Negara adalah bentuk organisasi yang ada dalam kehidupan manusia. Pada
prinsipnya, setiap warga negara adalah warga negara dari suatu negara dan harus
tunduk kepada otoritas negara, karena organisasi negara mencakup semua orang di
wilayahnya dan otoritas negara berlaku untuk orang-orang ini. Sebaliknya, negara
juga memiliki kewajiban terhadap anggota. Melalui kehidupan negara dengan
pemerintahan yang ada di dalamnya, orang ingin mencapai tujuan tertentu, seperti
mencapai perdamaian, ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat. Tanpa organisasi
pemerintah, keadaan masyarakat ini sulit dicapai, karena tidak ada pemerintah yang
mengatur kehidupan mereka bersama.
Dalam hidup bernegara, anda dapat menemukan beberapa aturan yang mengatur
bagaimana pemerintahan dijalankan. Misalnya, siapa yang menjalankan kekuasaan
pemerintahan dan bagaimana kekuasaan tersebut diperoleh. Anda juga dapat
menemukan adanya beberapa aturan yang sama sekali tidak berhubungan dengan
cara-cara pemerintahan dijalankan. Misalnya, bagaimana aturan mengendarai
kendaraan bermotor di jalan raya dan bagaimana cara mencari keadilan jika hak
dilanggar orang lain. Agar pemerintah suatu negara yang memiliki kekuatan untuk
mengatur kehidupan masyarakat tidak bertindak sewenang- wenang, ada sistem
regulasi yang mengaturnya. Sistem kontrol menggambarkan hierarki atau peringkat
dari tingkat aturan tertinggi ke aturan terendah. Aturan tingkat tertinggi di suatu
negara disebut konstitusi, atau sering disebut sebagai konstitusi, dua istilah yang
sebenarnya tidak berarti hal yang persis sama. Konstitusi berharap bahwa organisasi
negara terorganisasi dan terorganisir dengan baik dan bahwa pemerintah tidak akan
bertindak sewenang-wenang terhadap rakyat mereka.
Pada bab IV ini, anda akan mempelajari tentang konstitusi dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Pada penjelasan bab ini, akan dibagi menjadi lima pokok
pembahasan. Pembahasan pertama adalah tentang konsep dan urgensi konstitusi
dalam kehidupan berbangsa dan negara. Kedua, tentang konstitusi dalam kehidupan
berbangsa negara Indonesia. Ketiga, tentang sumber historis, sosiologis, dan politik
tentang konstitusi dalam kehidupan berbangsa dan negara Indonesia. Keempat,
tentang dinamika dan tantangan konstitusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pada bagian pembahasan terakhir berisi tentang mendeskripsikan esensi dan urgensi
konstitusi dalam berbangsa dan bernegara Indonesia.
Setelah mempelajari bab ini, anda diharapkan:
1. Mahasiswa dapat menjelaskan tentang konsep dan urgensi konstitusi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara;
2. Mahasiswa dapat memahami konstitusi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara;
3. Mahasiswa dapat menjelaskan sumber historis, sosiologis, dan politik tentang
konstitusi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia;
4. Mahasiswa dapat memahami tentang dinamika dan tantangan konstitusi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara;
5. Mahasiswa dapat mendeskripsikan esensi dan urgensi konstitusi dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara.
a) Pemerintah (bestuur)
b) Perundang-undangan
c) Kepolisian
d) Pengadilan
Van Vollenhoven percaya bahwa kekuasaan eksekutif terlalu luas dan
karena itu harus dibagi menjadi dua jenis kekuatan lain, pemerintah dan polisi.
