Anda di halaman 1dari 17

MENGENAL ABORSI

Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah Etika dan Hukum Kesehatan

Dosen : Essy Zulfiani. S.Psi. M.H. Kes

Disusun Oleh :

Eka Maolana (18193101002)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-IHYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan sukur alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat
rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Etika dan Hukum
Kesehatan Aborsi”. Shalawat serta salam saya curahkan kepada baginda rosul, Muhammad
SAW yang telah memberikan suri teladan menujujalan kebenaran kepada kita semua, jalan
kasih sayang, jalan kedamaian, jalan kebahagiaan, dunia dan akhirat. Shalawat serta salam
tercurah pula kepada keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang meniti jalannya
dengan sungguh-sungguh hingga akhir zaman.
Penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah “Etika dan Hukum
Kesehatan” dan juga bisa untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi saya dan bagi
pembaca.
Penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh
karena itu saya mengharapkan kritikan yang bersifat membangun dan saran dari pembaca
untuk melengkapi segala kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Semoga dengan
makalah ini dapat bermanfaat baik untuk pembaca maupun untuk penyusun Aamiin.

Kuningan, 16 Januari 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah......................................................................................................4
C. Tujuan.........................................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................................5
A. Pengertian Aborsi......................................................................................................5
B. Macam-Macam Aborsi...............................................................................................7
C. Prilaku Setelah Aborsi................................................................................................9
D. Kondisi Pra Aborsi.....................................................................................................9
E. Legislasi dan Regulasi Aborsi di Indonesia: Dari KUHP hingga Fatwa…………...10
F. Fakta Aborsi di Indonesia…………………………………………………………..13

BAB III PENUTUP..............................................................................................................15


A. Kesimpulan...............................................................................................................15
B. Saran.........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................17

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Aborsi adalah salah satu isu kesehatan reproduksi yang mendapat perhatian sangat
serius, dan menguras energi juga emosi. Berbagai kalangan telah membincangnya dalam
bingkai perdebatan dan beda pendapat yang tiada ujung. Apalagi saat aborsi dikaitkan
dengan hukum, moralitas, kesehatan, atau hak asasi manusia untuk hidup, aborsi menjadi
sangat problematis dan kontroversial. Keragaman pandangan mengenai legalitas aborsi
adalah realitas diskursus normatif yang diwacanakan oleh berbagai kalangan untuk
menjawab problematika yang muncul di masyarakat. Perbincangan mengenai aborsi
sudah setua usia manusia dan kehidupannya. Titik ‘tengkar’ dan polarisasi dari perbedaan
pandangan ini adalah pembelaan secara ekstrem terhadap hak hidup janin/embrio atau
pembelaan terhadap kepentingan perempuan yang mengandung. Poin inilah yang
kemudian menyebabkan ‘pertengkaran’ antara kubu pro-choice dan pro-live1 dalam
menyikapi tindakan aborsi. Apakah demi hak hidup janin atau penyelamatan ibu yang
mengandung janin.

Dalam kehidupannya manusia hampir selalu terjadi hubungan hukum. Hal ini
disebabkan pada dasarnya manusia mempunyai hasrat untuk hidup teratur, akan
tetapi keteraturan bagi seseorang belum tentu teratur bagi orang lain. Oleh sebab itu
diperlukan kaedah-kaedah yang mengatur kehidupan manusia, agar kepentingannya
tidak berbenturan atau bertentangan dengan individu dan masyarakat yang
lain.Salah satu masalah yang diatur dalam KUHP yang berlaku di Indonesia adalah
masalah aborsi, dan saat ini telah diatur lebih lanjut dalam undang-undang kesehatan
nomor 36 tahun 2009. Masalah aborsiatau lebih dikenal dengan istilah pengguguran
kandungan, keberadaannya merupakan suatu fakta yang tidak dapat dipungkiri dan
bahkan menjadi bahan bahasan yang menarik serta dilema yang saat ini menjadi
fenomena sosial . Aborsimerupakan cara yang paling sering digunakan mengakhri
kehamilan yang tidak diinginkan, tetapi juga cara yang paling berbahaya.

A. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Aborsi
2. Menjelaskan Macam-Macam Aborsi
3. Perilaku Aborsi
4. Kondisi Pra Aborsi
5. Legislasi dan Regulasi Aborsi di Indonesia: Dari KUHP hingga Fatwa
6. Fakta Aborsi di Indonesia
B. Tujan
1. Mengetahui pengertian Aborsi
2. Mengetahui Macam-Macam Aborsi
3. Mengetahui Perilaku Aborsi

4
4. Kondisi Pra Aborsi
5. Legislasi dan Regulasi Aborsi di Indonesia: Dari KUHP hingga Fatwa
6. Fakta Aborsi di Indonesia

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Aborsi

Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenaldengan istilah


”aborsi”, berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan seltelur dan sel sperma) sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan.Aborsiprovocatusmerupakan istilah lain yang
secara resmi dipakai dalam kalangan kedokteran dan hukum. Ini adalah suatu
proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.

