Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH MTBS ANAK DENGAN DIARE

DI SUSUN OLEH:

MARIA YUNITA ASUNG


REINILDIS MALA
MELANIA ARLIANA MEO
MARIA B. BHALA
WALDETRUDIS WAHYUNI
SEVERINUS ARMAN
YONANSIUS SONAKRI

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA SANTU PAULUS RUTENG
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa karena berkat dan rahmatnya kami
dapat menyelesaikan makalah MTBS ANAK DENGAN DIARE Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas matkuliah KEPERAWATAN ANAK agar dapat berguna bagi kami dalam
rangka menambah wawasan serta pengetahuan kami sebagai mahasiswa keperawatan. Kami
juga menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari apa
yang diharapkan. Oleh karena itu kami sangat membutuhkan adanya saran untuk
memperbaiki makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................
DAFTAR ISI.........................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..................................................................................................
BAB 11 PEMBAHASAN
2.1Pengertian Diare...................................................................................................
2.2 Penyebab Penyakit Diare....................................................................................
2.3 Cara Penularan Penyakit Diare..........................................................................
2.4 Faktor Resiko Penyakit Diare..........................................................................
2.5 Gejalah Dan Tanda Penyakit Diare.................................................................
2.6 Derajat Dehidrasi............................................................................................
2.7 Tata Laksana Diare..........................................................................................
2.8 Konseling Tata Laksana Diare........................................................................
2.9 Pencegahan Penyakit Diare...........................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1. Pengertian Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam bahasa Inggris yaitu Intregated
Management of Chilhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui pendekatan yang
terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit, status gizi, status imunisasi maupun
penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan (Surjono et al,; Wijaya, 2009;
Depkes RI, 2008).
Materi MTBS terdiri dari langkah penilaian, klasifikasi penyakit, identifikasi tindakan,
pengobatan, konseling, perawatan di rumah dan kapan kembali untuk tindak lanjut. MTBS
bukan merupakan suatu program kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita
sakit. Sasaran MTBS adalah anak umur 0-5 tahun dan dibagi menjadi dua kelompok sasaran
yaitu kelompok usia 1 hari sampai 2 bulan (bayi muda) dan kelompok usia 2 bulan sampai 5
tahun (Depkes RI, 2008).
2. Tujuan MTBS
Kegiatan MTBS merupakan upaya yang ditujukan untuk menurunkan secara
signifikan angka kesakitan dan kematian global yang berkaitan dengan penyebab utama
penyakit pada balita, melalui peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan
fasilitas kesehatan dasar dan memberi kontribusi terhadap pertumbuhan perkembangan
kesehatan anak.
3. Alur Pendekatan MTBS
Materi MTBS terdiri dari langkah penilaian, klasifikasi penyakit, identifikasi
tindakan, pengobatan, konseling, perawatan di rumah dan kapan kembali. Bagan penilaian
anak sakit terdiri dari petunjuk langkah untuk mencari riwayat penyakit dan pemeriksaan
fisik. Klasifikasi dalam MTBS merupkan suatu keputusan penilaian untuk penggolongan
derajat keparahan penyakit. Klasifikasi bukan merupakan diagnosis penyakit yang spesifik.
Setiap klasifikasi penyakit mempunyai nilai suatu tindakan sesuai klasifikasi tersebut. Tiap
klsifikasi mempunyai warna dasar, yaitu merah (penanganan segera atau perlu dirujuk),
kuning (pengobatan spesifik di pelayanan kesehatan), dan hijau (perawatan di rumah) sesuai
dengan urutan keparahan penyakit (Depkes RI, 2008; Surjono, et al, 1998). Tiap klasifikasi
menentukan karakteristik pengelolaan balita sakit.
Bagan pengobatan terdiri dari petunjuk cara komunikasi yang baik dan efektif dengan ibu
untuk memberikan obat dan dosis pemberian obat yang harus diteruskan di rumah. Alur
konseling merupakan nasihat perawatan termasuk pemberian makan dan cairan di rumah dan
nasihat kapan harus kembali segera maupun kapan untuk tindak lanjut (Surjono et al, 1998).
Oleh karena itu, pesan mengenai kapan ibu perlu mencari pertolongan bila anak sakit
merupakan bagian penting dalam MTBS.
 Kegiatan MTBS memiliki 3 komponen khas yang menguntungkan, yaitu:
 Komponen I: Meningkatkan keterampilan petugas kesehatan dalam
tatalaksana kasus balita sakit (selain dokter, petugas kesehatan non-dokter
dapat pula memerikasa dan menangani pasien apabila sudah dilatih);
 Komponen II: Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya
banyak program kesehatan dalam 1 kali pemerikasaan MTBS);
 Komponen III: Memperbaiki praktek keluarga dan masyarakat dalam
perawatan di rumah dan upaya pemberian pertolongan kasus balita sakit
(meningkatkan pemberdayaan keluarga dan masyarakat dalam pelayanan
kesehatan), yang dikenal sebagai “MTBS berbasis Masyarakat.”
4. Proses Manajemen Kasus
