Anda di halaman 1dari 22

RESUME

KONSTITUSI DAN KONSTITUSIONALISME

Penyusun :

Mavelda Regina Rangkoly


19.4301.123

SEKOLAH TINGGI HUKUM BANDUNG

2022
Latar Belakang

Hukum tata negara merupakan suatu cabang ilmu hukum yang tidak
hanya mencakup kajian mengenai organ negara, fungsi dan mekanisme hubungan
antara organ negara tersebut, tetapi mencakup pula persoalan – persoalan yag
terkait mekanisme hubungan antara organ – organ negara dengan warga negara.
Dan hukum tata negara tidak hanya mempelajari negara dalam keadaan diam
(staat in rust) tetapi juga mempelajari negara dalam keadaaan bergerak (staat in
beweging)
Dalam makalah kali ini saya mendapat bagian untuk membahas salah
satu materi yang dibahas dalam hukum tata negara, yaitu konstitusi dan
konstitusionalisme. Suatu konstitusi sangatlah penting bagi sebuah eksistensi
negara di dalam dunia ini. Bahkan tiap kali diperhadapkan dengan berbagai
tuntutan tanggapan yang cepat bagi pemerintah guna mengatasi masalah dengan
cara membentuk undang – undang baru, konstitusi menjadi sebuah acuan yang
sangat wajib untuk selalu dipakai.
Untuk mengerti lebih dalam lagi mengenai konstitusi dan
konstitusionalisne kali ini makalah ini akan mencoba untuk mengulas dan
menganalisis dengan sebaik – baiknya dengan menggali dari berbagai referensi
yang valid.
PEMBAHASAN

Konstitusi

Istilah konstitusi berasal dari bahasa Prancis (constituer) yang berarti


membentuk. Pemakaian istilah konstitusi yang dimaksudkan ialah pembentukan
negara atau menyusun dan menyatakan suatu negara.1
Secara etimologis antara kata ―konstitusi‖, ―konstitusional‖, dan
―konstitusionalisme‖ inti maknanya sama, namun penerapannya berbeda.
Konstitusi adalah segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan (Undang-
Undang Dasar dan sebagaimya), atau Undang-Undang Dasar suatu negara.
Dengan kata lain, segala tindakan atau perilaku seseorang maupun penguasa
berupa kebijakan yang tidak didasarkan atau menyimpangi kontitusi, berarti
tindakan (kebijakan) tersebut adalah tidak konstitusional. Berbeda dengan
konstitusionalisme, yaitu suatu paham mengenai pembatasan kekuasaan dan
jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi.2
Jika kita mendengar kata konstitusi maka yang akan terpikirkan dalam
benak kita adalah Undang-Undang Dasar (UUD), yang merupakan suatu
peraturan dan ketentuan-ketentuan yang telah dirumuskan oleh para founding
people dari suatu negara. Di indonesia sendiri memiliki Undang-Undang Dasar
1945 (UUD 1945) yang dibuat dan disusun oleh founding people negara Indonesia
dalam, yang merupakan karya yang sangat luar biasa. Harus diakui bahwa UUD
1945 asli yang disusun oleh para founding people merupakan hasil karya yang
sangat luar biasa bagusnya untuk ukuran zamannya. Ia mampu menggambarkan
masa lalu dan masa depan Indonesia yang dicitakan.3 Tetapi apakah konstitusi
memang hanya berupa konstitusi terltulis saja?, bagaimana dengan negara Inggris
yang tidak memiliki konstitusi tertulis?

1
H. Dahlan Thaib, jazim Hamidi, dan Ni’matul Huda, Teori dan Hukum konstitusi, PT.
Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 6.
2
Tim penyusun kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta, Edisi Kedua, 1991, hlm. 521.
3
Moh Mahfud MD, Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu, Rajawali Pers, Jakarta,
2012, hlm. 170.
Pengertian konstitusi menurut para ahli

1. K. C. Wheare, konstitusi adalah keseluruhan sistem ketatanegaraaan suatu


negara yang berupa kumpulan peraturan yang membentuk mengatur
/memerintah dalam pemerintahan suatu negara.
2. Herman heller, konstitusi mempunyai arti luas daripada UUD. Konstitusi
tidak hanya bersifat yuridis tetapi juga sosiologis dan politis.
3. Lasalle, konstitusi adalah hubungan antara kekuasaaan yang terdapat di
dalam masyarakat seperti golongan yang mempunyai kedudukan nyata di
dalam masyarakat misalnya kepala negara angkatan perang, partai politik,
dsb.
4. L.J Van Apeldoorn, konstitusi memuat baik peraturan tertulis maupun
peraturan tak tertulis.
5. Koernimanto Soetopawiro, istilah konstitusi berasal dari bahasa
latin cisme yang berarti bersama dengan danstatute yang berarti membuat
sesuatu agar berdiri. Jadi konstitusi berarti menetapkan secara bersama.
6. Carl schmitt membagi konstitusi dalam 4 pengertian yaitu:

 Konstitusi dalam arti absolut mempunyai 4 sub pengertian yaitu;

1. Konstitusi sebagai kesatuan organisasi yang mencakup hukum dan


semua organisasi yang ada di dalam negara.
2. Konstitusi sebagai bentuk negara.
3. Konstitusi sebagai faktor integrasi.
4. Konstitusi sebagai sistem tertutup dari norma hukum yang tertinggi di
dalam negara .

