Tindak pidana korupsi jenis ini diatur dalam Pasal 12 huruf I UU RI Nomor 20 Tahun 2001
Tentang Perubahan Atas UU Nomor 21 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang berbunyi :
Pasal 12
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah):
i. Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan
sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat
dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.
C. Pencegahan
Mengenai penanganan benturan kepentingan, terdapat beberapa prinsip dasar:
1. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, setiap pegawai di lingkungan Kementerian
Perhubungan diwajibkan:
Mendasarkan pada peraturan perundang-undangan, kebijakan dan standard
operating procedure (SOP) yang berlaku;
Mendasarkan pada profesionalitas, integritas, objektivitas, independensi,
tranparansi dan tanggung jawab;
Tidak memasukan unsur kepentingan pribadi atau golongan;
Tidak dipengaruhi hubungan afiliasi;
Menciptakan dan membina budaya organisasi yang tidak toleran terhadap
benturan kepentingan.
2. Setiap pegawai di lingkungan Kementerian Perhubungan harus menghindarkan diri
dari sikap, perilaku dan tindakan yang dapat mengakibatkan benturan kepentingan.
3. Setiap terjadi benturan kepentingan, maka pegawai di lingkungan Kementerian
Perhubungan diwajibkan:
Mengungkapkan kejadian atau keadaan benturan kepentingan yang dialami
dan/atau diketahui kepada pemberi tugas dan/atau atasan langsung dan/atau Kepala
Unit Kerja;
Tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang terkait;
Mengundurkan diri dari penugasan terkait.
4. Pimpinan Unit Kerja dan atasan langsung harus mengendalikan dan menangani
benturan kepentingan secara memadai.
D. Keberhasilan
Keberhasilan Penanganan Benturan Kepentingan tentu tidak mudah untuk diwujudkan, untuk
itu diperlukan:
E. Contoh Kasus
Kasus korupsi pengadaan alkes ini terjadi di Banten pada tahun anggaran 2011-2013.
Diketahui, Atut bersama adik kandungnya, Tubagus Chaeri Wardana alias Wawan, sudah
ditetapkan sebagai tersangka sejak 2014.
Keduanya disangka telah memperkaya diri, orang lain, atau korporasi. Dalam kasus ini,
Wawan telah divonis bersalah di Pengadilan Tipikor Serang.
Atut diduga telah mengatur pemenang lelang pengadaan alkes di Banten dan menerima uang
dari perusahaan yang dimenangkannya. Sedangkan Wawan, pemilik PT Bali Pasifik Pragama
sebagai perusahaan pemenang lelang, diduga menggelembungkan anggaran proyek ini.
Khusus untuk Atut, KPK juga menjerat gubernur nonaktif itu dengan pasal pemerasan. Atut
disangka telah memeras beberapa kepala dinas di lingkungan Pemprov Banten.
Atas perbuatan yang dilakukannya, keduanya dijerat Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3 Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Atut juga merupakan terpidana korupsi dan kini mendekam di Lapas Wanita Tangerang. Ia
menghuni bui untuk waktu 7 tahun penjara karena menyuap Ketua MK Akil Mochtar.
https://itjen.dephub.go.id/2016/08/02/benturan-kepentingan/
https://aclc.kpk.go.id/wp-content/uploads/2019/07/Modul-tindak-pidana-korupsi-aclc-
KPK.pdf
http://www.pa-singkawang.go.id/berita/berita-terkini/131-artikel/181-memahami-korupsi
https://itjen.dephub.go.id/2016/08/02/benturan-kepentingan/
https://news.detik.com/berita/d-3378933/kpk-periksa-ratu-atut-terkait-kasus-korupsi-
pengadaan-alkes-di-banten