Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

SEJARAH PENYUSUNAN KONSTITUSI DI


INDONESIA

DISUSUN OLEH
Yusuf Daffa Hakiim (215010100111107)
A. Latar Belakang

Sekarang ini sebagian masyarakat Indonesia yang mengabaikan arti dari pancasila sebagai
dasar negara dan UUD 1945 sebagai konstitusi. Bahkan bukan hanya mengabaikan, namun
banyak juga yang tidak mengetahui makna dari dasar negara dan konstitusi tersebut. Terlebih
di era globalisasi ini masyarakat dituntut untuk mampu memilah-milah pengaruh positif dan
negatif dari globalisasi tersebut. Dengan pendidikan tentang dasar negara dan konstitusi
diharapkan masyarakat Indonesia mampu mempelajari, memahami serta melaksanakan
segala kegiatan kenegaraan berlandasakan dasar negara dan konstitusi, namun tidak
kehilangan jati dirinya.
Dasar Negara menjadi sumber bagi pembentukan konstitusi. Dasar Negara menempati
kedudukan sebagai norma hukum tertinggi disuatu Negara. Sebagai norma tertinggi, dasar
Negara menjadi sumber bagi pembentukan norma-norma hukum dibawahnya. Konstitusi
adalah salah satu norma hukum dibawah dasar Negara. Dalam arti yang luas : konstitusi
adalah hukum tata negara, yaitu keseluruhan aturan dan ketentuan (hukum) yang
menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu negara, dalam arti sempit : konstitusi adalah
Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa dokumen yang memuat aturan-aturan yang
bersifat pokok. Dengan demikian, konstitusi bersumber dari dasar Negara. Norma hukum
dibawah dasar Negara isinya tidak boleh bertentangan dengan norma dasar. Isi norma
tersebut bertujuan mencapai cita-cita yang terkandung dalam dasar Negara. Dasar Negara
merupakan cita hukum dari Negara. Terdapat hubungan-hubungan yang sangat terkait antara
keduanya yang perlu kita ketahui.
Dalam arti sempit: konstitusi adalah Undang-Undang Dasar, yaitu satu atau beberapa
dokumen yang memuat aturan-aturan yang bersifat pokok. Dengan demikian, konstitusi
bersumber dari dasar Negara.norma hukum dibawah dasar Negara isinya tidak boleh
bertentangan dengan norma dasar. Isi norma tersebut bertujuan mencapai cita-cita yang
terkandung dalam dasar Negara. Dasar Negara merupakan cita hukum dan Negara. Terdapat
hubungan-hubungan yang sangat terkait antara keduanya yang perlu kita ketahui.

