Anda di halaman 1dari 24

EPIDEMIOLOGI KESEHATAN IBU DAN ANAK (KIA)

MAKALAH INDIKATOR KESEHATAN IBU

Dosen Pengampu: dr. Arulita Ika Fibriana, M.Kes (Epid)

Disusun oleh:
1. Tika Dwi Cahyani 6411416101
2. Dhevy Fajriyatul Umma 6411416116
3. Eka Tiana Miftahul Jannah 6411416124
4. Anisa Fitri 6411416125

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2018
PRAKATA

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
limpahan rahmat serta hidayah–Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Indikator Kesehatan Ibu yang diampu oleh dr. Arulita Ika
Fibriana, M.Kes (Epid) tahun 2018. Lalu, ucapan terimakasih kepada :
1) Allah SWT yang telah melimpahkan rezeki dan keberkahan dalam pembuatan
laporan.
2) Dr. Arulita Ika Fibriana, M.Kes (Epid), yang telah memberikan masukan dan
arahan kepada penulis.
3) Orang tua penulis, yang telah memberi arahan, motivasi, dan saran kepada
penulis.
4) Teman-teman, yang telah memberi motivasi dan saran kepada penulis.
Serta pihak lain yang telah mendukung penulis dalam pembuatan makalah
sehingga dapat dibuat sebaik-baiknya. Dalam pembuatan makalah ini, penulis
menyadari akan kekurangan serta kesalahan yang ada. Semua pihak dapat memberi
masukan berupa saran dan kritik yang mampu meningkatkan kualitas makalah
tersebut. Penulis mohon maaf yang setulus-tulusnya jika makalah ini terdapat
kesalahan serta kekurangan. Semoga, makalah ini bermanfaaat bagi penulis serta
khalayak secara luas.

Semarang, 18 Agustus 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

PRAKATA .............................................................................................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG ................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH .............................................................................. 2
1.3 TUJUAN ....................................................................................................... 2
BAB II ISI ............................................................................................................... 3
2.1 ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)................................................................ 3
2.2 CAKUPAN PELAYANAN PERSALINAN DIBANTU OLEH TENAGA
KESEHATAN TERLATIH ................................................................................ 9
2.3 JANGKAUAN DAN KUALITAS PERAWATAN PRA PERSALINAN . 12
2.4ANGKA PREVALENSI PENGGUNAAN KONTRASEPSI
(CONTRACEPTIVE PREVALENCE RATE/CPR) ........................................ 18
BAB III PENUTUP .............................................................................................. 20
3.1 SIMPULAN ................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pembangunan bidang kesehatan mempunyai keterkaitan dengan peningkatan
kualitas sumber daya manusia, oleh karena itu pembangunan di bidang kesehatan
harus meliputi seluruh siklus kehidupan manusia. Bila pembangunan kesehatan
berhasil dengan baik, secara langsung atau tidak langsung akan berdampak
terjadinya peningkatan kesejahteraan rakyat. Upaya pembangunan tersebut
diharapkan dapat membuat derajat kesehatan masyarakat menjadi lebih baik. Oleh
sebab itu program kesehatan yang dilaksanakan dapat dimulai dari calon generasi
penerus dan sejak masih dalam kandungan sehingga dapat lahir hidup dalam
kondisi sehat. Salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui derajat
kesehatan suatu negara adalah kesehatan ibu.
Kesehatan Ibu adalah masalah pembangunan global. Di beberapa negara,
khususnya negara berkembang dan negara belum berkembang, para ibu masih
memiliki risiko tinggi ketika melahirkan. Mulai dari gangguan serta komplikasi
pada masa kehamilan hingga kematian.
Di Indonesia, angka kematian ibu menjadi salah satu yang tertinggi di Kawasan
Asia Tenggara. Menurut profil kesehatan Indonesia 2016 Angka Kematian Ibu
sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup. Pemerintah Indonesia telah menjadikan
isu kesehatan ibu menjadi salah satu agenda prioritas pembangunan nasional
sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) sebagai upaya untuk menurunkan angka kematian ibu di Indonesi.
Berdasarkan pada permasalahan tersebut pemerintah membentuk program
SDGs (Sustainable Development Goals) yang merupakan kelanjutan dari MDGs
(Millenium Development Goals) yang berakhir pada tahun 2015. Menurut
Kemenkes RI (2015) terdapat 17 tujuan SDGs yang salah satu tujuannya adalah
Sistem Kesehatan Nasional yaitu pada Goals ke tiga menerangkan bahwa pada
tahun 2030 mengurangi angka kematian ibu hingga dibawah 70 per 100.000
kelahiran hidup.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini yaitu:
1. Bagaimana Angka Kematian Ibu (AKI) dapat menjadi indikator kesehatan ibu?
2. Bagaimana pelayanan persalinan dibantu tenaga kesehatan terlatih dapat
menjadi indikator kesehatan ibu?
3. Bagaimana jangkauan dan kualitas pelayanan perawatan pra-persalinan dapat
menjadi indikator kesehatan ibu?
4. Bagaimana angka prevalensi penggunaan kontrasepsi dapat menjadi indikator
kesehatan ibu?

