Anda di halaman 1dari 14

TEORI SEBAB AKIBAT

Makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas matakuliah

“Hukum Pidana”

Dosen Pengampu:

Khotifatul Defi Nofitasari, S.H., M.H.

Disusun oleh:

Ahmad Faizin (101190002)

Dewi Almuna Waroh (101190028)

Pamor Aji Pangestu (210115076)

HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PONOROGO

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan sehingga saya
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya saya
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas
limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas akhir dari mata kuliah Hukum
Pidana dengan judul “TEORI KAUSALITAS”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak khususnya kepada Bu Khotifatul Defi Novitasari, S.H., M.H. yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Terima kasih.

Ponorogo, 25 April 2020

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Pembahasan 1
BAB II Pembahasan
2.1 Pengertian Teori Sebab Akibat 2
2.2 Macam-macam Teori Sebab Akibat 4
BAB III Penutup
3.1 Kesimpulan 10
3.2 Daftar Pustaka 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Teori kausalitas merupakan teori yang sudah sangat terkenal dari jaman dahulu. Teori ini
mengemukakan bahwa dalam setiap aksi pasti ada reaksi, dengan adanya sebuah penyebab
pasti akan ada akibat. Dalam makalah ini, kami akan sedikit mengulik mengenai teori sebab
akibat dari berbagai sumber, bagaimana pengertian teori sebab akibat, apa saja macamnya.
Dengan adanya teori sebab akibat inilah nanti dapat ditemukan penyebab atas adanya
suatu kejadian, sehingga kejadian yang menjadi perkara dalam suatu kasus pidana dapat
diruntut demi mendapatkan kebenaran materiil yang dibutuhkan.
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah pengertian Teori Sebab Akibat?
b. Apa sajakah macam-macam dari Teori Sebab Akibat?
1.3 Tujuan Pembahasan
a. Mahasiswa mengerti dan memahami Teori Sebab Akibat.
b. Mahasiswa mengerti dan memahami macam-macam Teori Sebab Akibat.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teori Sebab Akibat
Secara etimologi, Kausalitas atau causalitied berasal dari kata causa yang berarti
sebab. Kata Kausa dalam Kamus Hukum diartikan dengan alasan atau dasar hukum;
suatu sebab yang dapat menimbulkan suatu kejadian. Berdasarkan pengertian di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa kausalitas merupakan suatu yang menyatakan tentang
hubungan sebab dan akibat. Dalam ilmu hukum pidana teori kausalitas dimaksudkan
untuk menentukan hubungan objektif antara perbuatan manusia dengan akibat yang tidak
dikenhadi undang-undang. Penentuan sebab akibat dalam kasus-kasus pidana menjadi
persoalan yang sulit untuk dipecahkan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sendiri
tidak petunjuk tentang hubungan sebab dan akibat yang dapat menimbulkan delik.
Meskipun dalam beberapa pasal KUHP dijelaskan bahwa dalam delik-delik tertentu
diperlukan adanya suatu akibat tertentu guna menjatuhkan pidana terhadap pembuatnya. 1
Kata kausalitas memiliki banyak makna diantaranya adalah “Hal sebab-akibat”,
artinya Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus menjadi sebab peristiwa lain.
Namun dalam hukum pidana “kausalitas” memiliki makna mencari sebab yang
menimbulkan akibat dalam upaya untuk menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai
pertanggungjawaban atas suatu akibat dari perbuatan tersebut.
Pengertian ajaran Kausalitas adalah ajaran yang berhubungan dengan usaha untuk
menemukan sebab dari timbulnya akibat. Dalam hukum pidana, sebab yang dicari adalah
suatu perbuatan ditemukannya sebab, maka dapat ditemukan siapa yang dapat
dipersalahkan dan diminta pertanggungjawabannya.2
Ajaran sebab akibat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana terdiri dari dua
elemen yaitu : Elemen objektif, menunjuk pada perbuatan yang dapat dihukum yang
bertentangan dengan hukum positif. Elemen subjektif, suatu perbuatan yang dapat