Menurut Fact Abortion, Info Kit on Women’s Health olehInstitute For


Social, Studies anda Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan” aborsi
didefenisikan sebagai penghentian kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang
telah dibuahi rahim (uterus), sebelum janin (fetus) mencapai 20 minggu.Di Indonesia
belum ada batasan resmi mengenai penggugurankandungan (aborsi). Aborsi
didefenisikan sebagai terjadinya keguguran janin, melakukan aborsi sebagai
melakukan pengguguran (dengan sengaja karena tidak mengiginkan bakal bayi
yang dikandung itu). (Js.Badudu, dan Sultan Mohamad Zair,1996).

Ada dua macam aborsi, yaitu aborsi spontan dimana aborsi terjadi secara alami,
tanpa intervensi tindakan medis (aborsi spontanea), dan aborsi yang direncanakan
melalui tindakan medis dengan obat-obatan, tindakan bedah, atau tindakan lain yang
menyebabkan pendarahan lewat vagina (aborsi provokatus). (Fauzi, et.al., 2002)

Jika merujuk dari segi kedokteran atau medis, keguguran adalah pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Agar lebih memperjelas maka
berikut ini akan saya kemukakan defenisi dari para ahli tentang aborsi

a. (Rustam Mochtar, 1998) a.Eastman : Aborsi adalah keadaan terputusnya


suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup berdiri sendiri di luar uterus.
Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400 –1000
gr atau kehamilan kurang dari 28 minggub.
b. Jeffcoat : Aborsi yaitu pengeluaran dari hasil konsepsi sebelum 28 minggu,
yaitu fetus belum viable by lawc.
c. Holmer: Aborsi yaitu terputusnya kehamilan sebelum minggu ke-16 dimana
plasentasi belum selesai.

Secara umum, aborsi dapat dibagi dalam dua macam, yaitu pengguguran
spontan (spontanueous aborsi) dan pengguguran buatan atau sengaja (aborsi
provocatus), meskipun secara terminologi banyak macam aborsi yang bisa
dijelaskan (C.B. Kusmaryanto, 2002), menguraikan berbagai macam aborsi, yang
terdiri dari:

6
a. Aborsi/ Pengguguran kandungan Procured Abortion/AborsiPrvocatus/
Induced Abortion, yaitu penghentian hasil kehamilan dari rahim sebelum janin
bisa hidup diluar kandungan.
b. Miscarringe/ Keguguran, yaitu terhentinya kehamilan sebelum bayi hidup di
luar kandungan (viabilty).
c. Aborsi Therapeutic/ Medicalis, adalah penghentian kehamilandengan
indikasi medis untuk menyelamatkan nyawa ibu, atau tubuhnya yang
tidak bisa dikembalikan.
d. Aborsi Kriminalis, adalah penghentian kehamilan sebelum janin bisa hidup
di luar kandungan dengan alasan-alasan lain, selain therapeutik,
dan dilarang oleh hukum.
e. Aborsi Eugenetik, adalah penghentian kehamilan untuk meghindari
kelahiran bayi yang cacat atau bayi yang mempunyai penyakit ginetis.
Eugenisme adalah ideologi yang diterapkan untuk mendapatkan keturunan
hanya yang unggul saja.
f. Aborsi langsung - tak langsung, adalah tindakan (intervensi medis)yang
tujuannya secara langsung ingin membunuh janin yang adadalam rahim
sang ibu. Sedangkan aborsi tak langsung ialah suatutindakan (intervensi
medis) yang mengakibatkan aborsi, meskipun aborsinya sendiri tidak
dimaksudkan dan bukan jadi tujuan dalam tindakan itu.
g. Selective Abortion. Adalah penghentian kehamilan karena janin yang
dikandung tidak memenuhi kriteria yang diiginkan. Aborsi ini banyak
dilakukan wanita yang mengadakan ”Pre natal diagnosis” yakni diagnosis
janin ketika ia masih ada di dalam kandungan.
h. Embryo reduction (pengurangan embrio), pengguguran janin dengan
menyisahkan satu atau dua janin saja, karena dikhawatirkan
mengalami hambatan perkembangan, atau bahkan tidak sehat
perkembanganya.
i. Partia Birth Abortion, merupakan istilah politis/hukum yang dalam istilah
medis dikenal dengan nama dilation and extaction. Cara ini pertama-tama
adalah dengan cara memberikan obat-obatan kepada wanita hamil, tujuan
agar leher rahim terbuka secara prematur.Tindakan selanjutnya adalah
menggunakan alat khusus, dokter memutar posisi bayi, sehingga yang
keluar lebih dahulu adalah kakinya. Lalu bayi ditarik ke luar, tetapi
tidak seluruhnya, agar kepala bayi tersebut tetap berada dalam tubuh
ibunya. Ketika didalam itulah dokter menusuk kepala bayi dengan alat
yang tajam.Dan menghisap otak bayinya sehingga bayi mati. Sesudah itu
baru disedot keluar.
B. Macam-Macam Aborsi
Aborsi dalam ilmu kedokteran aborsi dibagi atas dua golongan(Taber Ben-zion,
1994) :
a. Aborsi Spontanus atau ilmiahAborsi terjadi dengan sendirinya tanpa
adanya pengaruh dari luar baik factor mekanis ataupun medisinalis.
Misalnya karena sel sperma atau sel telur tidak bagus kualitasnya, atau

