Anda di halaman 1dari 5

TUGAS HUKUM PIDANA 

SEBAB-AKIBAT 

NAMA KELOMPOK : 
Rebecca Tiffani Sibarani 194301104
Mavelda Regina Rangkoly 194301123
Yohanes Marojahan Manurung 194301150
Gabriel Sabahtani Sirait 194301154
Christover Fiman Boy P 174301330
Widy Anisa Vira P 174301228

Dosen:   Bonarsius Saragih,S.H.,M.H


Emalia Wati,S.H.,M.H 
Tujuan ajaran sebab akibat (causaliteits leer) adalah:

1. Untuk menentukan hubungan antara sebab akibat, yang berarti menentukan ada atau
tidaknya tindak pidana
2. Untuk menentukan pertanggungjawaban pidana seseorang atas suatu akibat tertentu
yang berupa suatu tindak pidana.

B) Ajaran Sebab Akibat dalam Delik Materiil dan Delik Formal

1. Dalam Delik Materiil; Ajaran ini selalu diperlukan karena jenis delik ini mengandung
suatu unsur di dalamnya yang berupa akibat tertentu yang dilarang. Selain itu, ajaran
sebab akibat itu juga diperlukan dalam delik yang dikualifikasikan oleh akibatnya.
2. Dalam Delik Formal; Ajaran sebab akibat tidak diperlukan.C) Teori-Teori Sebab
Akibat

1) Teori Syarat Mutlak atau Conditio Sine Qua Non

Teori ini dikemukakan oleh von Buri. Ia berpendapat bahwa semua syarat untuk timbulnya
suatu akibat adalah sama sebagai sebab yang tidak dapat dihilangkan dan harus diberi nilai
yang sama. Disebut juga teori ekuivalen karena semua syarat harus diberi nilai yang sama
atau teori syarat karena tidak ada perbedaan antara syarat dengan sebab.

2) Teori Mengeneralisasikan atau Generaliserende Theorie

Teori ini mengadakan pembatasan antara syarat dengan sebab itu secara pandangan umum
(menggeneralisasikan), yaitu secara abstrak. Jadi tidak terikat pada perkara tertentu saja dan
karena itu mengambil pendiriannya pada saat sebelum akibatnya timbul (anti faktum).
Penganut teori ini diantaranya:

1. Von Kris dengan teorinya Adequate (Keseimbangan); Syarat yang harus dianggap
sebagai sebab yang menimbulkan akibat adalah syarat yang menurut perhitungan
yang normal seimbang dengan akibat itu.
2. Rumelin dengan Teori Keseimbangan yang Objektif; Perhitungan yang normal itu
bukan hanya keadaan yang kemudian yang akan diketahui secara subjektif, tetapi juga
keadaan-keadaan yang akan diketahui secara objektif.

3) Teori Mengindividualisasikan atau Individualiserende Theorie

Teori ini mengadakan pembatasan antara syarat dengan sebab itu secara pandangan khusus
(mengindividualisasikan) yaitu secara konkret mengenai perkara yang tertentu saja, dan
karena itu mengambil pendiriannya pada saat sesudah akibatnya timbul (post faktum). Dari
rangkaian syarat tersebut ditinjau satu persatu untuk menentukan mana yang menjadi sebab
dari akibat. Penganut teori ini diantaranya: Birkmeyer, Ortman, Karl Binding, Kohler, dan
lainnya.

4) Teori Relevantie

Menurut teori ini bahwa dalam menentukan hubungan sebab akibat tidak mengadakan
pembedaan antara syarat dengan sebab, melainkan dimulai dengan menafsirkan rumusan
tindak pidana yang memuat akibat yang dilarang itu dicoba menemukan perbuatan manakah
yang dimaksud pada waktu undang-undang itu dibuat. Penganut teori ini adalah Mezger.

5) Teori Perdata

Teori ini berdasarkan Pasal 1247 dan Pasal 1248 KUH Perdata yang menyatakan bahwa
pertanggungjawaban hanya ada apabila akibat yang timbul itu mempunyai sebab yang
langsung dan rapat sekali dengan perbuatan-perbuatan yang terdahulu atau dapat
dibayangkan lebih dahulu.

D) Ajaran Sebab Akibat dalam Delik Omisi

Dalam delik omisi murni (eigenlijke omissie delict) tidak diperlukan ajaran sebab akibat,
karena jenis delik ini terjadi yang disebabkan tidak melakukan sesuatu yang diharuskan oleh
undang-undang. Contohnya Pasal 224 tentang keharusan menjadi saksi. Sedangkan dalam
delik omisi tidak murni (oneigenlijke omissie delict) diperlukan ajaran sebab akibat, oleh
karena delik ini terjadi apabila ada akibat yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh
undang-undang.

Teori tentang sebab akibab :


1. Teori Syarat (conditio sine qua non).
Menurut teori syarat, suatu kejadian yang merupakan akibat biasanya ditimbulkan oleh
beberapa peristiwa atau keadaan  atau faktor yang satu sama lainnya merupakan suatu
rangkaian yang berhubungan. Beberapa peristiwa atau kejadian atau faktor tersebut
merupakan syarat yang mengakibatkan timbulnya suatu akibat. Atau dengan kata lain, tanpa
adanya syarat tersebut, tidak akan timbul suatu akibat.
Tokoh dari teori syarat adalah Von Buri, yang mengatakan bahwa yang dianggap sebagai
syarat adalah setiap peristiwa atau faktor yang jika ditiadakan, maka tidak akan terjadi suatu
akibat. Penganut dari ajaran Von Buri antara lain Van Hamel, Zevenbergen, Vos, dan Noyon
Langemeyer.

2. Teori Khusus (individualiserende theorie).


Menurut teori khusus, dalam mencari sebab dari suatu akibat dibatasi oleh satu atau beberapa
peristiwa atau faktor  saja yang dianggap berpadanan, paling dekat atau seimbang dengan
timbulnya suatu akibat.
Tokoh dari teori khusus adalah Traeger. Traeger mengadakan pembedaan antara rangkaian
peristiwa-peristiwa dan mencari salah satu dari peristiwa-peristiwa tersebut yang paling dekat
menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-undang. Traeger hanya mencari satu
peristiwa saja yang harus dianggap sebagai sebab dari akibat yang terjadi. Ajaran ini akan
membatasi suatu peristiwa yang harus dianggap sebagai sebab, mendasarkan penelitian pada
fakta setelah delik terjadi (post factum), oleh karena itu ajaran ini disebut sebagai teori
khusus atau individualiserende theorie. 
Teori khusus ini terus mengalami perkembangan, dan terbagi menjadi beberapa teori,
diantaranya :

 Teori pengaruh terbesar (die meist bedingung), yang dikemukakan oleh Birk
Meyer. Teori ini menentukan, sebagai sebab dari suatu akibat adalah peristiwa yang
paling besar pengaruhnya pada timbulnya akibat tersebut. 
 Teori yang paling menentukan (die doorslag geeft), yang dikemukakan oleh
Binding. Teori ini menyatakan bahwa peristiwa yang dianggap sebagai sebab adalah
peristiwa positif atau yang menjurus kepada timbulnya akibat, yang lebih menentukan
dari pada peristiwa negatif yang menahan supaya akibat tidak timbul (overwicht van
positieve over negatieve voorwaarden).
 Teori kepastian (die art des werdens), yang dikemukakan oleh Kohler. Teori ini
menyatakan bahwa yang harus dianggap sebagai sebab adalah peristiwa yang pasti
menimbulkan suatu akibat. 

3. Teori Umum (generaliserende theorie).  


Teori ini mendasarkan penelitiannya kepada fakta sebelum delik terjadi (ante factum), yaitu
pada fakta yang pada umumnya menurut perhitungan yang layak, dapat dianggap sebagai
sebab yang menimbulkan akibat tersebut. 
Pada perkembangannya, teori umum ini terbagi menjadi beberapa teori yang berbeda, di
mana perbedaannya bertitik tolak pada pengertian dari istilah perhitungan yang layak. Teori-
teori yang mendasarkan pada teori umum, diantaranya adalah : 

 Teori keseimbangan subyektif (adaequatie theorie), yang dikemukakan oleh Von


Kries. Ajaran ini menyataka bahwa peristiwa yang harus dianggap sebagai sebab dari
pada akibat yang timbul adalah peristiwa yang menurut perhitungan yang layak
seimbang dengan akibat tersebut. Yang dimaksud dengan perhutungan yang layak
dalam teori ini adalah peristiwa yang diketahui atau yang harus diketahui oleh
pelaku. 
 Teori keseimbangan obyektif, yang dikemukakan oleh Rumelin. Ajaran ini
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perhitungan yang layak adalah bukan
hanya apa yang diketahui oleh pelaku, tetapi juga apa yang kemudian diketahui oleh
hakim, walaupun hal tersebut sebelumnya tidak dketahui oleh pelaku. 
 Teori keseimbangan gabungan, yang dikemukakan oleh Simons. Ajaran ini
mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perhitungan yang layak adalah menurut
pengalaman manusia. 

Di samping teori-teroi tersebut di atas, masih banyak lagi teori-teori tentang sebab akibat
yang dikemukakan oleh banyak sarjana.  Misalkan Pompe, yang menggabungkan antara teori
umum dan teori khusus. Menurut Pompe, sebagai sebab dari suatu akibat adalah peristiwa
yang padanya terletak kekuatan yang menimbulkan suatu akibat tertentu. Selain itu juga
faktor-faktor yang mencakup timbulnya akibat tersebut, karena faktor yang demikian itu
nyatanya akan menimbulkan akibat. Sehingga menurut Pompe, untuk penentuan sebab
sehubungan dengan hukum pidana dapat digunakan teori umum keseimbangan dalam
pengertian pencakupan, dan dapat juga digunakan teori khusus dalam pengertian kekuatan.

Kesimpulan 
Penerapan ajaran-ajaran kausalitas (sebab-akibat) dalam praktek, 
adalah lebih serasi jika selalu disesuaikan dengan perkembangan hukum yang hidup dalam
masyarakat. Artinya secara kausalitas diadakan keseimbangan antara kesadaran hukum
perorangan atau kelompok masyarakat tertentu dengan masyarakat pada umumnya, dan
berpedoman pada ajaran conditio sine qua non, teori umum keseimbangan dan teori khusus
secara seimbang. Dalam mencari hubungan antara sebab dan akibat (causaliteit) harus
dipergunakan metode Induktif. Yang berarti bahwa pengambilan kesimpulan dari suatu
tindak pidana dalam mencari hubungan sebab akibat haruslah memperhatikan/menelaah
seluruh faktor-faktor yang ada dalam tindak pidana tersebut yang kemudian dinilai oleh
hakim

Anda mungkin juga menyukai