1 A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), Hlm. 26.

2 E Utrecht, Hukum Pidana I, (Surabaya: Pustaka Tinta Mas, 1994), 384.

2
dipidana karena akibat yang ditimbulkan oleh pelaku dan dapat dipertanggungjawabkan
kepadanya.3
Secara umum setiap peristiwa sosial menimbulkan satu atau beberapa peristiwa
sosial yang lain, demikian seterusnya yang satu mempengaruhi yang lain sehingga
merupakan satu lingkaran sebab akibat. Hal ini disebut hubungan kasual yang artinya
adalah hubungan sebab akibat atau kausalitas. Hubungan sebab akibat adalah hubungan
logis dan mempunyai mata rantai dengan peristiwa berikutnya. Setiap peristiwa selalu
memiliki penyebab dan penyebab ini sekaligus menjadi sebab dari sejumlah peristiwa
yang lain.Ajaran kausalitas dalam ilmu pengetahuan hukum pidana dimaknai sebagai
suatu ajaran yang mencoba mengkaji dan menetukan dalam hal apa seseorang dapat
dimintai pertanggungjawaban pidana sehubungan dengan rangkaian peristiwa yang
terjadi sebagai akibat rangkaian perbuatan yang menyertai peristiwa-peristiwa pidana
tersebut.4
Sisi lain yang tak kalah penting bahwa dalam mempelajari Ajaran kausalitas
disamping melihat hubungan logis antara sebab dan akibat untuk menentukan
pertanggungjawaban pidana maka ajaran kesalahan menjadi suatu hal perlu dikaitkan
sehubungan dengan hal tersebut di atas. Ajaran kausalitas sering dikaitkan dengan unsur
perbuatan yang menjadi dasar dari penentuan apakah seorang sudah melakukan suatu
tindak pidana atau tidak (apa ada unsur kesalahan di dalamnya). Dalam penentuan dasar
pertanggungjawaban pidana seseorang, dimana adanya kontrol pelaku (sebagai kehendak
bebas keadaan lainnya di luar kehendak pelaku) sebagai penyebab, maka unsur kesalahan
menjadi penting. Unsur kesalahan menjadi unsur yang menentukan dapat tidaknya
seseorang dipidana sebagai pelaku tindak pidana dalam hubungannya dengan ajaran
kausalitas.5

3 Andrio Jackmico Kalensang, "Hubungan Sebab Akibat (Causalteit) dalam Hukum Pidana dan Penerapannya dalam Praktek" Lex Crimen Vol. V/No. 7/Sep/2016, hal. 18.

4 Andi Sofyan dan Nur Azisa, Buku Ajar Hukum Pidana, (Makassar: Pustaka Pena Press, 2016), hlm. 56.

5 Eva Achjani Zulfa, Hukum Pidana Materil & Formil: Kausalitas, USAID-The Asia Foundation-kemitraan Partnership, Jakarta, 2015, hal.160.

3
2.2 Macam-macam Teori Sebab Akibat
Tidaklah mudah untuk menentukan faktor manakah yang menjadi penyebab
kematian dalam rangkaian peristiwa pidana, karena faktor-faktor itu tidaklah berdiri
sendiri. Dalam rangka untuk mencari faktor mana dalam peristiwa semacam itu yang
menjadi penyebab kematian di perlukan ajaran kausalitas. 6 Ada beberapa macam ajaran
kausalitas yang di kelompokan menjadi 4 Teori besar yaitu :
1. Teori Conditio Sine Quanon
Teori ini dikemukakan oleh Von Buri, seorang berkebangsaan Jerman pada tahun
1873. Ajaran Von buri ini dapat dikatakan sebagai dasar dari ajaran kausalitas, karena
berbagai teori yang muncul kemudian merupakan penyempurnaan atau setidaknya masih
berkaitan dengan teori yang dikemukakannya. Menurut Von buri dalam Sudarto, tiap
syarat adalah sebab, dan semua syarat itu nilainya sama, sebab kalau satu syarat tidak
ada, maka akibatnya akan lain pula. Tiap syarat baik positif maupun negatif untuk
timbulnya suatu akibat itu adalah sebab, dan mempunyai nilai yang sama. Kalau satu
syarat dihilangkan tidak akan mungkin terjadi suatu akibat konkrit, seperti yang senyata-
nyatanya menurut waktu, tempat dan keadaan. Tidak ada syarat yang dapat dihilangkan
tanpa menyebabkan berubahnya akibat. Contoh : A dilukai ringan, kemudian dibawa ke
dokter, dalam perjalanan ia tertimpa Genting lalu mati. Menurut teori conditio sine qua
non penganiayaan ringan terhadap itu juga merupakan sebab dari kematian A.7
Suatu tindakan dapat dikatakan menimbulkan akibat tertentu, sepanjang akibat
tersebut tidak dapat dipikirkan terlepas dari tindakan pertama tersebut. Karena itu, suatu
tindakan harus merupakan conditio sine qua non (syarat mutlak) bagi keberadaan akibat
tertentu. Semua syarat (sebab) harus dipandang setara, karena itu Teori ini juga
dinamakan teori ekuivalensi. Konsekuensi Teori ini adalah bahwa kita dapat merunut
tiada henti ke masa lalu dan tidak mencapai Ujung. Regressus at infinitum (merunut ke
belakang tiada henti). Teori ini juga dikenal denganbedingungstheori oleh karena dalam
ajaran ini tidak membedakan antara faktor syarat (bedingung) dan nama faktor penyebab

