Di Susun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Etika dan Hukum Kesehatan
Dosen pengampu Ibu Sri Maryati, SST.,MM.,M.Keb
Di Susun Oleh :
DIII KEBIDANAN
STIKes BUDI LUHUR CIMAHI
JL. Kerkof No.243, Leuwigajah, Kec.Cimahi Sel., Kota Cimahi, Jawa Barat 4053
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan
karunia dan rahmatnya kami bisa menyelesaikan makalah mengenai Kepmenkes Republik
Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan, UU Tentang
Aborsi, Adopsi, Bayi Tabung dan Transplantasi, Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor: 585/Menkes/Per/IX/1989ntentang Persetujuan Tindakan Medik, UU Yang
Terkait Dengan Hak Reproduksi Dan Keluarga Berencana yang walaupun masih banyak
kekurangan di dalamnya. Serta kami juga berterima kasih kepada Ibu Sri Maryati,
SST.,MM.,M.Keb selaku dosen mata kuliah Etika & Hukum Kesehatan yang sudah
memberikan kepercayaan menyelesaikan tugas ini.
Kami pun menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami mengharapkan adanya kritik, saran dan
usulan demi perbaikan makalah yang sudah kami buat, mengingat tak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Mudah-mudahan makalah sederhana ini bisa dipahami bagi siapapun yang
membacanya dan sekiranya yang sudah disusun ini dapat bermanfaat bagi kami sendiri
ataupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf jika terdapat kesalahan
kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi
perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
BAB I...............................................................................................................................................4
PENDAHULUAN............................................................................................................................4
1.3. Tujuan.........................................................................................................................................4
BAB II..................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...................................................................................................................................5
2.1 Peraturan Pemerintah / Undang – Undang Republik Indonesia Tentang Aborsi, Bayi Tabung,
Adopsi dan Transplantasi...................................................................................................................5
BAB III...............................................................................................................................................28
PENUTUP..........................................................................................................................................28
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................28
3.2 Saran..........................................................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................29
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam globalisasi ekonomi kita diperhadapkan pada persaingan global yang semakin
ketat yang menuntut kita semua untuk menyiapkan manusia Indonesia yang berkualitas tinggi
sebagai generasi penerus bangsa yang harus disiapkan sebaik mungkin secara terencana,
terpadu dan berkesinambungan. Upaya tersebut haruslah secara konsisten dilakukan sejak
dini yakni sejak janin dalam kandungan, masa bayi dan balita, masa remaja hingga dewasa
bahkan sampai usia lanjut.
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan strategis
terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka kesakitan dan kematian
Bayi (AKB). Bidan memberikan pelayanan kebidanan yang berkesinambungan dan
paripurna, berfokus pada aspek pencegahan, promosi dengan berlandaskan kemitraan dan
pemberdayaan masyarakat bersama-sama dengan tenaga kesehatan lainnya untuk senantiasa
siap melayani siapa saja yang membutuhkannya, kapan dan dimanapun dia berada. Untuk
menjamin kualitas tersebut diperlukan suatu standar profesi sebagai acuan untuk melakukan
segala tindakan dan asuhan yang diberikan dalam seluruh aspek pengabdian profesinya
kepada individu, keluarga dan masyarakat, baik dari aspek input, proses dan output.
1.3. Tujuan
4
Untuk mengetahui Kepmenkes Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang
Standar Profesi Bidan, UU Tentang Aborsi, Adopsi, Bayi Tabung dan Transplantasi,
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 585/Menkes/Per/IX/1989ntentang
Persetujuan Tindakan Medik, UU Yang Terkait Dengan Hak Reproduksi Dan Keluarga
Berencana
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peraturan Pemerintah / Undang – Undang Republik Indonesia Tentang Aborsi,
Bayi Tabung, Adopsi dan Transplantasi
TENTANG
Pengertian Aborsi
Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum
usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat
(hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran
prematur. (Wikipedia, 2009).
Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan, yaitu dengan
cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu.
