Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ULUMUL QUR’AN
“Macam-macam Tafsir Qur’an dari segi metode serta
Kekurangan & Kelebihan Masing-masing”

DOSEN PEMBIMBING :
Dr. Ali Akbar, M.I.S

DISUSUN OLEH :
Abdul Zuhri (12030215595)
Kemal Mawira (12030215443)
Oktavika Saputri (12030225362)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS NEGERI SULTAN SYARIM KASIM RIAU
TP. 2021/2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Kami ucapkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah Ulumul
Qur’an yang berjudul “Macam-macam Tafsir Qur’an dari segi metode serta
Kekurangan & Kelebihan Masing-masing”
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar dalam pembuatan makalah ini. Maka dari
itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua yang telah berkontribusi
dalam penyelesaian makalah ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak
kekurangan, baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Maka dari itu
dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
dapat memperbaiki makalah ini.
Penulis berharap semoga Makalah Ulumul Qur’an yang berjudul “Macam-
macam Tafsir Qur’an dari segi metode serta Kekurangan & Kelebihan Masing-
masing” ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi kepada pembaca.

Pekanbaru, 20 September 2021

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2
BAB II ........................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
A. PENGERTIAN METODE PENAFSIRAN AL-QUR’AN ................................ 3
B. MACAM-MACAM METODE PENAFSIRAN AL-QUR’AN ......................... 3
1. Metode Tafsir Al-Tahlily ............................................................................... 4
2. Metode Tafsir Al-Ijmali ................................................................................. 9
3. Metode Tafsir Muaqarin ............................................................................... 11
4. Metode Tafsir Maudhû’iy ............................................................................ 12
BAB III ....................................................................................................................... 14
PENUTUP ................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 15

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur ’an diturunkan Allah kepada ummat manusia dijadikan sebagai hudan,
bayyinah, dan furqan. Al-Qur’an selalu dijadikan sebagai pedoman dalam setiap aspek
kehidupan dan al-Qur’an merupakan kitab suci ummat Islam yang selalu relevan
sepanjang masa. Relevansi kitab suci ini terlihat pada petunjuk-petunjuk yang
diberikannya kepada umat manusia dalam aspek kehidupan. Inilah sebabnya untuk
memahami al- Qur’an di kalangan ummat Islam selalu muncul di permukaan, selaras
dengan yang manusia butuhkan dan yang dihadapi.
Agar fungsi tersebut dapat diwujudkan, maka kita membuthkan penafsiran dari
ayat-ayat tersebut, agar manusia bisa lebih memahami dan dapat meng-aplikasikan nya
dalam kehidupan sehari-hari. Upaya untuk menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dan
mencari makna-makna yang terkandung didalamnya.
Tafsir sebagai usaha untuk memahami dan menerangkan maksud dan kandungan
ayat-ayat suci mengalami perkembangan yang cukup bervariasi. Katakan saja, corak
penafsiran al-Qur’an adalah hal yang tak dapat dihindari. Untuk mempermudah
pembahasan mengenai macam-macam penafsiran, penulis mengikuti pola yang
dikemukakan al-farmawiy atau al-alma’iy, yang membagi metode pendekatan Al-
Qur’an (berdasarkan pendekatannya) kepada 4 bagian, yaitu metode analisis (al-
tahliliy), metode global (al-ijmaliy), metode perbandingan (al-muqarin), dan metode
tematik (al-maudhu’iy).
Dengan latar belakang pemikiran di atas, maka masalah pokok yang dibahas
adalah menyangkut berbagai metode yang digunakan mufassir dalam menafsirkan
ayat-ayat Qur’an. Pembahasan makalah ini, lebih ditekankan pada pengertian metode
dengan perkembangan metode tafsir, pembagian metode tafsir kelebihan dan
kelemahannya.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari metode penafsiran al-quran ?
2. Apa metode-metode yang digunakan dalam penafsiran al-qur’an ?
3. Apa kelebihan dan kekurangan metode penafsiran Al-Qur'an ?