Proses Manjemen kasus disajikan dalam suatu bagan yang memperlihatkan urutan
langkah-langkah dan penjelasan cara pelaksanaannya. Seorang balita sakit dapat ditangani
dengan pendekatan MTBS oleh petugas kesehatan yang telah dilatih memekai tool yang
disebut Algoritma MTBS.
 Bagan tersebut menjelaskan langkah-langkah berikut ini :
 Menilai dan membuat klasifikasi anak sakit umur 2 bulan – 5 tahun “Menilai
anak” berarti melakukan penilaian dengan cara anamnesis dan pemeriksaan
fisik. “Membuat kalsifikasi” berarti membuat sebuah keputusan mengenai
kemungkinan penyakit atau masalah serta tingkat keparahannya. Sudara akan
memiliki suatu katagori atau klasifikasi untuk setiap gejala utama yang
berhubungan dengan berat ringan penyakit. Klasifikasi merupakan suatu
katagori untuk menentukan tindakan, bukan sebagai diagnosis spesifik
penyakit.
 Menentukan tindakan dan memberi pengobatan “Menentukan tindakan dan
memberi pengobatan” berarti menentukam tindakan dan memberi pengobatan
di fasilitas kesehatan sesuai dengan setiap klsifikasi, memberi obat untuk
diminum di rumah dan juga mengajari ibu tentang cara memberikan obat serta
tindakan lain yang harus dilakukan di rumah.
 Memberi konseling bagi ibu “Memberi konseling bagi ibu” juga termsuk
menilai cara memberi makan anak, memberi anjuran pemberian makan yang
baik untuk anak serta kapan harus membawa anaknya kembali ke fasilitas
kesehatan.
 Manajeman terpadu bayi muda umur kurang dari 2 bulan “Manajemen
terpadu bayi muda” meliputi: menilai dan membuat klasifikasi, menentuan
tindakan dan memberikan pengobatan, konseling dan tindak lanjut pada bayi
umur kurang dari 2 bulan baik sehat maupun sakit. Pada prinsifnya, proses
manajemen kasus pada bayi muda umur kurang dari 2 bulan tidak berbeda
dengan anak sakit umur 2 bulan sampai 5 tahun.
 Memberi pelayanan tindak lanjut “Memberi pelayanan tindak lanjut” berarti
memberikan tindakan dan pengobatan pada saat anak datang untuk kunjungan
ulang (Depkes RI, 2008. Modul-1).
5. Konseling Dalam MTBS
 Menggunakan Keterampilan Komunikasi Yang Baik
Berhasil tidaknya pengobatan di rumah tergantung keterampilan komunikasi petugas
kesehatan yang disampaikan kepada ibu balita. Penting bagi ibu untuk tahu: cara
memberi obat dan mengerti tentang pentingnya pengobatan bagi anaknya.
Komunikasi yang baik tersebut adalah:
 Tanya dan dengar; mengajukan pertanyaan dan dengarkan jawaban ibu
dengan seksama untuk mengetahui tindakan yang telah dilakukan dengan
benar dan apa yang perlu ditambah.
 Puji; berikan pujian atas tindakan yang benar yang telah dilakukan ibu
 Nasehati; menggunakan bahasa yang dapat dimengerti oleh ibu untuk
memberikan nasehat
 Cek pemahaman; Mengajukan pertanyaan untuk mengetahui apa yang telah
dipahami dan apa yang perlu dijelaskan lebih lanjut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Diare
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih
dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi encer, dengan/tanpa
darah dan/atau lendir) (Suraatmadja, 2010).
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau
cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering dari biasanya (tiga kali atau
lebih) dalam satu hari (WHO; Kemenkes RI, 2011).
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair
dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Dalam referensi lain disebutkan
bahwa definisi diare untuk bayi dan anak-anak adalah pengeluaran tinja > 10 gr/kg/24 jam,
sedangkan pengeluaran tinja normal pada bayi sebesar 5-10 gr/kg/24 jam (Buku ajar
Gastroenterologi-Hepatologi, 2011).
Berdasarkan lamanya maka diare dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan pada anak yang
sebelumnya sehat yang berlangsung kurang dari 14 hari,
b. Diare kronik adalah diare yang berlanjut sampai 14 hari (2 minggu) atau lebih
dengan kehilangan berat badan atau berat badan tidak bertambah (failure to therive)
selama masa diare tersebut.
2.2 Penyebab Penyakit Diare
a. Golongan Bakteri; yaitu Aeromonas, Bacilus cereus, Complycobacter jejuni,
Clostridium perfrengen, Clostridium defficile, Escherium coli, Plesiomonas
shigeolides, Samonella, Shigella, Staphylococus aureus, Vobrio cholera, Vobrio
parahaemolytius, Yersinia enterocolitica. Biasanya terjadi pada diare dengan darah
dan lendir.
b. Golongan Virus; yaitu Astrovirus, Calcivirus (Notovirus, Sapovirus), Enteric
adenovirus, Entamoeba histolytica, Rotavirus, Norwalk virus, Herves simplex virus,*
Cytomegalovirus.*
c. Golongan Parasit; yaitu Balantidium coli, Blastocystis homonis, Crytosporidium
parvum, Entamoeba histolytica, Giardia lambia, Isospora belli, Stongyoides
stercoralis, Trichuris trichiura.
2.3 Cara Penularan Penyakit Diare
a. Infeksi/kuman penyakit
Kuman–kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui makanan/minuman yang
tercemar atau kontak langsung dengan tinja penderita (fecel-oral). Siklus penyebaran
penyakit diare bisa digambarkan sebagai berikut melalui: Feces atau tinja, Flies atau
lalat, Food atau makanan, Fomites atau peralatan makan, dan Finger atau tangan
(jari tangan). Dibawah ini beberapa contoh perilaku terjadinya penyebaran kuman
yang menyebabkan penyakit diare:
 Tidak memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara ekslusif sampai 6 bulan kepada bayi
atau memberikan MP-ASI terlalu dini. Memberikan MP-ASI terlalu dini
mempercepat bayi kontak terhadap kuman.