6 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana “Stelser pidana, tindak pidana, teori-teori pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana”, Bagian 2 (Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2007), hal. 217.

7 Mohammad Ekaputra, Dasar-dasar Hukum Pidana, (Medan: USU Press Cetakan ke-2, 2015), hal. 120.

4
(causa), segala sesuatu yang masih berkaitan dalam suatu peristiwa sehingga melahirkan
suatu akibat adalah termasuk menjadi penyebabnya. 8
Hazewinkel-suringa dalam E. Utrecht menyatakan bahwa diterimanya teori Von buri
ini membawa beberapa konsekuensi yang sebenarnya tidak dapat diterima. Misalnya: A
hendak menghukum pelayannya yang nakal. Pelayan tersebut dimasukkan ke dalam suatu
gudang yang Pintunya dikunci selama beberapa jam, dengan maksud agar pelayan itu
Insaf akan kesalahannya. Ketika pelayan itu masih berada di dalam gudang tiba-tiba
turun halilintar yang membakar gudang itu, yang mengakibatkan pelayan tersebut turut
terbakar sehingga mati. Timbul pertanyaan Apakah perbuatan memasukkan pelayan itu
ke dalam gudang dapat dianggap sebagai sebab (causa) kematiannya. Van hattum
mengemukakan bahwa menurut teori Von buri maka perbuatan itu sebenarnya harus
dianggap sebagai causa kematian pelayan itu. Tetapi jawaban menurut teori Von buri ini
tidak memuaskan. Teori Von buri tidak memperhatikan hal-hal yang kebetulan terjadi
(Geen ruimte voor het toeval), seperti dalam hal turunnya halilintar itu.
Teori dari Von buri ini mudah diterapkan, karena semua hal yang ada relevansinya
dengan terjadinya suatu akibat merupakan sebab, sehingga Teori ini memperluas
Pertanggungjawaban pidana. Menurut Sudarto, keberatan terhadap teori conditio sine qua
non bahwa hubungan kausal membentang ke belakang tanpa akhir, Karena tiap-tiap
sebab sebenarnya merupakan akibat dari sebab yang terjadi sebelumnya. Konsekuensi
Teori ini adalah bahwa kita dapat merunut tiada henti ke masa lalu (regressus ad
infinitum). Kelemahan teori ini adalah tidak membedakan antara faktor syarat dengan
faktor penyebab, yang dapat menimbulkan ketidakadilan, yang pada akhirnya dapat
bertentangan dengan asas tiada pidana tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld).
Jonkers menyatakan, bahwa sudut pandang Teori ini tidak benar, karena berbagai faktor
yang merupakan dasar dari akibat itu tidak sama. Oleh karena itu lebih mudah jika dicari
syarat-syarat yang penting bagi terjadinya suatu akibat untuk menentukan hubungan
kausalitas nya. Jonkers membedakan antara hal-hal yang merupakan syarat (disebut juga
dengan alasan) dan sebab yang sesungguhnya.

8 Ibid., 121

5
Moeljatno mengemukakan, dengan tidak adanya pembedaan antara syarat dan
musabab maka teori Von buri hanya benar secara teoritis. Teori conditio sine qua non
tidaklah sesuai dengan praktek, karena dalam pergaulan masyarakat justru diadakan
pembedaan antara syarat dan musabab. Dapat dikatakan bahwa apa yang dipandang
sebagai musabab oleh teori conditio sine qua non itu untuk praktek terlampau luas.
Kelemahan teori Von buri yang pada dasarnya tidak membatasi sebab yang dapat
menimbulkan akibat yang dilarang telah mendorong munculnya berbagai teori baru.
Teori teori ini berusaha untuk memberikan batas dalam mencari dan menentukan sebab
dari suatu akibat, yang didasarkan kepada satu atau beberapa peristiwa saja. 9
Di antara para ahli yang tidak menyetujui teori Von buri adalah Traeger, ia mencari
pembatasan terhadap ajaran Von Buri. Traeger dalam E.Y. Kanter dan S.R Sianturi
mengadakan pembedaan di antara serangkaian perbuatan, diantara rangkaian perbuatan
itu harus dicari yang manakah yang paling dekat menimbulkan akibat yang dilarang oleh
undang-undang. Ia tidak menganggap semua perbuatan yang mendahului itu sebagai
syarat dari timbul akibat. Yang membedakan syarat dan alasan (voorwaarde en
aanleiding). Traeger hanya mencari satu perbuatan saja yang harus dianggap sebagai
sebab daripada akibat yang terjadi. Teori dari traeger belum memberikan pegangan yang
kuat untuk menentukan sebab dari akibat yang terjadi, Oleh karena itu beberapa ahli
(penganut teori traeger) mencoba Memberikan pedoman yang lebih jelas, dengan
mengemukakan dua teori yaitu individualiserende theorie dan generaliserende theorie. 10
2. Teori Yang Mengindividualisir
Teori individualisir berusaha membuat perbedaan antara „syarat‟ dan „sebab‟.
Menurut teori ini dalam tiap-tiap suatu peristiwa itu hanya ada satu sebab, yaitu syarat
yang paling menentukan untuk timbulnya suatu akibat. Teori ini melihat semua syarat
yang ada setelah perbuatan terjadi (post factum) dan berusaha utuk menemukan satu
syarat yang bisa dianggap sebagai syarat yang paling menentukan atas timbulnya suatu
akibat.11 Beberapa pendukung teori yang mengindividualisir antara lain adalah :

9 Ibid., 122

10 Ibid., 123

11 P.A.F Lamintang, Dasar- Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : Citra Adtya bhakti, 1997), hal. 239

6
A. Birkmeyer
Menurut birkmeyer, faktor penyebab adalah faktor yang menurut kenyataan
setelah peristiwa itu terjadi secara konkrit post factum adalah merupakan faktor
yang paling dominan atau paling kuat pengaruhnya terhadap timbulnya akibat.
Teori ini dikenal dengan teori pengaruh terbesar atau de meest werkzame factor.
Iya memberikan permisalan bahwa jika dua kuda menghela sebuah kereta maka
berjalannya kereta itu adalah disebabkan oleh tarikan dari salah Seekor kuda yang
terkuat di antaranya.
B. Karl binding
Teorinya disebut dengan ubergerwichttheorie. Menurut Karl binding faktor
penyebab adalah faktor yang terpenting dan seimbang atau sesuai dengan akibat
yang timbul. Sebut dari sesuatu perubahan adalah identik dengan perubahan
keseimbangan antara faktor negatif (faktor yang menahan/meniadakan akibat) dan
faktor positif (faktor yang menyebabkan timbulnya akibat). Di mana faktor Yang
Positif itu lebih unggul. Yang disebut sebab adalah syarat-syarat positif lebih
unggul (in ihrem ubergerwicht) terhadap syarat-syarat yang bertahan (negatif).
Satu-satunya faktor sebab.
C. Kohler
Teorinya disebut dengan die art des werdens (teori kepastian). Menurut Kohler
yang harus dianggap sebagai sebab ialah peristiwa yang pasti menimbulkan suatu
akibat. Teori yang mengindividualisir dianggap lebih baik dari teori conditio sine
quanon namun pada teori yang mengindividualisir terdapat kelemahan yaitu:
a. Kesulitan dalam hal kriteria untuk menentukan faktor mana yang mempunyai
pengaruh yang paling kuat.
b. Kesulitan dalam hal apabila faktor yang dinilai paling kuat itu lebih dari satu
dan. sama kuat pengaruhnya terhadap akibat yang timbul. 12
3. Teori Yang Menggeneralisir
Teori ini menyatakan bahwa dalam mencari sebab (causa) dari rangkaian faktor
yang berpengaruh atau berhubungan dengan timbulnya akibat dilakukan dengan melihat

12 Mohammad Ekaputra..., 124-125

7
dan menilai pada faktor mana yang secara wajar dan menurut akal serta pengalaman pada
umumnya dapat menimbulkan suatu akibat. Pencarian faktor penyebab tidak berdasarkan
faktor setelah peristiwa terjadi beserta akibatnya, tetapi pada pengalaman umum yang
menurut akal dan kewajaran manusia. Persoalannya kemudian bagaimana menentukan
sebab yang secara akal dan menurut pandangan umum menimbulkan akibat? Berdasarkan
pertanyaan ini kemudian muncul teori Adequat yaitu:
a. Teori adequat subyektif
Dipelopori oleh J. Von Kries yang menyatakan bahwa yang menjadi sebab dari
rangkaian faktor yang berhubungan dengan terwujudnya delik, hanya satu sebab saja
yang dapat diterima, yakni yang sebelumnya telah dapat diketahui oleh pembuat.
Contoh, si A mengetahui bahwa si B mengidap penyakit jantung dan dapat
menimbulkan kematian jika dipukul oleh sesuatu. Kemudian si A tiba-tiba memuukul
si B dengan yang berakibat pada kematiannya, maka perbuatan mengejutkan itu
dikatakan sebagai sebab Oleh karena ajaran Von Kries dalam mencari faktor
penyebab itu adalah pada di bayangkanya dapat menimbulkan akibat, maka di sebut
juga dengan teori subjective prognose (peramalan subjektif).13
b. Teori adequat objektif
Teori ini dikemukakan oleh Rumelin, yang menyatakan bahwa yang menjadi
sebab atau akibat, ialah faktor objektif yang ditentukan dari rangkaian faktor-faktor
yang berkaitan dengan terwujudnya delik, setelah delik terjadi. Atau dengan kata lain
causa dari suatu akibat terletak pada faktor objektif yang dapat dipikirkan untuk
menimbulkan akibat.14
4. Teori Relevansi
Teori relevansi diikuti oleh langenmeijer dan mezger. Teori ini tidak dimulai dengan
mengadakan perbedaan antara musabab dan syarat seperti teori menggeneralisir dan teori
mengindividualisir, tetapi dimulai dengan menginterprestasi rumusan delik yang
bersangkutan. Dari rumusan delik yang hanya memuat akibat yang dilarang dicoba untuk

13 A. Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana 1, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 211.

14 Adami Chazawi..., 225

8
menentukan kelakuan-kelakuan apakah kiranya yang dimaksud pada waktu membuat
larangan tersebut.15

15 Mohammad Ekaputra..., 130

9
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kata kausalitas memiliki banyak makna diantaranya adalah “Hal sebab-akibat”,


artinya Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus menjadi sebab peristiwa lain.
Namun dalam hukum pidana “kausalitas” memiliki makna mencari sebab yang
menimbulkan akibat dalam upaya untuk menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai
pertanggungjawaban atas suatu akibat dari perbuatan tersebut.

Pengertian ajaran Kausalitas adalah ajaran yang berhubungan dengan usaha untuk
menemukan sebab dari timbulnya akibat. Dalam hukum pidana, sebab yang dicari adalah
suatu perbuatan ditemukannya sebab, maka dapat ditemukan siapa yang dapat dipersalahkan
dan diminta pertanggungjawabannya.

10
Daftar Pustaka

Abidin Farid, A Zainal. 2007. Hukum Pidana 1. Jakarta : Sinar Grafika.

Utrecht, E. 1994. Hukum Pidana 1. Surabaya : Pustaka Tinta Mas.

Kalensang, Andrio Jackmiko. 2016. Hubungan Sebab Akibat (Causalteit) dalam Hukum Pidana
dan Penerapannya dalam Praktek. Lex Crimen Vol. V.

Sofyan, Andi dan Nur Azisa.2016.Buku Ajar Hukum Pidana. Makassar : Pustaka Pena Press.

Zulfa, Eva Achjani. 2015.Hukum Pidana Materiil & Formil : Kausalitas.Jakarta : USAID-The
Asia Foundation-Kemitraan Partnership.

Chazawi, Adami. 2007. Pelajaran Hukum Pidana “Stelser Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori
Pemidanaan & Batas Berlakunya Hukum Pidana”. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Ekaputra, Mohammad.2015. Dasar-dasar Hukum Pidana. Medan: USU Press Cetakan ke-2.

Lamintang, P.A.F.1997.Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung : Citra Aditya Bhakti.

11

Anda mungkin juga menyukai