A. Pengertian Konstitusi

Di dalam ilmu Negara dan hukum tata Negara, konstitusi diberi arti yang berubah-ubah
sejalan dengan perkembangan kedua ilmu tersebut. Pertama, pengertian konstitusi pada masa
pemerintahan-pemerintahan kuno (ancient regime). Kedua, pengertian yang baru yaitu pengertian
konstitusi menurut tafsiran modern yakni sejak lahirnya dokumen konstutusi yang pertama di
dunia yang dikenal dengan nama Virginia Bill of Right (1776).
Konstitusi dalam pengertian pertama diartikan sebagai nama bagi ketentuan-ketentuan yang
menyebut hak-hak dan kekuasaan dari orang-orang tertentu, keluarga-keluarga tertentu yang
berkuasa atau suatu badan-badan tertentu. Sebagai contoh di mas-masa pemerintahan kerajaan
absolut, konstitusi diartikan sebagai “ kekuasaan perorangan yang tak terbatas dari sang raja”
Sedangkan konstitusi dalam pengertian kedua, menurut Sovernin Lohman, meliputi tiga
unsur, yaitu:
1. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak social), artinya
konstitusi merupakan hasil atau kongklusi dari kesepakatan masyarakat untuk membina Negara
dan pemerintahan yang akan mengatur mereka;
2. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia dan warga Negara sekaligus
penentuan batas-batas hak dan kewajiban warga Negara dan alat-alat pemerintahannya;
3. Konstitusi sebagai forma regimenis yaitu kerangka bangunan pemerintahan.
Kata “Konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja yaitu “constituer”
(Perancis) atau membentuk. Yang dibentuk adalah negara, dengan demikian konstitusi
mengandung makna awal (permulaan) dari segala peraturan perundang-undangan tentang negara.
Belanda menggunakan istilah “Grondwet” yaitu berarti suatu undang-undang yang menjadi dasar
dari segala hukum.
Konstitusi pada umumnya bersifat kondifaksi yaitu sebuah dokumen yang berisian aturan-
aturan untuk menjalankan suatu organisasi pemerintahan negara, namun dalam pengertian ini,
konstitusi harus diartikan dalam artian tidak semuanya berupa dokumen tertulis (formal). Namun
menurut para ahli ilmu hukum maupun ilmu politik konstitusi harus diterjemahkan termasuk
kesepakatan politik, negara, kekuasaan, pengambilan keputusan, kebijakan dan distibusi maupun
alokasi. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu
negara. Terdapat dua jenis kontitusi, yaitu konstitusi tertulis (Written Constitution) dan konstitusi
tidak tertulis (Unwritten Constitution). Ini diartikan seperti halnya “Hukum Tertulis” (geschreven
Recht) yang termuat dalam undang-undang dan “Hukum Tidak Tertulis” (ongeschreven recht)
yang berdasar adat kebiasaan.
Pada umumnya hukum bertujuan untuk mengadakan tata tertib untuk keselamatan
masyarakat yang penuh dengan konflik antara berbagai kepentingan yang ada di tengah
masyarakat. Tujuan hukum tata negara pada dasarnya sama dan karena sumber utama dari hukum
tata negara adalah konstitusi atau Undang-Undang Dasar, akan lebih jelas dapat dikemukakan
tujuan konstitusi itu sendiri. Konstitusi juga memiliki tujuan yang hampir sama deengan hukum,
namun tujuan dari konstitusi lebih terkait dengan:
1. Berbagai lembaga-lembaga kenegaraan dengan wewenang dan tugasnya masing-masing.
2. Hubungan antar lembaga negara.
3. Hubungan antar lembaga negara (pemerintah) dengan warga negara (rakyat).
4. Adanya jaminan atas hak asasi manusia.
5. Hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan jaman.
Semakin banyak pasal-pasal yang terdapat di dalam suatu konstitusi tidak menjamin bahwa
konstitusi tersebut baik. Di dalam praktekna, banyak negara yang memiliki lembaga-lembaga
yang tidak tercantum di dalam konstitusi namun memiliki peranan yang tidak kalah penting
dengan lembaga-lembaga yang terdapat di dalam konstitusi. Bahkan terdapat hak-hak asasi
manusia yang diatur diluar konstitusi mendapat perlindungan lebih baik dibandingkan dengan
yang diatur di dalam konstitusi. Dengan demikian banyak negara yang memiliki aturan-aturan
tertulis di luar konstitusi yang memiliki kekuatan yang sama denga pasal-pasal yang terdapat
pada konstitusi.
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan
tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu menganut
paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku
adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku tidaknya suatu konstitusi. Hal
inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan kewenangan yang
berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diatur¬nya. Karena itu, di lingkungan negara-
negara demokrasi, rakyatlah yang dianggap menentukan berlakunya suatu konstitusi.” Konstitusi
Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer (President Executive and Parliamentary
Executive Constitution)”, oleh Sri Soemantri, Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) tidak
termasuk kedalam golongan konstitusi Pemerintahan Presidensial maupun pemerintahan
Parlementer . Hal ini dikarenakan di dalam tubuh UUD 45 mengndung ciri-ciri pemerintahan
presidensial dan ciri-ciri pemerintahan parlementer. Oleh sebab itu menurut Sri Soemantri di
Indonesia menganut sistem konstitusi campuran.

B. Lahirnya Konstitusi

Latar belakang lahirnya konstitusi pertama Republik Indonesia; Undang-Undang Dasar