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan yang ingin dicapai pada makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui bagaimana Angka Kematian Ibu dapat menjadi indikator
kesehatan ibu.
2. Untuk mengetahui bagaimana pelayanan persalinan dibantu tenaga kesehatan
terlatih dapat menjadi indikator kesehatan ibu.
3. Untuk mengetahui bagaimana jangkauan dan kualitas pelayanan perawatan pra-
persalinan dapat menjadi indikator kesehatan ibu.
4. Untuk mengetahui bagaimana angka prevalensi penggunaan kontrasepsi dapat
menjadi indikator kesehatan ibu.

2
BAB II
ISI

2.1 ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)


2.1.1. Trend Angka Kematian Ibu (AKI)
Keberhasilan upaya kesehatan ibu, diantaranya dapat dilihat dari indikator
Angka Kematian Ibu (AKI). AKI adalah jumlah kematian ibu selama masa
kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan oleh kehamilan, persalinan, dan
nifas atau pengelolaannya tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti kecelakaan
atau terjatuh di setiap 100.000 kelahiran hidup.
Indikator ini tidak hanya mampu menilai program kesehatan ibu, akan tetapi
juga dapat menilai derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitasnya terhadap
perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari sisi aksesibilitas maupun kualitas.
Penurunan AKI di Indonesia terjadi sejak tahun 1991 sampai dengan 2007, yaitu
dari 390 menjadi 228. Namun demikian, SDKI tahun 2012 menunjukkan
peningkatan AKI yang signifikan yaitu menjadi 359 kematian ibu per 100.000
kelahiran hidup. AKI kembali menunjukkan penurunan menjadi 305 kematian ibu
per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus
(SUPAS) 2015 (Kemenkes, 2016).
Indonesia, angka kematian ibu menjadi salah satu yang tertinggi di
Kawasan Asia Tenggara. Menurut profil kesehatan Indonesia 2016 Angka
Kematian Ibu sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup. (Kemenkes, 2013)

ANGKA KEMATIAN IBU DI INDONESIA


TAHUN 1991-2015
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
1991 1997 2002 2007 2012 2015

3
2.1.2 Cara Menghitung Angka Kematian Ibu (AKI)
Jumlah Kematian Ibu
AKI = xK
Jumlah Kelahiran Hidup
Keterangan :
Jumlah Kematian Ibu : Banyaknya kematian ibu yang disebabkan karena
kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan,
pada tahun tertentu, di daerah tertentu.
Jumlah Kelahiran Hidup : Banyaknya bayi yang lahir hidup pada tahun tertentu, di
daerah tertentu.
Konstanta : 100.000 bayi lahir hidup
2.1.3 Penyebab Kematian Ibu
Menurut Mochtar (1998), penyebab kematian ibu dapat dikelompokkan
menjadi (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2012) :
a. Sebab Obstetri Langsung
Sebab obstetric langsung adalah kematian ibu karena akibat langsung dari
komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas serta segala intervensi atau
penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut . Misalnya karena infeksi, Pre-
eklampsia & eklampsi, perdarahan 60-70%, emboli air ketuban, trauma
anastesi, trauma operasi, hipertensi dalam kehamilan (HDK), partus lama atau
macet, dan sebagainya. Perdarahan, HDK, dan infeksi masih sebagai
penyumbang utama dalam kematian ibu di Indonesia. Walaupun perdarahan
masih menduduki peringkat pertama sebagai penyebab kematian ibu yang
paling banyak, persentasenya cenderung turun, sementara sebaliknya,
persentase kematian oleh karena HDK mengalami peningkatan.
b. Sebab Obstetri Tidak Langsung
Penyebab tidak langsung kematian ibu adalah penyebab kematian non-
obstetri. Penyebab tidak langsung dapat berupa penyakit yang telah ada
sebelumnya atau yang muncul dan berkembang selama masa kehamilan,
persalinan, atau nifas yang diperparah dengan adanya adaptasi fisiologik dalam
kehamilan atau sebaliknya, yakni memperberat kehamilan dan meningkatkan

4
risiko morbiditas dan mortalitas. Misalnya anemia, penyakit kardiovaskular,
serebrovaskular, hepatitis infeksiosa, penyakit ginjal, dan sebagainya.
c. Sebab Bukan Obstetri
Sebab bukan obstetric adalah kematian ibu hamil, bersalin dan nifas akibat
kejadian-kejadian yang tidak ada hubungannya dengan proses reproduksi dan
penanganannya. Misalnya karena kecelakaan, kebakaran, tenggelam, bunug
diri, dan sebagainya.
d. Sebab Tidak Jelas
Sebab tidak jelas adalah kematian ibu yang tidak dapat digolongkan pada
salah satu yang tersebut diatas. Dari penyebab-penyebab di atas, dapat pula
dibagi dalam dua golongan, yaitu :
1. Kematian yang dapat dicegah (preventable maternal death), yaitu kematian
ibu yang seharusnya dapat dicegah jika penderita mendapat pertolongan
atau datang pada saat yang tepat sehingga dapat ditolong secara professional
dengan fasilitas dan sarana yang cukup.
2. Kematian yang tidak dapat dicegah (preventable maternal death) adalah
kematian ibu yang tidak dapat dihindari walaupun telah dilakukan segala
daya upaya yang baik.