C. Tujuan Penulisan
1. Dapat memahami pengertian dari penafsiran Al-Qur'an.
2. Dapat mengetahui apa metode-metode yang digunakan dalam penafsiran al-
qur;an
3. Dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan metode penafsiran Al-Qur'an

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN METODE PENAFSIRAN AL-QUR’AN


Kata metode dalam bahasa Indonesia diadopsi dari kata metodhos dalam bahasa
Yunani. Kata ini terdiri dari kata meta, yang berarti menuju,melalui, mengikuti,
sesudah; dan kata hodos yang berarti jalan, perjalanan, cara, arah. Kata methodos
sendiri berarti penelitian, metode ilmiah, hipotesis ilmiah, uraian ilmiah. 1 Dalam
bahasa Indonesia kata tersebut mengandung arti cara yang teratur dan terpikir baik-
baik untuk mencapai maksud; cara kerja yang bersistem unuk mempermudah
pelaksanaan suatu keinginan untuk mencapai sesuatu yang ditentukan.
Dalam hal ini, metode merupakan salah satu sarana terpenting untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, studi tafsir Al-Qur’an tidak terlepas
dar metode penafsiran, yaitu cara sistematis untuk mencapai pemahaman yang benar
tentang maksud Allah dalam Al-Qur’an, baik yang didasarkan pada pemakaian
sumber-sumber penafsirannya, sistem penjelasan tafsiran-tafsirannya, keluasan
penjelasan tafsirannya maupun yang didasarkan pada sasaran dan sistematika ayat yang
ditafsirkannya.

B. MACAM-MACAM METODE PENAFSIRAN AL-QUR’AN


Metode penafsiran Al-Qur’an, secara garis besar dibagi menjadi empat macam
metode, bergantung pada sudut pandang tertentu. Adanya keempat macam metode ini
tidak terlepas dari peran mufasir dalam memfokuskan penafsirannya. Di antara mereka
ada yang memfokuskan diri dalam penafsiran tentang bahasa, fiqh, teologi, sejarah,
filsafat, dan lain-lain, sehingga menimbulkan beraneka corak penafsiran. Ada yang
bercorak al-tafsir al-lughawiy, bercorak hukum disebut al-tafsir al-hukmy. Untuk
mempermudah pembahasan mengenai macam-macam penafsiran, penulis mengikuti

1
Anton bakker, metode-metode filsafat (cet. Ke-1 ; jakarta: ghalia indonesia,1984)

3
pola yang dikemukakan al-farmawiy atau al-alma’iy, yang membagi metode
pendekatan Al-Qur’an (berdasarkan pendekatannya) kepada 4 bagian, yaitu metode
analisis (al-tahliliy), metode global (al-ijmaliy), metode perbandingan (al-muqarin),
dan metode tematik (al-maudhu’iy).