7
karena ada kelalaian bentuk rahim. Dapat juga disebabkan oleh karena
penyakit, misalnya penyakit syphilis, infeksiakut dengan disertai
demam yang tinggi pada penyakit malaria. Aborsi spontanus dapat
juga terjadi karena sang ibu hamil muda, sementara ia melakukan
pekerjaan yang berat-berat ataupun keadaan kandungan yang tidak
kuat dalam Rahim karena usia wanita yang terlalu muda hamil utaupun
terlalu tua.
Aborsi spontan dibagi atas:
1) Aborsi komplitus artinya keluarnya seluruh hasil konsepsi
sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu.
2) Aborsi habitualis artinya aborsi terjadi 3 atau lebih aborsi spontan
berturut-turut. Aborsi habitualis ini dapat terjadi juga jika
kadangkala seorang wanita mudah sekali mengalami keguguran
yang disebabkan oleh ganguan dari luar yang amat ringan
sekali, misalnya terpeleset, bermain skipping (meloncat dengan
tali), naik kuda,naik sepeda dan lain-lain. Bila keguguran hampir
tiap kali terjadipada tiap-tiap kehamilan, maka keadaan ini
disebut “aborsihabitualis” yang biasanya terjadi pada kandungan
minggu kelima sampai kelima belas.
3) Aborsi inkomplitus artinya keluar sebagian tetapi tidak
seluruh hasil konsepsisebelum umur kehamilan lengkap 20
minggu.
4) Aborsi diinduksi yaitu penghentian kehamilan sengaja dengan
cara apa saja sebelum umur kehamilan lengkap 20 minggu
dapat bersifat terapi atau non terapi.
5) Aborsi insipiens yaitu keadaan perdarahan dari interauteri yang
terjadi dengan dilatasi serviks kontinu dan progresif tetapi
tanpa pengeluaran hasil konsepsi sebelum umur kehamilan 20
minggu.
6) Aborsi terinfeksi yaitu aborsi yang disertai infeksi organ genital.
7) Missed Abortion yaitu aborsi yang embrio atas janinnya
meninggal. Dalamuterus sebelum umur kehamilan lengkap 20
minggu tetapi hasil konsepsi tertahan dalam uterus selama 8
minggu atau lebih.
8) Aborsi septic yaitu aborsi yang terinfeksi dengan penyebaran
mikroorganismedari produknya ke dalam sirkulasi sistematik ibu.
b. Aborsi Provokatus yaitu aborsi yang disengaja, yang dilakukan dengan
maksud dan pertimbangan tertentu baik dengan memakai obat-obatan
atau alat karena kandungan tidak dikehendaki. Aborsi provocatus terdiri
dari (Ediwarman, 1996) :
1. Provocatus therapeutics/ aborsi medicalis yaitu aborsi yang
terjadi karena perbuatan manusia. Dapat terjadi baik karena di
dorong oleh alasan medis, misalnya karena wanita yang hamil
menderita suatu penyakit. Aborsi provokatus dapat juga dilakukan