Macam-macam Aborsi
Syarat-syaratnya:
1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk
melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan
tanggung jawab profesi.
2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum,psikologi).
3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang
ditunjuk oleh pemerintah.
5. Prosedur tidak dirahasiakan.
6. Dokumen medik harus lengkap.
Alasan-alasan untuk melakukan tindakan abortus medisinalis :
1. Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus
menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
2. Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
3. Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
4. Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan
adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada
tubuh seperti kanker payudara.
5. Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
6. Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
7. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik
dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia gravidarum
yang berat.
6
8. Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai
komplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
9. Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
10. Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
11. Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini,
sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.
Di samping itu, banyak perempuan merasa mempunyai hak atas mengontrol tubuhnya
sendiri. Di sisi lain, dari segi ajaran agama, agama manapun tidak akan memperbolehkan
manusia melakukan tindakan penghentian kehamilan dengan alasan apapun. Sedangkan dari
segi hukum, masih ada perdebatan-perdebatan dan pertentangan dari yang pro dan yang
kontra soal persepsi atau pemahaman mengenai undang-undang yang ada sampai saat ini.
Baik dari UU kesehatan, UU praktik kedokteran, kitab undang-undang hukum pidana
(KUHP), UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan UU hak azasi
manusia (HAM). Keadaan seperti di atas inilah dengan begitu banyak permasalahan yang
kompleks yang membuat banyak timbul praktik aborsi gelap, yang dilakukan baik oleh
7
tenaga medis formal maupun tenaga medis informal. Baik yang sesuai dengan standar
operasional medis maupun yang tidak, yang kemudian menimbulkan komplikasi –
komplikasi dari mulai ringan sampai yang menimbulkan kematian.
Jika ditinjau dari aspek hukum , pelarangan abortus justru tidak bersifat mutlak
Pasal 75
8
Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam
nyawa ibu dan/atau janin yang menderita penyakit genetik beratdan/atau cacat bawaan,
maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan
(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dpt dilakukan setelah melalui
konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan
yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang
(4) Tindakan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana
dimaksud pada ayat(2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 76
1. Sebelum kehamilan berumur 6 muinggu dihitung dari hari pertama haid terakhir,
kecuali dlm hal kedaruratan medis
2. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang memiliki
sertifikat yang ditetapkan oleh menteri
3. Dengan persetujuan ibu hamil yg bersangkutan
4. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
5. Penyedia layanan kesehatan yg memenuhi syarat yg ditetapkan oleh menteri
Pasal 77
Pemerintah wajib melindungi dan mencegah perempuan dari aborsi sebagaimana dimaksud
dalam psl 75 ayat (2) dan ayat (3) yg tdk bermutu, tdk aman, dan tdk bertanggung jawab serta
bertentangan dengan norma agama dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) depidana dengan pidana penjara paling lama
10 tahun dan denta paling banyak Rp1.000.000.000,00 ( satu milyar rupiah)
9
Berikut dijelaskan beberapa pasal dalam Kitab-Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) yang mengatur abortus Provocatus:
Pasal 229
1) Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati
dengan diberitahukan atau ditimbulkjan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya
dapat digugurkan. Maka orang tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau denda paling banyak empat puluh ribu rupiah.
2) Jika yang bersalah berbuat demikian demi mencari keuntungan , menjadikan pebuatan
tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan atrau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat,
pidananya dapat ditambah sepertiga.
3) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka
dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian
Pasal 346
Pasal 347
Ayat 1
Barang siapa dengan sengaja menggugurkan kandungan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuan, diancam dengan pi penjara paling lama dua belas tahun. 2) Jika
perbuatan itu menyebabkan matinya orang tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama
lima belas tahun
Pasal 348
Ayat 1
10
bulan. 2) Jika perbuatan tersebut mengakibatkan matinya wanita teersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama tujuh tahun.
Pasal 349
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal
346, ataupun melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang diterangkan dalam
Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam Pasal itu ditambah dengan sepertiga
dan dapat dicabut haki untuk menjalankan pencarian dalam mana kejahatan dilakukan.
