MAKALAH
MUKJIZAT DAN SUNATULLAH, MAAD DAN AKHERAT
Disusun Oleh :
Puji syukur kami ucapan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
yang berjudul “ Mukjizat dan Sunatullah, Maad dan Akherat “ dapat tersusun sampai dengan
selesai.
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Pelajaran Ilmu Kalam. Selain itu makalah ini
bertujuan untuk menambah wawasan tentang pentingnya bagi pembaca dan juga bagi penulis.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bpk. Selaku guru mata pelajaran Ilmu Kalam.
Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan
makalah ini, semoga bantuannya mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari penyusun
maupun materinya, kritik dan saran sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
Dengan kata lain, mukjizat itu ialah sesuatu yang luar biasa yang terjadi pada diri
seorang nabi atau rasul Allah dalam rangka mendakwakan dirinya sebagai nabi atau rasul
Allah, dan seorang manusia pun tidak akan mampumelakukan yang sepertinya.
Mukjizat itu oleh Allah diberikan kepada orang orang yang dipilih dan ditetapkan
oleh-Nya menjadi nabi dan rasul-Nya, sejak mereka diangkat menjadi nabi dan rasul
sampai pada hari wafat mereka , kecuali sebagian mukjizat Nabi Muhammad saw.,
karena sebagian mukjizat beliau ini ada yang diberikan sejak beliau diangkat menjadi
utusan dan langsung berlaku sampai akhir zaman.
Adapun tujuan dan manfaat mukjizat itu diberikan kepada para nabi dan rasul Allah
ialah yang menguatkan seruan dan pendakwaan mereka sebagai nabi dan rasul Allah
kepada umat mereka masing-masing., terutama kepada orang-orang yang belum atau
tidak mau percaya terhadap kenabian dan kerasulan mereka juga untuk menebalkan
kepercayaan dan meneguhkan keyakinan orang-orang yang telah percaya .
Dengan kata lai, mukjizat itu terjadi dengan seksama ketika orang-orang yang telah
diangkat menjadi nabi dan rasul itu menyerukan dakwahnya kepadamasyarakat dan
mendakwakan dirinya sebagai nabi dan rasul Allah. Tujuannya adalah untuk menunjukan
bahwa mereka itu benar-benar sebagai nabi dan rasul Allah yang disuruh untuk
menyampaikan seruan-Nya kepada umat mereka. Karena, para nabi itu dalam
mendakwakan dirinya dan menyampaikan dakwahnyakepada orang ramai selalu
menyatakan bahwa apa yang mereka sampaikan itu berasa dari Allah, sedangkan
dakwah tidak bisa berhasil kecuali jika ada bukti-bukti yang menunjukan kebenarannya.
Karena itu, Allah membw\erikan mukjizat kepada mereka sekadar untuk menguatkan
pendakwaan mereka sebagai nabi dan Rasul-Nya.
B. Macam-Macam Mukjizat
Beberapa puluh ayat Al-Qur’an menerangkan bahwa ada berbagai mukjizat para
nabi dan rasul Allah yang diutus di masa beberapa abad sebelum dibangkitkan Nabi
Muhammad saw.. Mukjizat-mukjizat para nabi yang terdahulu itu sesuai dengan
keadaan umat atau kaum yang sedang mereka berikan dakwah (seruan).
Dengan demikian para nabi yang diutus oleh Allah setiap kaum atau bangsa itu
dengan sendiri nya dapat mengatasi semua keadaan yang menjadi perhatian
kaummnya masing masih , yaitu dengan membawa mukjizat yang beraneka ragam.
Karena itu, umat muslimin tidak perlu heran dan cukup tinggal percaya saja terhadap
bermacam macam mukjizat para nabi utusan Allah telah diterangkan di dalam Al-
Qur’an.
C. Pembagian Mukjizat
Keadaan mukjizat yang diturunkan kepada para nabi dan rasul Allah itu terbagi dua
bagian hisysyah dan mukjizat ma’nawiyah.