 Konstitusi dalam arti relatif dibagi menjadi 2 pengertian yaitu konstitusi


sebagai tuntutan dari golongan borjuis agar haknya dapat dijamin oleh
penguasa dan konstitusi sebagai sebuah konstitusi dalam arti formil
(konstitusi dapat berupa tertulis) dan konstitusi dalam arti materiil
(konstitusi yang dilihat dari segi isinya).
 konstitusi dalam arti positif adalah sebagai sebuah keputusan politik yang
tertinggi sehingga mampu mengubah tatanan kehidupan kenegaraan.
 konstitusi dalam arti ideal yaitu konstitusi yang memuat adanya jaminan atas
hak asasi serta perlindungannya.

Undang-Undang Dasar hanyalah bagian dari konstitusi tersebut saja.


Istilah Undang-Undang Dasar merupakan terjemahan istilah yang dalam bahasa
Belandanya Gronwet. Perkataan wet diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
undang-undang, dan grond berarti tanah/dasar.4
Terdapat beberapa pendapat dimana konstitusi diartikan sama dengan
Undang-Undang Dasar. Sri Soemantri M. dalam disertasinya mengartikan
konstitusi sama dengan Undang-Undang Dasar. Penyamaan arti dari keduanya ini
sesuai dengan praktik ketatanegaraan di sebagian besar negara-negara di dunia
termasuk di Indonesia. Penyamaan pengertian antara konstitusi dengan Undang-
Undang dasar, sebenarnya sudah dimulai sejak Oliver Cromwell (Lord Protector
Republik Inggris 1649-1660) yang menamakan Undang-Undang Dasar sebagai
Instrument of Government, yaitu bahwa Undang-Undang Dasar dibuat sebagai
pegangan untuk memerintah dan disinilah timbul identifikasi dari pengertian
Konstitusi dan Undang-Undang Dasar.5
Namun ada beberapa ahli berpendapat lain dimana konstitusi dan
Undang-Undang Dasar tidaklah sama. Jimly Asshiddiqe berpendapat bahwa,
konsep konstitusi itu tercakup juga pengertian peraturan tertulis, kebiasaan, dan
konvensi-konvensi kenegaraan (ketatanegaraan) yang menetukan susunan dan
kedudukan organ-organ negara, mengatur hubungan antar organ-organ negara
tersebut, dan mengatur hubungan organ-organ negara tersebut dengan warga
negara. 6

4
H. Dahlan Thaib, jazim Hamidi, dan Ni’matul Huda, Teori..., op.cit., hlm. 6
5
Ibid.., hlm. 8.
6
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2011, hlm. 17.
F. Lassalle. Dalam bukunya Uber Versfasssungswesen membagi
konstitusi dalam dua pengertian, yaitu :7
1. Pengertian sosiologis atau politis (sosiologische atau politische begrip).
Konstitusi adalah sintesis faktor-faktor kekuatan yang nyata (dereele
machtsfactoren) dalam masyarakat. Jadi konstitusi menggambarkan
hubungan-hubungan antara kekuasaan-kekuasaan yang terdapat dengan nyata
dalam suatu negara. Kekuasaan tersebut di antaranya : raja, parlemen,
kabinet, pressure groups, partai politik , dan lain-lain; itulah yang
sesungguhnya konstitusi.
2. Pengertian yuridis (yuridische begrip). Konstitusi adalah suatu naskah yang
memuat semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan.
Dari sosiologis dan politis, Lassalle menganut paham bahwa konstitusi
sesungguhnya mengandung pengertian lebih luas dari sekedar Undang-Undang
Dasar. Tetapi dalam pengertian yuridis Lassalle terpengaruh dengan paham yang
menyamakan Undang-Undang Dasar dengan konstitusi.
Konstitusi disamakan dengan Undang-Undang Dasar seperti yang
dikemukakan oleh kedua tokoh diatas, beliau melihat dari praktik yang ada di
negara, dan Undang-Undang Dasar digunakan sebagai dasar untuk menjalankan
pemerintahan. Pernyataan ini dapat diperoleh jika kita melihat dari sisi kekuasaan.
Kekuasaan seorang pemerintah memang tidak tak terbatas, dan pembatasan-
pembatasan ini terkandung di dalam Undang-Undang Dasar.
Pengertian konstitusi bukan hanya sekedar Undang-Undang Dasar saja,
konstitusi lebih dari sesuatu yang tertulis saja. Konstitusi adalah hukum dasar
yang dijadikan patokan/pengangan dalam penyelenggaraan suatu negara.
Konstitusi dapat berupa suatu hukum dasar tertulis (Undang-Undang Dasar) yang
terkodifikasi dan disepakati dari hasil pencarian/penggalian nilai-nilai yang hidup
di masyarakat dalam suatu negara. Maka, Undang-Undang Dasar sebagai
konstitusi tertulis beserta nilai-nilai dan norma-norma dasar tidak tertulis yang
hidup di masyarakat sebagai kesepakatan dalam praktik penyelenggaraan negara
dapat dimasukan dalam pengertian konstitusi atau hukum dasar.

