran murid dengan pengetahuan-
pengetahuan, tetapi untuk meningkatkan moral, melatih dan mempertinggi
semangat, menghargai nilai-nilai spritual dan kemanusiaan, mengajarkan
sikap dan tingkah laku jujur dan bermoral, menyiapkan para murid untuk
hidup sederhana dan bersih hati.
4. Benteng moralitas bangsa
Pesatnya kemajuan pembangunan nasional selama tiga dekade ini
telah membawa pengaruh positif bagi kemajuan dan peningkatan kualitas
kehidupan masyarakat Indonesia, terutama tingkat kesejahteraan yang
bersifat materi. Pendapatan perkapita masyarakat Indonesia telah meningkat
pesat dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi. Pada
gilirannya, kemajuan ini telah ikut meningkatkan kualitas kehidupan
masyarakat. Sekarang ini masyarakat relatif cukup mudah untuk memperoleh
pangan dan sandang. Namun, di sisi lain kemajuan ekonomi ini pada
gilirannya juga telah melahirkan masalah-masalah baru, seperti kesenjangan
sosial yang semakin tinggi antara yang kaya dan miskin, meningkatknya
tingkat kriminalitas, meningkatnya jumlah kenakalan remaja,
berkembangnya pergaulan bebas dan praktik prostitusi, merosotnya
kepedulian sosial masyarakat. Kondisi ini menyebabkan masyarakat mulai
melirik kembali kepada lembaga pendidikan Islami seperti madrasah atau
pondok pesantren. Kecenderungan ini memberi bukti madrasah dan pesantren

9
diyakini dapat menjadi benteng yang ampuh untuk menjaga kemerosotan
moralitas masyarakat.
5. Lembaga pendidikan alternatif
Modernisasi kehidupan masyarakat akibat perkembangan dan
kemajuan ilmu dan teknologi yang diwujudkan dalam kegiatan
pembangunan, telah melahirkan kemauan dan peningkatan kehidupan
masyarakat. Penyelengaraan sistem pendidikan persekolahan (umum) secara
masal pada tahap awal telah melahirkan kemajuan-kemajuan yang
menakjubkan, terutama dalam upaya memberantas buta huruf dan
meningkatkan kualitas penduduk yang berpendidikan, sehingga dapat
mencari penghidupan yang layak. Peningkatan kualitas pendidikan ini pada
gilirannya telah mempercepat tumbuhnya tingkat kesejahteraan ekonomi
sebagian masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat menengah ke atas.
Namun peningkatan kualitas kesejahteraan ekonomi ini tidak diikuti dengan
peningkatan kesejahteraan spritual dan mental masyarakat. Kemajuan
kemajuan yang ada telah melahirkan bentuk kehidupan yang timpang. Di satu
sisi mereka berkelebihan secara materi, tetapi di sisi lain merasa kosong
mental spritual.

Menyadari kehidupan mereka yang kurang bahagia ini, mereka ingin


menyiapkan anak-anaknya agar tidak mengalami keadaan yang sama. Mereka
mulai mencari lembaga pendidikan alternatif yang mampu memberikan
pendidikan yang seimbang antara ilmu pengetahuan dan agama. Membaca
kecenderungan ini, nampaknya madrasah dan pesantren memiliki
kesempatan untuk berkembang sebagai alternatif pendidikan di masa
mendatang.10