8
pada saat kritis untuk menolong jiwa si ibu, kehamilan perlu
diakhiri, umpamanya pada kehamilan diluar kandungan, sakit
jantung yang parah, penyakit TBC yang parah, tekanan darah
tinggi, kanker payudara, kanker leher rahim. Indikasi untuk
melakukan aborsi provokatus therapeuticum sedikit-dikitnya harus
ditentukan oleh dua orang dokter spesialis, seorang dari ahli
kebidanan dan seorang lagi dari ahli penyakit dalam atau seorang
ahli penyakit jantung.
2. Aborsi provokatus criminal isInilah aborsi yang dilakukan
dengan sengaja, baik oleh si ibu maupun oleh orang lain dengan
persetujuan si ibu hamil. Hal ini dilakukan dengan alasan-alasan
tertentu, misalnya malu mengandung karena hamil di luar
nikah. Aborsi ini biasanya dilakukan demi kepentingan pelaku,
baik itu dari wanita yang mengaborsikan kandungannya
ataupun orang yang melakukan aborsi seperti dokter secara medis
ataupun dilakukan oleh dukun beranak yang hanya akan mencari
keuntungan materi saja
C. Perilaku Setelah Aborsi
Menurut Fatmawati (2007) Perilaku-perilaku yang muncul pada wanita
yang melakukan perilaku aborsi pranikah antara lain: lebih menutup diri
dari lingkungan keluarga dan masyarakat, mencari klinik aborsi, mencari obat
penggugur kandungan, memakai pakaian yang lebih longgar, loncat-loncat, minum
jamu peluntur atau jamu telat bulan,makan nanas muda, minum jamu, pergi ke
dukun, minum obatginekosid/cytotec.
Adapun factor-faktor pendorong untuk melakukan aborsi, seperti :
1. Faktor ekonomi
a) Anak terlalu banyak, penghasilan suami terbatas, dan sebagainya(khususnya
ibu-ibu peserta KB yang mengalami kegagalan kontrasepsi).
b) PHK (Putus Hubungan Kerja)
c) Belum bekerja (masih sekolah atau kuliah)
2. Faktor sosial (khusus untuk kehamilan pranikah), jika tidak aborsi:
a) Putus sekolah atau kuliah
b) Malu pada keluarga dan tetangga
c) Khawatir Siapa yang akan mengasuh bayi
d) Terputus atau terganggu karir atau masa depan
D. Kondisi Pra Aborsi
Kondisi psikologis perempuan pra aborsi diantaranya adalah takut atau
cemas, kebingungan sehingga akan menunda-nunda persoalan, membutuhkan
perlindungan tetapi lelaki yang berbuat pada umumnya tidak mau dan tidak mampu
bertanggung jawab, membutuhkan informasi tetapi tidak tahu harus bertanya
kepada siapa (masyarakat mentabukan seks, apalagi aborsi dari semua yang
belum menikah, khususnya perempuan). Pada saat sudah terdesak akhirnya nekat
mencari bantuan yang paling terjangkau (dekat, murah dan mudah). Tindakan nekat
ini tidak didukung oleh pengetahuan yang cukup bisa sangat berbahaya, dukun

9
atau para medik atau dokter yang tidak bertanggung jawab, komplikasi yang tidak
segera ditolong, infeksi karena tidak diperiksa ulang.
Kondisi psikologis pasca aborsi diantaranya adalah munculnya
penyangkalan, perempuan tak mau memikirkan atau membicarakan hal itu lagi,
menjadikan rahasia pribadi, menjadi tertutup, takut didekati,munculnya perasan
tertekan.Wanita yang melakukan aborsi diam-diam, setelah proses aborsi biasanya
akan mengalami Post Abortion Syndrome (PAS) atau sering juga disebut Post
Traumatic Stress Syndrome. Gejala yang sering muncul adalah depresi, kehilangan
kepercayaan diri, merusak diri sendiri, mengalami gangguan fungsi seksual,
bermasalah dalam berhubungan dengan kawan, perubahan kepribadian yang
mencolok, serangan kecemasan, perasaan bersalah dan penyesalan yang teramat
dalam. Mereka juga sering menangis berkepanjangan, sulit tidur, sering bermimpi
buruk, sulit konsentrasi, selalu teringat masa lalu, kehilangan ketertarikan untuk
beraktivitas, dan sulit merasa dekat dengan anak-anak yang lahir kemudian.
E. Legislasi dan Regulasi Aborsi di Indonesia: Dari KUHP hingga Fatwa

Dalam menyikapi masalah aborsi, pada awalnya Indonesia termasuk Negara


yang menentang legalisasi aborsi. Aborsi atau pengguguran kandungan dikategorikan
sebagai kejahatan pidana. Namun pada perkembangan berikutnya aborsi
diperbolehkan dengan alasan demi menyelamatkan ibu. Terlepas dari persoalan
hukum yang rigid mengaturnya, aborsi merupakan fenomena yang sarat dengan nilai
moralitas, nilai sosial, budaya, agama, atau bahkan nilai politis. Aturan normatif legal
formal secara umum melarang tindakan aborsi dengan memberikan ruang darurat
untuk kasus-kasus tertentu. Ada beberapa regulasi yang berkaitan dengan persoalan
aborsi yaitu:

a. UU No. 1 tahun 1946 tentang KUHP (kitab Undang-Undang Hukum Pidana).

b. KUH Perdata pasal 2 dan 1363.

c. UU No. 7 tahun 1984 tentang Ratifikasi CEDAW

d. UU No. 36 tahun 1992 tentang Kesehatan yang diamandemen dengan UU No. 36


tahun 2009.

Legislasi tentang aborsi dalam KUHP yang menganggap aborsi dengan


berbagai alasan dianggap sebagai pelanggaran pidana. Aturan ini justru menimbulkan
masalah baru dengan banyaknya praktek aborsi yang dilakukan secara illegal.
Padahal, praktek aborsi illegal sering kali berdampak pada sakit, komplikasi,
pendarahan dan berujung pada kematian ibu. KUHP membincang soal aborsi dalam 4
pasal (299, 346, 347, dan 348) yang secara rigid mengatur hukuman bukan hanya bagi
pelaku namun juga para penolong tindakan aborsi termasuk di dalamnya dokter,
perawat, dan bidan.