Penyebab Kematian Ibu Tahun 2010-2013


40
35
35.1 34.5
30 31.9 32.3
32.2
30.3
30.1
25 27.1
26.9
24.7
20
21.5
15
10
5 7.3
5.85.55.6 1 1.11.8 0 4.24.71.6 0 2
0
Perdarahan Hipertensi Infeksi Partus Lama Abortus Lain-lain

2010 2011 2012 2013

Sumber: Direktorat Kesehatan Ibu, 2010-2013

5
2.1.4 Faktor yang Mempengaruhi Kematian Ibu
Faktor-faktor yang mempengaruhi kematian ibu adalah sebagai berikut
a. Faktor Umum
Perkawinan, kehamilan, dan persalinan di luar kurun waktu reproduksi yang
sehat, terutama pada usia muda. Risiko kematian pada kelompok umur dibawah
20 tahun dan pada kelompok di atas 35 tahun adalah tiga kali lebih tinggi dari
kelompok umur reproduksi sehat, yaitu 20-34 tahun.
b. Faktor Paritas
Ibu dengan riwayat hamil dan bersalin lebih dari enam kali (grandemultipara)
berisiko delapan kali lebih tinggi mengalami kematian.
c. Faktor Perawatan Antenatal
Kesadaran ibu hamil untuk memeriksa kandungannya masih rendah. Hal ini
menyebabkan faktor risiko yang sebenarnya dapat dicegah menjadi meningkat
atau meperburuk keadaan ibu.
d. Faktor Penolong
Sekitar 70-80% persalinan masih ditolong oleh dukun beranak. Setelah
persalinan terlantar dan tidak dapat maju dengan disertai komplokasi kemudian
dikirim ke fasilitas kebidanan yang memadai.
e. Faktor Sarana dan Fasilitas
Sarana dan fasilitas rumah sakit, penyediaan darah dan obat-obatan yang murah
masih ada yang belum terjangkau oleh masyarakat.
f. Faktor Sistem Rujukan
Agar pelayanan kebidanan mudah dicapai, pemerintah telah menetapkan
seorang ahli kebidanan di setiap ibu kota kabupaten, namun belum sempurna
g. Faktor Lainnya
Yaitu faktor sosial ekonomi, kepercayaan, budaya, Pendidikan, ketidaktahuan,
dan sebagainya.
Terjadinya kematian ibu terkait dengan faktor penyebab langsung dan penyebab
tidak langsung. Faktor penyebab langsung kematian ibu di Indonesia masih
didominasi oleh perdarahan, eclampsia, dan infeksi. Sedangkan faktor tidak
langsung penyebab kematian ibu karena masih banyaknya kasus 3 terlambat dan 4

6
terlalu, yang terkait dengan faktor akses, sosial budaya, Pendidikan, dan ekonomi.
Kasus 3 terlambat meliputi:
1. Terlambat mengenali tanda bahaya persalinan dan mengambil keputusan
- Ibu terlambat mencari pertolongan tenaga kesehatan walaupu akses
terhadap tenaga kesehatan tersedia 24/7 (24 jam dalam seharu dan 7 hari
dalam seminggu) dikarenakan masalah tradisi / kepercayaan dalam
pengambilan keputusan di keluarga, dan ketidakmampuan menyediakan
biaya non medis dan biaya medis lainnya (obat jenis tertentu, pemeriksaan
golongan darah, transport untuk mencari darah/obat, dll)
- Keluarga terlambat merujuk karena tidak mengerti tanda bahaya yang
mengancam jiwa ibu hamil
- Tenaga kesehatan terlambat melakukan pencegahan dan/atau
mengidentifikasi komplikasi secara dini yang disebabkan oleh karena
kompetensi tenaga kesehatan tidak optimal, antara lain kemampuan dalam
melakukan APN (Asuhan Persalinan Normal) sesuai standar dan
penanganan pertama keadaan GDON (GAWAT Darurat Obstetri dan
Neonatal)
- Tenaga kesehatan tidak mampu meng advokasi pasien dan keluarganya
mengenai pentingnya merujuk tepat waktu untuk menyelamatkan jiwa ibu.
2. Terlambat Mencapai Fasilitas Kesehatan, dapat disebabkan oleh
- Masalah geografi
- Ketersediaan alat transportasi
- Stabilisasi pasien komplikasi (misalnya pre-syok) tidak terjadi/tidak efektif
karena ketrampilan tenaga kesehatan yang kurang optimal dan/ atau obat /
alat kurang lengkap
- Monitoring pasien selama rujukan tidak dilakukan atau dilakukan tetapi
tidak ditindaklanjuti
3. Terlambat ditangani oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, dapat
disebabkan karena :
- Aiatem administrasi pelayanan kasus gawat darurat di RS tidak efektif
- Tenaga kesehatan yang dibutuhkan (SPOG, Anestesi, dll) tidak tersedia

