Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Ada dua masalah dalam bidang kedokteran atau kesehatan yang berkaitan dengan
aspek hukum yang selalu aktual dibicarakan dari waktu ke waktu, sehingga dapat
digolongkan ke dalam masalah klasik dalam bidang kedokteran yaitu tentang abortus
provokatus dan euthanasia. Dlam lafal sumpah dokter yang disusun oleh Hippokrates
(460-377 SM), kedua masalah ini telah ditulis dan telah diingatkan. Sampai saat ini masih
ada permasalahan yang timbul berkaitan dengan kedua hal tersebutdan tidak dapat diatasi
atau diselesaikan dengan baik, atau dicapainya kesepakatan yang dapat diterima oleh
semua pihak. Di satu pihak tindakan abortus provokatus dan euthanasia pada beberapa
kasus dan keadaan memang diperlukan sementara di lain pihak tindakan ini tidak dapat
diterima, bertentangan dengan hukum, moral dan agama.
Mengenai masalah euthanasia bila ditarik ke belakang boleh dikatakan masalahnya
sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi penyakit yang tak tersembuhkan,
sementara pasien sudah dalam keadaan merana dan sekarat. Dalam situasi demikian tidak
jarang pasien memohon agar dibebaskan dari penderitaan ini dan tidak ingin diperpanjang
hidupnya lagi atau di lain keadaan pada pasien yang sudah tidak sadar, keluarga
orang sakit yang tidak tega melihat pasien yang penuh penderitaan menjelang ajalnya dan
minta kepada dokter untuk tidak meneruskan pengobatan atau bila perlu memberikan obat
yang mempercepat kematian. Dari sinilah istilah euthanasia muncul, yaitu melepas
kehidupan seseorang agar terbebas dari penderitaan atau mati secara baik.
Aborsi atau pengguguran kandungan seringkali identik dengan hal-hal negatif bagi
orang-orang awam. Bagi mereka, aborsi adalah tindakan dosa, melanggar hukum dan
sebagainya. Namun, sebenarnya tidak semua aborsi merupakan tindakan yang negatif
karena ada kalanya aborsi dianjurkan oleh dokter demi kondisi kesehatan ibu hamil yang
lebih baik.Ketika seorang wanita memilih aborsi sebagai jalan untuk mengatasi kehamilan
yang tidak diinginkan, maka wanita tersebut dan pasangannya akan mengalami perasaan
kehilangan, kesedihan yang mendalam, dan/atau rasa bersalah.Dalam kasus aborsi yang
dianjurkan dokter, perawat tak hanya sebagai conselor atau peran dan fungsi perawat yang
lain, tetapi juga dapat menjalankan prinsip dan asas etik keperawatan yang ada untuk
membantu pasien menghadapi pilihan yang telah dipilih (aborsi).
Masalah makin sering dibicarakan dan menarik banyak perhatian karena semakin
banyak kasus yang dihadapi kalangan kedokteran dan masyarakat terutama setelah
ditemukannya tindakan didalam dunia pengobatan dengan mempergunakan tegnologi
canggih dalam menghadapi keadaan-keadaan gawat dan mengancam kelangsungan hidup.
Banyak kasus-kasus di pusat pelayanan kesehatanterurtama di bagian gawat darurat dan
di bagian unit perawatan intensif yang pada masa lalu sudah merupakn kasus yang sudah
tidak dapat dibantu lagi.
1.2. Rumusan Masalah
 ABORSI
1. Jelaskan tentang pengertian aborsi
2. Bagaimana pendapat kelompok anda mengenai aborsi
3. Apa bahaya atau akibat yang bisa ditimbulkan karena aborsi
4. Jelaskan dasar hukum aborsi di Indonesia
5. Kapan aborsi dapat dilakukan legal atau boleh dilakukan secara hukum di
Indonesia?
 EUTHANASIA
1. Jelaskan pengertian euthanasia
2. Jelaskan tentang euthanasia aktif dan euthanasia pasif
3. Bagaimana pendapat kelompok anda mengenai euthanasia
4. Apa bahaya atau akibat yang bisa ditimbulkan karena euthanasia
5. Jelaskan dasar hukum euthanasia di Indonesia
6. Apakah euthanasia boleh dilakukan secara hukum di Indonesia
7. Berikan contoh beberapa negara yang melegalkan euthanasia! Bagaimana
prosedur dan praktik euthanasia di sana?
1.3. Tujuan
 ABORSI
1. Mengetahui pengertian aborsi
2. Mengetahui mengenai aborsi
3. Menegtahui bahaya atau akibat yang bisa ditimbulkan karena aborsi
4. Mengetahui dasar hukum aborsi di Indonesia
5. Mengetahui kapan aborsi dapat dilakukan legal atau boleh dilakukan secara
hukum di Indonesia
 EUTHANASIA
1. Mengetahui pengertian euthanasia
2. Mengetahui tentang euthanasia aktif dan euthanasia pasif
3. Mengetahui mengenai euthanasia
4. Mengetahui bahaya atau akibat yang bisa ditimbulkan karena euthanasia
5. Mengetahui dasar hukum euthanasia di Indonesia
6. Mengetahui apakah euthanasia boleh dilakukan secara hukum di Indonesia
7. Mengetahui contoh beberapa negara yang melegalkan euthanasia! Bagaimana
prosedur dan praktik euthanasia di sana
BAB 2
PEMBAHASAN
 Aborsi
1. Jelaskan tentang pengertian aborsi
Jawab :
a. Medis : abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun sebelum janin
mampu bertahan hidup pada usia kehamilan sebelum 20 minggu didasarkan pada
tanggal hari pertama haid normal terakhir atau berat janin kurang dari 500 gram
(Obstetri William, 2006)
b. KBBI : terjadi keguguran janin, melakukan abortus (dengan sengaja karena tidak
menginginkan bakal bayi yang dikandung itu)
c. Aborsi atau abortus dalam bahasa latin berarti wiladah sebelum waktunya atau
keguguran. Dalam Bahasa Inggris istilah ini menjadi abortion yang berati pengguguran
janin dari rahim sebelum ia mampu hidup sendiri, yaitu pada 28 minggu pertama dari
kehamilan. Jadi aborsi atau abortus secara etimologi bermakna keguguran,
pengguguran kandungan, atau membuang janin. Adapun secara terminologi, abortus
mengandung beberapa pengertian, diantaranya:
d. Menurut istilah kedokteran, abortus adalah pengakhiran kehamilan selama masa gestasi
(kehamilan) yaitu 28 minggu sebelum janin mencapai berat 1000 gram.
e. Menurut istilah hukum, aborsi adalah pennghentian kehamilan atau matinya janin
sebelum waktu kelahiran.
f. Menurut Sardikin Ginaputra (Fakultas Kedokteran UI), aborsi adalah penghentian
kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan.