Demikian halnya dengan KUH Perdata.Dalam UU no. 23 tahun 1992 tentang


kesehatan, persoalan ini coba diselesaikan dengan memberikan peluang tindakan

10
aborsi dalam kondisi darurat untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil. Namun, pasal ini
tidak detil dan multi-tafsir karena menggunakan istilah ‘kondisi darurat’ dan ‘tindakan
medis tertentu’. Kedua istilah ini berpeluang untuk ditafsirkan bermacam-macam.
Dalam UU No. 36 tahun 2009 persolan aborsi masuk dalam bahasan kesehatan
reproduksi, yaitu pasal 75-77. Aturan umum dari aborsi adalah dilarang, “Setiap orang
dilarang melakukan aborsi” (pasal 75 [1]), dengan pengecualian darurat medis yang
membahayakan janin dan atau ibu (pasal 75 [2.a]) dan kehamilan akibat perkosaan
yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban (psl 75 [2.b]). [2] Larangan
sebagaimana dimaksud pada ayat [1] dapat dikecualikan berdasarkan:

a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang
mengancam nyawa ibu dan/atau janin, yang menderita penyakit genetic berat dan/atau
cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi
tersebut hidup di luar kandungan; atau

b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi


korban perkosaan.

Pada ayat [3 & 4] diatur bahwa tindakan aborsi dilakukan setelah melalui
konseling dan identifikasi darurat medis berdasarkan Peraturan Pemerintah. Lebih
lanjut, pasal 76 secara detil mengatur tindakan aborsi hanya boleh dilakukan pada
batas maksimal usia kehamilan (6 minggu), dilakukan oleh tenaga medis bersertifikat
pada penyedia layanan yang memenuhi syarat, atas persetujuan ibu hamil dan suami
(kecuali pada korban perkosaan). Persoalannya, Tindakan aborsi juga berkaitan
dengan sumpah dokter Indonesia yang di antaranya menyatakan bahwa dokter akan
menghormati setiap kehidupan. Persoalan tindakan aborsi dijelaskan lebih lanjut
melalui PP No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi tertanggal 21 Juli 2014.
Publisitas PP ini relatif cukup tinggi mengingat aborsi masih saja menjadi persoalan
kontroversial yang menarik untuk diperdebatkan. PP ini lebih populer dengan sebutan
PP aborsi daripada kespro. Aborsi yang diizinkan dalam PP ini adalah aborsi karena
adanya indikasi kedaruratan medis dan aborsi atas kehamilan akibat perkosaan.
Ketentuan ini memperjelas pasal 75 - 76 UU Kesehatan, dengan ketentuan:

1. Harus dilakukan oleh tim yang layak melakukan Tindakan aborsi minimal terdiri
dari 2 orang tenaga kesehatan;

2. Dilakukan di klinik pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat dan ketentuan


Menteri;

3. Atas permintaan dan persetujuan perempuan hamil;

4. Dengan izin suami, kecuali korban perkosaan;

5. Tidak diskriminatif;

6. Dan tidak mengutamakan imbalan.

11
Aturan normatif sosial-budaya-agama secara ‘informal dan formal’ pada
umumnya juga mengarah pada pelarangan aborsi dengan variasi pendapat dan
kelonggaran tertentu. Sebelum UU Kesehatan disahkan, Mei 2005 Majelis Ulama
Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa No. 4 tahun 2005 tentang aborsi.
Berdasarkan beberapa dalil Qs. Al-An’am [6]: 161, Qs. Al-Furqan [25]: 63-71, Qs.
Al-Hajj [22]: 5, Qs. Al-Mukminun [23]: 12-14, dan beberapa dalil dari hadis, MUI
membolehkan aborsi atas dua indikasi; darurah dan hajat. Keadaan darurat karena
perempuan yang hamil menderita sakit fisik yang berat seperti TBC dan keadaan
kehamilan yang mengancam nyawa ibu. Keadaan hajat berkaitan dengan janin yang
dideteksi menderita cacat yang sulit disembuhkan dan kehamilan akibat perkosaan
setelah ditetapkan oleh tim yang berwenang dari keluarga korban, dokter, dan ulama.

Berikut adalah keputusan fatwa MUI tentang Aborsi:

Pertama: Ketentuan Umum

a. Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu
yang diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati.

b. Hajat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu
yang diharamkan maka ia akan mengalami kesulitan besar.

Kedua: Ketentuan Hukum

a. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim
ibu (nidasi).

b. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.

Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilah yang membolehkan aborsi adalah:
Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC
dengan caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh
Tim Dokter.

Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu. Keadaan hajat


yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi adalah:

1. Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetic yang kalau lahir kelak sulit
disembuhkan.

2. Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang di
dalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama.