7
- Tenaga kesehatan kurang terampil walaupun akses terhadap tenaga tersedia
- Darah tidak segera tersedia
- Kurangnya informasi masyarakat tentang kemampuan sarana pelayanan
kesehatan yang dirujuk dalam penanganan kegawat daruratan maternal dan
bayi baru lahir, sehingga pelayanan adekuat tidak diperoleh.
Berdasarkan Riskesdas 2010, masih cukup banyak ibu hamil dengan faktor
risiko 4 terlalu, yaitu :
1. Terlalu muda untuk hamil (hamil dibawah usia 20 tahun) sebanyak 2,6%
Usia paling aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun
2. Terlalu banyak (jumlah anak lebih dari 4) sebanyak 11,8%
Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman
3. Terlalu dekat (jarak antar kelahiran kurang dari 2 tahun)
4. Terlalu tua hamil (hamil diatas usia 35 tahun) sebanyak 27%
2.1.5 Upaya Penurunan Angka Kematian Ibu
Sebagai upaya penurunan AKI, pemerintah mealui Kementerian Kesehatan
sejak tahun 1990 telah meluncurkan safe motherhood initiative, sebuah program
Gerakan Sayang Ibu di tahun 1996 oleh Presiden RI. Program ini melibatkan sektor
lain diluar kesehatan. Salah satu program utama yang ditujukan untuk mengatasi
masalah kematian ibu yaitu penempatan bidan di tingkat desa secara besar-besaran
yang bertujuan untuk mendekatkan akses pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru
lahir ke masyarakat. Upaya lain yang juga telah dilakukan yaitu strategi Making
Pregnancy Safer yang dicanangkan pada tahun 2000.
Pada tahun 2012 Kementerian Kesehatan meluncurkan program Expanding
Maternal and National Survival (EMAS) dalam rangka menurunkan angka
kematian ibu dan neonatal sebesar 25%. Program ini dilaksanakan di provinsi dan
kabupaten dengan jumlah kematian ibu dan neonatal yang besar, yaitu Sumatera
Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sulawesi selatan. Dasar
pemilihan provinsi tersebut disebabkan 52,6% dari jumlah total kejadian kematian
ibu di enam provinsi tersebut diharapkan akan dapat menurunkan angka kematian
ibu di Indonesia secara significant.

8
Program EMAS berupaya menurunkan angka kematian ibu dan angka
kematian neonatal dengan cara:
- Meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetric dan bayi baru lahir
minimal di 150 Rumah Sakit PONEK 24 jam 7 hari satu minggu dan 300
puskesmas/ balikesmas PONED.
- Keberadaan puskesmas mampu PONED adalah salah satu upaya untuk
mendekatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kebidanan dan bayi baru
lahir untuk mencegah komploikasi dan mendapatkan pelayanan pertama saat
terjadi kegawatdaruratan kebidanan dan bayi baru lahir, dengan persyaratan
pelayanan yang diberikan memenuhi standar pelayanan adekuat.
- Memperkuat sistem rujukan yang efisien dan efektif antar puskesmas dan
rumah sakit.
Upaya percepatan penurunan AKI dapat dilakukan dengan menjamin agar
setiap ibu mampu mengakses pelayanan kesehatan ibu yang berkualitas, seperti
pelayanan kesehatan ibu hamil, pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan
terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan, perawatan pasca persalinan bagi ibu dan
bayi, perawatan khusus dan rujukan jika terjadi komplikasi, kemudahan
mendapatkan cuti hamil melahirkan, dan pelayanan keluarga berencana.
2.2 CAKUPAN PELAYANAN PERSALINAN DIBANTU OLEH TENAGA
KESEHATAN TERLATIH
Pelayanan obstetrik dan neonatal darurat serta pertolongan persalinan oleh
tenaga kesehatan terlatih menjadi sangat penting dalam upaya menjaga kesehatan
ibu serta penurunan kematian ibu. Proporsi persalinan yang ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih terus meningkat seiring dengan perkembangan teknologi.
(Dwicaksono, 2013)

9
Namun, pencapaian cakupan 100% dari seluruh persalinan yang dibantu
oleh tenaga medis terlatih seperti nya masih menjadi tantangan besar. Salah satu
masalah utama yang menghambat pencapaian target ini adalah kesenjangan antar
wilayah di seluruh daerah di Indonesia. Bagan 4 menunjukkan variasi wilayah
cakupan persentase persalinan yang dibantu oleh tenaga medis terlatih. Tiga
cakupan pada masing-masing grafik batang mewakili yang tertinggi, rata-rata
keseluruhan, dan persentase cakupan terendah suatu wilayah. Persentase terti nggi
diambil dari cakupan provinsi yang memiliki persentase terti nggi diantara provinsi-
provinsi di wilayah tersebut. Keseluruhan rata-rata dihitung dengan mengambil
rata-rata semua persentase cakupan provinsi di wilayah tersebut. Persentase
cakupan terendah diambil dari cakupan provinsi yang memiliki persentase terendah
diantara provinsi-provinsi di wilayah tersebut. Angka persalinan terti nggi yang
dibantu tenaga medis terlatih mencakup wilayah Sumatera dan Jawa, sedangkan
persentase terendah ditemukan di wilayah Maluku (42,5%-47%) dan wilayah Papua
(49,1%-60%). Peningkatan cakupan persalinan kelahiran yang dibantu tenaga
medis terlatih menjadi suatu tantangan besar karena keterbatasan tenaga medis
terlatih yang ada, keterbatasan akses sarana kesehatan akibat jalan dan prasarana
transportasi yang kurang memadai. (Dwicaksono, 2013)
Berkaitan dengan masa kehamilan maka pelayanan kesehatan yang harus
dimanfaatkan ibu hamil adalah pemeriksaan kehamilan. Pemeriksaan kehamilan
mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam upaya menurunkan angka
kematian yang terkait dengan ibu, janin, dan bayi. Di negara berkembang
melakukan pemeriksaan kehamilan sebanyak 4 kali sudah cukup sebagai kasus
tercatat. Riskesdas 2013 melaporkan secara nasional sekitar 70,4 persen yang
melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 1 kali pada trimester pertama, minimal
1 kali pada trimester kedua dan minimal 2 kali pada trimester 3 (Kemkes, 2013).
Pemeriksaan kehamilan harus dilakukan oleh dokter atau bidan. Tempatnya dapat
dilakukan di puskesmas, rumah sakit, praktek swasta bidan atau dokter, polindes
atau bidan di desa, dan posyandu atau puskesmas pembantu jika ada bidan.
Pelayanan yang diberikan pada pemeriksaan kehamilan sebagai indikator mutu