1. Metode Tafsir Al-Tahlily


Kata Tahlily berakar dari kata hala, yang berarti membuka sesuatu. Sedangkan
kata Tahlily termasuk bentuk masdar dari kata hallala, yang bermakna mengurai,
menganalisis, menjelaskan, menjelaskan bagian-bagiannya serta fungsinya masing-
masing.
Secara umum tahlili bermaksud menjelaskan sesuatu pada unsur-unsurnya secara
terperinci. Adapun definisi tafsir tahlili secara istilah adalah metode yang digunakan
seorang mufasir dalam menyingkap ayat sampai pada kata perkatanya, dan mufasir
melihat petunjuk ayat dari berbagai segi serta menjelaskan keterkaitan kata dengan kata
lainnya dalam satu ayat atau beberapa ayat. Atau dapat diartikan dengan menafsirkan
Al-Qur’an secara terperinci dengan melihat berbagai sisi (susunan ayat per ayat,
susunan surat persurat, lafadz per lafadz, i’robnya, hubungan antar ayat, hubungan
antar surat, ababun nuzulnya, hadis-hadis dn pendapat para mufassir terdahulu.)
Menurut Musaid al Thayyar, tafsir tahlili adalah mufasir bertumpu penafsiran
ayat sesuai urutan dalam surat, kemudian menyebutkan kandungannya, baik makna,
pendapat ulama, I‟rab, balaghah, hukum, dan lainnya yang diperhatikan oleh mufasir.
Jadi tafsir tahlili dapat kita katakan; bahwa mufassir meneliti ayat al Qur‟an sesuai
dengan tartib dalam mushaf baik pengambilan pada sejumlah ayat atau satu surat, atau
satu mushaf semuanya, kemudian dijelaskan penafsirannya yang berkaitan dengan
makna kata dalam ayat, balagahnya, I‟rabnya, sebab turun ayat, dan hal yang berkaitan
dengan hukum atau hikmahnya.2
Dibanding dengan metode tafsir lainnya, metode tafsir tahlily ini dipandang lebih
tua. Tafsir ini ada semenjak masa ulama terdahulu. Akan tetapi di antara mereka ada

2
Musa‟Id Al-Tayyar, Su‟Al An Al-Tafsir Al-Tahlili, http://www.attyyar.net/ container.php?
fun=artview&id=335

4
yang mengemukakan penafsiran itu secara panjang lebar (al-ithnab), seperti al-Alusiy,
Al-Fakhr al-Raziy dan ibnu Jarir al-Thabariy dan ada juga yang mengemukakan secara
singkat (al-ijaz), seperti jalal al-Din al-Suyuthiy dan jalal al-Din al-Mahally dan
Muhammad Farid Wajdi dan ada pula yang mengambil langkah- langkah pertengahan
(al-musawwah) seperti imam Baidhhawiy, Muhammad Abduh, Al-Naisaburiy, Dan
Lain-Lain.
Metode tafsir tahlily memiliki kelebihan dan kekurangan, berikut Kelebihan metode
tafsir tahlily :
a) Dipandang memiliki cakupan yang luas.
b) Menampung ide-ide yang bervariasi.

Kekurangan metode tafsir tahlily :


a) Kandungan Al-Qur’an dinilai menjadi bersifat parsial/terpisah-pisah
maknanya. Contohnya penafsiran yang bercorak filsafat pasti berbeda dengan
penafsiran bercoak tasawuf.
b) Hasil penafsiran bersifat subjektif. karena terlalu bebasnya mufassir dalam
menafsirkan Al-Qur’an sesuai bidang yang mereka tekuni seperti filsafat,
tasawuf, ilmiah, dan lain-lain.
c) Bekemungkinan besar dimasuki pemikiran israiliyah.

Metode Tafsir Tahlily terbagi 2, yaitu :


1) Tafsir Bi Al-Ma’tsur
Menurut sebagian pendapat adalah corak tafsir Al-Qur’an dalam operasional
penafsirannya mengutip dari ayat-ayat Al-Qur’an sendiri dan apa-apa yang dikutip
dari hadis Nabi, pendapat sahabat dan tabi’in. Namun, bagi sebagian mufassir lainnya,
tidak memasukkan pendapat tabi’in kepada Tafsir Bi Al-Ma’tsur, tetapi sebagai Tafsir
Bi Al-ra’y. Hal ini mungkin, dikarenakan pendapat tabi’in banyak terkooptasi akal,
atau karena mufassirnya dalam menafsirkn al-qur’an lebih memprioritaskan kaidah-
kaidah bahasa tanpa mementingkan aspek riwayat. Berbeda dengan sahabat yang
memiliki integritas dan kemungkinan besar untuk mengetahui penafsiran suatu ayat