 Menggunakan botol susu terbukti meningkatkan resiko terkena penyakit diare karena
sangat sulit membersihkan botol dan juga kualitas air dibeberapa wilayah Indonesia
juga sudah terkontaminasi kuman-kuman penyakit seperti bakteri E. Coli.

 Menyimpan makanan pada suhu kamar dan tidak ditutup dengan baik.

 Minum air/menggunakan air yang tercemar.

 Tidak mencuci tangan setelah BAB, membersihkan BAB anak.

 Membuang tinja (termasuk tinja bayi) sembarangan.

b. Penurunan Daya Tahan Tubuh


 Tidak memberikan ASI kepada bayi sampai usia 2 tahun (atau lebih). Di
dalam ASI terdapat antibodi yang dapat melindungi dari kuman penyakit.
 Kurang gizi, malnutrisi terutama anak yang kurang gizi buruk akan mudah
terkena diare.
 Imunodefisiensi/imunosupresi, terinfeksi oleh virus (seperti campak, AIDS).
 Secara proporsonal, balita lebih sering terkena diare (55 porsen).
c. Faktor Lingkungan dan Perilaku
 Penyakit diare adalah penyakit yang berbasis lingkungan dan faktor utama
dari kontaminasi air atau tinja berakumulasi dengan perilaku manusia yang
tidak sehat. Usaha-usaha untuk memelihara dan mempertingggi derajat
kesehatan antara lain: Memelihara kebersihan badan, pakaian, rumah, dan
lingkungan;
 Memelihara makanan sehat, bersih bebas dari penyakit, cukup kualitas dan
kuantitasnya;
 Cara hidup yang teratur, meliputi makan, tidur, bekerja dan beristirahat secara
teratur, rekreasi dan menikmati liburan pada waktunya;
 Menghindari terjadnya penyakit, menghindari kontak dengan sumber
penularan penyakit, menghindari pergaulan tidak baik, membiasakan diri
untuk mematuhi aturan-aturan kesehatan;
 Melengkapi rumah dengan fasilitas yang menjamin hidup sehat, adanya
sumber air yang baik, WC yang sehat, tempat buang sampah dan air limbah
baik;
 Pemeriksaan kesehatan secara periodik pada waktu tertentu walaupun tidak
merasa sakit, segera memeriksakan diri bila sakit.
2.4 Faktor resiko Penyakit Diare
a) Faktor Umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6-11 bulan pada saat diberikan makanan
pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar antibodi
ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai merangkak.
b) Infeksi Asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik meningkat
setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada infeksi
asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja penderita
mengandung virus, bakteri, atau kista protozoa yang infeksius. Orang dengan infeksi
asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak enteropatogen terutama bila
mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak menjaga kebersihan dan berpindah-
pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
c) Faktor Musim
Faktor musim diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub tropik, diare
karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan diare karena virus
terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin. Didaerah tropik (terutama
Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat terjadi sepanjang tahun dengan
peningkatan sepanjang musim kemarau, sedangkan diare karena bakteri cendrung
meningkat pada musim hujan.
d) Epidemi dan Pendemi
Vibrio cholera O.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan endemi dan
pandemi yang mengakbatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada semua