10
pelayanan adalah penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan,
pengukuran tekanan darah, pemeriksaan dan pengukuran tinggi fundus, pemberian
imunisasi anti tetanus (TT) sebanyak dua kali selama kehamilan, pemberian tablet
tambah darah sehari satu tablet selama 90 hari. Selain itu dapat memperoleh
pengetahuan kesehatan seperti perawatan diri selama hamil, kebutuhan makanan,
penjelasan tentang kehamilan, persiapan persalinan, tanda bahaya pada kehamilan
dan persalinan, dan penyuluhan Keluarga Berencana. Pemeriksaan kehamilan
hendaknya dimulai seawal mungkin, yaitu segera setelah tidak haid selama 2 bulan
berturut-turut. Pemeriksaan kehamilan secara teratur bermanfaat untuk mengikuti
dan mengetahui keadaan kesehatan biologis ibu selama hamil beserta janin yang
dikandung sehingga jika ada kelainan bisa segera ditangani sebelum persalinan.
Faktor biologis ibu berhubungan dengan kematian bayi dalam kandungan dan
kematian neonatal (Mohsin et al., 2006).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan serta
pemerataan pelayanan kesehatan maternal yang ada di masyarakat. Salah satu cara
pemerataan pelayanan kesehatan adalah meletakkan pada sektor pelayanan dasar.
Pelayanan dasar dapat dilakukan di puskesmas dan posyandu. Cakupan pelayanan
diperluas dengan pemerataan pelayanan kesehatan untuk semua lapisan masyarakat
dengan cara penyebaran bidan desa, pos kesehatan desa, dan puskesmas keliling
Pelayanan tahap kedua yang terkait kesehatan maternal adalah persalinan oleh
dokter atau bidan tentunya akan lebih aman jika dibandingkan dengan dukun atau
tenaga non medis lainnya, hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat kematian ibu
dan bayinya. Hasil Riskesdas 2013, secara nasional 70,4 persen persalinan di
fasilitas kesehatan dan penolong persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten
(dokter spesialis, dokter umum dan bidan) mencapai 87,1 persen (Kemkes, 2013).
Penolong persalinan dapat dijadikan sebagai salah satu indikator kesehatan,
terutama dalam hubungannya dengan kesejahteraan ibu dan pelayanan kesehatan
secara umum.
Pelayanan kesehatan maternal yang terakhir adalah asuhan masa nifas.
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi. Periode masa nifas
merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi, dan bila tidak ditangani segera

11
dengan efektif dapat membahayakan kesehatan atau kematian bagi ibu. Proses
perubahan secara fisik pada masa nifas seharusnya berjalan normal, namun jika
tidak diperhatikan oleh ibu nifas untuk ditangani secara efektif dapat
membahayakan kesehatan seperti pendarahan sebagai komplikasi nifas, bahkan
bisa berakibat fatal menyebabkan kematian ibu. Pelayanan kesehatan masa nifas
dimulai dari 6 jam sampai 42 hari setelah melahirkan. Menurut Riskesdas 2013
angka nasional untuk KF lengkap yang dicapai barn sebesar 32,1 persen (Kemkes,
2013). Pemerintah telah menyusun rencana strategi yang meliputi setiap persalinan
ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; setiap komplikasi obstetri dan neonatal
mendapat pelayanan profesional; setiap wanita subur terakses dengan upaya
pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi
keguguran (Depkes, 2004).
2.3 JANGKAUAN DAN KUALITAS PERAWATAN PRA PERSALINAN
Salah satu program perawatan pra persalinan yaitu Antenatal Care (ANC)
Cakupan pelayanan antenatal merupakan salah satu indikator untuk mengukur
akses perempuan terhadap layanan kesehatan reproduksi. Dalam upaya
menyelamatkan ibu dan bayi, diperlukan minimal empat kali kunjungan antenatal
untuk dapat menentukan jenis intervensi yang dibutuhkan.
2.3.1 Pengertian Antenatal Care
Pemeriksaan antenatal care (ANC) adalah pemeriksaan kehamilan untuk
mengoptimalkan kesehatan mental dan fisik ibu hamil. Sehingga mampu
menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberiaan ASI dan kembalinya
kesehatan reproduksi secara wajar (Manuaba, 1998). Kunjungan Antenatal Care
(ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak
ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal. Pelayanan
antenatal ialah untuk mencegah adanya komplikasi obstetri bila mungkin dan
memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara
memadai (Saifuddin, dkk., 2002). Pemeriksaan kehamilan atau ANC merupakan
pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak
dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka post partum
sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental (Wiknjosastro, 2005).

12
Pelayanan antenatal terintegrasi merupakan integrasi pelayanan antenatal rutin
dengan beberapa program lain yang sasarannya pada ibu hamil, sesuai prioritas
Departemen Kesehatan, yang diperlukan guna meningkatkan kualitas pelayanan
antenatal.
Program-program yang di integrasikan dalam pelayanan antenatal
terintegrasi meliputi :
a. Maternal Neonatal Tetanus Elimination (MNTE)
b. Antisipasi Defisiensi Gizi dalam Kehamilan (Andika)
c. Pencegahan dan Pengobatan IMS/ISR dalam Kehamilan (PIDK)
d. Eliminasi Sifilis Kongenital (ESK) dan Frambusia
e. Pencegahan dan Penularan HIV dari Ibu ke Bayi (PMTCT)
f. Pencegahan Malaria dalam Kehamilan (PMDK)
g. Penatalaksanaan TB dalam Kehamilan (TB-ANC) dan Kusta
h. Pencegahan Kecacingan dalam Kehamilan (PKDK)
i. Penanggulangan Gangguan Intelegensia pada Kehamilan (PAGIN)
(Depkes RI, 2009)
2.3.2 Tujuan Antenatal Care
Baru dalam setengah abad ini diadakan pengawasan wanita hamil secara
teratur dan tertentu. Dengan usaha itu ternata angka mortalitas serta morbiditas ibu
dan bayi jelas menurun. Tujuan pengawasan wanita hamil ialah menyiapkan ia
sebaik-baiknya fisik dan mental, serta menyelamatkan ibu dan anak dalam
kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka postpartum sehat
dan normal, tidak hanya fisik akan tetapi juga mental. Ini berarti dalam antenatal
care harus diusahakan agar:
a. Wanita hamil sampai akhir kehamilan sekurang kurangnya harus sama
sehatnya atau lebih sehat;
b. Adanya kelainan fisik atau psikologik harus ditemukan dini dan diobati,
c. Wanita melahirkan tanpa kesulitan dan bayi yang dilahirkan sehat pula fisik
dan metal (Wiknjosastro, 2005)
2.3.3 Tujuan Asuhan Antenatal

13
a. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan Ibu dan
tumbuh kembang bayi
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan sosial ibu
dan bayi,
c. Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang
mungkin terjadi selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum,
kebidanan dan pembedahan,
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, Ibu
maupun bayinya dengan trauma seminimal mungkin,
e. Mempersiapkan peran Ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi
agar dapat tumbuh kembang secara normal (Saifuddin, dkk., 2002).
2.3.4 Keuntungan Antenatal Care
Dapat mengetahui berbagai resiko dan komplikasi hamil sehingga ibu hamil
dapat diarahkan untuk melakukan rujukan kerumah sakit. (Manuaba,1998)
2.3.5 Fungsi Antenatal Care
a. Promosi kesehatan selama kehamilan melalui sarana dan aktifitas
pendidikan
b. Melakukan screening, identifikasi dengan wanita dengan kehamilan resiko
tinggi dan merujuk bila perlu
c. Memantau kesehatan selama hamil dengan usaha mendeteksi dan
menangani masalah yang terjadi.
2.3.6 Cara Pelayanan Antenatal Care
Cara pelayanan antenatal, disesuaikan dengan standar pelayanan antenatal
menurut Depkes RI yang terdiri dari :
a. Kunjungan Pertama
1) Catat identitas ibu hamil
2) Catat kehamilan sekarang
3) Catat riwayat kehamilan dan persalinan yang lalu
4) Catat penggunaan cara kontrasepsi sebelum kehamilan
5) Pemeriksaan fisik diagnostic dan laboratorium
6) Pemeriksaan obstetric

14
7) Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT)
8) Pemberian obat rutin seperti tablet Fe, calsium, multivitamin, dan
mineral lainnya serta obat-obatan khusus atas indikasi.
9) Penyuluhan/konseling.
b. Jadwal Kunjungan Ibu Hamil
Setiap wanita hamil menghadapi resiko komplikasi yang bias
mengancam jiwanya. Oleh karena itu, wanita hamil memerlukan sedikitnya
empat kali kunjungan selama periode antenatal:
1) Satu kali kunjungan selama trimester satu (< 14 minggu).
2) Satu kali kunjungan selama trimester kedua (antara minggu 14 – 28).
3) Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (antara minggu 28 – 36 dan
sesudah minggu ke 36).(Saifudin, dkk.,2002)
4) Perlu segera memeriksakan kehamilan bila dilaksanakan ada gangguan
atau bila janin tidak bergerak lebih dari 12 jam (Pusdiknakes, 2003:45).
Pada setiap kunjungan antenatal, perlu didapatkan informasi yang sangat
penting.
a. Trimester pertama sebelum minggu ke 14
1) Membangun hubungan saling percaya antara petugas kesehatan dan ibu
hamil.
2) Mendeteksi masalah dan menanganinya
3) Melakukan tindakan pencegahan seperti tetanus neonatorum, anemia
kekurangan zat besi, penggunaan praktek tradisional yang merugikan
4) Memulai persiapan kelahiran bayi dan kesiapan untuk menghadapi
komplikasi
5) Mendorong perilaku yang sehat (gizi, latihan dan kebersihan, istirahat
dan sebagainya
b. Trimester kedua sebelum minggu ke 28
Sama seperti diatas, ditambah kewaspadaan khusus mengenai preeklampsia
(tanya ibu tentang gejala – gejala preeklamsia, pantau tekanan darah,
evaluasi edema, periksa untuk apakah ada kehamilan Ganda
c. Trimester ketiga antara minggu 28-36

