Anda di halaman 1dari 10

B.

Sistem Pemerintahan

Sistem pemerintahan merupakan gabungan dari dua istilah ”sistem” dan ”pemerintahan”. sistem adalah
suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional baik antara
bagian-bagian maupun hubungan fungsional terhadap keseluruhannya, sehingga hubungan itu
menimbulkan suatu ketergantungan antara bagian-bagian yang akibatnya jika salah satu bagian tidak
bekerja dengan baik akan mempengaruhi keseluruhannya itu (Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1983:171).

Jika merujuk kepada ajaran trias politika Pemerintah yang dimaksudkan adalah kekuasaan eksekutif,
akan tetapi karena bagian kekuasaan seperti itu sulit untuk dilaksanakan secara utuh, oleh karena itu
pengertian pemerintahan juga meluas yaitu adalah segala urusan yang dilakukan oleh negara dalam
menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan negara itu sendiri. Pemerintahan itu pada
hakekatnya merupakan segala urusan yang dilakukan oleh negara untuk mengusahakan dan
menyelenggarakan kesejahteraan dalam lingkungan segenap rakyatnya dan kepentingan negara itu
sendiri (R.G. Kartasapoetra, 1993:44)

Sistem pemerintahan yang dianut di dunia sekarang ini dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:

1. Sistem Pemerintahan Presidensil;

2. Sisttem Pemerintahan Parlementer, dan;

3. Sistem Pemerintahan Referendum (Pengawasan langsung oleh rakyat)

Ad. 1. Sistem Pemerintahan Presidensil

Sistem ini diilhami oleh pemikiran Montesqieu dengan teori Pemisahan Kekuasaan, oleh karena itu
penamaan sistem ini dikenal juga dengan nama sistem pemisahan kekuasaan. Di dalam sistem ini tidak
mengenal pemisahan antara Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan dan tidak mengenal adanya
lembaga tertinggi dan tinggi Negara, semua kekuasaan dalam sistem ini dibagi dalam tiga kekuasaan
yaitu Eksekutif oleh Presiden, Legislatif oleh Parlemen/Kongres dan judikatif oleh Mahkamah Agung. Ciri
yang menonjol dari sistem ini adalah Eksekutif dan legislatif sama-sama dipilih secara langsung oleh
rakyat. Oleh karena itu kedua lembaga ini tidak dapat saling menjatuhkan.
Ad 2. Sistem Pemerintahan Parlementer

Pada sistem ini kedudukan eksekutif lemah terhadap parlemen, karena eksekutif bertanggung jawab
kepada parlemen. Pada sistem ini apabila kebijakan eksekutif tidak sejalan dengan keinginan parlemen
(dewan perwakilan), maka parlemen dapat mengajukan mosi tidak percaya pemerintahan dengan
sistem ini, badan eksekutif yang melaksanakan kebijakan pemerintahan yang terdiri dari menteri-
menteri yang dikepalai oleh seorang perdana menteri, menteri-menteri tersebut dinamakan dewan
menteri atau kabinet. Kepala Negara tidak bisa dimintai pertanggung jawaban dalam pelaksanaan
pemerintahan. Sistem parlementer ini berasal dari lnggris, kemudian banyak dianut oleh negara-negara
lain dengan beberapa modifikasi disesuaikan dengan kondisi kongkrit negara bersangkutan.

Ad 3. Sistem Pemerintahan Referendum

Sistem ini memberikan kekuasaan yang besar kepada rakyat secara langsung dalam menentukan
kebijakan kenegaraan dan pemerintahan, sistem ini sekarang digunakan

di Swiss, Perancis, Denmark dan Chili. Pada sistem ini kedudukan DPR/Parlemen sangat lemah sebab
kekuasaan DPR selalu dikontrol oleh rakyat, jadi DPR tidak lebih dari sebuah badan pekerja. Kontrol
terhadap dewan dilakukan oleh lembaga referendum.