Menurutnya, polisi memiliki wewenang untuk memantau penegakan hukum
dan, jika perlu, implementasi hukum. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya
“The Principles of Constitution Law in Indonesia” mendukung gagasan Van
Vollenhoven. Dia bahkan menyarankan menambahkan dua jenis kekuatan
negara, yaitu Jaksa Agung dan Kekuatan Auditor untuk Memeriksa Keuangan
Negara, dan menjadi jenis kekuasaan kelima dan keenam. Atas dasar teori
negara yang diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa jenis kekuasaan
negara yang diatur oleh konstitusi biasanya dibagi menjadi enam bagian dan
bahwa setiap kekuasaan dikelola oleh lembaga atau badannya sendiri, yaitu:
a) Kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)
b) Kekuasaanmelaksanakanundang-undang(eksekutif)
c) Kekuasaan kehakiman (yudikatif)
d) Kekuasaankepolisian
e) Kekuasaan kejaksaan
f) Kekuasaan memeriksa keuangan Negara
Konstitusi suatu negara pada dasarnya adalah konstitusi tertinggi yang
mengandung masalah ketatanegaraan, sehingga konstitusi harus lebih stabil
daripada produk hukum lainnya. Selain itu, jika jiwa dan semangat
administrasi negara juga diatur dalam konstitusi, sehingga perubahan
konstitusi dapat menyebabkan perubahan penting dalam sistem
ketatanegaraan. Negara demokratis dapat menjadi otoriter melalui amandemen
konstitusi.
Terkadang keinginan orang untuk mengubah konstitusi tidak bisa
dihindari. Ini terjadi ketika mekanisme administrasi negara yang dibentuk oleh
konstitusi saat ini tidak lagi sesuai dengan ambisi rakyat. Karena alasan ini,
konstitusi biasanya juga memuat ketentuan tentang perubahan konstitusi itu
sendiri, sehingga prosedurnya diikuti sedemikian rupa sehingga perubahan
yang terjadi sebenarnya sesuai dengan keinginan rakyat dan tidak didasarkan
pada keinginan sewenang-wenang dan sementara atau bahkan sesuai dengan
keinginan kelompok orang.
Pada dasarnya ada dua jenis sistem yang biasanya digunakan dalam
ketatanegaraan sehubungan dengan perubahan konstitusi. Sistem pertama
adalah bahwa ketika suatu konstitusi diubah, konstitusi secara keseluruhan
berlaku (penggantiankonstitusional). Sistem ini diadopsi oleh hampir semua
negara di dunia. Sistem kedua adalah bahwa jika konstitusi diubah, konstitusi
asli tetap berlaku. Perubahan konstitusi adalah perubahan pada konstitusi asli.
Dengan kata lain, ubah bentuk atau bentuk bagian dari konstitusinya. Sistem
ini diambil alih oleh Amerika Serikat.
Ada beberapa hal yag dimuat dalam konstitusi atau Undang-Undang
Dasar, yaitu:
a) Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif: Pada negara federal, pembagian
kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara-negara
bagian, dan tentang prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran
yurisdiksi oleh salah satu badan pemerintahan.
b) Hak-hak asasi manusia. Dalam UUD NRI Tahun 1945, misalnya diatur
secara khusus dalam BAB XA, Pasal 28A sampai Pasal 28 J.
c) Prosedur mengubah UUD. Dalam UUD NRI Tahun 1945, misalnya
diatur secara khusus dalam BAB XVI, Pasal 37 tentang Perubahan
Undang-Undang Dasar.
d) Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari
UUD. Hal ini biasanya terdapat jika para penyusun UUD ingin
menghindari terulangnya kembali hal-hal yang baru saja diatasi, seperti
misalnya munculnya seorang diktator atau kembalinya suatumonarki.
UUD Federal Jerman melarang untuk mengubah sifat federalisme dari
UUD oleh karena dikuatirkan bahwa sifat unitarisme dapat melicinkan
jalan untuk munculnya kembali seorang diktator seperti Hitler. Dalam
UUD NRI 1945, misalnya diatur mengenai ketetapan bangsa Indonesia
untuk tidak akan mengubah bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia (Pasal 37, Ayat 5).
e) Memuat cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi negara. Ungkapan ini
mencerminkan semangat (spirit) yang oleh penyusun UUD ingin
diabadikan dalam UUD sehingga mewarnai seluruh naskah UUD itu.
Misalnya, UUD Amerika Serikat menonjolkan keinginan untuk
memperkokoh penggabungan 13 koloni dalam suatu Uni, menegaskan
dalam Permulaan UUD:
UUD NRI 1944 (masa orde baru) 1966 sampai dengan 1988.