1945. Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945 oleh badan
penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang beranggotakan 21
orang, diantaranya Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakil ketua dengan 19 orang
anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3 orang dari Sumatra dan masing-masing 1
wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda kecil.
Badan ini kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi bagi
Indonesia merdeka yang kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang 1945 (UUD’45). Para
tokoh perumus itu adalah: dr. Radjiman Widioningrat, Ki Bagus Hadikoesoemo, Oto
Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjahamidjojo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Abdul
Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing, Dr. Mohammad Amir (Sumatera), Mr. Abdul Abbas (Sumatera),
Dr. Ratulangi, Andi Pangerang (keduanya dari Sulawesi), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja (Bali) A
H. Hamidan (Kalimantan), R. P. Soeroso, Abdul Wachid Hasyim dan Mr. ohammad Hassan
(Sumatera).
Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD’45) bermula dari janji Jepang untuk memberi
kemerdekaan bagi bangsa Indonesia di kemudian hari. Janji tersebut antara lain berisi: “sejak dari
dahulu, sebelum pecahnya peperangan Asia Timur Raya, Dai Nippon sudah mulai berusaha
membebaskan bangsa Indonesia dari kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Tentara Dai Nippon
dengan serentak menggerakkan angkatan perangnya, baik di darat, laut maupun udara, untuk
mengakhiri kekuasaan penjajahan Belanda”.
Sejak saat itu Dai Nippon Teikoku memandang bangsa Indonesia sebagi saudara muda
serta membimbing bangsa Indonesia dengan giat dan tulus ikhlas di semua bidang, sehingga
diharapkan kelak bangsa Indonesia siap untuk berdiri sendiri sebagai bangsa Asia Timur Raya.
Namun janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah selalu ingin lebih lama menindas
dan menguras kekayaan bangsa Indonesia. Setelah Jepang dipukul mundur tentara sekutu, Jepang
tak lagi inget akan janjinya. Setelah menyerah tanpa syarat kepada sekutu, rakyat Indonesia lebih
bebas dan leluasa untuk berbuat dan tidak bergantung pada Jepang sampai saat kemerdekaan tiba.
Setelah merdeka kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi nampaknya tidak bias ditawar-tawar
lagi, dan segera harus dirumuskan.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah ikrar kemerdekaan, panitia persiapan
kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengadakan sidangnya yang pertama kali dan menghasilkan
beberapa keputusan sebagai berikut:
1. Menetapkan dan mengesahkan pembukaan UUD ’45 yang bahannya di ambil dari rancangan
undang-undang yang disusun oleh panitia perumus pada tanggal 22 Juni 1945;
2. Menetapkan dan mengesahkan UUD ’45 yang bahannya hamper seluruhnya diambil dari RUU
yang disusun oleh panitia perancang UUD tanggal 16 Juni 1945;
3. Memilih ketua persiapan Kemerdekaan Indonesia Ir. Soekarno sebagai presiden dan wakil ketua
Drs. Muhammad Hatta sebagai wakil presiden;
4. Pekerjaan presiden untuk sementara waktu dibantu oleh panitia persiapan Kemerdekaan
Indonesia yang kemudian menjadi Komite Nasional;
Dengan terpilihnya presiden dan wakilnya atas dasar Undang-Undang Dasar 1945 itu,
maka secara formal Indonesia sempurna sebagai sebuah Negara, sebab syarat yang lazim
diperlukan oleh setiap Negara telah ada yaitu adanya:
1. Rakyat, yaitu bangsa Indonesia;
2. Wilayah,yaitu tanah air Indonesia yang terbentang dari sabang sampai merauke yang terdiri dari
13.500 buah pulau besar dan kecil;
3. Kedaulatan yaitu sejak pengucapan proklamasi kemerdekaan Indonesia;
4. Pemerintah yaitu sejak terpilihnya presiden dan wakilnya sebagai pucuk pimpinan pemerintahan
Negara;
5. Tujuan Negara yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila;
6. Bentuk Negara yaitu Negara kesatuan (pasal 1 ayat 1 UUD ’45).
Dalam sejarah konstitusi Indonesia, undang-undang dasar 1945 pernah tidak berlaku untuk
seluruh wilayah Negara republik Indonesia yakni antara tanggal 27 Desember 1949 sampai di
keluarkan dekrit presiden pada taggal 5 Juli 1959, pada masa itu berlaku konstitusi republic
Indonesia serikat (konstitusi RIS) dan pada 1950 memberlakukan Undang-Undang Dasar
sementara 1950 (UUDS 1950).

C. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia


Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)

UUD 1945 dirancang oleh BPUPKI sebelum kemerdekaan bangsa indonesia diproklamasikan.
Rancangan itu kemudian disahkan oleh PPKI menjadi kostitusi negara republik Indonesia. UUD
1945 disahkan sebagai langkah untuk menindaklanjuti proklamasi kemerdekaan RI. Begitu
kemerdekaan diproklamasikan, Indonesia lahir sebagai negara. Sebagai negara, dengan
sendirinya Indonesia harus memiliki konstitusi untuk mengatur kehidupan ketatanegaraannya.
Untuk itu, UUD 1945 disahkan menjadi konstitusi. Sebagai konstitusi negara, UUD 1945 berisi
hal-hal prinsip tentang negara Indonesia. Hal-hal itu diantaranya mencakup dasar negara, tujuan
negara, bentuk negara, bentuk pemerintah, sistem pemerintahan dan pembagian kekuasaan. Dari
hal-hal pokok ini, empat yang terakhir yakni : bentuk negara, bentuk pemerintahan, dan sistem
pemerintahan.

Menurut UUD 1945 bentuk negara Indonesia adalah kesatuan. Hal ini sesuai dengan pasal 1 ayat
(1). Dengan bentuk kesatuan,kekuasaan negara dikendalikan atau dipegang oleh pemerintah
pusat. Namun, pemerintah puasat dapat menyerahkan sebagian urusannya kepada pemerintah
daerah disebut sebagai desentralisasi. Sebagai negara kesatuan, Indonesia menggunakan dan
mengembangkan sistem desentralisasi seperti yang diatur dalam pasal 18 UUD 1945. Setiap
daerah bersifat otonom, yakni memiliki wewenang untuk mengatur urusannya sendiri. Tetapi, hal
ini menyangkut masalah administrasi belaka, serta tidak menjadikan daerah sebagai “ negara”
yang tersendiri. Di dalam wilayahnya Indonesia tidak akan memiliki daerah yang bersifat staat
(negara)-tidak akan ada “negara” didalam negara.

Daerah-daerah Indonesia dibagi kedalam daerah provinsi dan daerah provinsi akan dibagi pula
menjadi daerah yang lebih kecil yang masing-masing memiliki otonomi. Pembagian atas daerah-
daerah otonomi ini dilakukan dengan undang-undang. Di setiap daerah yang bersifat otonom
dibentuk badan perwakilan/permusyawaratan rakyat karena pemerintahan daerah pun akan
menjalankan prinsip permusyawaratan (musyawarah) yang demokratis.

Sebagaimana disebutkan dalam UUD 1945, Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk
Republik. Dengan bentuk republik, kekuasaan pemerintahan negara dipegang oleh Presiden.
Presiden merupakan kepala pemerintahan sekaligus kepala negara. Presiden memperoleh
kekuasaan tersebut karena dipilih oleh rakyat melalui tata cara tertentu berdasarkan undang-
undang. Untuk pertama pada awal pembentukan negara setelah merdeka, presiden dan wakil
presiden dipilih oleh PPKI. Hal ini karena MPR, sebagai lembaga pemilih dan pengangkat
presiden, ketika itu belum terbentuk. Pembentukan MPR belum dapat dilakukan karena
pemilihan umum (pemilu) untuk memilih para anggota MPR belum dapat diselenggarakan.
Berdasarkan UUD 1945, Indonesia menganut sistem pemerintahan kabinet presidensial. Menurut
sistem ini, presiden adalah penyelenggara pemerintahan negara yang tertinggi dibawah MPR.
Tetapi, akibat keadaan transisi (masa peralihan) yang cenderung bersifat darurat,
penyelenggaraan negara dengan ketentuan seperti itu belum dapat sepenuhnya dilakukan. Pada
saat itu, kekuasaan presiden dapat dikatakan sangat luas. Menurut pasal IV Aturan Peralihan,
selain menjalankan kekuasaan eksekutif, presiden juga menjalankan kekuasaan MPR dan DPR.
Selain presiden dan wakil presiden saat itu hanya ada Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
yang berkedudukan sebagai pembantu presiden. Praktis presiden menjalankan kekuasaan yang
seluas-luasnya tanpa diimbangi dan diawasi lembaga negara lainnya. Ketentuan pasal IV Aturan
Peralihan tersebut menimbulkan kesan bahwa kekuasaan presiden mutlak atau tak terbatas
(absolut). Hal ini kiranya perlu di netralisasi maka, kemudian dikeluarkan maklumat Wakil
Presiden No. X Tanggal 16 Oktober 1945, yang isinya memberikan kewenangan kepada KNIP
untyk memegang kekuasaan legislatif dan ikut serta menetapkan GBHN (Garis-Garis Besar
Haluan Negara).

Konstitusi RIS 1949

Sejak akhir tahun 1949 terjadi pergantian konstitusi di Indonesia. Hal ini terkait dengan situasi
politik dalam negeri Indonesia yang sedikit terguncang akibat agresi dan campur tangan Belanda.
Setelah Indonesia memproklamasirkan kemerdekaan, Belanda datang ke Indonesia untuk kembali
menjajah dan menguasai Indonesia. Oleh sebab itu, dalam kurun waktu 1945-1949 Indonesia
harus berperang melawan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan. Selama itu, selain
terlibat dalam berbagai pertempuran, Indonesia dan Belanda juga terlibat perundingan damai.
Melalui perundingan-perundingan itu akhirnya dicapai kesepakatan bahwa Indonesia diubah
menjadi negara federal atau serikat. Nama Republik Indonesia berganti menjadi Republik
Indonesia Serikat (RIS). Dan sebagai undang-undang dasar negara digunakan Konstitusi RIS.
Konstitusi ini dibuat pada tahun 1949 sehingga lazim disebut Konstitusi RIS 1949. Sebenarnya
Konstitusi RIS 1949 bersifat sementara saja. Menurut salah satu pasal dalam konstitusi ini yakni
pasal 186 akan dibentuk konstitusi permanen atau tetap untuk menggantikan Konstitusi RIS
1949. Konstitusi tetap ini akan dibentuk oleh Konstituante, yakni lembaga khusus pembuat
konstitusi. Konstitusi RIS 1949 diberlakukan sejak tanggal 27 desember 1949. Pasal yang
terdapat dalam konstitusi ini berjumlah 197 buah.

Berdasarakan Konstitusi RIS 1949, negara Indonesia berbentuk serikat atau federal. Ketentuan ini
tercantum dalam pasal 1 ayat (1) konstitusi tersebut. Ketentuan ini bertolak belakang dengan
ketentuan tentang bentuk negara yang diamanatkan UUD 1945, yang menyatakan Indonesia
sebagai negara yang berbentuk kesatuan.

Pemerintahan negara RIS berbentuk Republik. Pemerintahan terdiri atas presiden dan kabinet.
Adapun kedaulatan negara dipegang oleh presiden, kabinet, DPR, dan senat. Hal ini seperti yang
diatur dalam Pasal 1 Ayat (2) Konstitusi RIS. Dalam pemerintahan negara RIS terdapat alat
perlengkapan federal berupa presiden, menteri, senat, DPR, Mahkamah Agung, dan Dewan
Pengawas Keuangan. Pemerintahan RIS menganut sistem kabinet parlementer, artinya kebijakan
dan tanggung jawab kekuasaan pemerintah berada ditangan menteri baik secara bersama maupun
individual. Para menteri tidak bertanggung jawab kepada presiden, tetapi kepada parlemen (DPR)

UUDS 1950

Berubahnya Indonesia menjadi negara serikat yang terbagi-bagi kedalam negara atau daerah
bagian menimbulkan banyak ketidakpuasan dikalangan rakyat Indonesia. Apalagi kemudian
diyakini dan disadari bahwa pembentukan negara bagian lewat RIS merupakan bagian dari upaya
belanda untuk memecah belah bangsa Indonesia. Karena itu, keinginan untuk membubarkan
negara bagian atau daerah bagian serta hasrat untuk kembali menggabungkan diri menjadi
Republik Indonesia yang bersatu mincul dimana-mana. Rakyat dari berbagai daerah menyatakan
ketidaksetujuannya lagi dengan bentuk negara serikat. Maka, untuk memenuhi tuntutan tersebut
melalui sebuah kesepakatan pemerintah RI dan pemerintah RIS pada 19 mei 1950 dibuat Piagam
Persetujuan. Kedua pemerintah sepakat membentuk negara kesatuan sebagai penjelmaan
proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Negara kesatuan yang akan dibentuk diatur dengan
konstitusi hasil pengubahan konstitusi RIS 1949 yang dikombinasikan dengan prinsip-prinsip
pokok dalam UUD 1945. Lewat panitia gabungan antara pemerintah RI dan pemerintah RIS
akhirnya dihasilkan sebuah rancangan undang-undang dasar. Rancangan ini diajukan kepada
pemerintah RIS dan kemudian disetujui sebagai undang-undang dasar. Walaupun sudah disetujui
dan dinyatakan berlaku, undang-undang dasar tersebut masih bersifat sementara sehingga
kemudian populer disebut sebagai Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Oleh
karena itu, UUDS 1950 bersifat sementara , selanjutnya akan dirancang suatu konstitusi tetap
bagi negara Indonesia yang bersatu. Untuk itu akan dibentuk lembaga khusus yang ditugaskan
untuk membuat konstitusi. Lembaga khusus itu kemudian diberi nama Konstituante dan dijadikan
salah satu bab yang diatur dalam UUDS 1950. Para anggota Konstituante akan dipilih melalui
pemilu. UUDS 1950 diberlakukan sejak tanggal 17 Agustus 1950. UUDS 1950 berisi enam bab.