Referensi : Universitas Sumatera


Utara.Aborsi.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23479/chapter%2011.pdf.Diakses
pada tanggal 28 Mei 2017

2. Bagaimana pendapat kelompok anda mengenai aborsi


Jawab :
Menurut kelompok kami mengenai aborsi bahwa aborsi atau pengguguran
kandungan untuk mengakhiri kehamilan yang tidak dikehendaki setelah usia 120 hari, atau
melewati bulan keempat usia kehamilan adalah tidak baik. Karena diyakini bahwa pada
saat itu telah terjadi kehidupan manusia secara penuh. Pengguguran pada fase ini dianggap
sama dengan merusak jiwa yang dapat dikenai hukuman, baik di dunia maupun di akhirat.
Dan pandangan hukum terhadap aborsiMenurut KUHP dinyatakan bahwa ibu yang
melakukan aborsi, dokter atau bidan atau dukun yang membantu melakukan aborsi, dan
orang yang mendukung terlaksananya aborsi akan mendapat hukuman. Sedangkan
menurut Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 4 Tahun 2005, tentang Aborsi
menetapkan ketentuan hukum Aborsi sebagai berikut :

a. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu
(nidasi).
b. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.
Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang
diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati. Sedangkan Hajat adalah suatu
keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia
akan mengalami kesulitan besar.
c. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah
Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan
caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim
Dokter.Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
d. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi
adalah:

 Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetik yang kalau lahir kelak sulit
disembuhkan.
 Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang di
dalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama. Kebolehan
aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin berusia 40
hari.
e. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.
Referensi: https://idanurhidayah747.wordpress.com/2015/03/12/aborsi-menurutberbagai-
sudutpandang/ .Diakses pada tanggal 28 Mei 2017

3. Apa bahaya atau akibat yang bisa ditimbulkan karena aborsi


Jawab :
Kondisi psikologis pasca aborsi diantaranya adalah munculnya penyangkalan,
perempuan tak mau memikirkan atau membicarakan hal itu lagi, menjadikan rahasia
pribadi, menjadi tertutup, takut didekati, munculnya perasan tertekan.
Wanita yang melakukan aborsi diam-diam, setelah proses aborsi biasanya akan
mengalami Post Abortion Syndrome (PAS) atau sering juga disebut Post Traumatic Stress
Syndrome. Gejala yang sering muncul adalah depresi, kehilangan kepercayaan diri,
merusak diri sendiri, mengalami gangguan fungsi seksual, bermasalah dalam berhubungan
dengan kawan, perubahan kepribadian yang mencolok, serangan kecemasan, perasaan
bersalah dan penyesalan yang teramat dalam. Mereka juga sering menangis
berkepanjangan, sulit tidur, sering bermimpi buruk, sulit konsentrasi, selalu teringat masa
lalu, kehilangan ketertarikan untuk beraktivitas, dan sulit merasa dekat dengan anak-anak
yang lahir kemudian.
Pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi ada beberapa resiko yang
akan dihadapi seorang wanita, seperti yang dijelaskan dalam buku “Facts of Life” yang
ditulis oleh Brian Clowes, Phd yaitu:
a. Kematian mendadak karena pendarahan hebat
b. Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal
c. Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan
d. Rahim yang sobek (Uterine Perforation)
e. Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak
berikutnya
f. Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita)
g. Kanker indung telur (Ovarian Cancer)
h. Kanker leher rahim (Cervical Cancer)
i. Kanker hati (Liver Cancer)
j. Kelainan pada placenta / ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada
anak berikutnya dan pendarahan hebat pada saat kehamilan berikutnya
k. Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi (Ectopic Pregnancy)
l. Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease)
m. Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Proses aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi kesehatan
dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga memiliki dampak yang sangat hebat
terhadap keadaan mental seorang wanita.
Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai “Post-Abortion Syndrome” (Sindrom
Paska - Aborsi) atau PAS. Gejala-gejala ini dicatat dalam “Psychological Reactions
Reported After Abortion” di dalam penerbitan The Post - Abortion Review (1994).
Pada dasarnya seorang wanita yang melakukan aborsi akan mengalami hal-hal seperti
berikut ini:
a. Kehilangan harga diri (82%)
b. Berteriak-teriak histeris (51%)
c. Mimpi buruk berkali - kali mengenai bayi (63%)
d. Ingin melakukan bunuh diri (28%)
e. Mulai mencoba menggunakan obat - obat terlarang (41%)
f. Tidak bisa menikmati lagi hubungan seksual (59%)
Referensi: Unimus. Aborsi. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/136/jtptunimus-gdl-
dewiratnas-6782-3-babii.pdf.Diakses pada tanggal 28 Mei 2017
4. Jelaskan dasar hukum aborsi di Indonesia
Jawab :
 Pasal 15 UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau
janinnya, dapat ditakukan tindakan medis tertentu.
Tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal ayat (1) hanya dapat dilakukan :
a. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut
b. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dapat
dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim
ahli
c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya
d. Pada sarana kesehatan tertentu
Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 tahun dan
pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
Referensi:http://www.balitbangham.go.id/po-
content/peraturan/uu.%20no%2023%20tahun%201992%20tentang%20kesehatan.pdf.
DIAKSES PADA TANGGAL 28 MEI 2017PUKUL 22.40
 Pada KUHP, pasal-pasal yang berkaitan dengan tindakan aborsi adalah pasal 299, 346,
348, dan 349 yang berbunyi :
 Pasal 299 KUHP :
a. Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya
mengobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena
pengobatan itu hasilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah.
b. Kalau yang bersalah, berbuat karena mencari keuntungan, atau melakukan kejahatan
itu sebagai mata pencaharian atau kebiasaan atau diaseorang dokter, bidan atau juru
obat, pidana ditambahs epertiganya.
c. Kalau yang bersalah melakukan pekerjaan itu dalam pekerjaannya, maka dapat
dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.
 Pasal 346 KUHP :
a. Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau matinya kandungan seorang
wanita, tidak dengan seijin wanita itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun.
b. Jika perbuatan itu berakibat matinya wanita itu, ia dipidana dengan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
 Pasal 348 KUHP :
a. Barang siapa dengan sengaja menyebabkan gugur atau matinya kandungan seorang
wanita dengan izin wanita itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.
b. Jika perbuatan itu berakibat matinya wanita itu, dipidana dengan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
 Pasal 349 KUHP :
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu kejahatan tersebut dalam pasal
346 atau bersalah melakukan atau membantu salah satu kejahatan yang diterangkan
dalam pasal 346 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah
sepertiganya dan dapat dicabut haknya melakukan pekerjaannya yang dipergunakan
untuk menjalankan kejahatan itu.

