Anda di halaman 1dari 16

ILMU TASAWUF AKHLAQI

MAKALAH
Diajukan Untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
ILMU TASAWUF

Dosen Pengampu :
Ahmad Masrukin, S.Ag. M.Pd.I

Kelompok 6 :

BAHRUL ‘ ULUUM 190109472


M. EFENDI SUGANDA 190109482
AFIF ATHOILLAH 190109480

INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI (IAIT) KEDIRI


FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
SEPTEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi kepada Allah Swt. karena hanya Dia yang mampu
mempersembahkan al-Quran al-Karim ini menjadi petunjuk bagi seluruh umat
manusia dan menjadi rahmat bagi seluruh jagat raya ini (rahmatan lil’alamin).
Salawat dan salam semoga disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW rasul
Allah yang telah membawa risalah Nya berupa al-Quran untuk semua umat
manusia.

Setelah beberapa lama, penyusun berupaya menyelesaikan tulisan yang


membahas masalah salah satu dari pembahasan Mengenai wacana diskusi, untuk
disajikan kepada pembaca, akhirnya dengan pertolongan dan petunjuk Nya tulisan
ini dapat selesaikan dalam bentuk makalah yang berjudul “Tasawuf Akhlaqi”.
Tujuan pengadaan makalah ini tidak lain selain dimaksudkan menambah
wawasan tentang Tasawuf untuk memenuhi tugas kelompok di mata kuliah "Ilmu
Tasawuf", juga sebagai batu loncatan untuk menjadikan penulis dan pembaca
lebih memahami persoalan di bidang Tasawuf/Sufi. Penyusun menyadari
sepenuhnya bahwa makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami hargai untuk perbaikan makalah
selanjutnya. Akhirnya kepada Allah penyusun berserah diri atas segala
kekurangan dan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca serta
menjadi amal shaleh bagi penulis, Aamiin.

Kediri, 30 September 2021

ii
Penyusun

iii
Daftar Isi

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
Daftar Isi...........................................................................................................................iii
BAB I................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................1
C. Tujuan Penelitian.................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN...............................................................................................................2
A. Pengertian Tasawuf Akhlaqi...............................................................................2
a. Takhalli..............................................................................................................3
b. Tahalli................................................................................................................4
c. Tajalli.................................................................................................................5
B. Prinsip Ajaran Tasawuf al-ghazali.....................................................................6
a. Adab...................................................................................................................7
b. Tazkiyah.............................................................................................................7
c. Zuhud.................................................................................................................8
d. Amar Ma’ruf Nahi Munkar................................................................................8
BAB III...........................................................................................................................10
PENUTUP.......................................................................................................................10
A. KESIMPULAN...................................................................................................10
B. Kritik & Saran....................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................11

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kajian-kajian keislaman, tasawuf merupakan salah satu dimensi
spiritual dari ajaran Islam. Hal ini disebabkan karena tasawuf memerlukan
pendalaman ilmu dan bahkan merupakan pengalaman yang bersifat rohani. Akan
tetapi, sebagian muslim memandang ajaran tasawuf berada di luar jalur Islam
yaitu bahwa tasawuf merupakan sebuah ajaran yang berada di luar ajaran islam.
Namun, sebagian lainnya memandang tasawuf sebagai bagian integral dari ajaran
Islam sehingga perlu dipelajari secara seksama.
Bagi orang-orang yang menganggap tasawuf bukan murni berasal dari
ajaran Islam, mendasari argumennya bahwa tasawuf berasal dari ajaran agama
Yahudi dan Nasrani. Ada juga yang berpendapat bahwa ada kemiripan antara
ajaran tasawuf dengan kerohanian dalam ajaran agama Hindu maupun Budha.
Tasawuf merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat intuitif di mana sebuah
pengetahuan didapatkan tanpa melalui proses penalaran tertentu. Dengan
demikian tasawuf merupakan suatu upaya untuk melatih jiwa dengan berbagai
cara yang telah ditentukan, sehingga tercermin akhlak yang mulia dan berada
sedekat mungkin dengan Allah SWT. Awal tumbuhnya pengalaman yang bersifat
rohani tersebut dalam Islam dimulai dari masa kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Sebelum beliau dinyatakan sebagai Rasul Allah, beliau pergi berkhalwat di gua
Hira untuk meraih ketenangan jiwa serta membersihkan hati dalam menempuh
problem kehidupan.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian dari Tasawuf Akhlaqi.
2. Prinsip ajaran tasawuf Al-Ghozali.

C. Tujuan Penelitian
1. Menjelaskan tentang pengertian tasawuf akhlaqi.

1
2. Menjelaskan ajaran tasawuf al-ghozali.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf Akhlaqi


Pada prinsipnya, tasawuf adalalah ilmu tentang moral Islam, hingga abad
keempat hijriah. Pada mulanya tasawuf itu ditandai ciri-ciri psikologis dan moral,
yaitu pembahasan analisis tentang jiwa manusia dalam upaya menciptakan moral
yang sempurna. Nampaknya pada periode ini para sufi telah melihat, bahwa
manusia adalah makhluk jasmani dan rohani yang karenanya, wujud
kepribadiannya bukanlah kualitas-kualitas yang bersifat material belaka, tetapi
justru lebih bersifat kualitas rohaniyah, spiritual yang hidup dan dinamik. Manusia
sempurna adalah setelah ruh ditiupkan Tuhan ke dalam jasad tubuh, yang tanpa
ruh itu ia belum bernama manusia seutuhnya. Oleh karena itu, cita-cita sufi untuk
menjadikan insan kamil sebagai prototipe kehidupan moralnya melalui peletakan
Asmna Al- Husna sebagai cita moral sufi1.
Akhlak dan tasawuf sebenarnya dua displin ilmu Islam yang digali dan
dikembangkan oleh ulama Islam dari konsep dasar keIslaman, Al- Quran dan Al-
Hadits, serta diperkaya dari aktivitas Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Sama
dengan ilmu keIslaman yang lain seperti, Fiqh, Tauhid, Tajwid dan lain-lain, ilmu
akhlak tasawuf hadir dalam Islam pada perkembangan keilmuan Islam. Ketika
Islam masih berda di tempat kelahirannya, mekah dan madinah, ilmu-ilmu
keIslaman tersebut belum di kenal, tak terkecuali akhlak dan tasawuf dalam
pengertian Islam secara formal2.
Dalam bahasa Arab kata Khuluqun berarti karakter, sedang jama‟nya adalah
Akhlakun. Dalam bahasa Indonesia berarti tabi’at atau watak. Berdasarkan
mufrodat makna ini, dapat di pahami, bahwa apa yang kongkrit dari setiap
aktivitas, sangat ditentukan oleh kondisi jiwa pelakunya yang berupa, karakter,
tabi’at dan watak. Tasawuf akhlaqi bermakna membersihkan tingkah laku atau
saling membersihkan tingkah laku. Jika konteksnya adalah manusia, tingkah laku
manusia menjadi sasarannya. Tasawuf akhlaqi ini bisa dipandang sebagai sebuah

1
Dwi Muthia Ridha Lubis, “Konsep Pemikiran Tasawuf Akhlaqi,” Islam & Contemporary Issues 1,
no. 2 (2021): 28–35.
2
Lubis.

3
tatanan dasar untuk menjaga akhlak manusia, atau dalam bahasa sosialnya, yaitu
moralitas masyarakat. Tasawuf akhlaki adalah tasawuf yang beorientasi pada
perbaikan akhlak, mencari hakikat kebenaran dan mewujudkan manusia yang
dapat makrifat Allah SWT, dengan metode-metode tertentu yang telah
dirumuskan. Tasawuf akhlaki biasa juga disebut dengan istilah sunni. tasawuf
model ini berusaha untuk mewujudkan akhlak yang mulia dalam diri si sufi,
sekaligus menghindari diri dari akhlak tercela. Tasawuf akhlaki ini dikembangkan
oleh ulama salaf as-salih3.
Oleh karena itu, tasawuf akhlaqi merupakan kajian ilmu yang sangat
memerlukan praktik untuk menguasainya. Tidak hanya berupa teori sebagai
sebuah pengetahuan, tetapi harus dilakukan dengan aktifitas kehidupan manusia.
Di dalam diri manusia juga ada potensi-potensi atau kekuatan-kekuatan. Ada yang
disebut dengan fitrah yang cenderung kepada kebaikan. Ada juga yang disebut
dengan nafsu yang cenderung kepada keburukan. Jadi, tasawuf akhlaqi yaitu ilmu
yang memperlajari pada teori-teori perilaku dan perbaikan akhlak4.
Tasawuf akhlaqi mempunyai tahap pembinaan yang disusun sebagai
berikut:
a. Takhalli
Takhalli merupakan langkah pertama yang harus di lakukan oleh seorang
sufi. Takhalli adalah usaha mengosongkan diri dari perilaku dan akhlak tercela
Salah satu dari akhlak tercela yang paling banyak menyebabkan akhlak jelek
antara lain adalah kecintaan yang berlebihan kepada urusan duniawi.5.
Sementara itu ada sekelompok sufi ekstrim yang berkeyakinan bahwa dunia
benar-benar sebagai racun pembunuh kelangsungan cita-cita sufi. Dunia
merupakan penghalang perjalanan, karena itu nafsu yang bertendensi duniawi
dimatikan dari diri manusia agar ia bebas berjalan menuju tujuan, mencapai
kenkmatan spiritual yang hakiki. Sikap mental yang tidak sehat sebagai akses
yang timbul dari rasa keterkaitan kepada kehidupan duniawi, menurut pandang
sufi cukup banyak. Sikap mental yang dipandang sangat berbahaya adalah sikap

3
Lubis.
4
Khoirul Anwar, “KONSEP DAKWAH MASYARAKAT MULTIKULTURAL DENGAN MENELADANI
AJARAN AL-QUSYAIRI DALAM TASAWUF AKHLAQI,” Al-Ittishol: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran
Islam 2, no. 1 (2021): 47–66.
5
Anwar.

4
mental ria. Ria ini dapat diartikan sebagai kecenderungan jiwa pamer agar
mendapat puji sanjung dari orang lain dan pada akhirnya ingin dikultuskan. Sifat
ingin disanjung dan ingin diagungkan, menurut Al-Ghazali, merasa sulit untuk
menerima kebesaran orang lain, termasuk untuk menerima keagungan Allah
SWT. Sebab hasrat ingin disanjung itu sebenarnya tidak lepas dari adanya
perasaan paling unggul, rasa superioritas dan ingin menang sendiri karena merasa
unggul dari yang lain. Rentetannya adalah rasa sombong, egois, dengki, fitnah dan
iri atas keberasilan orang lain6.

b. Tahalli
Tahalli adalah upaya mengisi dan menghiasi diri dengan jalan membiasakan
diri dengan sikap, perilaku, dan akhlak terpuji. Tahapan tahalli dilakukan kaum
sufi setelah mengosongkan jiwa dari akhlak-akhlak tercela. Dengan menjalankan
ketentuan agama baik yang bersifat eksternal (luar) maupun internal (dalam).
Yang disebut aspek luar adalah kewajiban-kewajiban yang bersifat formal seperti
sholat, puasa, haji dll. Dan adapun yang bersifat dalam adalah seperti keimanan,
ketaatan dan kecintaan kepada Tuhan7.
Tahalli merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan pada tahap
takhalli. Dengan kata lain, sesudah tahap pembersihan diri dari segala sikap
mental buruk (takhalli), usaha itu harus berlanjut terus ke tahap berikutnya yang
disebut tahalli. Apabila satu kebiasaan telah dilepaskan tetapi tidak ada
penggantinya, maka kekosongan itu dapat menimbulkan frustasi. Oleh karena itu,
ketika kebiasaan lama ditinggalkan harus segala diisi kebiasaan baru yang baik.
Menurut Al-Ghazali, jiwa manusia dapat diubah, dilatih, dikuasai, dan dibentuk
sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri. Perbuatan baik yang sangat penting
diisikan kedalam jiwa manusia dan dibiasakan dalam perbuatan agar menjadi
manusia paripurna (insan kamil). Sikap mental dan perbuatan baik yang sangat
penting di isi ke dalam jiwa manusia dan dibiasakan pada perbuatan untuk