Kebolehan aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum


janin berusia 40 hari. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi
akibat zina. November 2014 tidak lama berselang dari waktu pengesahan PP No. 61
tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi, Pengurus Besar Nahdhatul Ulama melalui
Munas Alim Ulama memutuskan keharaman aborsi dengan mengambil pendapat yang

12
paling ketat di antara pendapat ulama yang bertentangan. NU menyatakan bahwa
hukum aborsi selain dalam rangka darurat medis adalah haram, termasuk aborsi akibat
pemerkosaan yang diperbolehkan oleh MUI dan PP No. 61 tahun 2014. Keputusan ini
dikukuhkan pada tanggal 1-2 November 2014.

F. Fakta Aborsi di Indonesia


Terlepas dari riuhnya kontroversi tentang aborsi, kita tidak bisa menutup mata
bahwa tingginya angka kematian ibu hamil adalah sebuah fakta yang
memprihatinkan. Pada level Negara ASEAN Angka Kematian Ibu (AKI) Indonesia
menduduki rangking pertama yaitu mencapai 373/100.000 kelahiran (survey
Kesehatan Rumah Tangga-2005), 11 % di antaranya karena pertolongan aborsi yang
tidak aman. Beragamnya data statistik yang dikeluarkan oleh beberapa lembaga
mengenai frekuensi tindakan aborsi, mengindikasikan realitas aborsi sebagai
fenomena gunung es. Data yang dilansir adalah data yang tampak dan terekam di atas
permukaan, sementara realitas yang sesungguhnya terjadi justru jauh lebih banyak
dari yang terdata. Tahun 1999 WHO melakukan penelitian di 4 provinsi di Indonesia
(Sumatra Utara, Jakarta, ogyakarta, dan Sulawesi Utara) menunjukkan angka 2,3 juta
kasus aborsi dengan kategori 600.000 gagal KB, 700.000 kondisi ekonomi, 1.000.000
karena keguguran dengan berbagai faktor.
Berdasarkan Penelitian ini WHO menaksir 10-50 % jumlah kematian ibu
disebabkan oleh aborsi. Data ini terkonfirmasi oleh data BKKBN yang mencatat
jumlah kejadian aborsi mencapai 2,4 jt jiwa pada tahun 2012. Bahkan dalam catatan
Maria Ulfah, ada 37-43 kasus aborsi dari 1000 kelahiran. Pada perkembangan
berikutnya, angka ini cenderung meningkat, meskipun lagi-lagi angka yang muncul
bukanlah angka yang sesungguhnya. Karena aborsi seringkali ditutupi oleh pelaku,
keluarga, masyarakat, atau bahkan oleh Negara. Aborsi lebih dipandang sebagai aib
sosial daripada manifestasi kehendak dan pilihan individu. Dari tingginya angka
aborsi yang dicatat oleh berbagai lembaga, Maria Ulfa memberikan data terpilah
bahwa lebih dari 60 % dari perempuan yang melakukan tindakan aborsi adalah
perempuan yang telah menikah. Pilihan aborsi dilakukan karena beragam faktor di
antaranya adalah faktor kegagalan pemakaian alat kontrasepsi, terlalu banyak anak,
dan faktor kemiskinan.
Sementara kurang dari 40 % aborsi dilakukan oleh orang yang belum menikah
(remaja), karena pergaulan bebas, perkosaan, incest, dan konsekuensi “profesi” PSK.
Angka-angka ini menunjukkan bahwa sebagian besar aborsi dilakukan akibat dari
kehamilan tak diinginkan (KTD). Seberapapun angka survey dan penelitian yang
dipublikasikan-besar atau kecil, tinggi atau rendah- menjadi kurang relevan Ketika
yang dibincang adalah hak hidup seseorang baik ibu maupun anak.1 nyawa terbunuh
secara zalim sama saja dengan terbunuhnya seluruh manusia (Qs. al-Ma`idah [5]: 32).
Maka, wacana yang harus dikembangkan tidak lagi pada persolaan legalitas aborsi,
namun harus beranjak pada tawaran solusi yang memadai untuk menyelamatkan
kehidupan perempuan dan anak.