Referensi : Hermanto,I Made Agus.2011.LANDASAN TEORI DAN DASAR HUKUM


TINDAKAN ABORSI. http://imadeagushermanto.blogspot.co.id/2011/01/landasan-teori-
dan-dasar-hukum-tindakan.html.Diakses padatanggal 28 mei 2017 pukul 22.45

5. Kapan aborsi dapat dilakukan legal atau boleh dilakukan secara hukum di
Indonesia?
Jawab :
Di Indonesia, aborsi merupakan tindakan illegal, namun beberapa hal dapat
memungkinkan aborsi sebagai tindakan legal jika:
Tertulis pada Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomer 61 tahun 2014 tentang
kesehatan reproduksi pada BAB IV pasal 31 bahwa :
 Bagian kesatu, umum
1) Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan indikasi
a. Indikasi kedaruratan medis atau
b. Kehamilan akibat pemerkosaan
2) Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya
dapat dilakukan apabia usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari
dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
 Bagian kedua, Indikasi kedaruratan medis, Pasal 32
1) Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) huruf a
meliputi:
a. Kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/ atau
b. Kehamilan yang mengancamm nyawa dan kesehatan janin termasuk yang
menderita penyakit genetic erat dan/ atau cacat bawaan, mauoun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tesebut hidup di luar kandungan
2) Penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilasanakan sesuai dengan standar.
 Bagian ketiga, Indikasi perkosaan ,Pasal 34
1) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) huruf b
merupakan kehamilan hasil hubungan sseksual tanpa adanya persetujuan dari pihak
perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
2) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:
a. Usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan yang dinyatakan oleh surat
keterangan dokter; dan
b. Ketrangan penyidik,psikolog, dan/ ahli lain mengenai anya dugaan perkosaan

Referensi : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 Tentang Kesehatan
Reproduksi

 Euthanasia
1. Jelaskan pengertian euthanasia
Jawab :
a. Secara Bahasa
Eutanasia (Bahasa Yunani: ευθανασία -ευ, eu yang artinya "baik", dan θάνατος,
thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau
hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan
rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang
mematikan.
b. Menurut Ahli
Menurut Hilman (2001), euthanasia berarti “pembunuhan tanpa penderitaan” (mercy
killing). Di dunia etik kedokteran kata euthanasia diartikan secara harfiah akan
memiliki arti “matibaik”. Di dalam bukunya seorang penulis Yunani bernama
Suetonius menjelaskan arti euthanasia sebagai “mati cepat tanpa derita”. Euthanasia
Studi Grup dari KNMG Holland (Ikatan Dokter Belanda) menyatakan: “Euthanasia
adalah perbuatan dengan sengaja untuk tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang
hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek atau
mengakhiri hidup seorang pasien, dan semua ini dilakukan khusus untuk kepentingan
pasien itu sendiri”

Referensi: Achmad, Suci.2013.Euthanasia:LaporanHasilWawancaraTentang Euthanasia


dariSudut Pandang berbagaiAgama.https://www.academia.edu/6288395/Eutanasia.Diakses
padatanggal 25 mei 2017 pukul08.15 WIB