6
Lubis, “Konsep Pemikiran Tasawuf Akhlaqi.”
7
Anwar, “KONSEP DAKWAH MASYARAKAT MULTIKULTURAL DENGAN MENELADANI AJARAN AL-
QUSYAIRI DALAM TASAWUF AKHLAQI.”

5
membentuk manusia paripurna, diantaranya yaitu Taubat, Cemas dan Harap
(Khauf dan Roja’), Zuhud, Al-Faqr, Ash-Shabru, Rida dan Muraqabah8.

c. Tajalli
Untuk pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase
tahalli, maka rangkaian pendidikan akhlak selanjutnya adalah fase tajalli. Kata
tajalli bermakna terungkapnya nur ghaib. Agar hasil yang telah diperoleh jiwa dan
organ-organ tubuh yang telah terisi dengan butir-butir mutiara akhlak dan sudah
terbiasa melakukan perbuatan yang luhur, maka rasa ketuhanan perlu dihayati
lebih lanjut. Kebiasaan yang dilakukan dengan kesadaran optimum dan rasa
kecintaan yang mendalam dengan sendirinya akan menumbuhkan rasa rindu
kepada-Nya9.
Jalan menuju Allah SWT menurut kaum sufi terdiri atas dua usaha, pertama
mulazamah, yaitu selalu berzikir. Kedua mukhalafah, selalu menghindarkan diri
dari segala sesuatu yang dapat melupakan- Nya. Keadaan ini dinamakan safar
kepada Tuhan. Safar merupakan gerak dari satu pihak, tidak dari pihak yang
datang (hamba) dan tidak dari pihak yang di datang (Tuhan) tetapi pendekatan
dari keduanya. Dalam hal ini, safar merupakan jalan menuju tuhan sedekat
mungkin tanpa berpaling dari-Nya sehingga tercapailah kesempurnaan kesucian
jiwa. Para sufi sependapat bahwa satu-satu nya cara untuk mencapai tingkat
kesempurnaan kesucian jiwa, yaitu dengan mencintai Allah SWT dan
memperdalam rasa cinta tersebut. Dengan kesucian jiwa, jalan untuk mencapai
Tuhan akan terbuka. Tanpa jalan ini tidak ada kemungkinan terlaksananya tujuan
dan perbuatan yang dilakukanpun tidak dianggap sebagai perbuatan baik10.

8
Lubis, “Konsep Pemikiran Tasawuf Akhlaqi.”
9
Anwar, “KONSEP DAKWAH MASYARAKAT MULTIKULTURAL DENGAN MENELADANI AJARAN AL-
QUSYAIRI DALAM TASAWUF AKHLAQI.”
10
Lubis, “Konsep Pemikiran Tasawuf Akhlaqi.”

6
B. Prinsip Ajaran Tasawuf al-ghazali

Al-Ghazali memiliki peran yang cukup signifikan dalam peta perkembangan


tasawwuf. Jika pada awal pembentukannya tasawwuf berupaya menenggelamkan
diri pada Tuhan dimeriahkan dengan tokoh-tokohnya seperti Hasan Basriy
(khauf), Rabi’ah al-Adawiyyah (hubb al-ilah), Abu Yazid al-Bustamiy (fana’), al-
Hallaj (hulul), yang mana menitikberatkan pada hakikat serta terkesan
menyampingkan shari’ah, maka al-Ghazali memasuki kehidupan tasawwuf tanpa
melibatkan diri ke dalam aliran tasawwuf hulul (inkarnasi) atau tasawwuf wihdah
al-wujud (pantheisme), beliau melakukan konsolidasi dengan mengembalikan
tasawwuf pada landasannya, al-Qur’an dan hadith11.

Perjalanan al-Ghazali dalam mencari ilmu bermuara pada dunia tasawuf,


dalam pandangan al-Ghazali tasawuf merupakan jalan hakiki yang dicari oleh
setiap manusia yang memadukan antara iman dan ilmu dengan buah moralitas. Di
mana mempelajari jalan sufi lebih sederhana daripada menjalankannya. Bahkan
kaum sufi terkadang memiliki kekhususan yang tidak didapati dengan cara
belajar, proses tersebut dilalui dengan perjalanan rohani, sehingga dalam
pandangan al-Ghazali jalan tasawuf adalah perjalanan yang penuh pengalaman
dan penderitaan12.

Al-Ghazali berusaha menjauhkan tasawwuf dari kecenderungan genostik


yang mempengaruhi tasawwuf Islam, seperti sekte Shi’ah, Isma’ilyyah, dan
Ikhwan as-Safa. Ia juga menjauhkan tasawwuf dari paham ketuhanan Aristoteles,
seperti emanasi dan kesatuan. Oleh karena itu tasawwuf al-Ghazali dapat
dikatakan sebagai tasawwuf yang benar-benar bercorak Islam. Tasawwuf al-
Ghazali tergolong aliran tasawwuf sunni, yaitu aliran tasawwuf yang ajarannya
berusaha memadukan aspek shari’ah dan hakikat, namun diberi interpretasi dan
metode baru yang belum dikenal pada masa salaf al-salihin dan lebih
mementingkan cara-cara mendekatkan diri kepada Allah serta bagaimana cara

11
Mohammad Rohmanan, “Konsep Tasawuf Al-Ghazali dan Kritiknya Terhadap Para Sufi (Telaah
Deskriptif Analitis),” JASNA: Journal For Aswaja Studies 1, no. 2 (2021): 1–16.
12
H. MUHAMMAD TORIK, “INTEGRASI TASAWUF DALAM MAQHASID AL-SYARI’AH MENURUT
PANDANGAN IMAM AL-GHAZALI,” 2021.

7
menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat mengganggu kekhushu’an jalannya
ibadah yang mereka lakukan.

Penderitaan dan pengalaman dalam pandangan al-Ghazali tentang jalan


yang ditempuh oleh kaum sufi (maqamat), diantaranya adalah maqam tobat, pada
posisi ini seseorang harus menjalani tiga tahapan korelasi antara ilmu, sikap, dan
Tindakan. Ilmu digunakan untuk memiliki pengetahuan tentang apa yang
disebabkan oleh dosa besar. Sehingga seseorang mengetahui hal tersebut akan
bertobat dengan kesadaran hati, serta berjanji untuk tidak melakukan hal tersebut
kembali. Kedua adalah tahapan sabar, imam al-Ghazali mengemukakan bahwa
dalam diri seorang manusia terdapat tiga komponen daya, diantaranya adalah daya
nalar, daya kebaikan dan daya keburukan. Sedangkan tahpan ketiga yaitu
kefakiran, di mana seseorang selalu menghindari diri dari hal yang diperlukan,
sehingga melahirkan insting yang tajam terhadap apa yang dibutuhkan seperti
makanan yang dimakan apakah halal, haram atau syubhat13.

