ULUMUL QUR’AN
“Macam-macam Tafsir Qur’an dari segi metode serta
Kekurangan & Kelebihan Masing-masing”
DOSEN PEMBIMBING :
Dr. Ali Akbar, M.I.S
DISUSUN OLEH :
Abdul Zuhri (12030215595)
Kemal Mawira (12030215443)
Oktavika Saputri (12030225362)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Ulumul
Qur’an yang berjudul “Macam-macam Tafsir Qur’an dari segi metode serta
Kekurangan & Kelebihan Masing-masing”
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar dalam pembuatan makalah ini. Maka dari
itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua yang telah berkontribusi
dalam penyelesaian makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Maka dari itu
dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis berharap semoga Makalah Ulumul Qur’an yang berjudul “Macam-
macam Tafsir Qur’an dari segi metode serta Kekurangan & Kelebihan Masing-
masing” ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi kepada pembaca.
Kelompok 8
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur ’an diturunkan Allah kepada ummat manusia dijadikan sebagai hudan,
bayyinah, dan furqan. Al-Qur’an selalu dijadikan sebagai pedoman dalam setiap aspek
kehidupan dan al-Qur’an merupakan kitab suci ummat Islam yang selalu relevan
sepanjang masa. Relevansi kitab suci ini terlihat pada petunjuk-petunjuk yang
diberikannya kepada umat manusia dalam aspek kehidupan. Inilah sebabnya untuk
memahami al- Qur’an di kalangan ummat Islam selalu muncul di permukaan, selaras
dengan yang manusia butuhkan dan yang dihadapi.
Agar fungsi tersebut dapat diwujudkan, maka kita membuthkan penafsiran dari
ayat-ayat tersebut, agar manusia bisa lebih memahami dan dapat meng-aplikasikan nya
dalam kehidupan sehari-hari. Upaya untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dan
mencari makna-makna yang terkandung didalamnya.
Tafsir sebagai usaha untuk memahami dan menerangkan maksud dan kandungan
ayat-ayat suci mengalami perkembangan yang cukup bervariasi. Katakan saja, corak
penafsiran al-Qur’an adalah hal yang tak dapat dihindari. Untuk mempermudah
pembahasan mengenai macam-macam penafsiran, penulis mengikuti pola yang
dikemukakan al-farmawiy atau al-alma’iy, yang membagi metode pendekatan Al-
Qur’an (berdasarkan pendekatannya) kepada 4 bagian, yaitu metode analisis (al-
tahliliy), metode global (al-ijmaliy), metode perbandingan (al-muqarin), dan metode
tematik (al-maudhu’iy).
Dengan latar belakang pemikiran di atas, maka masalah pokok yang dibahas
adalah menyangkut berbagai metode yang digunakan mufassir dalam menafsirkan
ayat-ayat Qur’an. Pembahasan makalah ini, lebih ditekankan pada pengertian metode
dengan perkembangan metode tafsir, pembagian metode tafsir kelebihan dan
kelemahannya.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari metode penafsiran al-quran ?
2. Apa metode-metode yang digunakan dalam penafsiran al-qur’an ?
3. Apa kelebihan dan kekurangan metode penafsiran Al-Qur'an ?
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat memahami pengertian dari penafsiran Al-Qur'an.
2. Dapat mengetahui apa metode-metode yang digunakan dalam penafsiran al-
qur;an
3. Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan metode penafsiran Al-Qur'an
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Anton bakker, metode-metode filsafat (cet. Ke-1 ; jakarta: ghalia indonesia,1984)
3
pola yang dikemukakan al-farmawiy atau al-alma’iy, yang membagi metode
pendekatan Al-Qur’an (berdasarkan pendekatannya) kepada 4 bagian, yaitu metode
analisis (al-tahliliy), metode global (al-ijmaliy), metode perbandingan (al-muqarin),
dan metode tematik (al-maudhu’iy).
2
Musa‟Id Al-Tayyar, Su‟Al An Al-Tafsir Al-Tahlili, http://www.attyyar.net/ container.php?
fun=artview&id=335
4
yang mengemukakan penafsiran itu secara panjang lebar (al-ithnab), seperti al-Alusiy,
Al-Fakhr al-Raziy dan ibnu Jarir al-Thabariy dan ada juga yang mengemukakan secara
singkat (al-ijaz), seperti jalal al-Din al-Suyuthiy dan jalal al-Din al-Mahally dan
Muhammad Farid Wajdi dan ada pula yang mengambil langkah- langkah pertengahan
(al-musawwah) seperti imam Baidhhawiy, Muhammad Abduh, Al-Naisaburiy, Dan
Lain-Lain.
Metode tafsir tahlily memiliki kelebihan dan kekurangan, berikut Kelebihan metode
tafsir tahlily :
a) Dipandang memiliki cakupan yang luas.
b) Menampung ide-ide yang bervariasi.