golongan usia.
2.5 Gejala dan Tanda Penyakit Diare
1. Gejala umum: berak dengan tinja cair, lembek dan sering, mual dan muntah, gejala
dehidrasi berupa mata cekung, ketegangan kulit menurun, gelisah, lemas, dan lain-lain
2. Gejala Khusus Diare:
 Gejala pada diare karena kuman Vibrio cholerae, biasanya tinja akan cair dan
berwarna seperti kulit beras dan berbau amis.
 Gejala pada diare karena disentrifrom, biasanya tinja akan berlendir berdarah
 Dehidrasi (kekurangan cairan), tergantung dari cairan yang diminum,
dehidrasi ini bisa berupa ringan, sedang atau berat. Hal ini akan membedakan
dalam pengobatan dehidrasi.
 Gangguan asam-basa (Asidosis), Gangguan diare ini disebabkan karena
kehilangan cairan elektrolit yang banyak dari tubuh. Sebagai kompensasinya
biasanya tubuh akan bernafas cepat untuk menyeimbangkan PH arteri.
 Gangguan gizi, hal ini karena asupan makanan yang kurang disebabkan
dengan adanya mual dan nafsu makan menurun, ditambah dengan output
(pengeluaran)
2.6 Derajat Dehidrasi
Berdasarkan Kehilangan Berat Badan
1. Diare ringan; bila terjadi penurunan berat badan 2½ - 5%
2. Diare sedang; bila terjadi penurunan berat badan 5 – 10%
3. Diare berat; bila terjadi penurunan barat badan > 10%
2.7 Tatalaksana Diare
1. Prinsif Tatalaksana Diare
 Mencegah Terjadinya Dehidrasi
Dehidrasi adalah berkurangnya cairan tubuh total dapat berupa hilangnya air
lebih banyak dari natrium (Dehidrasi Hidrotonik) atau hilangnya air dan
natrium dalam jumlah yang sama (Dehidrasi Isotonik) atau hilangnya natrium
yang lebih daripada air (Dehidrasi Hipotonik). Cara mencegah terjadinya
dehidrasi yaitu dengan mengembalikan cairan tubuh yang hilang akibat diare,
dan bisa dilakukan sejak awal di rumah. Tindakan pencegahan dehidrasi yang
bias dilakukan di tingkat rumah tangga jika balita mengalami diare adalah:
 Memberikan ASI lebih sering dan lebih lama dari biasanya bagi bayi
yang masih menyusui (0-24 bulan atau lebih), dan bagi petugas
kesehatan sangat penting untuk mendukung dan membantu ibu
menyusui bayinya jika ibu berhenti menyususi bayinya yang masih
berusia 0-24 bulan.
 Pemberian oralit sampai diare berhenti
 Memberikan cairan rumah tangga Cairan/minuman yang biasa
diberikan oleh keluarga/masyarakat setempat dalam mengobati diare,
dan memberikan sari makanan yang cocok, contoh: kuah sayur, air
tajin, kuah sup. Jika tidak tersedia cairan rumah tangga dan oralit di
rumah, bisa dengan memberikan air minum.
 Segera membawa balita diare ke sarana kesehatan.
 Mengobati Dehidrasi
Bila terjadi diare, segera bawa ke petugas kesehatan atau ke sarana kesehatan
untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat sesuai dengan
tatalaksana diare.
ORALIT
Oralit adalah campuran garam oralit seperti natrium klorida (NaCl), kalium
klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat.
Manfaat ORALIT
Oralit diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang
terbuang saat diare. Walaupun air sangat penting untuk mencehgah
dehidreasi, air minum tidak mengandung garam elektrolit yang diperlukan
untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih
diutamakan oralit. Campuran glukosa dan garam yang terkandung dalam
oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita diare.
Membuat dan memberikan larutan oralit
 Cara membuat/mencampur larutan oralit