Pasal 535
Keuntungan:
Undang-undang (KUHP) dibuat pada jaman Belanda untuk menyelamatkan ibu dari
kematian akibat tindak aborsi tak aman oleh tenaga tak terlatih (dukun).
Kerugian:
11
Aborsi masih dianggap sebagai tindakan kriminal, padahal aborsi bisa dilakukan
secara aman (safe abortion).
UU Kesehatan dibuat untuk memperbaiki KUHP, tapi memuat definisi aborsi yang
salah sehingga pemberi pelayanan (dokter) merupakan satu-satunya yang dihukum.
Pada KUHP, baik pemberi pelayanan (dokter), pencari pelayanan (ibu), dan yang
membantu mendapatkan pelayanan, dinyatakan bersalah.
Akibat aborsi dilarang, angka kematian dan kesakitan ibu di Indonesia menjadi tinggi
karena ibu mencari pelayanan pada tenaga tak terlatih
Aborsi seharusnya:
1. Dilakukan oleh dokter ahli kandungan dan dokter umum yang ditunjuk dan
terlatih (bersertifikat)
Kerugian: Profesi lain selain dokter yang ditunjuk dan tersertifikasi, tidak diperkenankan
untuk memberikan pelayanan aborsi
Keuntungan:
Aborsi dapat dilakukan secara lebih aman, karena rumah sakit dan klinik yang
ditunjuk akan dimonitor keamanan dan kualitasnya.
Kerugian:
12
Keuntungan :
Kerugian :
(a) Usia kandungan tidak lebih dari 12 minggu dan hasil diagnosis menunjukkan munculnya
risiko lebih besar pada pasien (perempuan) bila kehamilan dilanjutkan, seperti gangguan
mental, fisik dan psikososial
(d) Risiko yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan menderita cacat fisik/mental
yang serius.
Dalam menentukan risiko tindakan seperti yang tersebut di atas, dokter harus
mempertimbangkan keadaan pasien pada saat itu.
PENJELASAN KONDISI
13
a) Risiko gangguan fisik, mental dan psikososial perempuan: batas toleransi usia kehamilan
12 minggu
Kerugian: Hukum dapat ditafsirkan secara kaku oleh sebagian dokter dan/atau konselor
untuk tidak mengijinkan tindak aborsi tanpa adanya bukti-bukti riwayat sakit fisik dan mental
pasien.
b) Risiko cacat fisik dan mental pasien (perempuan) yang permanen: tidak ada batasan usia
kehamilan
Keuntungan: Dalam kondisi pasien terancam cacat fisik dan mental secara permanen,
Keuntungan: Dalam kondisi janin tidak normal, perempuan dengan usia kehamilan di atas
12
Kerugian:
Membuka penafsiran yang berbeda antar dokter mengenai definisi/kriteria cacat serius
Aborsi dianggap ilegal bila janin ternyata tidak cacat
Aborsi dianggap ilegal bila keputusan diambil berdasarkan pertimbangan gender.
14
Program bayi tabung dari satu sisi memang cukup membantu pasangan suami isteri (pasutri)
yang mengalami gangguan kesuburan dan ingin mendapatkan keturunan. Namun di sisi yang
lain, hukum bayi tabung akhirnya menuai pro dan kontra dari sejumlah pihak. Khususnya
reaksi dari para alim ulama yang mempertanyakan keabsahan hukum bayi tabung jika dinilai
dari sudut agama.
Berdasarkan fatwa MUI, hukum bayi tabung sah (diperbolehkan) dengan syarat sperma dan
ovum yang digunakan berasal dari pasutri yang sah. Sebab hal itu termasuk dalam ranah
ikhtiar (usaha) yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.