Pada pertengahan 1997 negara Indonesia dilanda krisis ekonomi dan mata uang
yang sangat serius. Krisis ekonomi dan mata uang di Indonesia merupakan tantangan
besar pada saat itu. Sebagai akibat dari krisis, harga telah naik sementara daya beli
masyarakat terus turun. Sementara itu, nilai tukar rupee ke mata uang asing, terutama
dolar AS, terus turun. Menanggapi kondisi ini, pemerintah telah mencoba berbagai
langkah untuk mengatasinya. Namun, kondisi ekonomi belum membaik. Lebih buruk
dan lebih buruk dari hari ke hari. Krisis tersebar luas secara politis. Orang tidak lagi
mempercayai pemerintah. Krisis kepercayaan kemudian muncul di pemerintahan.
Gelombang protes besar-besaran telah terjadi di Jakarta dan daerah-daerah.
Demonstrasi ini dianimasikan oleh pelajar, pemuda, dan berbagai komponen bangsa
lainnya. Pemerintah tidak bisa lagi mengendalikan situasi. Jadi Presiden Suharto
mengumumkan pengunduran dirinya pada 21 Mei 1998. Pengangkatan Presiden
Suharto menandai awal dari era reformasi negara.
Tumbangnya rezim orde baru dan lahirnya era reformasi adalah bagian dari salah
satu tujuan reformasi pada saat itu. Pada awal era reformasi (pertengahan 1998),
masyarakat harus berurusan dengan berbagai tuntutan reformasi. Tuntutan ini telah
dikomunikasikan oleh berbagai bagian bangsa, terutama pelajar dan kaum muda.
Berikut ini adalah enam tuntutan reformasi tersebut:
1. Amandemen UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Penghapusan doktrin dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
3. Penegakkan supremasi hukum, penghormatan HAM (Hak Asasi Manusia),
serta pemberantasa KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme).
4. Desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah
5. Mewujudkan kebebasan pers
6. Mewujudkan kehidupan demokrasi
Keberadaan tuntutan ini didasarkan pada gagasan bahwa Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) tidak
memberikan dasar bagi kehidupan yang demokratis, penguatan populasi dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia. Selain itu, ada artikel dalam UUD
NRI 1945 yang menimbulkan interpretasi yang berbeda atau lebih dari satu
(banyak interpretasi) dan menawarkan peluang untuk mengelola negara yang
otoriter, terpusat, tertutup, dan potensi praktik kolusi, korupsi, dan Nepotisme
yang berkembang (KKN). Organisasi negara ini menyebabkan penurunan
kehidupan nasional. Buktinya adalah terjadinya krisis di berbagai bidang
kehidupan (krisis multidimensi). Permintaan untuk perubahan UUD NRI 1945
adalah langkah besar ke depan. Ini dikatakan sebagai langkah maju karena
tidak ada perubahan di era sebelumnya. Posisi politik pemerintah,yang
didukung oleh MPR, tidak memiliki niat untuk memodifikasi UUD NRI 1945.
Walaupun ada keinginan untuk mengubah UUD NRI 1945, referendum
dengan persyaratan yang sangat spesifik harus diadakan kaku (untuk meminta
pendapat orang). Karena persyaratan yang sangat ketat, UUD NRI 1945 tidak
mungkin diubah.
Dalam perkembangannya, tuntutan untuk perubahan UUD NRI 1945 dan
seterusnya menjadi kebutuhan bersama rakyat Indonesia. Atas dasar ini, hasil
MPR dari pemilihan parlemen 1999, sesuai dengan kekuasaannya
sebagaimana diatur dalam Pasal 37 UUD NRI 1945, telah membawa
perubahan bertahap dan sistematis sebanyak empat kali:
a) Perubahan Pertama, pada Sidang Umum MPR 1999. b)
b) PerubahanKedua, pada SidangTahunanMPR2000.
c) Perubahan Ketiga, pada Sidang Tahunan MPR 2001.
d) PerubahanKeempat,padaSidangTahunanMPR2002.
Perubahan UUD NRI 1945 yang dilakukan oleh MPR, selain merupakan
perwujudan dari tuntutan reformasi, sebenarnya sejalan dengan pemikiran
pendiri bangsa (founding father) Indonesia. Ketua panitia Penyusun UUD NRI
1945, yakni Ir. Sukarno dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
18 Agustus 1945, di antaranya menyatakan sebagai berikut:
“...bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar Sementara, Undang-
Undang Dasar Kilat, bahwa barang kali boleh dikatakan pula, inilah
revolutiegrondwet. Nanti kita membuat Undang-Undang Dasar yang lebih
sempurna dan lengkap”
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA