SOAL
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan recidive, serta jelaskan pula jenis-jenisnya? Menganut
recidive yang mana KUHP kita? Sebutkan pula syarat-syarat serta pengaturannya baik yang
ada dalam KUHP maupun RUU KUHP?
4. Jelaskan siapa yang berhak mengadukan dan bagaimanakah tenggang waktu pengajuan dan
penarikan atas pengaduan apabila melihat ketentuan Pasal 72 sampai dengan Pasal 75
KUHP?
5. Jelaskan yang Saudara ketahui mengenai lembaga afkoop dan bagaimana prospek lembaga
ini
ke depan dalam rangka pembaruan hukum pidana?
6. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Grasi? Jelaskan pula syarat-syarat dan jangka waktu
pengajuannya? Serta apabila Grasi telah diberikan oleh Presiden, apakah dapat dicabut
kembali? Jawaban disertai dasar hukumnya!
JAWABAN :
Apabila seseorang melakukan perbuatan yang sama beberapa kali, dan di antara perbuatan-
perbuatan itu terdapat hubungan yang demikian erat sehingga rangkaian perbuatan itu harus
dianggap sebagai perbuatan lanjutan. Perbuatan berlanjut terjadi apabila seseorang
melakukan beberapa perbuatan (kejahatan atau pelanggaran), dan perbuatan- perbuatan itu
ada hubungan sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut.
Dalam MvT (Memorie van Toelichting), kriteria “perbuatan-perbuatan itu ada hubungan
sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai satu perbuatan berlanjut” adalah:
1. Harus ada satu niat, kehendak atau keputusan;
2. Perbuatan-perbuatannya harus sama atau sama macamnya;
3. Tenggang waktu di antara perbuatan-perbuatan itu tidak terlalu lama. Batas tenggang
waktu dalam perbuatan berlanjut tidak di atur secara jelas dalam undang-undang.
Meskipun demikian jarak antara perbutan yang satu dengan yang berikutnya dalam
batas wajar yang masih menggabarkan bahwa pelaksanaan tindak pidana oleh si
pembuat tersebut ada hubungan baik dengan tindak pidana (sama) yang di perbuat
sebelumnya maupun dengan keputusan kehendak dasar semula.
menurut Pasal 64 ayat 1 pada prinsipnya berlaku sistem absorbsi yaitu hanya
dikenakan satu aturan pidana, dan jika berbeda-beda dikenakan ketentuan yang
memuat ancman pidana pokok yang terberat.
Dalam KUHP ketentuan mengenai Recidive tidak diatur secara umum tetapi diatur secara
khusus untuk kelompok tindak pidana tertentu baik berupa kejahatan maupun pelanggaran.
Disamping itu di dalam KUHP juga memberikan syarat tegnggang waktu pengulangan yang
tertentu. Jadi denagan demikian KUHP termasuk kedalam Recidive khusus.
Jika belum cukup umur, oleh wanita ybs, atau orang yang harus memberi izin bila wanita
itu kawin
Jika sudah cukup umur, oleh wanita ybs, atau suaminya.
1. Ne Bis in Idem :
Diatur dalam Pasal 76 KUHP
Artinya : tidak atau jangan dua kali yang sama
Dalam sistem common law, dikenal sebagai asas double jeopardy
Alasan-alasan di atas berasal dari KUHP. Selain alasan-alasan di atas, terdapat alasan hapusnya
kewenangan menuntut di luar KUHP, yaitu pemberian abolisi atau amnesti.
Abolisi dan Amnesti
Di luar KUHP juga ada dasar-dasar yang dapat menyebabkan hapusnya kewenangan
menuntut pidana terhadap pembuat tindak pidana, yakni terdapat dalam Pasal 14 UUD 1945,
dengan apa yang disebut dengan Abolisi dan Amnesti.
Menurut Pasal 14 Ayat (2) UUD1945 (setelah diamandemen) “Presiden memberi
amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat”.
Amnesti dan abolisi adalah hak prerogatif presiden sebagai Kepala Negara untuk mengakhiri
suatu kasus tindak pidana tanpa melalui proses pemeriksaan dan keputusan pengadilan.
Amnesti adalah berupa tindakan presiden yang mengakhiri semua akibat hukum (akibat
hukum apa pun) bagi orang-orang yang melakukan tindak pidana dengan melalui undang-
undang. Apabila orang-orang itu sedang dalam penuntutan, maka dengan dikeluarkannya
amnesti, penuntutan itu gugur demi hukum. Sedangkan abolisi adalah tindakan presiden
untuk meniadakan atau menghentikan kewenangan penuntut umum untuk melakukan
penuntutan pidana terhadap seseorang pembuat tindak pidana Persamaan antara amnesti dan
abolisi ialah pada keduanya mengakhiri suatu perkara pidana tanpa menyelesaikan melalui
sidang pengadilan formal. Juga kedua-duanya memberikan pada orang atau orang-orang yang
melakukan tindak pidana yang berhubungan erat dengan masalah-masalah politik. Sedangkan
perbedaannya ialah:
Mengenai luasnya akibat hukumnya, pada amnesti: mengakhiri/menghentikan segala
bentuk tindakan hukum dalam proses hukum perkara pidana. Sedangkan abolisi hanya
mengakhiri/menghentikan penuntutan pidana saja.
Mengenai sifatnya, ialah pada amnesti tidak bersifat pribadi, artinya tidak ditujukan
pada pribadi tertentu, melainkan pada orang-orang dalam hal atau mengenai tindak
pidana tertentu atau suatu pristiwa tertentu. Sedangkan pada pemberian abolisi
ditujukan pada pribadi tertentu karena tindak pidana yang dilakukannya.
Pada Pasal 5
(1)Hak mengajukan grasi diberitahukan kepada terpidana oleh hakim atau hakim
ketua sidang yang memutus perkara pada tingkat pertama.
(2)Jika pada waktu putusan pengadilan dijatuhkan terpidana tidak hadir, hak terpidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secara tertulis oleh panitera dari
pengadilan yang memutus perkara pada tingkat pertama.
PENCABUTAN GRASI
Di dalam ketentuan UU 22/2002 maupun perubahannya,
UU 5/2010, tidak diatur mengenai pencabutan grasi yang
telah diberikan. Namun, di dalam teori hukum administrasi
negara berlaku asas Contrarius Actus, yaitu pencabutan
suatu keputusan harus dilakukan dengan keputusan
setingkat. Berarti dalam hal ini, suatu Keppres hanya dapat
dicabut oleh Presiden dengan menerbitkan Keppres
pencabutan.