5
berdasakan petunjuk nabi. Bahkan, penafsiran sahabat yang menyaksika nuzul wahyu,
dihukumi marfu’ kepada Nabi.3
Adapun alasan pendapat yang memasukkan pendapat sahabat sebagai Tafsir Bi
Al-Ma’tsur, karena dijumpai kitab-kitab Tafsir Bi Al-Ma’tsur, seperti Tafsir Bi Al-
thabariy dan sebagainya, tidak mencakupi dengan menyebutkan riwayat-riwayat dari
Nabi atau sahabat saja, tetapi perlu memasukkan pendapat sahabat dalam tafsirnya.
Disamping itu banyak tabi’in yang bergaul dengan sahabat, mempelajari ilmu-ilmu
mereka dan banyak mengetahui hal ihwal Al-Qur’an dari mereka dibanding generasi
berikutnya. Apalagi, jika penafsiran itu menyangkut persoalan-persoalan metafisika
yang berada diluar kemampuan mereka.
Dari beberapa pendapat ditas dapat disimpulkan bahwa Tafsir Bi Al-Ma’tsur
bersumber pada Al-Qur’an, penjelasan Nabi pendapat sahabat dan tabi’in.

2) Tafsir Bi Al-Ra’y
Kata al-ra’y secara terminologis, berarti keyakinan, qiyas, dan ijtihad. Jadi tafsir
bi al-ra’y adalah penafsiran yang dilakukan dengan cara ijtihad, yakni rasio yang
dijadikan titik tolak penafsiran, setelah mufassir terlebih dahulu memahami bahasa
arab dan aspek-aspek dilalah (pembuktian) nya, dan mufassir juga menggunakan syair-
syair arab jahili sebagai pendukung, disamping memperhatikan asbab nuzul, nasikh
dan mansukh, qiraat dan lain-lain.
Karena penafsiran dengan corak ini didasarkan atas hasil penafsiran mufassir
sendiri, maka sering terjadi perbedaan anatara seorang mufassir dengan mufassir
lainnya dibanding tafsir bi al-ma’tsur. Tidak heran kalau ada sebagian ulama yang
menolak corak penafsiran al-ra’y ini. Seperti halnya Ibnu Taimiyah. Ini bukan berarti
tafsir al-ra’y ini tidak mendapat tempat dikalangan ulama. Sebagian ulama
menerimanya dengan syarat-syarat tertentu dan kaidah-kaidah yang ketat4.
Berikut syarat-syaratnya :
a) Menguasai bahasa arab dan cabang-cabangnya