13
Kompleksitas alasan pilihan aborsi bagi perempuan hamil tidak lepas dari
norma agama, sosial, dan kebijakan pemerintah. Kampanye KB melalui norma
keluarga kecil bahagia sejahtera memang telah mampu mengubah pengetahuan dan
perilaku mayarakat dalam pengambilan keputusan mempunyai anak. Indonesia
termasuk Negara yang sukses dengan program KB untuk menekan laju pertumbuhan
penduduk tanpa aborsi. Namun program ini tidak diikuti dengan pelayanan KB dan
penyuluhan yang memadai kepada masyarakat, sehingga berakibat pada banyaknya
kasus kehamilan yang tak direncanakan. Untuk kasus remaja pelaku aborsi, faktor
perubahan gaya hidup akibat kemajuan teknologi informasi, serta pergaulan yang
tidak dilengkapi dengan pengetahuan dan pemahaman mengenai kesehatan reproduksi
menjadi faktor determinan kehamilan yang tak diinginkan di usia pra nikah. Faktanya,
pengetahuan tentang proses reproduksi yang diperoleh dari sekolah/kampus kurang
komprehensif atau sepotong-sepotong saja, bahkan tercampur dengan pengetahuan
popular atau mitos yang diperolehnya dari teman sebaya, orang tua, media massa;
majalah, bluefilm, ataupun dari media internet. Kondisi ini tentu saja berimplikasi
pada sikap dan prilaku yang tidak bertanggungjawab mengenai proses reproduksi
seperti pernikahan yang tak direncanakan (married by accident), pergaulan bebas
(seks pra-nikah), dan kekerasaan seksual pada masa pacaran. Budaya tabu untuk
membincang persoalan seksualitas dan reproduksi juga turut andil dalam kasus ini.
Kelalaian untuk menanggapi kebutuhan akan informasi tentang seksualitas dan
kesehatan reproduksi yang bertanggungjawab, ternyata berbuah pada populernya
prilaku seksual beresiko dan tingginya biaya sosial yang dikeluarkan. Pengingkaran
terhadap kenyataan akan kebutuhan Pendidikan seks sejak dini telah menjerumuskan
remaja pada terbentuknya keluarga yang tak berkualitas, bapak ibu belia yang tak siap
fisik, psikis, dan ekonomi untuk menjadi orang tua, ibu tanpa suami, dan juga anak-
anak yang ditinggal mati ibunya saat melahirkan, atau juga kematian bersama antara
ibu dan anak.
Saat remaja mengalami kehamilan yang tak diinginkan, baik karena pergaulan
bebas ataupun akibat perkosaan, maka dia akan mengalami tekanan psikologis dari
dirinya sendiri, orang tua, masyarakat, dan lingkungannya. Apalagi, ada regulasi yang
melarang siswa menikah saat dia masih sekolah. Jika pun ini terjadi maka dia akan
dikeluarkan dari sekolahnya dan dilarang melanjutkan studinya.
Dengan demikian, aborsi menjadi satusatunya pilihan bagi remaja yang hamil
di luar nikah. Lebih lanjut, regulasi mengenai larangan aborsi dengan ancaman pidana
bagi pelaku (ibu hamil, dokter, bidan, dukun, dll) juga pihak yang membantu proses
aborsi mendorong Tindakan aborsi diam-diam, illegal dan rentan dengan resiko
kematian. Kalaupun ada pihak tenaga medis yang bersedia membantu proses aborsi
dengan relatif aman secara medis, maka tarif yang dikenakan pun sangat mahal
karena beresiko secara hukum dan ketersediaan alat-alat yang dibutuhkan harus
dipenuhi secara illegal. Maka, lagi-lagi perempuan miskin dan rentan yang menjadi
korban unsafe abortion, dengan pilihan aborsi diam-diam dengan atau tanpa bantuan
orang lain.

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Persoalan kehamilan yang tidak diinginkan, bukan semata-mata tanggung
jawab perempuan. Mengapa perempuan tak menghendaki kehamilannya ? Faktor
rendahnya pengetahuan dan kesadaran tentang kesehatan reproduksi dan layanan KB
membuat mereka memilih aborsi. Kejahatan budaya terhadap perempuan yang
mengancam ketahanan fisik dan psikis juga telah membuat aborsi sebagai satu-
satunya pilihan. Pergeseran budaya yang dahulu menganggap anak sebagai anugerah
–banyak anak, banyak rejeki- justru kini beralih banyak anak ‘agak memalukan’ dan
jadi beban. Akibatnya, aborsi menjadi pilihan Islam merupakan agama yang
menjunjung tinggi kesucian kehidupan manusia.
Syariat Islam pun diturunkan demi menjaga jiwa, agama, nasab, harta, dan
(maqasid syariah). Fiqih aborsi jika dikaitkan dengan maqasid syariah maka aborsi
berkaitan dengan hifzan-nasl dan hifzan-nafs. Pada tataran hukum, agama, sosial,
moral dan etika, aborsi tetap menjadi topik yang diperdebatkan. Pada titik tertentu
aborsi memang bertentangan dengan moral, norma agama, sosial, dan budaya. Namun
fakta adanya kehamilan yang tak diinginkan di kalangan perempuan yang sudah
menikah ataupun remaja , tidak bisa dipungkiri. Maka jangan kemudian
memperhadapkan keamanan dan keselamatan ibu secara diametral dengan hak
kehidupan janin. Karena, keduanya sama-sama memiliki hak untuk hidup dan
mendapatkan jaminan atas haknya tersebut.
Mengembalikan aborsi kepada perempuan (pro-choice) bukanlah solusi,
karena cenderung menafikan kompleksitas permasalahan yang melatar-belakanginya.
Prinsip menghormati kehidupan (hifz an-nafs) baik ibu dan anak harus dikedepankan
bukan saling menafikan. Janin dalam hal ini adalah kelompok rentan yang tidak
memiliki kekuatan untuk mempertahankan hidup dan melawan dari ancaman orang
lain. Maka eksistensinya bukanlah seonggok daging biasa yang bisa diluruhkan kapan
saja. Penghormatan kehidupan ibu juga dipertimbangkan karena ibu sudah memiliki
tanggung jawab dibanding bayi. Mengingat kompleksitas masalah aborsi, maka
solusinya pun tidak semata-mata selesai pada tataran legalisasi aborsi pada kasus-
kasus tertentu yang diatur dalam UU dan regulasi lainnya. Namun harus diikuti
dengan kebijakan lain di bidang pendidikan, ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

