PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, gerakan islam modern berkembang sangat cepat seperti
semboyan bangsa Indonesia, yaitu berbeda-beda tetapi teteap satu. Bermacam-
macam aliran tapi Islam juga. Dari yang samar hingga yang ekstrim sekalipun.
Saking banyaknya, banyak orang menjadi bingung memilih dan memilah mana
yang A, dan mana yang B. Jadi tidak heran banyakl orang yang menilai bahkan
memvonis aliran A sesat dan aliran B tidak jauh beda. Seperti aliran yang satu ini ,
Salaf.
Salaf adalah Ulama- ualama terdahulu dan biasa digunakan untuk merujuk
generasi sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in. Untuk perkembangan selanjutnya
muncullah gerakan Salafiyah yang termotivasi oleh keinginan pemurnian islam.
Dengan menghidupkan kembali praktek-praktek ajaran yang telah dilakukan oleh
tiga generasi awal tersebut. Gerakan salafiyah mulai berkembang dengan adanya
gairah yang menggebu yang di warnai fanatisme kalangan kaum Hambali.
Salafiyah sebagai penjaga aliran yang selalu berpegang teguh dan mengembalikan
segala urusan kepada Al-quran dan Al-hadits, mempunyai karakteristik dan
pandangan yang berbeda mengenai keagamaan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah timbulnya aliran salafiyah ?
2. Siapa saja tokoh-tokoh aliran salafiyah ?
3. Bagaimanakah perkembangan aliran salafiyah di Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
1
Penyusun, Ensiklopdi Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997. hlm. 203
2
Mustopa, Mazhab-Mazhab Ilmu Kalam, Cirebon: Nurjati IAIN _publisher, 2011. Hlm. 53
mendalam mengenai sifat-sifat Allah yang menyerupai segala sesuatu yang baru
untuk mensucikan dan mengagungkan-Nya3.
Aliran Salaf terdiri dari orang-orang Hanbaliah yang muncul pada abad
keempat Hijriah dengan mempertalikan dirinya dengan pendapat-pendapat Imam
Ahmad bin Hambal, yang dipandang oleh mereka telah menghidupkan dan
mempertahankan pendirian ulama Salaf . karena pendapat ulam Salaf ini menjadi
motif berdirinya, maka orang-orang Hanabilah menamakan dirinya “ aliran Salaf”.
Aliran Salafiyah/ salaf di kenal juga dengan nama-nama sebagai berikut:
a. Al – Jamaah
Mereka yang berpegang dengan manhaj salaf dinamakan al-
jamaah karena mereka bersatu dalam persaudaraan islamdengan cara
berittiba’ kepada al-quran dan as-sunnah.
b. Ahli Sunnah Wal-Jamaah atau Jama’atul Muslim
Nama-nama ini terdiri dari dua kalimat yaitu:
1. Ahli sunnah, sunnah yang dimaksud ialah sunnah Rasuluullah
SAW. Dinamakan ahli sunnah karena berittiba’ kepada sunnah.
Dimana sunnah sangat bertentangn dengan bid’ah, oleh karena itu
ahli sunnah sangat menentang bid’ah.
2. Al-jamaah, menurut bahasa diambil dari kalimah “ jamaah” yaitu
yang mengumpulkan yang bercerai-berai. Kalimat ini
menunjukkan perkumpulan manusia yang berada pada tujuan
yang satu. Menurut ilmu jamaah ialah beberapa kalimat yang
berkisar diatas enam makna :
(a) Golongan yang besar / ramai dari kalangan ummat.
(b) Jamaah ulama yang mujtahid, jamaah yang terdiri dari para
sahabat secara khusus.
(c) Jamaah umat islam yang bersatu atas satu matlamat.
3
Abdur Razak, Rosihan Anwar , Ilmu Kalam, Bandung: Puskata Setia, 2006, Cet ke-2, hlm. 109.
(d) Jamaah muslim yang bersatu dibawah satu amir.
4
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2011. Hlm. 109-110
Pemilu berpotensi besar menanamkan fanatisme jahiliah terhadap partai-
partai yang ada.
3. Sikap terhadap gerakan Islam yang lain.
Baik Salafi Yamani maupun Haraki, sikap keduanya terhadap gerakan
Islam lain sangat dipengaruhi oleh pandangan mereka dalam penerapan hajr al-
mubtadi’. Sehingga tidak mengherankan dalam poin inipun mereka berbeda
pandangan. Jika Salafi Haraki cenderung ‘moderat’ dalam menyikapi gerakan
lain, maka Salafi Yamani dikenal sangat ekstrim bahkan seringkali tanpa
kompromi sama sekali.