3
Jall Al-Din Al-Suyuthiy, Al-Itqan Fi Ulum Al-Qur’an, hlm.70
4
Supiana, Ulumul Qur’an,. hal.306

6
b) Menguasai ilmu-ilmu Al-Qur’an
c) Berakidah yang benarmengetahui prinsip-prinsip pokok agama islam
d) Menguasai ilmu yang berhubungan dengan pokok bahasan ayat-ayat yang
ditafsirkan.
Tidak terpenuhi syarat-syarat diatas, maka seorang mufassir akan terjebak pada
penyimpangan dalam menafsirkan Al-Qur’an. Disamping itu penerimaan mereka juga
didasarkan ayat-ayat Al-Qur’an itu sendiri, yang menurut mereka, sering
menganjurkan manusia untuk memikirkan dan memahami kandungannya. Ayat-ayat
yang mendukung kebolehannya, seperti yang dikutip al-shubhi shalih, di antaranya
ayat ke-24 dari surat muhammad dan ayat ke-29 dari surat shaad.
Ada beberapa contoh penafsiran yang keliru dalam penggunaan corak tafsir al-
ra’y. Misalnya, penafsiran kaum syiah terhadap ayat ke 67 dari surat Al-Baqarah
dengan Aisyah. Ada juga sebagai mufassir yang menafsirkan ayat ke-33 dari surat Ar-
Rahman :
. 33 ‫ض فَا ْنفُذُ ْو ۗا َْل تَ ْنفُذُ ْونَ ا َِّْل بِس ُْل ٰط ٍۚن‬ َ ْ ‫ت َو‬
ِ ْ‫اْلر‬ ِ ‫ار السَّمٰ ٰو‬
ِ ‫ط‬َ ‫مِن اَ ْق‬
ْ ‫ط ْعت ُ ْم اَ ْن تَ ْنفُذُ ْوا‬ ِ ْ ‫ٰي َم ْعش ََر ْال ِج ِن َو‬
َ َ‫اْل ْن ِس ا ِِن ا ْست‬
“Wahai golongan jin dan manusia! Jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru
langit dan bumi, maka tembuslah. Kamu tidak akan mampu menembusnya kecuali
dengan kekuatan (dari Allah).”
Mereka menduga bahwa ayat diatas mengisyaratkan para cientis mendarat di
bulan dan planet-planet lain, sedangkan konteks ayat sebelumnya dan sesudahnya
tidak meungkinkan ayat itu diberi pengertian demikian, sebab ayat sebelumnya (ayat
ke-31) berbunyi :
31 ‫َسنَ ْف ُرغُ لَكُ ْم اَيُّ َه الثَّقَ ٰل ٍۚ ِن‬
“Kami akan memberi perhatian sepenuhnya kepadamu wahai (golongan) manusia
dan jin!”
Dan sesudahnya (ayat ke-35) berbunyi :
ِ ٍۚ ‫َص َر‬
. 35 ‫ان‬ ٌ ‫علَ ْيكُ َما ش َُواظٌ م ِْن نَّ ٍۙار َّونُ َح‬
ِ ‫اس ف َََل تَ ْنت‬ َ ‫يُرْ َس ُل‬
“Kepada kamu (jin dan manusia), akan dikirim nyala api dan cairan tembaga (panas)
sehingga kamu tidak dapat menyelamatkan diri (darinya)”

7
Kedua ayat tersebut berbicara masalah kiamat, demikian pula ayat-ayat
sesudahnya. Oleh karena itu, penafsiran demikian jelas menyimpang dan terkesan
dipaksakan.5
Contoh metode tahlily yang ke-2 adalah :
(1) ‫ي لَ ْيلَ ِة ْالقَد ِْر‬
ْ ِ‫اِنَّا ٓ اَ ْنزَ ْل ٰنهُ ف‬
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam qadar.”
(2) ‫َو َما ٓ اَد ْٰرىكَ َما لَ ْيلَةُ ْالقَد ۗ ِْر‬
“Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?”
(3) ‫لَ ْيلَةُ ْالقَد ِْر ەٍۙ َخي ٌْر مِ ْن اَ ْلفِ َش ْه ۗر‬
“Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.”
Al-Qurtubi menjelaskan bahwa yang dirujuk oleh dhamir hu ( ‫ ) ُه‬yang terletak
pada ayat pertama adalah Al-Qr’an. Jadi, maksudnya adalah ssesuatu yang telah
diturunkan pada malam qadr yaitu malam yang diberkahi dan lebih baik dari seribu
bulan adalah Al-Qur’an. Kemudian Al-Qurtubi ini membuktikan mengenai
penafsirannya dengan menambahkan dua ayat yang dianggap memiliki makna sama,
QS. Al-Baqarah (2) : 185 dan QS Ad-Dukhan (44): 1-3 :
- QS. Al-Baqarah (2) : 185
ِ ٍۚ َ‫اس َوبَيِ ٰنت مِ نَ ْال ُه ٰدى َو ْالفُرْ ق‬
‫ان‬ ِ َّ‫ِي ا ُ ْن ِز َل فِ ْي ِه ْالقُرْ ٰانُ هُدًى ِللن‬
ْٓ ‫ضانَ الَّذ‬
َ ‫َش ْه ُر َر َم‬
“Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara yang benar dan yang batil.)”
- QS Ad-Dukhan (44): 1-3
(1) ٍۚ ۤ‫حٰ م‬
“Ha Mim”
(2) ‫ب ْال ُمبِي ٍۙ ِْن‬
ِ ‫َو ْال ِك ٰت‬
“Demi Kitab (Al-Qur'an) yang jelas,”
ْ ِ‫اِنَّا ٓ اَ ْنزَ ْل ٰنهُ ف‬
(3) َ‫ي لَ ْيلَة ُّمب َٰركَة اِنَّا كُنَّا ُم ْنذ ِِريْن‬

5
‘Ali Hasan Al-Aridh, op. Cit., hlm.50-53

8
“ sesungguhnya Kami menurunkannya pada malam yang diberkahi. ) Sungguh,
Kamilah yang memberi peringatan.”