10 Husel Rahim, Arah Baru Pendidikan tenidodonesia (Jakarta Logos Wacana imu, 2001) 34-34

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penaklukan daerah-daerah dalam pemerintahan Islam, sejak masa Khalifah
Umar bin Khattab sampai masa Daulah Bani Umayyah dan Bani Abbasyiah,
banyak berpengaruh pada peradaban. dan pendidikan Islami, dan yang paling
berharga dari penaklukan negara-negara tersebut adalah pengetahuan dari
filsafat Yunani. Sejak itu dasar-dasar filsafat Yunani ikut memberikan pengaruh
pada kemajuan pendidikan Islami.
Filsafat Yunani ditemukan oleh umat Islam dalam bahasa samaran Syiria
yang merupakan bahasa campuran antara pemikiran Plato dan Aristoteles,
sebagaimana yang ditafsirkan dan diolah oleh para filsuf selama berabad-abad
sepanjang masa Helenisme. Pemikiran Yunani yang masuk ke dunia Islam tidak
datang dengan manuskrip-manuskripnya yang asli. Vitalitas ilmuan dan filsuf
Yunani telah berakhir dengan mundurnya Museum Alexander. Jembatan yang
menghubungkan antara pengetahuan Helenisme. dengan budaya Islam adalah
penerjemahan karya-karya Yunani ke dalam bahasa Syiria, yang merupakan
bahasa intelektual Timur Tengah.
Sedangkan lembaga pendidikan agama Islam pertama yang didirikan di
Indonesia adalah dalam bentuk pesantren. Dengan karakternya yang khas,
religious oriented, pesantren telah mampu meletakkan dasar-dasar pendidikan
keagamaan yang kuat. Para santri tidak hanya dibekali pemahaman tentang
ajaran Islam, tetapi juga kemampuan untuk menyebarkan dan memerhatikan
Islam.
Madrasah berdiri atas inisiatif dan realisasi dari pembaharuan sistem
pendidikan Islami yang telah ada. Pembaharuan tersebut, menurut Karl
Stembrink (1986) meliputi empat hal, yaitu:

1. Usaha menyempurnakan sistem pendidikan pesantren

2. Penyusunan dengan sistem pendidikan Barat,

11
3. Upaya menjembatani antara sistem pendidikan tradisional pesantren dan
sistem pendidikan Barat;

4. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islami kini ditempatkan sebagai


pendidikan sekolah dalam sistem pendidikan nasional.

Munculnya SKB tiga menteri (Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan


Kebudayaan, dan Menteri Dalam Negeri) menandakan bahwa eksistensi
madrasah sudah cukup kuatberiringan dengan sekolah umum. Melihat hakikat
pendidikan madrasah yang mencoba mengintegrasikan antara agama dan ilmu
pengetahuan, dan kedudukannya yang kuat dalam sistem pendidikan nasional,
maka sekurang-kurangnya madrasah telah memainkan peran sebagai berikut :

1. Media Sosialisasi Nilai-nilai Agama


2. Pemelihara tradisi keagamaan (maintenance of Islamic tradition)
3. Membentuk akhlak dan kepribadian
4. Benteng moralitas bangsa
5. Lembaga pendidikan alternatif Modernisasi kehidupan masyarakat

B. Kritik dan Saran


Dalam penyusunan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan. Apabila penyusunan makalah ini ada yang kurang berkenan
dihati pembaca, kami selaku pemakalah meminta maaf dan semoga ada kritik
dan saran yang bermanfaat.

12
DAFTAR PUSTAKA

Munawir Sadzali, Pendidikan Agama dan Pengembangan Pemikiran Keagaman,


(jakarta Depag , 1983), p.123.
Nurul Huda, Madrasah : Sebuah perjalanan untuk eksis dalam dinamika pesantren
dan Madrasah.(Yogyakarta; Pustaka Pelajar,2020). P.2010.
Abudin Nata, (ed), Sejarah Pendidikan Islami Pada Periode Klasik dan
Pertengahan, (Jakarta Rajawal Press, 20042 155-156
Rutarjo, Medah sebagai Center of Excellendam Di Peren dan Madrah, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,2002), p.210
Husel Rahim, Arah Baru Pendidikan tenidodonesia (Jakarta Logos Wacana ilmu,
2001) 3434
Abudin Nata (ed), Sejarah Pendidikan Islam p. 166
Harun Aurohah, Op O, hal 44

13

Anda mungkin juga menyukai