15
Melalui jalur pendidikan, dikembangkan bagaimana sosialiasi dan edukasi sedini
mungkin mengenai pendidikan seks dan kesehatan reproduksi (PSKR), termasuk di
dalamnya tentang KB dan penjarakan kehamilan, secara komprehensif. Jangan
biarkan pengetahuan tentang seks dan kesehatan reproduksi diperoleh secara liar,
parsial, dan tidak bertanggung jawab.
Ekonomi adalah faktor determinan pada hampir semua lini problematika
masyarakat. Maka, pemberdayaan ekonomi menjadi basis untuk meminimalisir KTD
akibat kemiskinan. Secara politik, kebijakan menekan laju pertumbuhan penduduk
dan juga menekan tingginya angka kematian ibu (AKI) melalui program KB dan juga
implementasi MDG’s selayaknya dibarengi dengan kualitas pelayanan dan
penyuluhan yang benar kepada masyarakat.
Secara sosial dan budaya, pergeseran mindset masyarakat yang ‘kebablasan’
dari banyak anak banyak rejeki, dua anak cukup, dan dua anak lebih baik, tampaknya
harus diluruskan bahwa banyak anak bukan berarti menjadi beban ekonomi orang tua.
Namun bagaimana mengoptimalkan menejemen penjarakan kehamilan untuk
memaksimalkan pengasuhan, bukan dengan menegasikan janin yang siap menjalani
kehidupan.
Legalisasi aborsi sekali lagi bukan solusi tanpa dibarengi dengan kebijakan
dan rekayasa sosial lainnya. Karena terbukti, aborsi dengan cara aman sekalipun tidak
sepi dari resiko baik langsung maupun tak langsung bagi perempuan yang
melakukannya. Ancaman terhadap keselamatan fisik serta ancaman psikologis berupa
sindrom pasca aborsi menunjukkan bahwa aborsi bukanlah solusi terbaik. Meskipun
demikian, pintu aborsi tidak juga harus rapat. Ada celah tertentu yang perlu dibuka,
misalnya bagi aborsi karena indikasi medis. Namun demikian indikasi medis yang
dimaksud harus benar-benar bisa dipastikan secara akurat dalam perspektif medis.
Langkah-langkah ini diharapkan dapat mengurangi adanya kehamilan yang tak
diinginkan, dapat mengurangi angka aborsi dan lebih jauh dapat mengurangi angka
kematian ibu dan anak dalam proses persalinan. Demi penghormatan terhadap hak
hidup bagi perempuan dan anak.
B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut. Maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam
kesimpulan diatas. Terima kasih.

16
DAFTAR PUSTAKA
file:///C:/Users/user/Downloads/57114-ID-aborsi-akibat-kehamilan-yang-tak-diingin.pdf
(diakses 17 januari 2021)
Anshor, Maria Ulfah. Wan Nendra, dan Sururin (ed.) Aborsi Dalam Perspektif Fiqh
Kontemporer. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Kerjasama
dengan Fatayat NU dan Ford Foundation, 2002.
Anshor, Maria Ulfah. Fikih Aborsi: Wacana Penguatan Hak reproduksi Perempun. Jakarta:
Kompas, Fatayat & Ford Foundation. 2006.
Bertens, K. Aborsi sebagai Masalah Etika. Jakarta: PT. Grasindo, 2002.
Al-Buti, Muhammad Said Ramadan. Tahdid an-Nasl. Damaskus: maktabah al-Farabi, 1979.
Majelis Ulama Indonesia. Keputusan Munas VI MUI. 2000.
Majelis Ulama Indonesia. Fatwa MUI No. 4 tahun 2005
Ita Musyarofa, “Wacana Hak Asasi Manusia Dalam Perdebatan
Aborsi”, dalam Jurnal Studi Gender Indonesia Vol. 02, No. 01 Agustus 2011.
PP No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
Royston, Aerica dan Arnstrong (ds). Pencegahan Kematian Ibu
Yuningsih. Rahmi. “Legalisasi Aborsi Korban Pemerkosaan” dalam Info Singkat
Kesejahteraan, Kajian Singkat Terhadap Isu-Isu Terkini. Vol. VI. No. 16/II/P3DI/Agustus
2014.
Zuhdi, Masjfuk. Masail Fiqhiyyah. Jakarta: Haji Masagung,
1994.
www.kesrepro.info
UU Kesehatan.

17

Anda mungkin juga menyukai