Mukjizat hisysyah yang dapat dilihat oleh mata,dapat di dengar oleh telinga, dan
dicium oleh hidung, dapat diraba oleh tangan, dan dapat diinjak oleh kaki. Dengan
kata lain , mukjizat yang dapat dicapai oleh pancaindra.
Mukjizat ini sengaja dikemukakan atau ditunjukkan kepada orang biasa , yakni
kepada mereka yang tidak atau kurang biasa menggunakan pikirannya, tidak begitu
luas pandangan mata hatinya ,dan rendah budi pekerti nya.
Adapun mukjizat ma’nawiyah adalah mukjizat yang tidak dapat dilihat oleh mata
kepala, tidak dapat didengar oleh telinga, tidak dapat dicium oleh hidung , tidak dapat
diraba oleh tangan , dan tidak dapat diinjak oleh kaki. Dengan kata lain , tidak dapat
dicapai oleh dan dengan perantara pancaindra.
Mukjizat ini hanya dapat dimengerti atau dikenali oleh manusia yang berpikiran
sehat, berbudi luhur, berperasaan halus,berpandangan mata hati yang luas dan , dan
bisa menggunakan pikirannyayang disertai dengan penuh kepercayaan yang ghaib.
Mukjizat ini biasa dikatakan sebagai sesuatu yang manusia tidak akan mengerti atau
mengenalnya dengan perantara peraturan-peraturan yang tetap berlaku di dunia ini.
Sunnatullâh merupakan istilah dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata, yaitu
sunnah dan Allah .(Dengan digabungkannya dua kata tersebut, maka menjadi
susunan iḍafiah (susunan kata yang terdiri dari kata yang berpredikat sebagai
mudlof (kata yang disandari) dan mudlof ilaihi (kata yang disandarkan). Kata
sunnat berkedudukan sebagai mudlof dan kata Allah berkedudukan sebagai mudlof
ilaihi nya.
Di dalam bahasa arab, kata sunnat dengan fi'il madli (kata kerja untuk masa
lampau)nya sannaini mempunyai beberapa arti. Diantaranya adalah, tharīqat (jalan,
cara, metode), as-sīrat (peri kehidupan, perilaku), thabī'at (tabiat, watak), asy-syrī'at
(syariat, peraturan, hukum) atau dapat juga berarti suatu pekerjaan yang sudah
menjadi tradisi (kebiasaan).
Sedangkan kata Allah adalah nama bagi Dzat Tuhan Yang Maha Esa, Sang
Pencipta dan Maha Adil, dan Maha Segalanya. Setiap nama Allah mencakup
diriNya dan juga yang lainnya. Bersifathakiki untuk-Nya dan majazi bagi yang
lainnya. Di dalamnya terkandung makna rubūbiyah (ketuhanan) dan seluruh makna
itu tercakup di dalamnya.
Pengertian Terminologis
Dari ayat ini, paling tidak, ada dua kata yang digunakan al-Qur„an untuk
menyifati sunnatullah, yaitu lā tabdīl dan lā tahwīl. Yang dimaksud dengan tabdīl
adalah bahwa tidak ada seorang pun yang mampu merubah ketetapan Allah ini,
yaitu azab Allah atas orang-orang kafir. Sedangkan tahwīl adalah bahwa ketetapan
Allah tersebut tidak mungkin dipindahkan kepada orang lain.Sementara ulama yang
lain, tidak membedakan kedua istilah ini. Mereka memahaminya sebagai ketetapan
Allah yang tidak bisa diganti (lā yataghayyar). Maksudnya, tidak mungkin
mengganti azab dengan rahmat.
Jadi, pemahaman terhadap hal ini dimaksudkan untuk mendidik manusia agar
dalam benaknya timbul kesadaran bahwa segala peristiwa yang terjadi dan timbul
dalam gerak sejarahnya adalah tunduk dan patuh terhadap hukum-hukum Allah
yang bersifat permanen.
b. Universal
Sifat universalitas sunnatullah adalah didasarkan pada penggunaan redaksi nakirah
(tabdīl dan tahwīl) dalam bentuk nafī (lan), menurut Ibn `Asyur, menunjukkan
makna umum. Artinya, ketetapan Allah yang tidak berubah dan pasti ini, berlaku
bagi umat-umat masa lalu, umat yang hidup pada saat turunnya al-Qur„an, dan umat
setelahnya.
Sebab, boleh jadi, perbuatan buruk yang hanya dilakukan oleh seorang
individu ternyata membawa implikasi yang cukup luas bagi masyarakat.
Demikian ini, sebab mereka membiarkan perbuatan buruk itu tanpa berusaha
menghentikannya. Sebagai akibatnya, orang lain tertarik untuk menirunya, yang
pada akhirnya, perbuatan tersebut menjadi budaya masyarakat. Maka, saat itulah
perbuatan buruk, yang awalnya hanya dilakukan oleh seorang individu, ternyata
membawa akibat yang cukup serius bagi kehidupan masyarakat. Atau dengan
lain kata, ketidakpedulian manusia atas kemunkaran yang terjadi di sekitarnya
akan membawa kepada kehancuran, yang dampaknya juga dirasakan oleh
mereka yang tidak melakukannya.
Sebagaimana dalam firman-Nya:
Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang
yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya.
(Q.s. al-Anfâl/8: 25)
ض َوَم ْن فِْي ِه َّن َواِ ْن ِّم ْن َش ْي ٍء اَِّْل يُ َسبِّ ُح ِِبَ ْم ِدهٖ َوٰل ِك ْن َّْل تَ ْف َق ُه ْو َن تَ ْسبِْي َح ُه ْم اِنَّوٖ َكا َن َحلِْي ًما َغ ُف ْوًرا
ُ السْب ُع َو ْاْلَْر
َّ ت َّ ُتُ َسبِّ ُح لَو
ُ الس ٰم ٰو
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah.
Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu
tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun.
(Q.s. al-Isra„/17: 44)
Kata tasbīh, yang berarti menyucikan Allah, pada mulanya berarti ―bersegera
dalam menyembah Allah‖. Kemudian dijadikan sebagai simbol dari segala bentuk
perbuatan baik. Namun, secara umum, tasbīh mengacu kepada makna ibadah dalam
arti yang luas, baik berupa ucapan, perbuatan, maupun niat; dan termasuk di
dalamnya, segala bentuk pujian kepada-Nya.
Dari sinilah kemudian bisa dipahami bahwa seluruh makhluk itu beribadah atau
mengabdi kepada-Nya dengan caranya masingmasing. Manusia diberi hak pilih atau
tidak dipaksa, sementara alam tidak memiliki atau dipaksa. Dengan lain kata, alam
tidak ada pilihan kecuali harus mengikuti ketetapan yang telah digariskan oleh Allah
kepada-Nya, tanpa bisa melakukan pelanggaran/tidak ta„at. Misalnya, matahari
terbit dari timur dan tenggelam di barat, hujan turun karena gumpalan awan yang
mengandung air kemudian dibawa oleh angin, dan sebagainya. Berbeda dengan
manusia, walaupun mengikuti sunnah-Nya; namun, dalam orientasinya, mereka bisa
melakukan penyimpangan dari sunnah tersebut atau tidak ta'at. Misalnya, manusia
bisa saja tidak menyembah Allah, tidak jujur, berlaku maksiyat, berbuat kezaliman,
dan sebagainya. Hal ini, sebagai konsekuensi logis dari hak pilih tersebut, walaupun
pada akhirnya, mereka direspons oleh sunnatullah sebagai ketetapan Allah yang
pasti. Sementara bentuk pengabdian alam kepada Allah, dinyatakan oleh al-Qur„an,
adalah untuk memenuhi kebutuhan manusia; bahkan, mereka ditundukkan (taskhīr)
demi hal itu.