Pengawasan langsung oleh rakyat tersebut dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu:

a. Referendum Wajib (referendum obligator, compu/sary referendum), yaitu pemungutan suara yang
diharuskan pelaksanaannya oleh rakyat untuk menentukan suatu hal yang sedang dibahas dapat berlaku
atau tidak. Dalam arti referendum wajib tersebut maksudnya

apabila ada kebijaksanaan baik itu oleh pemerintah maupun oleh lembaga negara tertentu, keputusan
tersebut dapat diterapkan atau tidak sangat tergantung pada disetujui atau tidak oleh rakyat dari hasil
referendum tersebut.

b. Referendum yang tidak wajib (referendum fakultatif, Optical referendum), yaitu pemungutan suara
yang dapat dituntut oleh setiap warga negara, untuk menentukan suatu hal yang telah ditetapkan oleh
setiap warga negara, untuk menentukan suatu hal yang telah ditetapkan dan diterapkan apakah masih
bisa diterapkan atau tidak. Jika rakyat masih setuju dengan kebijak= an tersebut maka akan diteruskan,
jika tidak disetujui lagi maka kebijaksanaan tersebut akan dicabut.

C. Bentuk Negara Dan Sistem Pemerintahan Indonesia.

C.1. Bentuk Negara Republik Indonesia

Di dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945 ditentukan bahwa: 'Negara lndonesia ialah Negara Kesatuan yang
Berbentuk Republik". Demikian juga dalam Pembukaan UUD 1945 disebutkan" ........ , maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan lndonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang
terbentuk dalam susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan

kepada ......... " Dari kedua ketentuan tersebut menurut Kusnardi dan

Harmaily Ibrahim (2003:166) tidak dapat mengetahui dengan tepat apakah penggunaan istilah bentuk
negara itu ditujukan kepada sifat negara Indonesia sebagai Republik ataukah

sebagai kesatuan.

Menurut limly Asshiddiqie (2008:285) dalam Pasal 1 ayat (1) UUD 1945, dapat dilihat adanya beberapa
pengertian, Pertama, Negara yang diarur dalam UUD ini bernama Negara lndonesia; Kedua, Negara
Indonesia ialah Negara Kesatuan; Ketiga, Negara Indonesia berbentuk Republik, karena itu, Negara
Indonesia dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak dapat dilepaskan dari eksistensi NKRI atau Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Apalagi adanya kata “ialah" dalam rumusan "Negara lndonesia “ialah"
Neagara Kesatuan” menunjukkan rumusan yang bersifat defenitif. Artinya, jika bukan Negara Kesatuan,
maka namanya bukan lagi Negara lndonesia.

Lebih jauh Jimly mengatakan bahwa dari rumusan Pasal 1 ayat (1) itu, dapat diketahui bahwa teks UUD
1945 mengatur pengertian tentang bentuk negara yang dikaitkan dengan bentuk republik versus
monarki. Namun dalam penjelasan pasal ini, dinyatakan, ”Pasal 1 menetapkan bentuk negara Kesatuan
dan republik, mengandung isi pokok pikiran kedaulatan rakyat”. Artinya perumus menjelaskan tentang
UUD 1945 yang memperlakukan Negara Kesatuan dan republik sama-sama sebagai konsepsi tentang
bentuk negara (staatsvorm). Inkonsistensi semacam ini sering terjadi di antara para sarjana sampai
sekarang.
Berbeda halnya dengan ketentuan dalam teks UUD 1950 dalam pembukaanya, dengan tegas
menyebutkan ”republikkesatuan" pada alinea ke III menyebutkan ”Maka demi ini kami menyusun
kemerdekaan itu dalam suatu piagam Negara yang demokratis dan berbentuk republik-kesatuan,....”.

Dengan demikian, dalam wadah Negara Kesatuan Republik lndonesia, segenap warga negara dituntut
untuk bersatu dalam keragaman (unity in diversity), dan dan dalam wadah negara kesatuan ini juga
termasuk dimungkinkan adanya ketidak seragaman dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Tidak ada keharusan mutlak bahwa semua unit pemerintahan daerah harus seragam di seluruh
lndonesia, hanya karena negara indonesia berbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Misalnya,
Pemerintahan daerah Otonomi khusus Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Daerah otonomi Khusus
Provinsi papua, Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta, dan Provinsi daerah khusus ibukota Jakarta
(Asshiddqie, 2008:289-290).