MUI juga menegaskan, hukum bayi tabung menjadi haram jika hasil pembuahan sperma dan
sel telur pasutri dititipkan di rahim wanita lain. Demikian pula ketika menggunakan sperma
yang telah dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia atau menggunakan sperma dan
15
ovum yang bukan berasal dari pasutri yang sah, maka hukum bayi tabung dalam hal ini juga
haram.
Kedudukan Hukum Anak yang Lahir Melalui FIV dengan Menggunakan Sperma
Suami
Kedudukan Hukum Anak yang Lahir Melalui Proses FIV dengan Menggunakan
Sperma Donor
Dilihat dari aspek biologis (Ayah Biologis) dan dari aspek yuridis (Ayah Yuridis) dapat
dianggapn sebagai :
Pada proses ini sel telur dan sperma pasangan suami istri yang sewa rahim
(lihatberupa embrio dititipkan dalam rahim wanita lain anak angkatPasal 1548 jo
1320 KUHPerdata)
16
5. Dasar Hukum Pelaksanaan Bayi Tabung di Indonesia
Undang-Undang RI No 36/2009
Pasal 127
Ayat (1) Upaya kehamilan diluar cara alamiah hanya dpt dilakukan oleh pasangan suami istri
yang sah dgn ketentuan:
1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan
dlm rahim istri darimana ovum berasal
2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk
itu; dan
3. Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu
Ayat (2) Ketentuan mengenai persyaratan kehamilan diluar cara alamiah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
1 Jika sperma berasal dari pendonor dan setelah terjadi embrio diimplantasikan ke dalam
rahim isteri, maka anak yang terlahir statusnya sah dan memiliki hubungan waris serta
keperdataan selama suami menerimanya (Pasal 250 KUH Perdata).
2 Jika embrio diimplantasikan ke rahim wanita lain yang telah bersuami, maka anak yang
terlahir statusnya sah dari pasangan penghamil, dan bukan dari pasangan yang memiliki
benih (Pasal 42 UU No. 1/1974 dan Pasal 250 KUH Perdata)
3 Jika sperma dan sel telur berasal dari orang yang tidak terikat perkawinan tetapi
embrionya diimplantasikan ke rahim wanita yang terikat perkawinan, anak yang terlahir
statusnya sah bagi pasutri tersebut.
17
4 Jika embrio diimplantasikan ke rahim gadis, maka status anak yang terlahir adalah anak
di luar nikah
18
diimplantasikan ke dalam rahim Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah
dan memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si
Suami tidak menyangkalnya dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA.
Dasar hukum pasal 250 KUH Perdata. 2. Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim
wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari
pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum pasal 42 UU No. 1/1974 dan pasal 250
KUH Perdata. 3. Jika semua benihnya dari donor: (1) Jika sel sperma maupun sel
telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio
diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan maka
anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan Suami Istri tersebut karena
dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan yang sah.(2). Jika
diimplantasikan ke dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status
sebagai anak luar kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan
pada hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur
berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara yuridis
dan biologis sebagai anaknya
1 Pengertian Adopsi
Adopsi adalah suatu proses penerimaan seorang anak dari seseorang atau lembaga organisasi
ketangan orang lain secara sah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Adopsi juga berarti memasukkan anak yang diketahuinya sebagai anak orang lain kedalam
keluarganya dengan status fungsi sama dengan anak kandung
Adopsi juga diartikan sebagai perbuatan hukum, dimana seseorang yang cakap mengangkat
seorang anak orang lain menjadi anak sah-nya.
Pada adopsi tidak berarti memutus-kan hubungan darah dengan orang tua kandungnya, tetapi
secara hukum terbentuk hubungan hukum sebagai orang tua dan anak.
19
Pengaturan tentang pengangkatan anak diatur antara lain di KUH Perdata, UU No 2
tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, PP no 54 tahun 2007
Pengaturan tehnisnya banyak tersebar di Surat Edaran Mahkamah Agung
20
Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 ini mengatur tentang pengangkatan anak
antar Warga Negara Indonesia (WNI). Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung
dilakukan antara orang tua kandung dan orang tua angkat (private adoption), juga tentang
pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang warga negara Indonesia yang tidak
terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption). Jadi, jika Anda
belum menikah atau Anda memutuskan untuk tidak menikah dan Anda ingin mengadopsi
anak, ketentuan ini sangat memungkinkan Anda untuk melakukannya.
3).Tata cara mengadopsi.
Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang cara mengadopsi anak
menyatakan bahwa untuk mengadopsi anak harus terlebih dahulu mengajukan permohonan
pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri di tempat anak yang akan diangkat itu
berada.
Bentuk permohonan itu bisa secara lisan atau tertulis, dan diajukan ke panitera. Permohonan
diajukan dan ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi materai
secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya
meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat .
4). Isi permohonan
Adapun isi Permohonan yang dapat diajukan adalah:-motivasi mengangkat anak, yang
semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak tersebut. -penggambaran kemungkinan
kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang.
Untuk itu dalam setiap proses pemeriksaan, juga harus membawa dua orang saksi yang
mengetahui seluk beluk pengangkatan anak tersebut. Dua orang saksi itu harus pula orang
yang mengetahui betul tentang kondisi pemohon (baik moril maupun materil) dan
memastikan bahwa pemohon akan betul- betul memelihara anak tersebut dengan baik.
18Yang dilarang dalam permohonan
1. Hukum Adat
Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung
kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, —Jawa misalnya—,
pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan
orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua
22
angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda
dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan
anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya.
Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan
kedudukan dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau
Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991).
2. Hukum Islam
Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal
hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang
tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut
tetap memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak
Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991)
3. Peraturan Per-Undang-undangan
Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak
tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak
yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua
angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan
perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua
kandung dan anak tersebut.
Pasal 39
(1) Pengangkatan anak hanya dpt dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan
dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
(2) Pengangkatan anak sebagaimana diatur dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan
darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
(3) Calon orang tua anak harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat
(4) Pengangkatan anak oleh WMA hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir
23
(5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama
mayoritas penduduk setempat
Pasal 40
(1) Orang tua wajib memberitahukan keoada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan
orang tua kandungnya
(2) Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan
Pasal 41
Hal ini diatur dalam SEMA No 6 tahun 1983 ttg pemeriksaan permohonan pengesahan/
pengangkatan anak.
Selain itu Keputusan Mensos RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 ttg Petunjuk Pelaksanaan
Pengangkatan Anak
Janda/duda, kecuali janda yang suaminya pada saat meninggal meninggalkan wasiat yang
isinya tidak menghendaki pengangkatan anak WNI yang belum menikah atau memutuskan
tidak menikah.
24
5. Syarat anak yang akan diangkat (PP no 54 tahun 2007 Pasal 12 ayat (1))
6. Syarat usia anak yang akan diangkat (PP no 54 tahun 2007 ayat (2))
g Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu anak
25
i Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis ortu wali anak
l Telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 bulan sejak ijin pengasuh
diberikan
UU TRANSPLANTASI
Pengaturan mengenai transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia telah diatur
dalam hukum positif di Indonesia. Dalam peraturan tersebut diatur tentang siapa yang
melakukan tindakan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh manusia, bagaimana
prosedur pelaksanaan tindakan medis transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia, juga
tentang sanksi pidana. Dalam UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan bagi pelaku
pelanggaran baik yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan, melakukan transplantasi
organ dan atau jaringan tubuh manusia tanpa persetujuan donor atau ahli waris, memperjual
belikan organ dan atau jaringan tubuh manusia diancam penjara paling lama 7 ( tujuh ) tahun
dan denda paling banyak Rp.140.000.000,- (seratus empat puluh juta) sebagaimana diatur
dalam Pasal 81 ayat (1)a,Pasal 81 ayat (2)a, Pasal 80 ayat (3), dan sanksi administratif
terhadap pelaku pelanggaran yang melakukan transplantasi organ dan atau jaringan tubuh
manusia yang diatur dalam Pasal 20 ayat (2) PP No.81 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat
Minis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat dan atau Jaringan Tubuh Manusia.