Dan Al-Qurtubi juga membuktikan mengenai penafsirannya dengan :


- Mencantumkan pendapat mufassir, yaitu pendapat Al-Syu’bi dan Ibn Abbas yang
menyatakan bahwa Al-Qur’an memang diturunkan pada malam qadr tetapi hanya
sebagian.
- Mencantumkan hadis yang terkait, hadis yang diriwayatkan oleh malik yang isi
nya menyatakan bahwa malam adr itu memang ada.
Begitu gamblang nya Al-Qurtubi dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an, beliau
melibatkan berbagai macam sisi yaitu sisi hubungan antar ayat, pendapat mufassir
terdahulu dan disertai dengan hadis.
Menyatakan bahwa Al-Qur’an diturunkan pada bulan Ramadhan, bulan yang
diberkahi sebagaimana dibutuhkan dalam Al-Qadr ayat 1-3. Dan juga mencantumkan
Diantara kitab tafsir yang bercorak al-ra’y ini adalah Madarik Al-Tanzil Wa
Haqaiq Al-Ta’wil karya Mahmud Nasafiy. Anwar Al-Tanzil Wa Asrar Al-Ta’wil karya
Badhawiy, Mafatih Al-Ghaib karya Al-Fakhr Al-Raziy, dan lain-lain.

2. Metode Tafsir Al-Ijmali


a. Pengertian
Yang dimaksud dengan metode al-Tafsir al-Ijmali (global) ialah suatu metoda
tafsir yang menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara mengemukakan makna
global.6 Pengertian tersebut menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an secara ringkas tapi
mencakup dengan bahasa yang populer, mudah dimengerti dan enak dibaca.
Sistematika penulisannya menurut susunan ayat-ayat di dalam mushhaf. Di samping
itu penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa AL-Qur’an sehingga pendengar

6Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mawdhu’i, Dirasat Manhajiyyah Mawdhu’iyyah,


(1977). hlm. 43 – 44.

9
dan pembacanya seakan-akan masih tetap mendengar Al-Qur’an padahal yang
didengarnya itu tafsirnya.7
Kitab tafsir yang tergolong dalam metode ijmali (global) antara lain : Kitab Tafsir
Al-Qur’an al-Karimkarangan Muhammad Farid Wajdi, al-Tafsir al-Wasith terbitan
Majma’ al-Buhuts al-Islamiyyat, dan Tafsir al-Jalalain, serta Taj al-Tafasir karangan
Muhammad ‘Utsman al-Mirghani.
b. Ciri-ciri metode ijmali
Dalam metode ijmali seorang mufasir langsung menafsirkan Al-Qur’an dari awal
sampai akhir tanpa perbandingan dan penetapan judul. Pola serupa ini tak jauh berbeda
dengan metode alalitis, namun uraian di dalam Metode Analitis lebih rinci daripada di
dalam metode global sehingga mufasir lebih banyak dapat mengemukakan pendapat
dan ide-idenya. Sebaliknya di dalam metode global, tidak ada ruang bagi mufasir untuk
mengemukakan pendapat serupa itu. Itulah sebabnya kitab-kitab Tafsir Ijmali seperti
disebutkan di atas tidak memberikan penafsiran secara rinci, tapi ringkas dan umum
sehingga seakan-akan kita masih membaca Al-Qur’an padahal yang dibaca tersebut
adalah tafsirnya; namun pada ayat-ayat tertentu diberikan juga penafsiran yang agak
luas, tapi tidak sampai pada wilayah tafsir analitis.
Kelebihan dan Kekurangan Metode Ijmâliy
a) Kelebihan Metode Tafsir Ijmâliy
• praktis dan mudah dipahami
• akrab dengan bahasa al-Quran
b) Kekurangan metode Tafsir Ijmâliy
• menjadikan petunjuk al-Quran bersifat parsial
• midak mampu mengantarkan pembaca untuk mendialogkan al-Quran
dengan permasalahan sosial maupun keilmuan yang aktual dan problematis