C2. Sistem Pemerintahan Indonesia

Berdasar ketentuan Pasai 4 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan: “Presiden Republik lndonesia memegang
kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar". Ketentuan ini tidak berubah sejak awal
kemerdekaan sampai dengan amandemen Ice-4 sekarang ini. Seperti diketahui bahwa dalam sistem
pemerintahan yang dimaksudkan adalah presiden sebagai Kepala Pemerintahan (eksekutif). Oleh karena
itu dalam menyusun sistem pemerintahan Presiden harus memperhatikan keseluruhan materi UUD
1945.

Di dalam materi UUD 1945 dapat dikemukakan ada sembilan prinsip pokok sistem penyelenggaraan
negara yang di dalamnya juga penyelenggaraan pemerintahan (eksekutif), yaitu:

1. Prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa; 2. Paham Kedaulatan Rakyat dan demokrasi; 3. Cita Negara Hukum
dan 7779 Rule of Law; 4. Demokrasi langsung dan Demokrasi Perwakilan; ' 5Pemisahan Kekuasaan dan
Prinsip Cheks and balances; 6. Sistem Pemerintahan Presidensiil; 7. Persatuan dan Keragaman; 8. Paham
Demokrasi ekonomi dan Ekonomi Pasar Sosiai; 9. Citra Masyarakat Madani. (Asshiddqie (2), 2008:283).

Di samping harus menjalankan kesembilan prinsip pokok dalam sistem penyelenggaraan negara
(pemerintahan). Presiden juga diberikan kewenangan konstitusional untuk menyelenggarakan sistem
pemerintahan di Indonesia, adapun kewenangan presiden Republik indonesia sebagai berikut
1. Memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama untuk satu kali jabatan (Pasal 7 UUD 1945);

2. Mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR (Pasal 5 ayat (1) UUD 1945);

3. Mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden
menjadi Undang-undang; (Pasal 20 ayat (4) UUD 1945)

4. Menetapakan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya


(Pasal 5 ayat (2) UUD 1945);

5. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat. Angkatan Laut, dan Angkatan Udara (Pasal
w UUD 1945);

6. Dengan persetujuan DPR, menyatakan perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara
lain (Pasal 11 ayat (1) UUD 1945)

7. Membuat perjanjian internasional yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi kehidupan
rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau
pembentukan undang-undang dengan persetujuan DPR (Pasal 11 ayat (2) UUD 1945);

8. Menyatakan keadaan bahaya yang syarat-syarat dan akibatnya ditetapkan dengan undang-undang
(Pasal 12 UUD 1945);

9. Mengangkat duta dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat (1) UUD 1945);

10. Mengangkat konsul (Pasal 13 ayat (1) UUD 1945);


11.Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 13 ayat (2)
UUD 1945)

12. Memberi Grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (Pasal 14
ayat (1) UUD 1945);

13. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR (Pasal 14 ayat (2) UUD
1945). H.Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda * kehormatan yang diatur dengan undang-
undang (Pasal

15 UUD 1945);

15. Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan
kepada presiden yang selanjutnya diatur dalam undang-undang (Pasal 23 ayat (2) UUD 1945);

16. Mengangkat dan memberhentikan menteri negara (Pasal 17 ayat (2) UUD 1945);

17. Mengajukan rancangan undang-undang tentang anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN)
untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (Pasal 23
ayat (2) UUD 1945);

18. Meresmikan anggota BPK yang telah dipilih oleh DPR

dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (Pasal 23F ayat (2) UUD 1945);

19. Menetapkan Hakim Agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan mendapatkan persetujuan DPR
(Pasal 24A ayat (5) UUD 1945);

20. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR (Pasal 248 ayat
(3) UUD 1945);
21.Menempatkan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi yang diajukan masing-masing oleh

Mahkamah agung tiga orang, oleh DPR tiga orang, dan oleh Presiden tiga orang (Pasal 24C ayat (3) U UD
1945); (Lihat: Asshiddiqie (1 ), 2008:336-338).