5
berdasakan petunjuk nabi. Bahkan, penafsiran sahabat yang menyaksika nuzul wahyu,
dihukumi marfu’ kepada Nabi.3
Adapun alasan pendapat yang memasukkan pendapat sahabat sebagai Tafsir Bi
Al-Ma’tsur, karena dijumpai kitab-kitab Tafsir Bi Al-Ma’tsur, seperti Tafsir Bi Al-
thabariy dan sebagainya, tidak mencakupi dengan menyebutkan riwayat-riwayat dari
Nabi atau sahabat saja, tetapi perlu memasukkan pendapat sahabat dalam tafsirnya.
Disamping itu banyak tabi’in yang bergaul dengan sahabat, mempelajari ilmu-ilmu
mereka dan banyak mengetahui hal ihwal Al-Qur’an dari mereka dibanding generasi
berikutnya. Apalagi, jika penafsiran itu menyangkut persoalan-persoalan metafisika
yang berada diluar kemampuan mereka.
Dari beberapa pendapat ditas dapat disimpulkan bahwa Tafsir Bi Al-Ma’tsur
bersumber pada Al-Qur’an, penjelasan Nabi pendapat sahabat dan tabi’in.
2) Tafsir Bi Al-Ra’y
Kata al-ra’y secara terminologis, berarti keyakinan, qiyas, dan ijtihad. Jadi tafsir
bi al-ra’y adalah penafsiran yang dilakukan dengan cara ijtihad, yakni rasio yang
dijadikan titik tolak penafsiran, setelah mufassir terlebih dahulu memahami bahasa
arab dan aspek-aspek dilalah (pembuktian) nya, dan mufassir juga menggunakan syair-
syair arab jahili sebagai pendukung, disamping memperhatikan asbab nuzul, nasikh
dan mansukh, qiraat dan lain-lain.
Karena penafsiran dengan corak ini didasarkan atas hasil penafsiran mufassir
sendiri, maka sering terjadi perbedaan anatara seorang mufassir dengan mufassir
lainnya dibanding tafsir bi al-ma’tsur. Tidak heran kalau ada sebagian ulama yang
menolak corak penafsiran al-ra’y ini. Seperti halnya Ibnu Taimiyah. Ini bukan berarti
tafsir al-ra’y ini tidak mendapat tempat dikalangan ulama. Sebagian ulama
menerimanya dengan syarat-syarat tertentu dan kaidah-kaidah yang ketat4.
Berikut syarat-syaratnya :
a) Menguasai bahasa arab dan cabang-cabangnya
3
Jall Al-Din Al-Suyuthiy, Al-Itqan Fi Ulum Al-Qur’an, hlm.70
4
Supiana, Ulumul Qur’an,. hal.306
6
b) Menguasai ilmu-ilmu Al-Qur’an
c) Berakidah yang benarmengetahui prinsip-prinsip pokok agama islam
d) Menguasai ilmu yang berhubungan dengan pokok bahasan ayat-ayat yang
ditafsirkan.
Tidak terpenuhi syarat-syarat diatas, maka seorang mufassir akan terjebak pada
penyimpangan dalam menafsirkan Al-Qur’an. Disamping itu penerimaan mereka juga
didasarkan ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri, yang menurut mereka, sering
menganjurkan manusia untuk memikirkan dan memahami kandungannya. Ayat-ayat
yang mendukung kebolehannya, seperti yang dikutip al-shubhi shalih, di antaranya
ayat ke-24 dari surat muhammad dan ayat ke-29 dari surat shaad.
Ada beberapa contoh penafsiran yang keliru dalam penggunaan corak tafsir al-
ra’y. Misalnya, penafsiran kaum syiah terhadap ayat ke 67 dari surat Al-Baqarah
dengan Aisyah. Ada juga sebagai mufassir yang menafsirkan ayat ke-33 dari surat Ar-
Rahman :
. 33 ض فَا ْنفُذُ ْو ۗا َْل تَ ْنفُذُ ْونَ ا َِّْل بِس ُْل ٰط ٍۚن َ ْ ت َو
ِ ْاْلر ِ ار السَّمٰ ٰو
ِ طَ مِن اَ ْق
ْ ط ْعت ُ ْم اَ ْن تَ ْنفُذُ ْوا ِ ْ ٰي َم ْعش ََر ْال ِج ِن َو
َ َاْل ْن ِس ا ِِن ا ْست
“Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru
langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali
dengan kekuatan (dari Allah).”