7
H. Dahlan Thaib, jazim Hamidi, dan Ni’matul Huda, Teori..., op.cit., hlm. 10.
Dan sepertinya para founding people yang menciptakan UUD 1945
menganut pemikiran sosiologis milik F. Lassalle. Sebab dalam penjelasan UUD
1945 mengatakan ― Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari
hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum dasar yang
tertulis, sedang di sampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum
dasar yang tidak tertulis. Ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara
dalam praktek penyelenggaraan negara meskipun tidak tertulis. Memang untuk
menyelidiki hukum dasar (droit constitutionelle) satu negara, tidak cukup hanya
menyelidiki pasal-pasal Undang-Undang Dasarnya (loi constitutiinelle) saja, akan
tetapi harus menyelidiki juga bagaimana prakteknya dan bagaimana suasana
kebatinannya (geistlichen Hintergrund) dari Undang-Undang Dasar itu.‖
Seperti yang telah dibahas diatas bahwa kekuasaan pemerintah tidak tak
terbatas, dalam melaksanakan kegiatan kenegaraan (ketatanegaraan) semuanya di
dasarkan pada Undang-Undang Dasar. Semua konstitusi, selalu menjadikan
kekuasaan sebagai pusat perhatian, karena kekuasaan itu sendiri pada intinya
memang perlu dibatasi sebagaimana mestinya.8
Pembatasan-pembatasan ini tercermin dalam Undang-Undang Dasar atau
konstitusi. Jadi, dalam anggapan ini, konstitusi mempunyai fungsi yang khusus
dan merupakan perwujudan atau manifestasi dari hukum yang tertinggi
(Supremation of Law) yang harus ditaati, bukan hanya oleh rakyat tetapi oleh
pemerintah serta penguasa sekalipun.9 Dengan melihat dari pernyataan ini, dapat
diambil kesimpulan, pembatasan kekuasaan bisa dianggap sebagai ciri dari isi
konstitusi.
Keberadaan konstitusi sebagai hukum yang tertinggi membawakan nilai
nilai yang berkenaan dengan efektivitas berlakunya ketentuan – ketentuan yang
terdapat dalam konstitusi tersebut
1. Nilai Normatif
Konstitusi dikatakan membawakan nilai normatif apabila konstitusi itu telah
resmi diterima oleh suatu bangsa, dan bagi mereka konstitusi itu bukan saja

8
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi..., op.cit., hlm. 17
9
H. Dahlan Thaib, jazim Hamidi, dan Ni’matul Huda, Teori..., op.cit., hlm. 19.
berlaku dalam arti hukum tetapi juga sebagai kenyataan (reality), yang
artinya konstitusi itu bukan hanya berlaku secara formal melainkan juga
dilaksanakan dalam praktek penyelenggaraan negara.
2. Nilai Nominal
Konstitusi dikatakan membawa nilai nominal jika konstitusi itu secara
hukum berlaku tetapi kenyataannya kurang sempurna, sebab pasal-pasal
tertentu dari konstitusi tersebut dalam kenyataannya tidak berlaku dan
tergeser oleh munculnya kebiasaan ketatanegaraan.
3. Nilai Semantik
Suatu konstitusi mempunyai nilai semantik jika konstitusi tersebut secara
hukum tetap berlaku, namun dalam kenyataannya adalah sekedar untuk
memberikan bentuk dari temapat yang telah ada, dan dipergunakan untuk
melaksanakan kekuasaan politik. Jadi, konstitusi hanyalah sekedar istilah
saja sedangkan pelaksanaannya hanya dimaksudkan untuk kepentingan
pihak penguasa
Keberadaan konstitusi sering dibahas dalam konteks sifat yang
dibawakannya, yaitu apakah konstitusi itu rigid atau fleksibel. Rigid artinya sama
dengan kaku, sedangkan fleksibel artinya luwes. Untuk menentukan apakah
konstitusi itu rigid atau fleksibel biasanya digunakan dua macam ukuran atau
kriteria, yaitu :
1. Cara melakukan perubahan terhadap konstitusi.
2. Mudah atau tidaknya konstitusi itu menyesuaikan dengan perkembangan
jaman.
Setiap konstitusi yang tertulis mencantumkan pasal tentang perubahan,
karena kemungkinan akan tertinggal dari perkembangan masyarakat. Suatu
konstitusi pada hakekatnya adalah suatu hukum yang merupakan dasar bagi
peraturan perundangan lainnya. Konstitusi yang bersifat fleksibel ialah dengan
pertimbangan bahwa perkembangan tidak perlu mempersulit perubahan
konstitusi, karena untuk perubahannya tidak memerlukan cara yang istimewa,
cukup dilakukan oleh badan pembuat undang-undang biasa. Misal negara yang
mempunyai konstitusi bersifat luwes adalah New Zealand dan Inggris. Sementara
yang bersifat rigid atau kaku seperti Amerika, Kanada, Australia.
Karena tingkatannya yang lebih tinggi, konstitusi yang juga menjadi dasar
bagi peraturan-peraturan hukum lainnya yang lebih rendah, para penyusun atau
perumus undang-undang dasar selalu menganggap perlu menentukan tata cara
perubahan yang tidak mudah. Dengan prosedur yang tidak mudah pula orang
untuk mengubah hukum dasar negaranya. Kecuali apabila hal itu memang
sungguh-sungguh dibutuhkan karena pertimbangan objektif dan untuk
kepentingan seluruh rakyat, serta bukan untuk sekedar memenuhi keinginan atau
kepentingan segolongan orang yang berkuasa saja. Oleh karena itu biasanya
prosedur perubahan undang-undang dasar diatur sedemikian berat dan rumit
syarat-syaratnya sehingga undang-undang dasar yang bersangkutan menjadi
sangat rigid dan kaku. Konstitusi yang bersifat rigid menetapkan syarat perubahan
dengan cara yang istimewa, misalnya dalam sistem parlemen bikameral, harus
disetujui lebih dahulu oleh kedua kamar parlemennya. Misal negara yang
mempunyai konstitusi bersifat rigid adalah amerika serikat, australia, kanada dan
swiss.
Dilihat dari cara merubah konstitusi, suatu konstitusi dikatakan rigid
apabila untuk melakukan perubahan diperlukan cara atau prosedur yang khusus
atau istimewa yang berbeda dari prosedur perubahan undang – undang biasa.
Sedangkan dikatakan fleksibel apabila untuk melakukan perubahan tidak
diperlukan cara atau prosedur yang istimewa, jadi perubahannya layaknya
mengubah undang – undang biasa. UUD 1945 termasuk pada konstitusi yang rigid
dimana dalam perubahannya diperlukan suatu prosedur yang spesial dengan
syarat yang diharuskan sesuai yang tercantum dalam pasal 37 UUD 1945. Jika
ingin mengubah UUD 1945, sidang MPR harus dihadiri minimal dua pertiga dari
jumlah MPR. Sedangkan keputusan perubahan minimal disetujui minimal oleh
dua pertiga dari jumlah anggota yang hadir. Dan sebelum mengubahnya MPR
harus terlebih dahulu minta pendapat langsung dari rakyat.
Melihat dari mampu tidaknya menyesuaikan dengan perubahan zaman,
jika konstitusi sulit untuk menyesuaikan dengan perkembangan jaman maka suatu
konstitusi dikatakan rigid, jika konstitusi dengan mudah menyesuaikam dengan
perkembangan jaman maka dikatakan fleksibel.

Konstitusionalisme

Konstitusionalisme, sebuah paham mengenai pembatasan kekuasaan dan


jaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi. Secara tak langsung
konstitusionalisme telah menjelaskan fungsi dari konstitusi. Menjamin hak-hak
rakyat dan memastikan bahwa kegiatan bernegara sesuai dengan konstitusi
(konstitusional). Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang
didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut dalam
suatu negara.10 Jika pada zaman dulu perkembangan sistem kekuasaan diserahkan
kepada raja, dan raja memiliki kekuasaan yang tidak terbatas. Namun dalam
perkembangan zaman hal ini dianggap tidak lagi dianggap adil, karena hak-hak
dari rakyat menjadi tidak diperhatikan. Oleh karena itu konstitusionalisme
sekarang bertujuan membatasi kekuasaan penguasa agar hak-hak rakyat dapat
terjamin dari konstitusi.
Carl J. Friedrich memberi tafsiran kepada konstitusionalisme sebagai
suatau gagasan pemerintahan yang di dalamnya merefleksikan:

“a set of activities organized by and operated on behalf of the people, but subject
to a series of restraints which attempt to ensure that the power which is needed
for such governance is not abused bay those who ara called upon to do the
governing ~ suatu kumpulan kegiatan yang diselenggarakan oleh dan atas nama
rakyat, tetapi yang dikenakan beberapa pembatasan yang diharapkan akan
menjamin bahwa kekuasaan yang diperlukan untuk pemerintahan itu tidak
disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk memerintah.‖

10
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi..., op.cit., hlm. 18.
John Alder, mengungkapkan bahwa the rule of law dan pemisahan
kekuasaan (separation of powers) sebagai dua aspek utama yang menegakkan
konstitusionalisme, hukum harus membatasi kekuasaan pemerintahan. Secara
lengkap dikatakan, ―the concepts of the rule of law and the separation of powers
are aspects of the wider notion of ‘constitutionalism’, that is, the idea that
governmental power should be limited by law.‖
Sedangkan menurut Annen Junji, konstitusionalisme ialah sebuah bentuk
pembatasan terhadap kekuasaan politik melalui suatau konstitusi. Senada dengan
Junji, Lane mendefinisikan konstitusionalisme sebagi doktrin politik, yang secara
tegas menyatakan bahwa otoritas politik harus dibatasi oleh sebuah lembaga yang
membatasi pelaksanaan kekuasaan.
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Scott Gordon, yang menganggap
konstitusionalisme sebagai suatu sistem politik yang memberlakukan pembatasan-
pembatasan terhadap pelaksanaan kekuasaan politik. Melengkapi pendapat
sebelumnya, Walter M. Murphy mengemukakan bahwa inti lainnya dari
konstitusionalisme adalah perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Selanjutnya William G. Andrews membagi pembatasan kekuasaan (limited
government), menjadi dua tipe. Kedua tersebut meliputi hubungan antara
pemerintah dengan warganegara, dan hubungan antara lembaga pemerintahan
yang satu dengan yang lain—under constitutionalism, two types of limitations
impinge on government. Power proscribe and procedures prescribed—kekuasaan
melarang dan prosedur ditentukan

Kekuasaan itu sebenarnya berasal dari rakyat, tetapi oleh karena rakyat
menyadari bahwa setiap orang diperbolehkan menggunakan hak-haknya
sekehendaknya sendiri tentu akan timbul kekacauan, maka rakyat menyerahkan
sebagian hak-haknya kepada penguasa. Sekalipun demikian jika rakyat
diperlakukan sewenang-wenang maka berdasarkan teori itu, rakyat berhak pula
merampas kembali kekuasaan itu dari tangan penguasa.11

11
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008,
hlm. 174.
Basis pokoknya adalah kesepakatan umum atau persetujuan (consensus)
di antara mayoritas rakyat mengenai bangunan yang diidealkan berkenaan dengan
negara.12 Kesepakatan ini menjamin tegaknya eksistensi konstitusionalisme dalam
suatu negara. Jika dalam prakteknya kesepakatan ini dilanggar, maka legitimasi
kekuasaan yang telah diberikan keapada organ-organ negara juga akan hilang.
Konsensus yang menjamin tegaknya konstitusionalisme di zaman
modern pada umumnya dipahami bersandar pada tiga elemen kespakatan
(consensus), yaitu13:
1. Kesepakatan tentang tujuan atau cita-cita bersama (the general goals of
society or general acceptance of the same philosophy of government).
2. Kesepakatan tentang the rule of law sebagai landasan pemerintahan atau
penyelenggaraan negara (the basis of government).
3. Kesepakatan tentang bentuk institusi dan prosedur ketatanegaraan (the form
of institusions and procedures).
Suatu negara dalam proses terbentuknya tentu memilki tujuan atau yang
hendak dicapai kedepannya. Tujuan ini termasuk dalam salah satu poin penjamin
tegaknya konstitusionalisme di dalam suatu negara. Tujuan inilah yang menjadi
alat penyatu suatu negara di tengah perbedaan yang begitu bermacam-macam.
Kesepakatan ini di Indonesia tercermin dengan jelas dalam kelima sila Pancasila
yang menjadi dasar ideologis dalam menjalankan negara.
Yang kedua tentang rule of law as a basis of government, dalam
menjalankan pemerintahan yang berkuasa adalah hukum. Di Indonesia kita dapat
mengetahui bahwa rule of law as a basis of government tercermin jelas dalam
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi ―Negara Indonesia adalah negara
hukum.‖ Tampak jelas bahwa di dalam negara kita tidak hanya menganut
rechtstaat, tetapi juga menganut the rule of law dan sistem hukum lainnya dengan
inti filosofinya masing-masing yang kemudian digabungkan sebagai paradigma
negara hukum Pancasila.14 Di Indonesia kedua istilah ini dituntut mampu
dilaksanakan dalam kegiatan bernegara, contoh, bagi seorang hakim dalam
12
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi..., op.cit., hlm. 20.
13
Ibid., hlm. 21.
14
Moh Mahfud MD, Konstitusi..., op.cit., hlm. 94.
menjatuhkan sebuah putusan bagi seorang tersangka dituntut untuk mampu sesuai
dengan undang-undang (rechtstaat) dan juga mampu menggali hukum tak tertulis
yang ada di masyarakat untuk mencapai suatu keadilan (rule of law).
Akan tetapi rule of law yang dimaksud dalam kesepakatan yang kedua
tersebut bukan hanya dalam artian tersebut saja, rule of law as a basis of
government dapat diartikan bahwa hukum sebagai pegangan dalam menjalankan
kegiatan bernegara, konstitusi dianggap sebagai hukum yang tertinggi dan harus
berdasarkan hukum, sehingga semua kegiatan bernegara yang tidak konstitusional
dianggap menyimpang, dan harus kembali kepada hukum dasar yang telah
disepakati.
Yang ketiga tentang bentuk institusi dan prosedur ketatanegaraan. Dalam
suatu negara terdapat organ-organ (lembaga) negara yang memiliki fungsi, hak
dan kewajiban masing-masing. Siapapun yang menjalankan suatu fungsi yang
ditetapkan oleh tatanan hukum merupakan sebuah organ negara.15 Saat semua
lembaga negara melakukan tugasnya terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan,
kedudukan lembaga tersebut, prosedur dalam pelaksanaan kewajiban dan
fungsinya, hubungan dengan lembaga negara yang lain, dan hubungan dengan
warga negara.
Ketiga kesepakatan itu menjelaskan bahwa konstitusionalisme
mengandung artian bahwa konstitusionalisme adalah paham pembatasan dan
pengaturan kekuasaan serta penjaminan hak-hak rakyat melalui konstitusi.
Sementara Jimly Asshiddiqie menguraikan, bahwa konsensus yang
menjaga tegaknya konstitusionalisme Indonesia adalah lima prinsip dasar
Pancasila, yang berfungsi sebagai landasan filosofis-ideologis dalam mencapai
dan mewujudkan empat tujuan negara. Kelima prinsip dasar tersebut adalah: (1)
ke-Tuhanan Yang Maha Esa; (2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab; (3)
Persatuan Indonesia; (4) Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan Perwakilan; dan (5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat
Indonesia. Sedangkan keempat tujuan negara yang harus dicapai meliputi: (1)

15
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, terjemahan Raisul Muttaqien,
Nusa Media, Bandung, 2013, hlm. 276
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesai; (2)
meningkatkan kesejahteraan umum; (3) mencerdaskan kehidupan bangsa; dan (4)
ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial. Berangkat dari konsensus yang berfungsi sebagai landasan
filosofis-ideologis itulah selanjutnya disusun konstitusi Indonesia, yang materi
muatannya merupakan cerminan dari paham konstitusionalisme yang dianut
Indonesia.

Konsep Konstitusi Ekonomi

Dalam perkembangan awalnya, konsep konstitusi ekonomi ini meliputi


beragam elemen kebijakan ekonomi yang dituangkan dalam rumusan Konstitusi
Soviet-Russia pada tahun 1918 dan Konstitusi Weimar Tahun 1919. Soviet-Russia
adalah negara yang menganut paham sosialis-komunis, sedangkan Republik
Weimar Jerman menganut paham liberal. Pada awal mula lahirnya Republik
Weimar Jerman, prinsip-prinsip dasar kebijakan kebijakan ekonomi yang
mencakup berbagai elemen itu dimuat begitu saja dalam konstitusi tanpa dikaitkan
dengan konsep tertentu. Baru sesudah Perang Dunia ke-2 Hugo Sinzheimer
menghubungkan ide-ide ekonomi dalam konstitusi itu dengan konsep
―Gemeinwirtschaft‟, atau perekonomian yang dikendalikan oleh publik (publicly
controlled economy), yang terkait dengan pengertian perekonomian terkendali
dalam Konstitusi Republik Weimar (the organized economy of the Weimar
Reichsverfassung).
Jimly Asshiddiqie, menggunakan istilah konstitusi ekonomi (economic
constitution) tersebut untuk membedakannya dari pengertian konstitusi politik
(political constitution) dan konstitusi sosial (social constitution). Dengan
membandingkan berbagai konstitusi berbagai negara Eropa Barat dan Eropa
Timur, beliau membedakan antara kelompok konstitusi yang beliau namakan
Konstitusi Ekonomi, dan kelompok Konstitusi Politik, dan bahkan Konstitusi
Sosial.
Di negara – negara kapitalis-liberal yang menganut dan mendukung
sistem dan praktik ekonomi pasar bebas (free market economy), umumnya tidak
mencantumkan pengaturan tentang sistem dan prinsip-prinsip dasar perekonomian
di dalam konstitusinya. Negara-negara kapitalis-liberal meyakini bahwa negara
tidak perlu terlalu mengatur dan terlibat dalam kehidupan perekonomian, apalagi
jika pengaturan itu dituangkan dalam bentuk hukum setingkat undang-undang
dasar atau konstitusi. Itulah sebabnya konstitusi di negara-negara kapitalis liberal
tidak disebut sebagai konstitusi ekonomi, tetapi hanya disebut sebagai konstitusi
politik, karena cenderung hanya mengatur soal politik.
Pada awalnya, konstitusi yang secara khusus mengatur tentang sistem
dan prinsip-prinsip dasar perekonomian umumnya hanya ditemui di negara-negara
yang mengikuti tradisi sosialisme-komunisme di Eropa Timur yang dipelopori
oleh Uni Soviet melalui Konstitusi Tahun 1918. Karena itu, gagasan tentang
konstitusi ekonomi pada mulanya hanya berkembang terbatas di lingkungan
negara-negara yang menganut aliran sosialisme-komunisme tersebut.
Dalam perkembangannya kemudian, gagasan konstitusional kebijakan
ekonomi (konstitusi ekonomi) merambah ke negara-negara Barat setelah negara
Irlandia memasukkan prinsip-prinsip dasar perekonomian ke dalam Konstitusi
Tahun 1937. Sejak itulah ide konstitusi ekonomi berkembang luas di negara-
negara non-sosialisme/non-komunisme. Namun, ini tidak berarti adopsi gagasan
konstitusi ekonomi merefleksikan negara-negara tersebut menganut paham
sosialisme-komunisme. Gagasan konstitusi ekonomi dewasa ini juga diterima dan
dimuat dalam berbagai konstitusi negara-negara yang antikomunis, mulai dari
Eropa Barat, Asia, Afrika, hingga Amerika Selatan.
Ekonomi sebagai ilmu sosial deskriptif tentu saja enggan tunduk kepada
norma yang dipaksakan dari atas. Ilmu ekonomi lebih percaya kepada fakta-fakta
dari lapangan untuk kemudian dijadikan bahan dalam rangka merumuskan
kebijakan-kebijakan resmi pada tingkat negara. Padahal, ilmu hukum juga tidak
menerima untuk diperlakukan hanya sebagai alat, sebagai instrumen menunjang
kegiatan ekonomi semata. Hukum adalah sarana keadilan, bukan sarana kegiatan
ekonomi, apalagi ekonomi yang hanya bermotif kepentingan pribadi (self-
interest). Sesuai dengan tugasnya, ekonomi silahkan memperhitungkan,
sedangkan yang memutuskan adalah politik, tetapi yang menentukan tetap lah
hukum.
Suatu konstitusi disebut Konstitusi Ekonomi tentu saja berkaitan dengan
pengertian bahwa konstitusi itu memuat kebijakan ekonomi. Kebijakan-kebijakan
itu lah yang akan memayungi dan memberi arahan bagi perkembangan kegiatan
ekonomi suatu negara. Dengan demikian, jika kita berbicara mengenai ekonomi
konstitusi berarti kita berbicara mengenai perekonomian yang didasarkan atas
norma hukum konstitusional yang bersifat mutlak tidak boleh dilanggar oleh
penentu kebijakan ekonomi yang bersifat operasional. Konstitusi adalah hukum
tertinggi di suatu negara, karena itu semua peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah harus tunduk dan tidak boleh bertentangan dengannya.
Dalam konteks persoalan kebijakan ekonomi Indonesia, Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengikuti tradisi negara-negara
sosialis karena memuat pengaturan tentang sistem dan prinsip-prinsip dasar
perekonomian dalam bab tersendiri. Sesudah reformasi konstitusi dari tahun 1999
hingga tahun 2002, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 juga memuat lebih tegas ketentuan tentang perekonomian dan kesejahteraan
sosial seperti dalam tradisi negara-negara sosialis. Pasal 33 dan Pasal 34 memuat
ketentuan-ketentuan dasar di bidang perekonomian dan kesejahteraan sosial.
Bahkan, judul Bab XIV dipertegas menjadi ―Perekonomian Nasional dan
Kesejahteraan Sosial‖ dari sebelumnya berjudul ―Kesejahteraan Sosial‖. Isi Pasal
33 dan Pasal 34 telah lebih dilengkapi dan dirinci, sehingga berisi 9 ayat, masing-
masing 5 ayat pada Pasal 33 dan 4 ayat pada Pasal 34. Padahal sebelumnya Pasal
33 hanya terdiri atas 3 ayat, dan Pasal 34 hanya 1 ayat atau pasal tanpa ayat. Ini
menunjukkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
tidak hanya sebagai konstitusi politik, tetapi juga sebagai konstitusi ekonomi.
Sesuai yang tertulis dalam Pasal 33 ayat 4, di dalam melakukan ekonomi kita
menggunakan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi yang berprinsip
kebersamaan, efisiensi keadilan, berkelanjutan. Berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
nasional. Dengan masuknya pasar bebas di Indonesia jendela perekonomian dan
prinsip – prinsip dari negara lain tentu masuk ke dalam. Disini diperlukan
penempatan posisi yang tepat agar hubungan antara negara, pasar, dan konstitusi.
Sehingga negara tak kehilangan kontrol sosial tehadap rakyatnya yang sedang
melakukan aktivitas perekonomian di pasar ekonomi, dan jembatan antara negara
dengan pasar ekonomi tersebut adalah konstitusi ekonomi. Kebebasan (liberty)
dijunjung tinggi akan tetapi akan tetap ada kontrol sosial dari negara lewat
konstitusi agar keadilan (justice) dan kemakmuran bersama (prosperity) mampu
tercipta.
Di dunia modern, antara negara, masyarakat, dan pasar itu harus sama-
sama kuat dan berfungsi seimbang antara satu dengan yang lain. Jika terdapat
ketimpangan, misalnya, ada yang kuat dan ada yang lemah, maka demokrasi dan
keadilan tidak akan terwujud, sehingga dengan sendirinya tingkat peradaban
rakyat dalam kehidupan tidak akan berkembang ke taraf perkembangan yang lebih
maju. Jika pasar terlalu dominan mengalahkan negara dan masyarakat, akibatnya
kehidupan akan didominasi oleh cara pandang yang materialistis dan perilaku
yang hanya diukur dengan uang. Dalam keadaan demikian, nilai-nilai ketaqwaan
dan spiritualisme akan dinomorduakan, dan keadilan tidak akan dapat
diwujudkan. Pada gilirannya kebiadaban manusia juga tidak akan berkembang
karena kebiadaban hanya dapat tumbuh jika ada keadilan, dan bahwa
sesungguhnya keadilan itu sangat dekat dengan ketaqwaan manusia kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa.
Dengan adanya konstitusi yang memuat tentang ekonomi, maka
konstitusi dapat dijadikan sebagai acuan dalam menetapkan aturan – aturan dan
kebijakan – kebijakan pembangunan ekonomi dalam negara. Dengan adanya
pengaturan dalam bidang politik, sosial dan ekonomi diharapkan ketiganya
mampu tumbuh seimbang demi tercapainya kemakumuran bersama, sehingga rule
of law not by man dapat direalisasikan dalam kehidupan masyarakat dalam
kenyataan (reality).
Fungsi dan Isi Konstitusi

Konstitusi sebagai hukum dasar yang ditempatkan sebagai hukum


tertinggi dalam pelaksanaan kegiatan bernegara memiliki tujuan dalam
pembentukannya dan berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi
konstitusi terdefinisikan dalam paham konstitusionalisme. Yaitu :
1. Pengatur/penentu dan pembatas kekuasaan organ negara.
2. Mengatur hubungan antar organ negara.
3. Mengatur hubungan antara organ negara dengan warga negara.
4. Pemersatu negara.
5. Legitimasi kekuasaan terhadap organ-organ negara untuk menjalankan
pemerintahan.
6. Penjamin hak-hak warga negara sekaligus mengatur warga negara.
Menurut Miriam budiarjo setiap Undang-Undang Dasar memuat :16
1. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legisllatif,
eksekutif, dan yudikatif serta hubungan di antara ketiganya. UUD juga
memuat bentuk negara (misalnya federal atau negara kesatuan), beserta
pembagian kekuasaan antara pemerintah federal dan pemerintah negara
bagian atau antara pemerintah dan pemerintah daerah. Selain itu UUD
memuat prosedur untuk menyelesaikan masalah pelanggaran yuridiksi oleh
salah satu badan negara atau pemerintah dan sebagainya. Dalam arti ini UUD
mempunyai kedudukan sebagai dokumen legal yang khusus.
2. Hak-hak asasi manusia (biasanya disebut Bill of Rights kalau berbentuk
naskah tersendiri).
3. Prosedur mengubah UUD (amandemen).
4. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD. Hal
ini biasanya ada jika para penyusun UUD ingin menghindari terulangnya
kembali hal-hal yang baru saja diatasi, seperti misalnya munculnya seorang
diktator atau kembalinya suatu monarki. Misalnya, UUD Federasi Jerman
melarang untuk mengubah sifat federalisme karena dikhawatirkan bahwa sifat

16
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar..., op.cit., hlm. 177-178.
unitarisme dapat melicinkan jalan untuk munculnya kembali seorang diktator
seperti Hitler.
5. Merupakan aturan hukum yang tertinggi yang mengikat semua warga negara
dan lembaga negara tanpa kecuali.

Konstitusi dan Negara

Bagaikan rumah tanpa pondasi kuat yang mampu menopang rumah


tersebut dan komputer tanpa sebuah cpu yang mampu menjalankan komputer
tersebut, begitu pula negara tanpa konstitusi. Benarlah bahwa konstitusi di
tempatkan dalam posisi yang dasar dan krusial dalam pembentukan,
penyelenggaran, dan pedoman bernegara, tanpa ada batas dan pemberi tuntunan
bagaimana kekuasaan negara harus dijalankan maka negara tak akan mungkin
terbentuk.
Struyken dalam bukunya Het staatrecht van Hen Koninkrijk der
Nederlanden menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis
merupakan sebuah dokumen formal yang berisi :17
1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu lampau.
2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu
sekarang maupun untuk masa yang akan datang.
4. Suatu keinginan, dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan
bangsa hendak dipimpin.
Karena konstitusi menjadi barometer kehidupan bernegara dan berbangsa
yang sarat dengan bukti sejarah perjuangan para pendahulu, sekaligus ide-ide
dasar yang digariskan oleh the founding fathers, serta memberikan arahan kepada
generasi penerus bangsa dalam mengemudikan suatu negara yang mereka
pimpin.18

17
H. Dahlan Thaib, jazim Hamidi, dan Ni’matul Huda, Teori...,loc.cit., hlm. 54-55.
18
Ibid., hlm. 55
Di indonesia sendiri kita memiliki Pancasila dan UUD 1945 yang dapat
mempersatukan kita di tengah perbedaan wilayah, suku, bahasa, ras, agama,
golongan, latar belakang, warna kulit, dan masih banyak lagi.
Pancasila merupakan dasar utama kesepakatan berdirinya bangsa dan
merupakan bagian dari Pembukaan UUD 1945 tidak dapat diubah karena selain
merupakan modus vivendi ia juga dapat dianggap sebagai ―akte kelahiran‖ negara
yang menjamin kelangsungan bangsa dan negara Indonesia dengan keutuhannya
atau integrasinya yang selalu kokoh.19
Maka dari itu konstitusi dan negara bagaikan dua sisi mata uang yang tak
terpisahkan dan bagai pondasi rumah yang menopang kuat. Konstitusi akan
menjadi dasar dari segala kegiatan kenegaraan dalam suatu negara dan menjadi
penuntun untuk mencapai tujuan negara dalam menghadapi perubahan zaman.

Kesimpulan

Pengertian konstitusi bukan hanya sekedar Undang-Undang Dasar saja,


konstitusi lebih dari sesuatu yang tertulis saja. Konstitusi adalah hukum dasar
yang dijadikan patokan/pengangan dalam penyelenggaraan suatu negara.
Konstitusi dapat berupa suatu hukum dasar tertulis (Undang-Undang Dasar) yang

19
Moh Mahfud MD, Konstitusi..., op.cit., hlm. 37.
terkodifikasi dan disepakati dari hasil pencarian/penggalian nilai-nilai yang hidup
di masyarakat dalam suatu negara. Maka, Undang-Undang Dasar sebagai
konstitusi tertulis beserta nilai-nilai dan norma-norma dasar tidak tertulis yang
hidup di masyarakat sebagai kesepakatan dalam praktik penyelenggaraan negara
dapat dimasukan dalam pengertian konstitusi atau hukum dasar.
Isi dari Konstitusi haruslah memuat tentang politik, sosial dan ekonomi,
agar ketiga aspek ini mampu tumbuh secara berdampingan dan berimbang demi
mencapai keadilan, kebebasan, dan kemakmuran. Sehingga fungsi konstitusi yang
adalah hukum tertinggi dalam negara mampu terealisasikan dengan nyata.
Konstitusionalisme adalah sebuah penerapan isi dari konstitusi dalam
bernegara berupa pembatasan terhadap kekuasaan, pengaturan hubungan antara
organ negara dengan warga negara, dan hubungan antara organ negara yang satu
dengan organ negara yang lain.

Fungsi konstitusi adalah :


1. Pengatur/penentu dan pembatas kekuasaan organ negara.
2. Mengatur hubungan antar organ negara.
3. Mengatur hubungan antara organ negara dengan warga negara.
4. Pemersatu negara.
5. Legitimasi kekuasaan terhadap organ-organ negara untuk menjalankan
pemerintahan.
6. Penjamin hak-hak warga negara sekaligus mengatur warga negara.

Isi konstitusi adalah :


1. Organisasi negara (pembagian kekuasaan).
2. Hak-hak asasi manusia.
3. Prosedur pengubahan UUD (amandemen).
4. Larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD.
5. Merupakan aturan hukum yang tertinggi yang mengikat semua warga negara
dan lembaga negara tanpa kecuali.
Konstitusi sebagai hukum dasar (fundamental) yang ditempatkan sebagai
hukum tertinggi (supremation of law) sangat penting eksistensinya dalam negara,
karena tanpa adanya konstitusi dengan fungsi dan isinya, maka negara tak akan
mampu berjalan.

Daftar Pustaka

Asshiddiqie, Jimly. 2011. Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia. Jakarta:


Sinar Grafika.
Budiarjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta. PT Gramedia Pustaka
Utama.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka.
Kelsen, Hans. 2013. Teori Umum Tentang Hukum dan Negara.(diterjemahkan
oleh Raisul Muttaqien). Bandung: Nusa Media.
Mahfud MD, Moh. 2012. Konstitusi dan Hukum dalam Kontroversi Isu. Jakarta:
Rajawali Pers.
Thaib, Dahlan., dkk. 2013. Teori dan Hukum konstitusi. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada.
Sunarto. 2015. Pengantar Hukum Tata Negara. Yogyakarta: Magnum Pustaka
Utama.

Anda mungkin juga menyukai