Dari kedua puluh satu kewenangan tadi dapat digolongkan kepada 3 (tiga) besar kewenangan presiden,
yaitu: kewenangan eksekutif, kewenangan non eksekutif, kewenangan legislatif dan kewenangan
yudikatif. Dengan adanya kewenangan seperti itu, maka apa yang disebut sistem pemisahan kekuasaan
(Trias Politica) sebagaimana diajarkan oleh Montesquieu tidak diberlakukan dalam sistem
penyelenggaraan negara di lndonosia, karena presiden juga diberikan kewenangan yang seharusnya
menjadi kewenangan mutlak legislatif dan yudikatif. Undang-Undang Dasar 1945 tidak membatasi
secara tajam, bahwa kekuasaan itu harus dilakukan oleh satu organ/badan tertentu yang tidak boleh
saling campur tangan dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak membatasi kekuasaan itu dibagi atas tiga
bagian saja dan juga tidak membatasi pembagian kekuasaan dilakukan oleh tiga organ/badan saja
(Kusnardi, dkk, 1983:181 ).

Sistem pemerintahan negara lndonesia dapat ditelusuri dari ketentuan Pasal-pasal dari UUD 1945
setelah amandemen, berbeda halnya dengan UUD 1945 sebelum amandemen, dimana sistem
pemerintahan disebutkan dalam penjelasannya. Adapun sistem pemerintahan Indonesia

menurut UUD 1945 sebagai berikut:

1. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechtstaat) Ini berarti bahwa Indonesia adalah
Negara yang berdasarkan hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtsstaat).
Negara yang berdasarkan hukum menuntut kepada Negara, pemerintah, lembaga negara yang lain,
bahkan semua warga negara lndonesia, dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh
hukum atau dapat dipertanggungjawabkan di muka umum.

2. Sistem Konstitusional Pemerintahan berdasar atas system konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat
absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas), Sistem memberikan ketegasan bahwa cara pengendalian
pemerintahan dibatasi oleh ketentuan konstitusi, yang dengan sendirinya oleh ketentuan lain
merupakan produk konstitusional seperti undang-undang.
3. Kekuasaan Negara yang Tertinggi di Tangan Rakyat Kedaulatan rakyat berada di tangan rakyat dan
dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 hasil amandemen). Kedaulatan
rakyat dipegang oleh suatu badan bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat, sebagai penjelmaan
seluruh rakyat lndonesia. Majelis ini mengubah dan menetapkan UUD. Majelis ini melantik kepala
Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wapres) dan tidak memiliki kewenangan untuk memilih.
Konsekuensi logisnya adalah presiden maupun wakil presiden tidak perlu lagi memberi
penanggungjawaban kepada MPR.

Walaupun system pemerintahan kita adalah sistem perwakilan (representative), namun dalam
perkembanganv nya, praktik ketatanegaraan kita telah mengalami perkembangan pesat. Hal ini
ditunjukkan dengan partisipasi rakyat secara langsung memilih pemimpin-pemimpinnya. Tidak hanya
memilih anggota legislatif/parlemen, sekarang ini rakyat sudah memiliki hak penuh untuk memilih
presiden maupun wakil presiden secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Rakyat bebas
menentukan pilihannya berdasarkan nurani masing-masing.

Dalam kaitan ini, peran MPR pun menjadi berubah, hanya bersifat seremonial yaitu melantik presiden
dan wakil presiden terpilih. MPR tidak memiliki otoritas penuh menyangkut pemilihan presiden dan
wakil presiden tersebut. Praktik ketatanegaraan ini menunjukkan semakin meningkatnya supremasi sipil.
Rakyat menjadi lebih dewasa dalam memilih pemimpin sebagai wakil-wakilnya di pemerintahan.
Sebaliknya apabila pemimpin tersebut dianggap tidak layak memimpin, maka rakyat pun tidak perlu lagi
memilihnya pada periode berikutnya.

4. Presiden adalah penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi di bawah Majelis

Di bawah MPR, presiden adalah penyelenggara pemerintah yang tertinggi.