Berlakunya UUDS 1950 membuat Indonesia kembali menjadi negar yang berbentuk kesatuan.
Ketentuan ini tercantum didalam pasal 1 ayat (1) konstitusi tersebut. Dengan begitu, Indonesia
tidak lagi terbagi-bagi menjadi negara-negara bagian atau daerah-daerah bagian.

Berdasarkan UUDS 1950, pemerintahan negara Indonesia berbentuk republik. Dengan


pemerintahan republik, jabatan kepala negara dipegang oleh presiden. Kedaulatan dilakukan atau
dilakasanakan oleh pemerintah dan DPR. Hal ini seperti yang tercantum dalam pasal 1 ayat (2).
Adapun alat-alat perlengkapan negara, yaitu presiden dan wakil presiden, menteri, DPR,
Mahkamah Agung, dan Dewan Pengawas Keuangan. Saat itu sistem pemerintahan yang dipaki
adalah kabinet parlementer. Pertanggungjawaban kabinet diberikan kepada parlemen (DPR).
DPR pun dapat membubarkan kabinet. Namun, di sisi lain presiden memiliki kedudukan yang
kuat dan dapat membubarkan DPR.

Kembali ke UUD 1945

Pembentukan konstitusi yang permanen sebagai pengganti UUDS 1950 ternyata tidak berjalan
seperti yang direncanakan. Badan Konstituante yang sudah terbentuk lewat pemilu 15 desember
1995 tidak dapat menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya dengan baik. Badan yang
diandalkan dapat menghasilkan konstitusi baru yang tetap ini sejak dilantik tahun 1956 hingga
dua tahun kemudian, yakni tahun 1958, tidak menghasilkan keputusan apa pun mengenai
konstitusi. Dalam setiap sidangnya, para anggota Konstituante selalu terlibat perdebatan panjang
dan berlarut-larut sehingga keputusan untuk menghasilkan rancangan konstitusi selalu menemui
jalan buntu. Masalah pokok yang menjadi bahan perdebatan alot dan sulit diputuskan terutama
adalah menyangkut penentuan dasar negara. Keadaan ini berlangsung hingga sekitar dua tahun,
sementara di beberapa daerah mulai muncul berbagai pemberontakan terhadap pemerintah. Untuk
mengatasi keadaan ini, Presiden Soekarno mengusulkan kepada Konstituante agar Indonesia
kembali menggunakan UUD 1945 saja sebagai konstitus. Untuk menyikapi usul ini Konstituante
melakukan pemungutan suara. Namun, pemungutan suara yang dilakuakan sampai tiga kali gagal
menghasilkan keputusan. Kondisi konstituante sendiri kemudian makin tidak menentu setelah
banyak di antara para anggota nya menyatakan tidak akan lagi menghadiri sidang-sidang
Konstituante. Keadaan tersebut dipandang sangat merugikan dan membahayakan. Kemacetan
yang dibuat Konstituante dan pemberontakan di beberapa daerah dianggap dapat menjerumuskan
Indonesia ke jurang perpecahan dan kehancuran. Oleh sebab itu, presiden sebagai kepala negara
kemudian membuat keputusan drastis yang kontroversial. Dengan pertimbangan untuk
menyelamatkan bangsa dan negara, pada tanggal 15 juli 1959, Presiden Soekarno menegluarkan
sebuah dekret. Dekret ini berisi tiga hal, yakni (1) membubarkan Konstituante, (2)
memberlakukan kembali UUD 1945, dan (3) membentuk MPRS dan DPAS (Dewan
Pertimbangan agung Sementara) dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Dekret ini kemudisn
dikenal sebagai Dekret 5 juli 1959 dan dengan dikeluarnya dekret ini, dengan sendirinya UUD
1945 kembali menjadi konstitusi resmi negara Indonesia. Semua tatanan kenegaraan pun harus
disesuaikan kembali dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai