PENDAHULUAN
a. Aborsi haram hukumnya sejak terjadinya implantasi blastosis pada dinding rahim ibu
(nidasi).
b. Aborsi dibolehkan karena adanya uzur, baik yang bersifat darurat ataupun hajat.
Darurat adalah suatu keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang
diharamkan maka ia akan mati atau hampir mati. Sedangkan Hajat adalah suatu
keadaan di mana seseorang apabila tidak melakukan sesuatu yang diharamkan maka ia
akan mengalami kesulitan besar.
c. Keadaan darurat yang berkaitan dengan kehamilan yang membolehkan aborsi adalah
Perempuan hamil menderita sakit fisik berat seperti kanker stadium lanjut, TBC dengan
caverna dan penyakit-penyakit fisik berat lainnya yang harus ditetapkan oleh Tim
Dokter.Dalam keadaan di mana kehamilan mengancam nyawa si ibu.
d. Keadaan hajat yang berkaitan dengan kehamilan yang dapat membolehkan aborsi
adalah:
Janin yang dikandung dideteksi menderita cacat genetik yang kalau lahir kelak sulit
disembuhkan.
Kehamilan akibat perkosaan yang ditetapkan oleh Tim yang berwenang yang di
dalamnya terdapat antara lain keluarga korban, dokter, dan ulama. Kebolehan
aborsi sebagaimana dimaksud huruf b harus dilakukan sebelum janin berusia 40
hari.
e. Aborsi haram hukumnya dilakukan pada kehamilan yang terjadi akibat zina.
Referensi: https://idanurhidayah747.wordpress.com/2015/03/12/aborsi-menurutberbagai-
sudutpandang/ .Diakses pada tanggal 28 Mei 2017
5. Kapan aborsi dapat dilakukan legal atau boleh dilakukan secara hukum di
Indonesia?
Jawab :
Di Indonesia, aborsi merupakan tindakan illegal, namun beberapa hal dapat
memungkinkan aborsi sebagai tindakan legal jika:
Tertulis pada Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomer 61 tahun 2014 tentang
kesehatan reproduksi pada BAB IV pasal 31 bahwa :
Bagian kesatu, umum
1) Tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan indikasi
a. Indikasi kedaruratan medis atau
b. Kehamilan akibat pemerkosaan
2) Tindakan aborsi akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya
dapat dilakukan apabia usia kehamilan paling lama berusia 40 (empat puluh) hari
dihitung sejak hari pertama haid terakhir.
Bagian kedua, Indikasi kedaruratan medis, Pasal 32
1) Indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) huruf a
meliputi:
a. Kehamilan yang mengancam nyawa dan kesehatan ibu; dan/ atau
b. Kehamilan yang mengancamm nyawa dan kesehatan janin termasuk yang
menderita penyakit genetic erat dan/ atau cacat bawaan, mauoun yang tidak dapat
diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tesebut hidup di luar kandungan
2) Penanganan indikasi kedaruratan medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilasanakan sesuai dengan standar.
Bagian ketiga, Indikasi perkosaan ,Pasal 34
1) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) huruf b
merupakan kehamilan hasil hubungan sseksual tanpa adanya persetujuan dari pihak
perempuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan
2) Kehamilan akibat perkosaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:
a. Usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan yang dinyatakan oleh surat
keterangan dokter; dan
b. Ketrangan penyidik,psikolog, dan/ ahli lain mengenai anya dugaan perkosaan
Referensi : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2016 Tentang Kesehatan
Reproduksi
Euthanasia
1. Jelaskan pengertian euthanasia
Jawab :
a. Secara Bahasa
Eutanasia (Bahasa Yunani: ευθανασία -ευ, eu yang artinya "baik", dan θάνατος,
thanatos yang berarti kematian) adalah praktik pencabutan kehidupan manusia atau
hewan melalui cara yang dianggap tidak menimbulkan rasa sakit atau menimbulkan
rasa sakit yang minimal, biasanya dilakukan dengan cara memberikan suntikan yang
mematikan.
b. Menurut Ahli
Menurut Hilman (2001), euthanasia berarti “pembunuhan tanpa penderitaan” (mercy
killing). Di dunia etik kedokteran kata euthanasia diartikan secara harfiah akan
memiliki arti “matibaik”. Di dalam bukunya seorang penulis Yunani bernama
Suetonius menjelaskan arti euthanasia sebagai “mati cepat tanpa derita”. Euthanasia
Studi Grup dari KNMG Holland (Ikatan Dokter Belanda) menyatakan: “Euthanasia
adalah perbuatan dengan sengaja untuk tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang
hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek atau
mengakhiri hidup seorang pasien, dan semua ini dilakukan khusus untuk kepentingan
pasien itu sendiri”
Referensi : Nasihudin,Rofiq.2013.Euthanasia.www.nasihudin.com/euthanasia/96.Diakses
pada tanggal 28 Mei 2017
Di Indonesia, Euthanasia diatur dalam beberapa pasal KUHP yang diantaranya adalah :
a. Pasal 340 KUHP, yaitu tentang ancaman terhadap pembunuhan berencana dapat
diterapkan pada tindakan atas inisiatif dokter sendiri yang sedang meanngani pasien
itu;
b. Pasal 344 KUHP tentang ancaman terhadapp embunuhan yang terjadi karena
perminataan korban (terbunuh) dapat diterapkan pada tindakan euthanasia atas
permintaan pasien sendiri atau keluarganya (euthanasia aktif);
c. Pasal 345 KUHP tentang ancaman pidana terhadap seseorang yang dengan sengaja
mendorong dan atau membantu orang lain untuk bunuh diri dapat diterapkan apda
euthanasia yantg dianjurkan atas anjuran dokter yang besangkutan.
Dari bunyi pasal 344 KUHP dapat disimpulkan, bahwa seseorang tidak diperbolehkan
melakukan pembunuhan terhadap orang lain, walaupun pembunuhan itu dilakukan dengan
alasan atas permintaan si korban sendiri.
Pembunuhan yang diancam oleh pasal 344 KUHP memiliki sifat ketergantungan pada
pihak lain. Terjadinya pembunuhan ini memang agak spesifik, karena pembunuhan itu
terjadi justru karena atas permintaan orang yang terbunuh sendiri.
Pasal 345 KUHP mengisaratkan pembunuhan yang dilakukan tersebut bersifat tidak
langsung karena sebenarnya yang melakukan pembunuhan adalah terbunuh sendiri.
Sedangkan orang yang terancam pasal ini hanyalah sekedar memotivisir saja.53
Dari tiga pasal (340, 344 dan 345 KUHP) serta pasal-pasal lain yang tercantum dalam
KUHP mengenai tindak kejahatan terhadap nyawa dapat diambil Apalagi tindakan
euthanasia yang dengan sadar dan sengaja seorang dokter melakukannya.
1. Euthanasia di Belanda
Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang
mengizinkan euthanasia, undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1
April 2002, yang menjadikan Belanda menjadi Negara pertama di dunia yang
melegalisasi praktik euthanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan
tidak dapat disembuhkan lagi, diberi hak untuk mengakhiri penderitaannya.
Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam KItab Hukum Pidana Belanda secara formal
euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal.
Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter
untuk melapor semua kasus euthanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman
selalu akan menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002,sebuah konvensi yang
berusia 20 tahun telah dikodifikasi oleh undang-undang Belanda, dimana seorang
dokter yang melakukan euthanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum.
Euthanasia di Belanda bahwa negeri ini menganut “active Euthanasia” artinya
secara hukum permohonan seseorang yang kompeten untuk mengakhiri hidupnya
dapat dikabulkan. Berdasarkan Dutch Penal Codes Article 293, 294 kegiatan
euthanasia atau “assisted suicide” dilindungi oleh hukum dengan beberapa panduan
yang ditetapkan oleh pengadilan di Rotterdam tahun 1981 sbb:
1) Pasien harus dalam kondisi nyeri yang tidak tertahankan.
2) Pasien harusdalam keadaan sadar.
3) Permintaan mengakhiri hidup harus dilakukan secara sukarela.
4) Pasien harus diberikan alternatif selain euthanasia dan diberi waktu sebelum
euthanasia dilakukan.
5) Tidak ada lagi solusi logis yang bisa dijalani.
6) Kematian pasien tidak menimbulkan penderitaan yang tidak diinginkan bagi yang
lain.