7Abd al-Hayy al-Farmawi, al-Bidayah fi al-Tafsir al-Mawdhu’i, Dirasat Manhajiyyah Mawdhu’iyyah,


(1977). hlm. 67.

10
3. Metode Tafsir Muaqarin
Yang dimaksud dengan metode ini adalah mengemukakan penafsiran ayat-ayat
al-Quran yang ditulis oleh sejumlah para mufassir. Disini seorang mufassir
menghimpun sejumlah ayat-ayat al-Quran, kemudian ia mengkaji dan meneliti
penafsiran sejumlah mufassir mengenai ayat tersebut melalui kitab-kitab tafsir mereka,
apakah mereka itu mufassir dari generasi salaf maupun khalaf, apakah tafsir mereka
itu at-tafsîr bi al-ma’tsûr maupun at-tafsîr bi ar-Ra’yi.
Kemudian ia menjelaskan bahwa diantara mereka ada yang corak penafsirannya
ditentukan oleh disiplin ilmu yang dikuasainya. Ada diantara mereka yang
menitikberatkan pada bidang nahwu, yakni segi-segi i’râb, seperti Imam az-Zarkasyi.
Ada yang corak penafsirannya ditentukan oleh kecenderungan kepada bidang
balâghah, seperti ‘Abd al-Qahhar al-Jurjaniy dalam kitab tafsirnya I’jâz al-Qurân dan
Abu Ubaidah Ma’mar Ibn al-Mustanna dalam kitab tafsirnya al-Majâz, dimana ia
memberi perhatian pada penjelasan ilmu ma’âniy, bayân, badî’, haqîqah dan majâz.
Jadi metode tafsir muqâran adalah menafsirkan sekelompok ayat al-Quran
dengan cara membandingkan antar-ayat dengan ayat, atau antara ayat dengan hadis,
atau antara pendapat ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu
dari objek yang dibandingkan itu.

Kelebihan dan Kekurangan Metode Tafsir Muqâran


1) Kelebihan Metode Tafsir Muqâran
• membuka pintu untuk selalu bersikap toleran terhadap pendapat orang lain.
• tafsir dengan metode muqaran ini amat berguna bagi mereka yang ingin
mengetahui berbagai pendapat tentang suatu ayat.
• dengan menggunakan metode muqaran ini, maka mufassir didorong untuk
mengkaji berbagai ayat dan hadis-hadis serta pendapat-pendapat para
mufassir yang lain.
2) Kekurangan Metode Tafsir Muqâran
• penafsiran yang menggunakan metode ini, tidak dapat diberikan kepada para
pemula.

11
• metode muqâran kurang dapat diandalkan untuk menjawab permasalahan
sosial yang tumbuh di tengah masyarakat. hal itu disebabkan metode ini
lebih mengutamakan perbandingan daripada pemecahan masalah.
• metode muqâran terkesan lebih banyak menelusuri penafsiran-penafsiran
yang pernah di berikan oleh ulama daripada mengemukakan penafsiran-
penafsiran baru. sebenarnya kesan serupa itu tak perlu timbul bila
mufassirnya kreatif.

4. Metode Tafsir Maudhû’iy


Metode tafsir maudhû’iy juga disebut dengan dengan metode tematik yaitu
menghimpun ayat-ayat al-Quran yang mempunyai maksud yang sama, dalam arti, sama-sama
membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya
ayat-ayat tersebut
Al-Farmawi di dalam kitab Al-Bidâyah fî al-Tafsir al-Maudhû’isecara rinci
mengemukakan cara kerja yang harus ditempuh dalam menyusun suatu karya tafsir
berdasarkan metode ini. Antara lain adalah sebagai berikut:
• memilih atau menetapkan masalah al-Quran yang akan dikaji secara maudhû’iy
(tematik)
• melacak dan menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah
ditetapkan, ayat Makkiyyah dan Madaniyyah
• menyusun ayat-ayat tersebut secara runtut menurut kronologi masa turunnya,
disertai pengetahuan mengenai latar belakang turunnya ayat atau asbâb an-
nuzûl.
• mengetahui korelasi (munâsabah) ayat-ayat tersebut di dalam masing-masing
suratnya.
• menyusun tema bahasan di dalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna dan
utuh (outline).
• melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadis, bila dipandang perlu,
sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna dan semakin jelas.

12
Kelebihan dan Kekurangan Metode Maudhû’iy
1) Kelebihan Metode Maudhû’iy
• hasil tafsir maudhû’iy memberikan pemecahan terhadap permasalahan-
permasalahan hidup praktis, sekaligus memberikan jawaban terhadap
tuduhan/dugaan sementara orang bahwa al-quran hanya mengandung teori-
teori spekulatif tanpa menyentuh kehidupan nyata.
• sebagai jawaban terhadap tuntutan kehidupan yang selalu berobah dan
berkembang, menumbuhkan rasa kebanggaan terhadap al-Quran.
• kemungkinan untuk mengetahui satu permasalahan secara lebih mendalam dan
lebih terbuka.
• tafsir maudhû’iy lebih tuntas dalam membahas masalah.
2) Kekurangan Metode Maudhû’iy
• Mungkin melibatkan pikiran dalam penafsiran terlalu dalam.
• Tidak menafsirkan segala aspek yang dikandung satu ayat, tetapi hanya salah
satu aspek yang menjadi topik pembahasan saja.
• mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara
menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa.
• menyusun kesimpulan yang menggambarkan jawaban al-Quran terhadap
masalah yang dibahas

13
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Metode tafsir al-Quran adalah suatu cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk
mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat al-
Quran atau lafazh-lafazh yang musykil yang diturunkan-Nya kepada Nabi Muhammad s.a.w..
Metode Tafsir Tahlîliy adalah suatu metode tafsir yang bermaksud menjelaskan
kandungan ayat-ayat al-Quran dari seluruh aspeknya.
Metode Tafsir Ijmâliy adalah suatu metode tafsir yang menafsirkan ayat-ayat al-Quran
dengan cara mengemukakan makna global.
Metode tafsir muqâran adalah menafsirkan sekelompok ayat al-Quran dengan cara
membandingkan antar-ayat dengan ayat, atau antara ayat dengan hadis, atau antara pendapat
ulama tafsir dengan menonjolkan aspek-aspek perbedaan tertentu dari objek yang
dibandingkan itu.
Metode tafsir maudhû’iy juga disebut dengan dengan metode tematik yaitu
menghimpun ayat-ayat al-Quran yang mempunyai maksud yang sama, dalam arti, sama-sama
membicarakan satu topik masalah dan menyusunnya berdasar kronologi serta sebab turunnya
ayat-ayat tersebut.

14
DAFTAR PUSTAKA
Ash-Shiddieqy, M. Hasbi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an/Tafsir, Jakarta,
Bulan Bintang, 1994
Supiana dan Karman. 2002. Ulumul Qur’am. Bandung: Pustaka Islamika.
Syaikh Manna Al-Qaththan. 2005, "Pengantar Studi Ilmu Al-Qur'an". Jakarta timur:
Pustaka al-kautsar.
http://samudra99ilmu.blogspot.com/2015/03/macam-macam-metode-tafsir-
beserta.html diakses pada Senin, 20 September 2021

15

Anda mungkin juga menyukai