2. Ibn Taimiyah
a. Riwayat Singkat Hidup Ibn Taimiyah
Nama lengkap Ibn Taimiyah adalah Taqiyyuddin Ahmad bin Abi Al-
Halim binTaimiyah. Dilahirkan di Harran pada hari senin tanggal 10 rabiul
awwal tahun 661 H dan meninggal di penjara pada malam senin tanggal 20
Dzul Qaidah tahun 729 H. Kewafatannya telah menggetarkan dada seluruh
penduduk Damaskus, Syam, dan Mesir, serta kaum muslimin pada umumnya.
Ayahnya bernama Syihabuddin Abu Ahmad Abdul Halim bin Abdussalam Ibn
Abdullah bin Taimiyah, seorang syekh, khatib dan hakim di kotanya.
Dikatakan oleh Ibrahim Madkur bahwa ibn Taimiyah merupakan
seorang tokoh salaf yang ekstrim karena kurang memberikan ruang gerak
leluasa kepada akal. Ia adalah murid yang muttaqi, wara, dan zuhud, serta
seorang panglima dan penentang bangsa tartas yang berani. Selain itu ia dikenal
sebagai seorang muhaddits mufassir, faqih, teolog, bahkan memiliki
pengetahuan luas tentang filsafat. Ia telah mengkritik khalifah Umar dan
khalifah Ali bin Abi Thalib. Ia juga menyerang Al-Ghazali dan Ibn Arabi.
Kritikannya ditujukan pula pada kelompok-kelompok agama sehingga
membangkitkan para ulama sezamannya. Berulangkali Ibn Taimiyah masuk
kepenjara hanya karena bersengketa dengan para ulama sezamannya.
Dari generasi 1980-an lahir Ja’far Umar Thalib. Dia adalah lulusan pertama
LIPIA dan menjadi perintis pertama gerakan dakwah salafi di Indonesia. Diantara
lulusan LIPIA, Ja’far berangkat ke Yaman pada tahun 1991 untuk belajar pada
Sheikh Mukbil ibn Hadi al-Wad'i, di Dammaz, Yaman. Seperti sudah disinggung
sebelumnya, Mugbil adalah tokoh salafi puritan. Karakter ini akan menurun pada
Jafar. Sedangkan Yusuf Baisa, lulusan LIPIA lainnya, belajar langsung ke Arab
Saudi dan belajar dari kalangan syeikh sahwah Islamiyah. Karena as-sahwah
terpengaruh Ikhwanul Muslimin, maka pandangan Yusuf Baisa nantinya juga
sangat berbeda dengan Jafar.
Konflik Salafi
Ada dua konflik besar yang terjadi dikalangan Salafi, pertama konflik
antara Ja’far Umar Thalib dengan Yusuf Baisa. Kedua konflik Ja’far Umar Thalib
dengan Muhammad Assewed, dan Yazid Jawwaz. Konflik ini berimplikasi pada
jaringan mereka yang terpecah-pecah. Muara dari pertikaian adalah munculnya
dua group besar mengikuti pembelahan di level internasional: sururi dan puritan.
Konflik pertama, antara Ja’far Umar Thalib dengan Yusuf Baisa sampai
pada tahap mubahalah (beradu do’a, siapa yang berbohong akan celaka). Yusuf
Baisa seperti juga Ja'far Umar Thalib merupakan alumni pesantren PERSIS Bangil.
Keduanya melanjutkan studi ke LIPIA. Namun, Yusuf Baisa meneruskan ke
Riyadh sedangkan Jafar meneruskan ke Yaman.
Ja'far mendengar berita ini sangat marah sekali pada Yusuf, karena
menganggap gerakan Salafi seperti gerakan Ikhwan yang terorganisir. Abu Nida
coba mendamaikan keduanya, berlaku sebagai mediator. Yusuf dan Ja’far bertemu
dan untuk memberikan klarifikasi, hal ini terjadi di rumah Ja’far dan dipimpn oleh
Abu Nida’ dan dihadiri oleh tiga pemimpin Salafi lainnya.
Padahal dalam ajaran Islam antara akhlaq dengan aqidah berdiri satu jajar
dan tidak bisa dipisahkan antara yang satu dengan yang lain.
Tak hanya itu, kuatnya doktrin dalam rangka membina aqidah berakibat
pada keengganan murid berbeda pendapat dengan gurunya. Hal ini berimplikasi
tidak adanya penelaahan terhadap kitab yang ada, sebab segalanya telah
diserahkan pada guru (syaikh). Sikap demikian, pelan namun pasti menimbulkan
sikap taqlid, dimana hal ini sangat ditentang dalam manhaj Salafi.
Refleksi pemikiran ini rupanya tak bisa diterima para muridnya.
Diantaranya yang menolak pemikiran Ja’far adalah Muhammad Assewed.
Menurut Assewed, pemikiran Ja’far ini dianggap sebagai melemahnya sikap Ja’far
terhadap ahlul bid’ah. Padahal menurut Assewed, memperingatkan ummat dari
ahlul bid'ah dan mentahdzir ahlul bid'ah, membenci mereka, menghajar mereka,
memboikot mereka dan tidak bermajlis dengan mereka, adalah kesepakatan dalam
ajaran salafi.