Pada pembahasan disini al-ghazali membagi pada beberapa tahapan :

a. Adab
Al-Ghazali kemudian berpendapat pengetahuan tersebut teraplikasikan
dalam moral yang tinggi baik kepada Allah SWT maupun kepada manusia.
Sehingga pengetahuan dalam perspektif ini menuju pada cahaya ketuhanan, dan
cahaya ketuhanan tersebut tidak akan pernah diberikan kepada ahli maksiat.
Disebabkan kemaksiatan tersebut akan menutup jalan cahaya. Dan tidak ada
sesuatu yang lebih layak dicintai yang selain Allah. Karena itu, barang siapa
mencintai yang selain Allah, jika bukan karena dinisbatkan kepada Allah, hal itu
timbul karena kebodohan-kebodohan dan kekurangtahuannya terhadap Allah14.

b. Tazkiyah
Pengetahuan bersumber dari akal tersebut kemudian menuntun qalbu untuk
menyaksikan Allah SWT, oleh sebab itu para ahli tasawuf seringkali
mengosongkan qalbunya dari berbagai perosalan dunia, karna hal tersebut
13
TORIK.
14
TORIK.

8
menghambat capaian mereka dalam mahabbah kepada Allah SWT (Al-Taftazzani,
1957). Sehingga dengan ma’rifat tersebut menyerap kejiwaan mengantarkan
cahaya keilmuan yang berasal dari sumber ketuhanan dan tidak memiliki
keraguan sedikitpun daripadanya. Adapun ma’rifah sifat, adalah mengetahui
bahwa sesungguhnya Allah Swt. Maha Hidup, Maha Mengetahui, Maha
Berkuasa, Maha Mendengar, Maha Melihat dan dengan segala sifat
kemahasempurna lainnya15,

c. Zuhud
Tahapan Zuhud adalah tahapan yang membentuk seseorang melepaskan
kehidupan duniawi dan lebih condong kepada kehidupan akhirat. Semua itu akan
mengantarkan seorang sufi kepada jalan tawakal yang hadir dari keimanan nan
teguh lagi kokoh. Ketika sampai pada puncak tersebut seseorang akan kehilangan
rasa sebagaimana roh yang terlepas dari jasad. Barulah seorang sufi memasuki
tahapan ma’rifat dengan mengetahui semua rahasia-rahasia yang telah Allah SWT
tunjukkan. Ma’rifat sendiri menurut al-Ghazali merupakan pengetahuan dari akal,
Ma’rifat inilah yang kemudian menimbulkan mahabbah16.

d. Amar Ma’ruf Nahi Munkar


Dalam pandangan tasawuf al-Ghazali membagi manusia menjadi tiga bagian
yaitu manusia dengan fikiran yang sangat sederhana masuk dalam kategori
golongan awwam, selanjutnya golongan khusus mereka yang mempunyai
ketajaman berfikir secara mendalam, terakhir adalah kelompok yang ahli dalam
argumentasi. Tiga tingakatan tersebut memiliki dimensi berbeda, di mana
kelompok awwam tidak dapat menjangkau hakikat yang tersirat dan tersurat,
kelompok kedua adalah mereka yang menerangkan hikmah dan kelompok ahli
dalam argument bertugas mematahkan argumentasi para penentang. Walaupun
dalam pandangan al-Ghazali sejatinya ada dua golongan manusia yaitu khawas
dan awwam, karna keduanya sangat sulit untuk menyatu, daya nalar golongan
awwam tidak dapat mencapai penjelasan yang diberikan oleh golongan khawas,