15
Sama seperti diatas, dtambah palpasi abdominal untuk mengetahui apakah
ada kehamilan ganda.
d. Trimester ketiga setelah 36 minggu
Sama seperti diatas, ditambah deteksi letak bayi yang tidak normal, atau
kondisi lain yang memerlukan kelahiran di rumah sakit. (Saifuddin, dkk.,
2002)
2.3.7 Tinjauan Tentang Kunjungan Ibu Hamil
Kontak ibu hamil dan petugas yang memberikan pelayanan untuk
mendapatkan pemeriksaan kehamilan, istilah kunjungan tidak mengandung arti
bahwa selalu ibu hamil yang ke fasilitas tetapi dapat juga sebaliknya, yaitu ibu
hamil yang dikunjungi oleh petugas kesehatan (Depkes RI, 1997:57).
2.3.8 Pelayanan/Asuhan Standar Minimal termasuk “7 T”
Berikut merupakan pelayanan standar minimal Antenatal Care:
a. (Timbang) berat badan
b. Ukur (Tekanan) darah
c. Ukur (Tinggi) fundus uteri
d. Pemberian imunisasi (Tetanus Toxoid)
e. Pemberian Tablet zat besi, minimum 90 tablet selama kehamilan
f. Tes terhadap penyakit menular sexual
g. Temu wicara dalam rangka persiapan rujukan. (Saifudin, 2002).

Data menunjukkan sembilan dari sepuluh ibu hamil menerima ANC dari
tenaga medis terlatih (dokter, perawat, atau bidan); dimana 88% diantaranya
melakukan empat atau lebih kunjungan ANC. Perempuan di perkotaan cenderung
melakukan empat kali atau lebih kunjungan ANC dibandingkan di pedesaan
(masing-masing 93% dan 83%) (BKKBN, BPS, Kemenkes RI, & ICF-
International, 2013). Meskipun sedikit lebih kecil daripada yang ditargetkan
Kementerian Kesehatan sebesar 90%, 83% kelahiran telah dibantu oleh tenaga
medis (dokter, perawat bidan, atau bidan desa). Persentase perempuan yang
melahirkan di fasilitas kesehatan meningkat dari 46% pada tahun 2007 menjadi
63% pada tahun 2012 (BKKBN, BPS, Kemenkes RI, & ICF-International, 2013).
Bila perempuan dari kelompok kuintil kekayaan tertinggi mencapai 97% yang

16
persalinannya dibantu tenaga medis, sementara perempuan dari kelompok kuintil
kekayaan terendah hanya 57,5%. Data yang sama menunjukkan bahwa 44% dari
perempuan hamil mengalami anemia dan berisiko mengalami persalinan prematur,
memiliki bayi berat badan lahir rendah, dan lahir mati (BKKBN, BPS, Kemenkes
RI, & ICF International, 2013).

Sebagai upaya untuk meningkatkan status kesehatan ibu dan anak,


pemerintah Indonesia kemudian meluncurkan Jampersal (Jaminan Persalinan),
program asuransi yang menyediakan layanan antenatal, persalinan, dan postpartum
(nifas) kepada ibu-ibu secara gratis. Skema pelayanan ini dapat diakses tanpa
asuransi kesehatan dan gratis bagi bayi yang baru lahir hingga usia 28 hari.
(Unimus, 2012).
Dengan adanya pemeriksaan Antenatal Care (ANC), maka Ibu hamil dapat
diketahui apabila terdapat berbagai resiko dan komplikasi pada saat hamil,
melahirkan, dan nifas agar segera diarahkan untuk melakukan rujukan ke rumah
sakit. Hal ini dapat menurunkan angka kematian ibu dan menjadi salah satu
indikator kesehatan ibu yang perlu diperhatikan. Semakin tinggi cakupan
pemeriksaan ANC maka akan semakin baik pula tingkat kesehatan ibu.