2. Jelaskan tentang euthanasia aktif dan euthanasia pasif


a. Euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan dengan sengaja secara medis
melalui intervensi atau tindakan aktif oleh seorang petugas medis (dokter), bertujuan
untuk mengakhiri hidup pasien. Dengan kata lain, Euthanasia aktif sengaja dilakukan
untuk membuat pasien yang bersangkutan meninggal, baik dengan cara memberikan
obat bertakaran tinggi (over dosis) atau menyuntikkan obat dengan dosis atau cara lain
yang dapat mengakibatkan kematian.
Euthanasia aktif dibagi lagi menjadi euthanasia aktif langsung (direct) dan
euthanasia aktif tidak langsung (indirect). Euthanasia aktif langsung adalah
dilakukannya tindakan medik secara terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri
hidup pasien atau memperpendek hidup pasien. Jenis euthanasia ini biasa disebut mercy
killing. Contohnya, dokter memberikan suntikan zat yang dapat segera mematikan
pasien. Euthanasia aktif tidak langsung adalah keadaan dimana dokter atau tenaga
medis melakukan tindakan medik tidak secara langsung untuk mengakhiri hidup
pasien, namun mengetahui adanya resiko yang dapat memperpendek atau mengakhiri
hidup pasien. Contohnya, mencabut oksigen atau alat bantu kehidupan lainnya.
b. Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah menghentikan atau mencabut segala tindakan pengobatan
yang sedang berlangsung untuk mempertahankan hidupnya. Menurut kamus hukum,
Euthanasia pasif adalah pihak dokter menghentikan segala obat yang diberikan kepada
pasien, kecuali obat untuk mengurangi atau menghilangkan rasa sakit atas permintaan
pasien. Berdasakan kedua pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Euthanasia
pasif adalah tindakan mempercepat kematian pasien dengan cara menolak memberikan
pertolongan seperti menghentikan atau mencabut segala pengobatan yang menunjang
hidup si pasien.
Hal ini sudah jelas, karena seorang pasien yang sedang menjalani
perawatanpastilah didukung oleh obat-obatan sebagai salah satu tindakan medis yang
dilakukan oleh petugas medis atau dokter demi kesembuhan pasien. Apabila petugas
medis membiarkan pasien meninggal atau pasien menolak untuk diberikan pertolongan
oleh dokter dengan cara menghentikan pemberian obat-obatan bagi pasien, misalnya
seperti memberhentikan alat bantu pernapasan (alat respirator) maka secara otomatis
pasien meninggal. Cara yang dilakukan oleh dokter tersebut merupakan euthanasia
pasif.
Referensi: UNG. 2013. Euthanasia. eprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-
09012014112333.pdf . Diakses pada tanggal 28 Mei 2017
3. Bagaimana pendapat kelompok anda mengenai euthanasia
Jawab :
Menurut pendapat kelompok kami Euthanasia adalah suatu tindakan yang di nilai
sebagai suatu tindakan yang tidak manusiawi. Namun dinilai pula sebagai suatu tindakan
yang meringankan penderitaan pasien yang dalam keadaan sekarat dengan berbagai alasan.
Akan tetapi kelompok kami tidak setuju dengan adanya euthanasia, karena kelahiran dan
kematian merupakan hak dari Tuhan sehingga tidak ada seorangpun di dunia ini yang
mempunyai hak untuk memperpanjang atau memperpendek umurnya sendiri. Orang yang
menghendaki euthanasia, walaupun dengan penuh penderitaan bahkan kadang kadang
dalam keadaan sekarat dapat dikategorikan putus asa. Demikian juga para dokter yang
melakukan euthanasia bisa dikategorikan melakukan dosa besar dan melawan kehendak
Tuhan, yaitu memperpendek umur. Kasus euthanasia adalah kasus kematian yang
dipaksakan, dan hal ini masuk dalam kategori pembunuhan.
Referensi :https://tedjho.wordpress.com/tag/pandangan-masyarakat-terhadap-euthanasia/.Diakses
pada tanggal 28 Mei 2017

4. Apa bahaya atau akibat yang bisa ditimbulkan karena euthanasia?


Jawab :
Bahaya atau akibat yang bisa ditimbulkan karena euthanasia adalah :
a. Adanya penyalahgunaan atau kesewenangan. Sekalipun permohonan mengakhiri hidup
merupakan hak yang telah dipertimbangkan dengan matang. Hal ini akan memudahkan
penafsiran adanya ‘permohonan’ dari orang-orang yang sebenarnya tidak
membutuhkan (orang yang kurang waras, gila atau sudah tak dapat melakukan apa-
apa).
b. Adanya kesalahan. Sehubungan dengan adanya unsur ketidakpastian dalam pemberian
obat akan menyebabkan beberapa orang akan mati secara tidak perlu.
c. Adanya sisi yang berbahaya. Begitu masyarakat menerima unsur kesukarelaan dari
pelaksanaan euthanasia, maka diperkirakan dalam waktu singkat terjadi ‘pembolehan’
bagi mereka yang tidak dapat berbicara untuk diri mereka sendiri.
d. Adanya ketidakpercayaan. Bila pasien mengetahui dokter dapat melaksanakan
euthanasia terhadap dirinya, hal ini akan menimbulkan erosi kejiwaan (hilangnya
kepercayaan) pasien terhadap dokter.
e. Adanya unsur keterpaksaan. Orang jompo, orang sekarat, dan orang bermasalah berat
akan mempunyai keberanian atau dibenarkan untuk memilih euthanasia sebagai pilihan
yang sah.