Mereka menduga bahwa ayat diatas mengisyaratkan para cientis mendarat di
bulan dan planet-planet lain, sedangkan konteks ayat sebelumnya dan sesudahnya
tidak meungkinkan ayat itu diberi pengertian demikian, sebab ayat sebelumnya (ayat
ke-31) berbunyi :
31 َسنَ ْف ُرغُ لَكُ ْم اَيُّ َه الثَّقَ ٰل ٍۚ ِن
“Kami akan memberi perhatian sepenuhnya kepadamu wahai (golongan) manusia
dan jin!”
Dan sesudahnya (ayat ke-35) berbunyi :
ِ ٍۚ َص َر
. 35 ان ٌ علَ ْيكُ َما ش َُواظٌ م ِْن نَّ ٍۙار َّونُ َح
ِ اس ف َََل تَ ْنت َ يُرْ َس ُل
“Kepada kamu (jin dan manusia), akan dikirim nyala api dan cairan tembaga (panas)
sehingga kamu tidak dapat menyelamatkan diri (darinya)”
7
Kedua ayat tersebut berbicara masalah kiamat, demikian pula ayat-ayat
sesudahnya. Oleh karena itu, penafsiran demikian jelas menyimpang dan terkesan
dipaksakan.5
Contoh metode tahlily yang ke-2 adalah :
(1) ي لَ ْيلَ ِة ْالقَد ِْر
ْ ِاِنَّا ٓ اَ ْنزَ ْل ٰنهُ ف
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam qadar.”
(2) َو َما ٓ اَد ْٰرىكَ َما لَ ْيلَةُ ْالقَد ۗ ِْر
“Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?”
(3) لَ ْيلَةُ ْالقَد ِْر ەٍۙ َخي ٌْر مِ ْن اَ ْلفِ َش ْه ۗر
“Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.”
Al-Qurtubi menjelaskan bahwa yang dirujuk oleh dhamir hu ( ) ُهyang terletak
pada ayat pertama adalah Al-Qr’an. Jadi, maksudnya adalah ssesuatu yang telah
diturunkan pada malam qadr yaitu malam yang diberkahi dan lebih baik dari seribu
bulan adalah Al-Qur’an. Kemudian Al-Qurtubi ini membuktikan mengenai
penafsirannya dengan menambahkan dua ayat yang dianggap memiliki makna sama,
QS. Al-Baqarah (2) : 185 dan QS Ad-Dukhan (44): 1-3 :
- QS. Al-Baqarah (2) : 185
ِ ٍۚ َاس َوبَيِ ٰنت مِ نَ ْال ُه ٰدى َو ْالفُرْ ق
ان ِ َِّي ا ُ ْن ِز َل فِ ْي ِه ْالقُرْ ٰانُ هُدًى ِللن
ْٓ ضانَ الَّذ
َ َش ْه ُر َر َم
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang benar dan yang batil.)”
- QS Ad-Dukhan (44): 1-3
(1) ٍۚ ۤحٰ م
“Ha Mim”
(2) ب ْال ُمبِي ٍۙ ِْن
ِ َو ْال ِك ٰت
“Demi Kitab (Al-Qur'an) yang jelas,”
ْ ِاِنَّا ٓ اَ ْنزَ ْل ٰنهُ ف
(3) َي لَ ْيلَة ُّمب َٰركَة اِنَّا كُنَّا ُم ْنذ ِِريْن
5
‘Ali Hasan Al-Aridh, op. Cit., hlm.50-53
8
“ sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi. ) Sungguh,
Kamilah yang memberi peringatan.”
9
dan pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar Al-Qur’an padahal yang
didengarnya itu tafsirnya.7
Kitab tafsir yang tergolong dalam metode ijmali (global) antara lain : Kitab Tafsir
Al-Qur’an al-Karimkarangan Muhammad Farid Wajdi, al-Tafsir al-Wasith terbitan
Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyat, dan Tafsir al-Jalalain, serta Taj al-Tafasir karangan
Muhammad ‘Utsman al-Mirghani.
b. Ciri-ciri metode ijmali
Dalam metode ijmali seorang mufasir langsung menafsirkan Al-Qur’an dari awal
sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul. Pola serupa ini tak jauh berbeda
dengan metode alalitis, namun uraian di dalam Metode Analitis lebih rinci daripada di
dalam metode global sehingga mufasir lebih banyak dapat mengemukakan pendapat
dan ide-idenya. Sebaliknya di dalam metode global, tidak ada ruang bagi mufasir untuk
mengemukakan pendapat serupa itu. Itulah sebabnya kitab-kitab Tafsir Ijmali seperti
disebutkan di atas tidak memberikan penafsiran secara rinci, tapi ringkas dan umum
sehingga seakan-akan kita masih membaca Al-Qur’an padahal yang dibaca tersebut
adalah tafsirnya; namun pada ayat-ayat tertentu diberikan juga penafsiran yang agak
luas, tapi tidak sampai pada wilayah tafsir analitis.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Ijmâliy
a) Kelebihan Metode Tafsir Ijmâliy
• praktis dan mudah dipahami
• akrab dengan bahasa al-Quran
b) Kekurangan metode Tafsir Ijmâliy
• menjadikan petunjuk al-Quran bersifat parsial
• midak mampu mengantarkan pembaca untuk mendialogkan al-Quran
dengan permasalahan sosial maupun keilmuan yang aktual dan problematis
10
3. Metode Tafsir Muaqarin
Yang dimaksud dengan metode ini adalah mengemukakan penafsiran ayat-ayat
al-Quran yang ditulis oleh sejumlah para mufassir. Disini seorang mufassir
menghimpun sejumlah ayat-ayat al-Quran, kemudian ia mengkaji dan meneliti
penafsiran sejumlah mufassir mengenai ayat tersebut melalui kitab-kitab tafsir mereka,
apakah mereka itu mufassir dari generasi salaf maupun khalaf, apakah tafsir mereka
itu at-tafsîr bi al-ma’tsûr maupun at-tafsîr bi ar-Ra’yi.