17
2.4 ANGKA PREVALENSI PENGGUNAAN KONTRASEPSI
(CONTRACEPTIVE PREVALENCE RATE/CPR)
Prevalensi penggunaan kontrasepsi didefinisikan sebagai proporsi perempuan
menikah usia 15-49 tahun yang menggunakan metode KB. Angka prevalensi
penggunaan kontrasepsi (CPR) menggambarkan akses perempuan terhadap
kontrasepsi, yang sering menjadi acuan keberhasilan implementasi program KB.
Menurut SDKI 2012, CPR meningkat dari 54,7% pada periode 1994-1996, menjadi
60,3% pada 2003-2005. Presentase CPR bertahan pada 61,9% di tahun 2012, ketika
kebanyakan perempuan menikah memilih menggunakan kontrasepsi modern
daripada metode tradisional (masing-masing 58% dan 4%). Suntik merupakan
metode yang paling umum digunakan (32%), diikuti oleh pil (14%) (Yayasan
Kesehatan Perempuan, 2017). Penggunaan metode jangka panjang seperti IUD
menurun secara signifikan, dari 13,3% pada tahun 1991 menjadi 3,9% pada tahun
2012 (BKKBN, BPS, Kemenkes RI, & ICF-International, 2013).
Tabel 2.1 Penggunaan Kontrasepsi

18
Pada gambar di atas dapat kita lihat bahwa Angka Kesertaan ber-KB (CPR)
peningkatannya sangat kecil, hanya 0,5% dalam 5 tahun terakhir, baik pada semua
cara KB maupun pada cara modern. Target RPJMN 2014 untuk cara modern
sebesar 60,1% dan MDG 2015 sebesar 65%, namun capaian tahun 2012 baru
sebesar 57,9% (Kementrian Kesehatan RI, 2013).
Pada tahun 2013, cakupan KB aktif secara nasional sebesar 75,88%. Data
menunjukkan bahwa ada 8.500.247 Pasangan Usia Subur (PUS) yang merupakan
peserta KB baru dan hampir separuhnya (48,56%) menggunakan metode
kontrasepsi suntikan, IUD (7,75%), MOW (1,52%), MOP (0,25%), kondom
(6,09%), implant (9,23%), dan pil (26,6%) (BKKBN, 2013).
Keluarga merupakan komponen terkecil dari sebuah Negara, dan dari
sebuah keluarga dihasilkan manusia yang berkualitas yang akan membangun
bangsa dan Negara. Keluarga Berencana (KB) adalah salah satu cara untuk
menghasilkan manusia berkualitas, baik dari sisi materi maupun spiritual. Secara
kependudukan, KB bertujuan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk. Secara
kesehatan, KB merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kualitas kesehatan ibu
dan anak. Dengan KB maka ibu dapat menunda kehamilan, menjarangkan
kehamilan, dan menghentikan kehamilan/mengakhiri kehamilan/kesuburan.
Melalui program KB diharapkan kualitas bangsa akan terus meningkat dan dapat
dilihat dari AHH dan angka melek huruf yang semakin tinggi, serta jumlah
kemiskinan dan angka kematian ibu yang semakin tinggi. (Infodatin Kemenkes RI,
2014).

19
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa indikator
kesehatan ibu yaitu:
1. Angka Kematian Ibu (AKI). Indikator ini tidak hanya mampu menilai program
kesehatan ibu, akan tetapi juga dapat menilai derajat kesehatan masyarakat,
karena sensitifitasnya terhadap perbaikan pelayanan kesehatan, baik dari sisi
aksesibilitas maupun kualitas.
2. Cakupan pelayanan persalinan dibantu oleh tenaga kesehatan terlatih. Indikator
ini sangat penting dalam upaya menjaga kesehatan ibu serta penurunan
kematian ibu.
3. Jangkauan dan kualitas perawatan pra persalinan. Indikator ini untuk mengukur
akses perempuan terhadap layanan kesehatan reproduksi yang dalam upaya
menyelamatkan ibu dan bayi, diperlukan minimal empat kali kunjungan
antenatal untuk dapat menentukan jenis intervensi yang dibutuhkan.
4. Angka prevalensi penggunaan kontrasepsi. Indikator ini sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan anak yaitu dengan menunda
kehamilan, menjarangkan kehamilan, dan menghentikan
kehamilan/mengakhiri kehamilan/kesuburan.

20
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, K., 2012. Kajian Determinan Kematian
Maternal di Lima Region Indonesia. Jakarta: s.n.

Dwicaksono, A., 2013. Monitoring Kebijakan dan Anggaran Komitmen Pemerintah


Indonesia dalam Kesehatan Ibu. Bandung: Perkumpulan INISIATIF.

Infodatin Kemenkes RI, 2014. Situasi dan Analisis Keluarga Berencana. [Online]
Available at:
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-
kespro.pdf
[Accessed 15 Agustus 2018].

Kemenkes, 2013. Infodatin. In: Situasi Kesehatan Ibu. Jakarta: s.n., pp. 1-3.

Kemenkes, 2016. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2016. Jakarta, Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.

Kementrian Kesehatan RI, 2013. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. [Online]
Available at:
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/buletin-
kespro.pdf
[Accessed 15 Agustus 2018].

Unimus, 2012. Antenatal Care. [Online]


Available at: http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/113/jtptunimus-gdl-fitrihanda-5619-
4-babii.pdf
[Accessed 15 Agustus 2018].

Yayasan Kesehatan Perempuan, 2017. Akses Universal Pelayanan Kesehatan Seksual dan
Reproduksi: Profil Indonesia. [Online]
Available at: http://arrow.org.my/wp-content/uploads/2018/01/INDONESIA-SRHR-
Services-Dec2017-final.pdf
[Accessed 15 Agustus 2018].

21

Anda mungkin juga menyukai