Referensi : Nasihudin,Rofiq.2013.Euthanasia.www.nasihudin.com/euthanasia/96.Diakses
pada tanggal 28 Mei 2017

5. Jelaskan dasar hukum euthanasia di Indonesia


Jawab :

Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang


melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu
pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang
siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang
disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12
tahun". Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359
KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia.
Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak
mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.
Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek
[12]
dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004
menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini
belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat
Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa
dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.

Di Indonesia, Euthanasia diatur dalam beberapa pasal KUHP yang diantaranya adalah :
a. Pasal 340 KUHP, yaitu tentang ancaman terhadap pembunuhan berencana dapat
diterapkan pada tindakan atas inisiatif dokter sendiri yang sedang meanngani pasien
itu;
b. Pasal 344 KUHP tentang ancaman terhadapp embunuhan yang terjadi karena
perminataan korban (terbunuh) dapat diterapkan pada tindakan euthanasia atas
permintaan pasien sendiri atau keluarganya (euthanasia aktif);
c. Pasal 345 KUHP tentang ancaman pidana terhadap seseorang yang dengan sengaja
mendorong dan atau membantu orang lain untuk bunuh diri dapat diterapkan apda
euthanasia yantg dianjurkan atas anjuran dokter yang besangkutan.

Referensi : Achmad, Suci.2013.Euthanasia:LaporanHasilWawancaraTentang Euthanasia


dariSudut Pandang berbagaiAgama.https://www.academia.edu/6288395/Eutanasia.(diakses
padatanggal 29mei 2017 pukul22:35 WIB)
6. Apakah euthanasia boleh dilakukan secara hukum di Indonesia
Jawab :
Di Indonesia, Euthanasia diatur dalam beberapa pasal KUHP yang diantaranya adalah :
d. Pasal 340 KUHP, yaitu tentang ancaman terhadap pembunuhan berencana dapat
diterapkan pada tindakan atas inisiatif dokter sendiri yang sedang meanngani pasien
itu;
e. Pasal 344 KUHP tentang ancaman terhadapp embunuhan yang terjadi karena
perminataan korban (terbunuh) dapat diterapkan pada tindakan euthanasia atas
permintaan pasien sendiri atau keluarganya (euthanasia aktif);
f. Pasal 345 KUHP tentang ancaman pidana terhadap seseorang yang dengan sengaja
mendorong dan atau membantu orang lain untuk bunuh diri dapat diterapkan apda
euthanasia yantg dianjurkan atas anjuran dokter yang besangkutan.

Dari bunyi pasal 344 KUHP dapat disimpulkan, bahwa seseorang tidak diperbolehkan
melakukan pembunuhan terhadap orang lain, walaupun pembunuhan itu dilakukan dengan
alasan atas permintaan si korban sendiri.

Pembunuhan yang diancam oleh pasal 344 KUHP memiliki sifat ketergantungan pada
pihak lain. Terjadinya pembunuhan ini memang agak spesifik, karena pembunuhan itu
terjadi justru karena atas permintaan orang yang terbunuh sendiri.

Pasal 345 KUHP mengisaratkan pembunuhan yang dilakukan tersebut bersifat tidak
langsung karena sebenarnya yang melakukan pembunuhan adalah terbunuh sendiri.
Sedangkan orang yang terancam pasal ini hanyalah sekedar memotivisir saja.53

Dari tiga pasal (340, 344 dan 345 KUHP) serta pasal-pasal lain yang tercantum dalam
KUHP mengenai tindak kejahatan terhadap nyawa dapat diambil Apalagi tindakan
euthanasia yang dengan sadar dan sengaja seorang dokter melakukannya.