ِ ف َونَ ْه تِ ْانعَذَا
َب َويَ ْستَ ْع ِجهُ ْووَك َ ّللاُ ي ُّْخ ِه ِ سىَة َكا َ ْن
ٰ ف َرتِّكَ ِع ْىد َ يَ ْو ًما َواِن َو ْعدَي َ تَعُد ُّْونَ ِ ّمما
Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allah sekali-kali
tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti
seribu tahun menurut perhitunganmu. (Q.s. al-Hajj/22: 47-48)
Ayat di atas, oleh mayoritas ulama dipahami sebagai perhitungan hari diakhirat, akan
tetapi, ada yang berpendapat lain, bahwa waktu tersebut mengacu kepada sejarah
keduniaan manusia. Hal ini, didasarkan pada konteks ayat tersebut, terutama
penyebutan nasib yang dialami oleh suatu kota yang zalim (yang dimaksudkan
adalah para penghuninya).35 Dalam konteks perubahan sosial, misalnya, di kalangan
sosiolog terdapat suatu kesepakatan bahwa waktu bukan hanya merupakan dimensi
universal tetapi menjadi faktor inti dan penentu. Waktu dalam konteks ini dipahami
sebagai "waktu kualitatif", yang ditentukan oleh sifat proses sosial.
ABSTRAK Berbicara tentang ma‟ad selalunya terkait dengan hari kiamat (yaum al-
qiyamah). Ketika menyebut yaum al-qiyamah, yang terbayang dalam benak kita adalah
dahsyatnya kehancuran alam semesta ini sebagai akhir dari kehidupan, perhitungan Allah serta
hari pembalasan dan keadilan-Nya. Al-Ma‟ad merupakan penegasan keyakinan akan
berakhirnya alam duniawi dan berganti dengan alam akhirat untuk menusia bangkit
mempertanggung jawabkan segala perbuatannya selama hidup di dunia. Kata al-Ma‟ad terambil
dari akar kata “‟Ada, “Ya‟udu” artinya kembali. Al-Ma‟ad berarti tempat kembali, yakni tempat
kembalinya segala sesuatu. Dan Akhirat adalah tempat kembali (yang diperuntukkan) bagi
ummat manusia. Eksistensi Al-Ma‟ad sebagai sebuah keniscayaan yang wajib diimani oleh
setiap manusia dapat diungkap melalui penggunaan dalil-dalil naqli sebagai yang terdapat dalam
al-Qur‟an ataupun dengan petunjuk aqli baik secara logika/argumentatif maupun dengan analisa
terhadap fenomena alamiah.
Pengertian al-Ma‟ad Kata al-Ma‟ad terambil dari akar kata “‟Ada, “Ya‟udu” artinya kembali.
Al-Ma‟ad berarti tempat kembali.
1. Menurut Ibn Faris, kata al-Ma‟ad bermakna “tempat kembalinya segala sesuatu, dan Akhirat
adalah tempat kembali (yang diperuntukkan) bagi ummat manusia.
2. Penelusuran penulis terhadap kata ini di Mu‟jam Mufahras li Alfaz al-Qur‟an tidak
diketemukan penggunaannya untuk makna sama sebagai tersebut di atas, pemaknaan sebagai
tempat kembali yang terpakai adalah kata derivasinya dalam bentuk fi‟il Mudhari‟ dengan
memakai kata “ Nu‟idu” pada QS. Al-anbiya‟:104:
Keraguan Terhadap Hari Akhir Sebagai fondasi agama, keyakinan pada hari akhir bersifat
mutlak. Akan tetapi, dalam setiap babakan sejarah, tetap saja ada orang-orang yang
meragukannya. Dengan analisa sederhana, pengingkaran terhadap hari akhir didasari pada
beberapa jenis keraguan, sebagai berikut:
2.4 Akhirat
Percaya kepada Hari Akhirat merupakan salah satu rukun iman yang harus diyakini oleh
setiap muslim. Al-Qur‟an menjelaskan bahwa akhirat ialah hari dimana manusia akan
men dapatkan hukuman atau kenikmatan sesuai dengan amal perbuatan ketika hidup di
dunia. Akhirat adalah alam terakhir yang dilalui umat manusia setelah alam dunia, dunia
adalah jembatan yang mesti dilalui oleh setiap manusia sebelum menempuh alam akhirat
yang kekal sepanjang zaman. Karena itu, Al-Qur‟an menamainya dengan beberapa istilah
yang menunjukkan hakekat yang sesungguhnya yaitu:
1. Al Hayawan (Kehidupan yang sebenarnya)
Artinya : Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri
akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui. (Qs. Al Ankabut : 64)
Artinya : Wahai kaumku sesungguhnya dunia adalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya
akhirat itulah yang kekal. (Qs. Ghafir : 39)
Artinya : Pada hari itu Allah menyempurnakan balasan yang sebenarnya bagi mereka, dan
mereka tahu bahwa Allah maha benar,maha menjelaskan. (Qs.