15
TORIK.
16
TORIK.

9
begitu juga golongan khawas tidak dapat secara menyeluruh memberikan
penjelasan kepada golongan awwam, perbedaan tersebutlah kemudian melahirkan
perdebatan. Perbedaan yang tercipta tersebut semuanya menuju kepada
kebahagiaan sebagai akhir dari perjalanan, al-Ghazali kemudian mengemukakan
teori berkenaan dengan kebahagiaan, Mencapai tujuan itu harus dibarengi dengan
ilmu dan amal, ilmu sebagai suatu kelezatan sedangkan amal menjadi sebuah
keindahan. Sehingga kebahagian yang datang dari ilmu dan amal akan
mengantarkan pada kebahagiaan dunia dan akhirat, menutu pendapat al-Ghazali
kebahagiaan didasari dengan analisa psikologis dan pengetahuan yang berasal dari
cahaya ketuhanan. Pengetahuan sebagai cahaya ketuhanan merupakan eksistensi
dari khaliq, makhluk, dan alam, semua menjadi suatu keajaiban yang penuh
kenikmatan, seperti kenikmatan duniawi selalu dirasakan jiwa, semenjak
dilahirkan hingga kematian merupakan konsekwensi dari kondisi jiwa Sedangkan
pengetahuan terhadap tuhan selalu dikaitkan dengan keimanan, walaupun
seringkali disandingkan dengan hati ia tidak akan mati, cahaya ketuhanan tersebut
tidak akan pernah redup bahkan bersinar lebih terang, karna pengetahuan itu hadir
setelah berada dalam kegelapan yang bergerak menuju cahaya17.

17
TORIK.

10
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Tasawuf akhlaqi bermakna membersihkan tingkah laku atau saling
membersihkan tingkah laku. Jika konteksnya adalah manusia, tingkah laku
manusia menjadi sasarannya. Tasawuf akhlaqi ini bisa dipandang sebagai sebuah
tatanan dasar untuk menjaga akhlak manusia, atau dalam bahasa sosialnya, yaitu
moralitas masyarakat. Tasawuf akhlaki adalah tasawuf yang beorientasi pada
perbaikan akhlak, mencari hakikat kebenaran dan mewujudkan manusia yang
dapat makrifat Allah SWT, dengan metode-metode tertentu yang telah
dirumuskan. Tasawuf akhlaki biasa juga disebut dengan istilah sunni. tasawuf
model ini berusaha untuk mewujudkan akhlak yang mulia dalam diri si sufi,
sekaligus menghindari diri dari akhlak tercela. Dalam diri mausia ada potensi
untuk menjadi baik dan ada potensi untuk buruk. tasawuf akhlaki tentu saja
berusaha mengembangkan potensi baik supaya manusia menjadi baik, sekaligus
mengendalikan potensi yang buruk supaya tidak berkembang menjadi akhlak
yang buruk. potensi buruk menjadi baik adalah al-Aql dan al-Qabl. Sementara
potensi untuk menjadi buruk adalah an-nafs, nafsu yang dibantu oleh syaitan.
Oleh karena itu, tasawuf akhlaqi merupakan kajian ilmu yang sangat memerlukan
praktik untuk menguasainya. Tidak hanya berupa teori sebagai sebuah
pengetahuan, tetapi harus dilakukan dengan aktifitas kehidupan manusia.

B. Kritik & Saran


Dari sini kami selaku penulis benar-benar mengaku atas adanya segala
kekurangan dari makalah ini. maka dari itu, kami meminta kritik dan sarannya
bagi semua pembaca makalah ini, apa yang harus kami benarkan kembali.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Khoirul. “KONSEP DAKWAH MASYARAKAT MULTIKULTURAL


DENGAN MENELADANI AJARAN AL-QUSYAIRI DALAM
TASAWUF AKHLAQI.” Al-Ittishol: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran
Islam 2, no. 1 (2021): 47–66.
Lubis, Dwi Muthia Ridha. “Konsep Pemikiran Tasawuf Akhlaqi.” Islam &
Contemporary Issues 1, no. 2 (2021): 28–35.
Rohmanan, Mohammad. “Konsep Tasawuf Al-Ghazali dan Kritiknya Terhadap
Para Sufi (Telaah Deskriptif Analitis).” JASNA: Journal For Aswaja
Studies 1, no. 2 (2021): 1–16.
TORIK, H. MUHAMMAD. “INTEGRASI TASAWUF DALAM MAQHASID
AL-SYARI’AH MENURUT PANDANGAN IMAM AL-GHAZALI,”
2021.

12

Anda mungkin juga menyukai