Dengan demikian sesuai dengan pasal-pasal tentang kejahatan terhadap nyawa


sebagaimana tertera dalam KUHP tersebut sudah sangat jelas ditegaskan Bahwa tindakan
Euthasiana tidak diperbolehkan di Indonesia sekaliapun pasien sendiri yang memintanya.

Referensi : http://digilib.uinsby.ac.id/6164/5/Bab%202.pdf .Diakses pada tanggal 28 Mei 2017

7. Berikan contoh beberapa negara yang melegalkan euthanasia! Bagaimana prosedur


dan praktik euthanasia di sana?
Jawab :

1. Euthanasia di Belanda
Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang
mengizinkan euthanasia, undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1
April 2002, yang menjadikan Belanda menjadi Negara pertama di dunia yang
melegalisasi praktik euthanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan
tidak dapat disembuhkan lagi, diberi hak untuk mengakhiri penderitaannya.
Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam KItab Hukum Pidana Belanda secara formal
euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal.
Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter
untuk melapor semua kasus euthanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman
selalu akan menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002,sebuah konvensi yang
berusia 20 tahun telah dikodifikasi oleh undang-undang Belanda, dimana seorang
dokter yang melakukan euthanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum.
Euthanasia di Belanda bahwa negeri ini menganut “active Euthanasia” artinya
secara hukum permohonan seseorang yang kompeten untuk mengakhiri hidupnya
dapat dikabulkan. Berdasarkan Dutch Penal Codes Article 293, 294 kegiatan
euthanasia atau “assisted suicide” dilindungi oleh hukum dengan beberapa panduan
yang ditetapkan oleh pengadilan di Rotterdam tahun 1981 sbb:
1) Pasien harus dalam kondisi nyeri yang tidak tertahankan.
2) Pasien harusdalam keadaan sadar.
3) Permintaan mengakhiri hidup harus dilakukan secara sukarela.
4) Pasien harus diberikan alternatif selain euthanasia dan diberi waktu sebelum
euthanasia dilakukan.
5) Tidak ada lagi solusi logis yang bisa dijalani.
6) Kematian pasien tidak menimbulkan penderitaan yang tidak diinginkan bagi yang
lain.
7) Harus ada lebih dari satu orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan
euthanasia.
8) Hanya dokter yang dapat melakukan euthanasia terhadap pasien.
9) Pendekatan yang baik harus dijalani Dalam perkembangannya,
tata laksana Euthanasia yang telah disusun oleh Pengadilan Belanda dan Royal
Dutch Medical Association (KNMG) ini mengalami interpretasi yang beragam.
Salah satu contohnya adalah apa definisi “nyeri yang tidak tertahankan” hingga
Pengadilan Negeri Den Haag mengeluarkan Hague Court of Appeal pada tahun
1986 dan menyatakan bahwa nyeri yang dimaksud tidak terbatas hanya nyeri secara
fisik, akan tetapi juga termasuk penderitaan batin dapat dijadikan landasan untuk
melakukan Euthanasia.
2. Euthanasia di Australia
Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat pertama di dunia
dengan UU yang mengizinkan euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi
ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang
disebut ―Right of the terminally ill bill‖ (UU tentang hak pasien terminal). Undang-
undang baru ini beberapa kali dipraktikkan, tetapi bulan maret 1997 ditiadakan oleh
keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali. Dengan demikian menurut
aturan hukum di Australia, tindakan euthanasia tidak dibenarkan.
3. Euthanasia di Belgia
Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September 2002.
Para pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan eutanasia setiap
tahunnya telah dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia dinegara ini,
namun mereka juga mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga
timbul suatu kesan adaya upaya untuk menciptakan ―birokrasi kematian‖.
Belgia kini menjadi negara ketiga yang melegalisasi eutanasia ( setelah Belanda dan
negara bagian Oregon di Amerika ).
Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah satu penyusun
rancangan undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita
secara jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk
memutuskan kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya.
4. Euthanasia di Amerika
Euthanasia agresif dinyatakan ilegal dibanyak negara bagian di Amerika. Saat ini
satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan
pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya
adalah negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan
dilakukannya eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas
(Oregon Death with Dignity Act)[8]. Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut
bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia.
Referensi : Hartanty, Agnes Agustina.2011.Euthanasia Dari Berbagai Sudut
Pandang.Semarang.Universitas Diponegoro.Diakses pada tanggal 28 Mei 2017
BAB 3
PENUTUP
3.1. Simpulan
Aborsi dikatakan sebagai tindakan medis yang boleh dilakukan jika dengan maksud untuk
menyelamatkan nyawa seseorang. Namun faktanya aborsi banyak dilakukan karena akibat dari
KTD. Saran kelompok kami yaitu tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah
,Menghindari perbuatan yang akan menimbulkan dorongan seksual seperti menonton video
porno, meraba-raba tubuh pasangan, dll, serta Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan
kegiatan positif seperti berolahraga, seni, dan keagamaan dengan begitu akan mengurangi
angka aborsi.