Silang pendapat yang cukup tajam juga terjadi antara Ja’far Umar Thalib
dengan Yazid Jawaaz Perbedaan pendapat mengenai apakah kelompok Salafi
perlu pergi untuk berjihad ke Ambon. Yazid Jawaaz berpendapat bahwa kalangan
Salafi tak perlu berangkat ke Ambon, karena masih ada pemerintah yang
bertanggung jawab. Namun, Ja’far dan Assewed berpendapat lain. Bahwa telah
terjadi pendhaliman terhadap umat Islam di Ambon dan memerlukan bantuan.
Silang pendapat ini berujung pada saling tuding, bahwa Ja’far menganggap Yazid
enggan untuk berangkat Jihad, sementara Yazid menuduh Ja’far hanya mencari
popularitas saja.
Tak hanya itu, perbedaan pendapat juga terjadi mengenai pemikiran para
tokoh Ikhwanul Muslimin, antara Yazid Jawwas dengan kalangan Salafi lainnya,
menyebabkan Yazid tidak lagi dianggap Salafi. Dalam pandangan Yazid, tidak
semua pendapat atau tindakan para tokoh Ikhwan bisa dikategorikan sebagai ahlul
bid’ah, sebab mereka adalah para pejuang Islam, yang rela berkorban demi Izzul
Islam wal Muslimin. Namun lain halnya dengan pandangan para syaikh Salafi
terutama yang berada di Timur Tengah, dimana mereka menganggap para tokoh
Ikhwanul Muslimun adalah orang-prang hizbiyyah (yang selalu mendahulukan
kelompoknya) dan itu termasuk dalam dosa besar.
Setelah terjadi konflik yang berterusan antara Ja’far dengan yang lain,
maka gerakan salafi terpecah menjadi semakin jelas antara yang politik dan non
politik – terjaring dalam FKASWJ.
Salafi Sururiah
Abu Nida', Ahmad Faiz, dan jaringan at-Turots. Kelompok Abu Nida'
menerbitkan majalah al-Fatawa, Ahmad Faiz's juga menerbitkan majalah as-
Sunnah. Ketiga, majalah, al-Furqon, yang diterbitkan oleh kelompok Annur Rofiq
dari Mahad al-Furqon al-Islami, Gresik, yang mempunyai jaringan yang sama.
Yusuf Baisa dan Farid Okbah jaringan al-Irsyad (sangat dekat dengan at-
Turots tetapi bukan bagian dari jaringannya). Yayasan al-Irsyad selalu dikritik
karena mempunyai acara muktamar tahunan, ini merupakan bukti dari kegiataan
hizbiyah.
Para tokoh kalangan salafi politik tersebar di berbagai negara dan mereka
melakukan pembinaan dengan organisasi non profit (LSM) yang ada di Indonesia.
Di antara tokoh Salafi politik internasional adalah, Muhammad Surur Nayif Zainal
Abidin (kini tinggal di London), Abdul Karim Al Katsiri (Saudi Arabia), Syarif
Fuadz Hazza (Mesir), Musthofa bin Isma’il Abul Hasan as Sulaimani Al Ma’ribi
al hizbi (Yaman).
Mereka juga memberikan banyak bantuan pada LSM seperti, As-Sofwah,
at-Turots dan lain-lain dalam rangka penyebaran paham salafi politik.
Pada tahun 2004 Umar as-Sewed mengkritik ungkapan Abdul Khaliq yang
telah mendiskreditkan para pemimpin Saudi. Menurut as-Sewed, Abdul Khaliq
pantas juga diberikan gelar sebagai thaghut, sebagaimana juga diungkapkan oleh
semua syeikh Salafi termasuk bin Baz dan Utsaimin. As-Sewed juga mendorong
bahwa ketidaksukaan Abdul Khaliq pada Saddam terjadi baru-baru ini karena
adanya perang, karena itu Abdul Khaliq pada dasarnya adalah orang munafik
nomer satu.
PENUTUP
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Asy Syakah, Mustofa. 1994. “Islam Tidak Bermazhab”. Jakarta: Gema
Insani Press
Syafi’i Mufid, Ahmad (Ed). 2009. “Kasus-Kasus Aliran/ Paham Keagamaan Aktual
di Indonesia”. Jakarta: Puslitbang Kehidupa Keagamaan.
Abou El Fadl, Khaled. 2015. “Sejarah Wahabi dan Salafi: Mengerti Jejak Lahir dan
Kebangkitannya di Era Kita”. Jakarta: Serambi
Mustopa. 2011. Mazhab-Mazhab Ilmu Kalam, Cirebon: Nurjati IAIN _publisher.
Abdur Razak, Rosihan Anwar. 2006. Ilmu Kalam, Bandung: Puskata Setia.
http://allaboutwahhabi.blogspot.co.id/2011/12/salafi-melawan-salafi-
perkembangan.html