Kemudian ia menjelaskan bahwa diantara mereka ada yang corak penafsirannya
ditentukan oleh disiplin ilmu yang dikuasainya. Ada diantara mereka yang
menitikberatkan pada bidang nahwu, yakni segi-segi i’râb, seperti Imam az-Zarkasyi.
Ada yang corak penafsirannya ditentukan oleh kecenderungan kepada bidang
balâghah, seperti ‘Abd al-Qahhar al-Jurjaniy dalam kitab tafsirnya I’jâz al-Qurân dan
Abu Ubaidah Ma’mar Ibn al-Mustanna dalam kitab tafsirnya al-Majâz, dimana ia
memberi perhatian pada penjelasan ilmu ma’âniy, bayân, badî’, haqîqah dan majâz.
Jadi metode tafsir muqâran adalah menafsirkan sekelompok ayat al-Quran
dengan cara membandingkan antar-ayat dengan ayat, atau antara ayat dengan hadis,
atau antara pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu
dari objek yang dibandingkan itu.
11
• metode muqâran kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan
sosial yang tumbuh di tengah masyarakat. hal itu disebabkan metode ini
lebih mengutamakan perbandingan daripada pemecahan masalah.
• metode muqâran terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran
yang pernah di berikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran-
penafsiran baru. sebenarnya kesan serupa itu tak perlu timbul bila
mufassirnya kreatif.
12
Kelebihan dan Kekurangan Metode Maudhû’iy
1) Kelebihan Metode Maudhû’iy
• hasil tafsir maudhû’iy memberikan pemecahan terhadap permasalahan-
permasalahan hidup praktis, sekaligus memberikan jawaban terhadap
tuduhan/dugaan sementara orang bahwa al-quran hanya mengandung teori-
teori spekulatif tanpa menyentuh kehidupan nyata.
• sebagai jawaban terhadap tuntutan kehidupan yang selalu berobah dan
berkembang, menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap al-Quran.
• kemungkinan untuk mengetahui satu permasalahan secara lebih mendalam dan
lebih terbuka.
• tafsir maudhû’iy lebih tuntas dalam membahas masalah.
2) Kekurangan Metode Maudhû’iy
• Mungkin melibatkan pikiran dalam penafsiran terlalu dalam.
• Tidak menafsirkan segala aspek yang dikandung satu ayat, tetapi hanya salah
satu aspek yang menjadi topik pembahasan saja.
• mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara
menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa.
• menyusun kesimpulan yang menggambarkan jawaban al-Quran terhadap
masalah yang dibahas
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Metode tafsir al-Quran adalah suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-
Quran atau lafazh-lafazh yang musykil yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad s.a.w..
Metode Tafsir Tahlîliy adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan
kandungan ayat-ayat al-Quran dari seluruh aspeknya.
Metode Tafsir Ijmâliy adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Quran
dengan cara mengemukakan makna global.
Metode tafsir muqâran adalah menafsirkan sekelompok ayat al-Quran dengan cara
membandingkan antar-ayat dengan ayat, atau antara ayat dengan hadis, atau antara pendapat
ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari objek yang
dibandingkan itu.
Metode tafsir maudhû’iy juga disebut dengan dengan metode tematik yaitu
menghimpun ayat-ayat al-Quran yang mempunyai maksud yang sama, dalam arti, sama-sama
membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya
ayat-ayat tersebut.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Jakarta,
Bulan Bintang, 1994
Supiana dan Karman. 2002. Ulumul Qur’am. Bandung: Pustaka Islamika.
Syaikh Manna Al-Qaththan. 2005, "Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an". Jakarta timur:
Pustaka al-kautsar.
http://samudra99ilmu.blogspot.com/2015/03/macam-macam-metode-tafsir-
beserta.html diakses pada Senin, 20 September 2021
15