Euthanasia merupakan tindakan yang melanggar HAM karena setiap orang berhak untuk
hidup dan apabila dilihat dari segi agama yang mempunyai kuasa atas hidup manusia adalah
Tuhan Yang Maha Esa.

3.2. Saran

Saran dari kelompok kami mengenai masalah euthanasia :

1. Bagi keluarga
Sebaiknya keluarga memikirkan kembali keputusan untuk mengajukan euthanasia.
Dan permasalahan biaya perawatan dapat mencari alternatif lain seperti mencari
keringanan biaya melalui Jamkesmas, Jamkesda, dll.
2. Bagi Petugas Kesehatan (Perawat, Dokter, dan Tenaga Kesehatan lainnya)
Untuk para petugas kesehatan seharusnya tidak melakukan tindakan euthanasia
walaupun atas permintaan dari pihak pasien dan tetap memberikan perawatan terbaik
kepada pasien selama dirawat, serta memberikan perlindungan kepada pasien sebagai
advokat.
3. Bagi Pemerintah
Apabila hukum di Indonesia kelak akan menjadikan Euthanasia sebagai salah satu
tindakan yang tidak melanggar hukum, seharusnya sebelum memutuskan hal tersebut
pemerintah tetap memperhatikan dan mempertimbangkan dari sisi etika, moral, sosial, dan
dari sisi Agama.
DAFTAR PUSTAKA

 Achmad, Suci.2013.Euthanasia:LaporanHasilWawancaraTentang Euthanasia dariSudut


Pandang berbagaiAgama.https://www.academia.edu/6288395/Eutanasia.Diakses
padatanggal 25 mei 2017 pukul08.15 WIB
 Achmad, Suci.2013.Euthanasia:LaporanHasilWawancaraTentang Euthanasia dariSudut
Pandang berbagaiAgama.https://www.academia.edu/6288395/Eutanasia.(diakses
padatanggal 29mei 2017 pukul22:35 WIB)
 Artanty, Agnes Agustina.2011.Euthanasia Dari Berbagai Sudut
Pandang.Semarang.Universitas Diponegoro.Diakses pada tanggal 28 Mei 2017
 Hermanto,I Made Agus.2011.LANDASAN TEORI DAN DASAR HUKUM TINDAKAN
ABORSI. http://imadeagushermanto.blogspot.co.id/2011/01/landasan-teori-dan-dasar-
hukum-tindakan.html.Diakses padatanggal 28 mei 2017 pukul 22.45
 Nasihudin,Rofiq.2013.Euthanasia.www.nasihudin.com/euthanasia/96.Diakses pada
tanggal 28 Mei 2017
 Universitas Sumatera
Utara.Aborsi.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23479/chapter%2011.pdf.Diakses
pada tanggal 28 Mei 2017
 https://idanurhidayah747.wordpress.com/2015/03/12/aborsi-menurutberbagai-
sudutpandang/ .Diakses pada tanggal 28 Mei 2017
 Unimus. Aborsi. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/136/jtptunimus-gdl-dewiratnas-
6782-3-babii.pdf.Diakses pada tanggal 28 Mei 2017
 http://www.balitbangham.go.id/po-
content/peraturan/uu.%20no%2023%20tahun%201992%20tentang%20kesehatan.pdf.
DIAKSES PADA TANGGAL 28 MEI 2017PUKUL 22.40
 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 Tentang Kesehatan
Reproduksi
 UNG. 2013. Euthanasia. eprints.ung.ac.id/276/4/2013-2-74201-271409009-bab2-
09012014112333.pdf . Diakses pada tanggal 28 Mei 2017
 https://tedjho.wordpress.com/tag/pandangan-masyarakat-terhadap-euthanasia/.Diakses pada
tanggal 28 Mei 2017

Anda mungkin juga menyukai