Dalam menjalankan pemerintahan Negara dan tanggung jawab adalah di tangan presiden.

Presiden tidak bertanggung jawab terhadap MPR, namun bertanggung jawab kepada rakyat karena
dipilih secara langsung oleh rakyat (vide Pasal GA ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 hasil
Amandemen).

5. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR (Parlemen) Di samping presiden adalah DPR, presiden
harus mendapat persetujuan DPR untuk membentuk undang-undang (gesetzgebung) dan untuk
menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara (staatsbegrooting).

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuanganNegara ditetapkan
setiap tahun dengan Undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Rancangan Undang-undang Anggaran Pendapatan dan ‘ Belanja Negara diajukan oleh presiden untuk
dibahas ber-_ sama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Apabila DPR tidak menyetujui
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang diusulkan oleh presiden, pemerintah
menjalankan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun yang lalu (Pasal 23 ayat (3) UUD 1945
hasil Amandemen) '

6. Kementerian Negara adalah pembantu Presiden, Menteri Negara tidak bertanggung jawab kepada
DPR Dalam melaksanakan tugas pemerintahan Negara sehari- hari, presiden dibantu oleh menteri-
menteri negara yang yang tidak bertanggung jawab kepada DPR sehingga kedudukannya tidak
tergantung kepada dewan. Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam aspek kepemerintahan.
Pembentukan, perubahan, serta perubahan menteri negara atau lazim disebut sebagai kabinet yang
diatur dalam Undangundang. Hal ini diatur dalam Bab V Pasal 17 UUD 1945 hasil Amandemen. '

7. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas Meskipun Kepala Negara tidak bertanggung jawab
kepada DPR, presiden bukanlah "dictator", artinya kekuasaan presiden tidak tak terbatas. Walau begitu,
presiden tetap . harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh ”suara” DPR. Hal ini karena dalam
setiap proses pembuatan undangundang melibatkan presiden dengan persetujuan DPR.

Sistem Pemerintahan Presidensial

Sistem pemerintahan presidensial ini secara prinsipiil menitikberatkan pada pemisahan kekuasaan
secara berimbang. Eksekutif tidak memiliki kewenangan untuk membubarkan parlemen (DPR).
Sebaliknya, presiden atau eksekutif pun tidak haris berhenti walaupun telah kehilangan dukungan dari
mayoritas suara di parlemen (DPR). Dengan kata lain, parlemen tidak dapat menjatuhkan presiden.
Presiden memiliki otoritas yuridis yang cukup kuat. Presiden memiliki kewenangan dalam
memberlakukan keadaan darurat seperti pemberlakuan darurat sipil hingga pemberlakuan darurat
militer dengan sepengetahuan parlemen. Di samping kepala Negara, presiden juga sebagai kepaia
pemerintahan yang memimpin cabinet Pertanggungjawaban dewan menteri ditujukan kepada

presiden. Apabila menteri melakukan kebijakan yang bertentangan dengan pelaksanaan pemerintahan,
presiden dapat mengganti menteri bersangkutan.

Dalam perkembangannya, sistem presidensial Negara kita mengalami suatu perkembangan yang sangat
signifikan dengan lahirnya lembaga-lembaga kenegaraan yang baru seperti Mahkamah Konstitusi dan
DPD. Bahkan secara perlahan namun pasti praktik ketatanegaraan kita mengarah menjadi sistem
bikameral atau system dua kamar dengan dibentuknya DPD.

Otoritas MK meliputi bidang-bidang perkara antarundangundang maupun perkara diatas undang-


undang, seperti hak uji materiil terhadap undang-undangn dan hak uji hierarki peraturan di atas undang-
undang. Selain itu dalam bidang peradilan telah terjadi penyatuan sistem hukum (satu atap) di bawah
MA. Kepolisian berada di bawah Pengadilan Negeri dan berdiri sejajar dengan Pengadilan Militer. Hal ini
menunjukkan bahwa sudah tidak ada lagi ”warga kelas satu” di muka hukum.

Anda mungkin juga menyukai