Untuk menaggulangi perdagangan organ gelap dan atau jaringan tubuh manusia diatur dalam
UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, yang
berisi ketentuan mengenai jenis perbuatan dan sanksi pidana bagi pelaku yang terdapat dalam
Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 , Pasal 6, Pasal 11, Pasal 13, dan Pasal 17, dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling
sedikit Rp. 120.000.000, (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,
(enam ratus juta rupiah). Sedangkan sebagai bentuk perlindungan terhadap anak yang juga
rentan terhadap tindakan eksploitasi perdagangan gelap transplantasi organ dan atau jaringan
26
tubuh telah diatur dalam Pasal 47 dan Pasal 85 UU NO. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, serta yang berisi ketentuan mengenai jenis tindak pidana dan sanksi pidana yang dapat
dikenakan terhadap pelakunya.
Dalam melakukan tindakan medis transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia
seorang dokter harus melakukannya berdasarkan standar profesi serta berpegang teguh pada
Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI). Dari sudut pandang (dalam hal ini Islam dan
Katolik) transplantasi organ dan jaringan tubuh manusia diperkenanakn dengan dasar kasih
dan kemanusiaan secara sukarela untuk menyelamatkan individu (manusia) lain, yang tidak
diperkenanakan menjadikan organ adan atau jaringan tubuh tersebut sebagai objek jual beli
secara komersial. Tindakan medis tersebut harus didahului dengan prosedur yang harus
dilalui oleh pasein, selain prosedur pengujian kesehatan terdapat prosedur yang dilakukan
oleh pasien yaitu membuat persetujuan secara tertulis tentang kesediaannya menjalani
transplantasi organ dan atau jaringan tubuh yang dilakukan dalam PERTINDIK. Sebelum
menyatakan persetujuannya terlebih dahulu maupun terlebih dahulu harus mendapat
informasi dari dokter mengenai tindakan medik transplantasi organ dan atau jaringan baik
diminta tidak. selain prosedur uji kesehatan terdapat prosedur yang wajib dilakukan oleh
pasien yaitu persetujuan secara tertulis tentang kesediaannya menjalani transplantasi organ
dan jaringan tubuh yang dalam PERTINDIK. Sebelum menyatakan persetujuannya terlebih
dahulu maupun terlebih dahulu harus mendapat informasi dari dokter mengenai tindakan
medik transplantasi organ dan atau jaringan baik diminta tidak. selain prosedur uji kesehatan
terdapat prosedur yang wajib dilakukan oleh pasien yaitu persetujuan secara tertulis tentang
kesediaannya menjalani transplantasi organ dan jaringan tubuh yang dalam PERTINDIK.
Sebelum menyatakan persetujuannya terlebih dahulu maupun terlebih dahulu harus mendapat
informasi dari dokter mengenai tindakan medik transplantasi organ dan atau jaringan baik
diminta tidak.
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Standar profesi adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi secara baik. Kompetensi dimaknai pula sebagai pengetahuan,
keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berfikir, dan
bertindak. Kompetensi dapat pula dimaksudkan sebagai kemampuan melaksanakan tugas
yang diperoleh melalui pendidikan dan / atau latihan (Herry, 1998). Berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 369/ Menkes/ SK/ III/ 2007 Tentang Standar
Profesi Bidan Bidan Indonesia memiliki 9 standar kompetensi.
3.2 Saran
Bidan sebagai seorang tenaga kesehatan harus mampu menjalankan tugas dan kewajibannya
dengan baik sesuai dengan Undang-undang Nomer : 369/ Menkes/ SK/ III/ 2007 Tentang
Standar Profesi Bidan Bidan Indonesia Selain itu, bidan harus bisa mengembangkan
kemampuan dan keahliannya sesuai perkembangan zamandengan mengikuti seminar dan
pelatihan.
28
DAFTAR PUSTAKA
29