7) Harus ada lebih dari satu orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan
euthanasia.
8) Hanya dokter yang dapat melakukan euthanasia terhadap pasien.
9) Pendekatan yang baik harus dijalani Dalam perkembangannya,
tata laksana Euthanasia yang telah disusun oleh Pengadilan Belanda dan Royal
Dutch Medical Association (KNMG) ini mengalami interpretasi yang beragam.
Salah satu contohnya adalah apa definisi “nyeri yang tidak tertahankan” hingga
Pengadilan Negeri Den Haag mengeluarkan Hague Court of Appeal pada tahun
1986 dan menyatakan bahwa nyeri yang dimaksud tidak terbatas hanya nyeri secara
fisik, akan tetapi juga termasuk penderitaan batin dapat dijadikan landasan untuk
melakukan Euthanasia.
2. Euthanasia di Australia
Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat pertama di dunia
dengan UU yang mengizinkan euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi
ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang
disebut ―Right of the terminally ill bill‖ (UU tentang hak pasien terminal). Undang-
undang baru ini beberapa kali dipraktikkan, tetapi bulan maret 1997 ditiadakan oleh
keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali. Dengan demikian menurut
aturan hukum di Australia, tindakan euthanasia tidak dibenarkan.
3. Euthanasia di Belgia
Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September 2002.
Para pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan eutanasia setiap
tahunnya telah dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia dinegara ini,
namun mereka juga mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga
timbul suatu kesan adaya upaya untuk menciptakan ―birokrasi kematian‖.
Belgia kini menjadi negara ketiga yang melegalisasi eutanasia ( setelah Belanda dan
negara bagian Oregon di Amerika ).
Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah satu penyusun
rancangan undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita
secara jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk
memutuskan kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya.
4. Euthanasia di Amerika
Euthanasia agresif dinyatakan ilegal dibanyak negara bagian di Amerika. Saat ini
satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan
pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya
adalah negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan
dilakukannya eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas
(Oregon Death with Dignity Act)[8]. Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut
bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia.
Referensi : Hartanty, Agnes Agustina.2011.Euthanasia Dari Berbagai Sudut
Pandang.Semarang.Universitas Diponegoro.Diakses pada tanggal 28 Mei 2017
BAB 3
PENUTUP
3.1. Simpulan
Aborsi dikatakan sebagai tindakan medis yang boleh dilakukan jika dengan maksud untuk
menyelamatkan nyawa seseorang. Namun faktanya aborsi banyak dilakukan karena akibat dari
KTD. Saran kelompok kami yaitu tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah
,Menghindari perbuatan yang akan menimbulkan dorongan seksual seperti menonton video
porno, meraba-raba tubuh pasangan, dll, serta Memanfaatkan waktu luang dengan melakukan
kegiatan positif seperti berolahraga, seni, dan keagamaan dengan begitu akan mengurangi
angka aborsi.
Euthanasia merupakan tindakan yang melanggar HAM karena setiap orang berhak untuk
hidup dan apabila dilihat dari segi agama yang mempunyai kuasa atas hidup manusia adalah
Tuhan Yang Maha Esa.
3.2. Saran
1. Bagi keluarga
Sebaiknya keluarga memikirkan kembali keputusan untuk mengajukan euthanasia.
Dan permasalahan biaya perawatan dapat mencari alternatif lain seperti mencari
keringanan biaya melalui Jamkesmas, Jamkesda, dll.
2. Bagi Petugas Kesehatan (Perawat, Dokter, dan Tenaga Kesehatan lainnya)
Untuk para petugas kesehatan seharusnya tidak melakukan tindakan euthanasia
walaupun atas permintaan dari pihak pasien dan tetap memberikan perawatan terbaik
kepada pasien selama dirawat, serta memberikan perlindungan kepada pasien sebagai
advokat.
3. Bagi Pemerintah
Apabila hukum di Indonesia kelak akan menjadikan Euthanasia sebagai salah satu
tindakan yang tidak melanggar hukum, seharusnya sebelum memutuskan hal tersebut
pemerintah tetap memperhatikan dan mempertimbangkan dari sisi etika, moral, sosial, dan
dari sisi Agama.
DAFTAR PUSTAKA