ِ ن ِ ِ ٰ ْ وقِيل لِلَّ ِذين اتَّ َقوا ما َذآْ اَنْزَل ربُّ ُكم قَالُوا خي را نلِلَّ ِذين اَحسنُوا ِِف ٰى ِذهِ الدُّنْيا حسنَةٌ ولَ َدار
َ ْ اْلخَرةِ َخْي ٌر َولَن ْع َم َد ُار الْ ُمتَّق
ي ُ َ ََ َ ْ ْ َ ْ َ ْ ًَْ ْ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ ْ َ
Artinya : Dan kemudian dikatakan kepada orang yang bertaqwa, “apakah yang telah diturunkan
oleh Tuhanmu?.” Mereka menjawab,”kebaikan.” Bagi orang yang berbuat baik di dunia ini
mendapat (balasan) yang baik. Dan sesuangguhnya negri akhirat pasti lebih baik. Dan itulah
sebaik-baik tempat bagi orang yang bertaqwa. (Qs. An-Nahl : 30)
Dengan begitu ketika manusia mengetahui bahwa hakikatnya kehidupan yang kekal adalah
akhirat, maka mereka harus memperhatikan apa yang mereka lakukan selama di dunia dan
memperbanyak amal kebaikan agar terhindar dari siksa neraka. Seseorang yang hidup di dunia,
pasti menginginkan untuk dapat masuk ke surga. Mereka yang menjalankan perintah Allah dan
menjauhi larangan Allah akan terhindari dari neraka. Berikut beberapa amalan agar terhindar
dari api neraka:
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
mukjizat ialah keadaan-keadaan dan kejadian-kejadian yang menyalahi kebiasaan atau
yang luar biasa yang dilakukan oleh seorang nabi atau rasul Allah
Pembagian Mukjizat
Keadaan mukjizat yang diturunkan kepada para nabi dan rasul Allah itu terbagi dua
bagian hisysyah dan mukjizat ma’nawiyah.
Pengertian Sunnatullah
Sunnatullâh merupakan istilah dari bahasa arab yang terdiri dari dua kata, yaitu sunnah
dan Allah .
Sifat dan Karakteristik Sunnatullah
Konsisten,Universal,huku kausualitas dan usaha manusia, Realitivitas waktu dan
sunnatullah, Fenomena alam dalam sunnatullah.
Pengertian Al Maad
Al-Ma‟ad merupakan penegasan keyakinan akan berakhirnya alam duniawi dan berganti
dengan alam akhirat untuk menusia bangkit mempertanggung jawabkan segala
perbuatannya selama hidup di dunia. Kata al-Ma‟ad terambil dari akar kata “‟Ada,
“Ya‟udu” artinya kembali. Al-Ma‟ad berarti tempat kembali, yakni tempat kembalinya
segala sesuatu. Dan Akhirat adalah tempat kembali (yang diperuntukkan) bagi ummat
manusia.
Pengertian Akhirat
Akhirat adalah alam terakhir yang dilalui umat manusia setelah alam dunia
DAFTAR PUSTAKA
Chalil, Kiai Haji Moenafar. 2001. Tarikh Nabi Muhammad Jilid 3. Jakarta : Gema Insani.
Akhmad,Chaerul. 2012 “Ensiklopedia Hukum Islam: Istilah Akhirat Dalam Al Qur‟an (1)”,
https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/12/06/14/m5m217-ensiklopedi-
hukum-islam-istilah-akhirat-dalam-alquran-1, diakses pada 14 Juni 2012 21:51 WIB
https://sekolahnesia.com/contoh-makalah/