 Cuci tangan dengan air dan sabun

 Sediakan 1 gelas air minum yang telah dimasak/air teh (200 cc)

 Masukkan satu bungkus oralit 200 cc


 Aduk sampai larut benar

 Berikan larutan oralit kepada balita

 Cara membuat larutan oralit

 Berikan dengan sendok atau gelas

 Berikan sedikit-sedikit sampai habis, atau sampai anak tidak kelihatan haus

 Bila muntah, dihentikan sekitar 10 menit, kemudian lanjutkan dengan sabar


sesendok setiap 2 atau 3 menit

 Walau diare berlanjut, oralit tetap diteruskan

 Bila larutan oralit pertama habis, buatkan satu gelas larutan oralit berikutnya.

 Dosis oralit sesuai derajat dehidrasi


Diare dehidrasi berat; Penderita diare yang tidak dapat minum harus segera dirujuk ke
Puskesmas untuk di infus. Diare dehidrasi ringan/sedang; Dosis oralit yang diberikan
dalam 3 jam pertama 75 ml/kg BB selanjutnya diteruskan dengan pemberian oralit
seperti diare tanpa dehidrasi.
Dosis oralit tanpa dehidrasi
Umur < 1 1/4 - 1/2 gelas setiap
tahun kali anak mencret
Umur 1 - 4 1/2 – 1 gelas setiap
tahun kali anak mencret
Umur diatas 5 1 – 1 ½ gelas setiap
tahun kali anak mencret

 Mempercepat Kesembuhan
Berikan obat zinc sekali sehari selama 10 hari berturut-turut meskipun diare
sudah berhenti untuk efektifitas obat zinc dalam mempercepat kesembuhan,
mengurangi parahnya diare dan mencegah kambuhnya diare selama 2-3 bulan
ke depan.
ZINC
Bukti zinc baik dan aman untuk pengobatan diare berdasarkan penelitian
Departement of child and Adolesescent Health and Development,World
Health Organization (WHO) yaitu:
 ZINC sebagai obat pada diare; 20% lebih cepat sembuh jika anak diare
diberi zinc (penelitian di India), 20% resiko diare lebih dari 7 hari
berkurang, 18% - 59% mengurangi jumlah tinja, mengurangi resiko
diare berikutnya 2-3 bulan kedepan.
 ZINC dan pengobatan diare akut; 25% mengurangi lama diare.
 ZINC dan pengobatan diare persisten; 24% diare persisten berkurang.

 ZINC sebagai obat pencegah diare akut dan persisten; jika zinc
diberikan 5-7 kali per minggu dengan dosis setengah yang dianjurkan
(RDA) memberikan 18% penurunan insiden diare dan 25% penurunan
diare, Pada penelitian lanjutan didapatkan 11% penurunan insiden
diare persisten dan 34% penurunan prevalen diare.
 ZINC pencegahan dan pengobatan diare berdarah; pemberian zinc
baik dalam jangka pendek dan panjang terbukti menurunkan kejadian
diare berdarah.

 ZINC dan penggunaan antibiotik irrasional; sampai saat ini pemakaian


antibiotik pada diare masih 80% sedangkan jumlah diare yang
seharusnya diberi antibiotik tidak lebih dari 20%, sangat tidak
rasional, (data sesuai dari hasil presentasi dr. M. Juffrie, PhD, SpA(K)
dalam kongres XIV Ikatan Bidan Indonesia, Padang, 2008).
Pemakaian zinc sebagai terapi diare apapun penyebabnya akan
menurunkan pemakaian antibiotik irasional.

 ZINC mengurangi biaya pengobatan; mengurangi jumlah pemakaian


antibiotik dan mengurangi jumlah pemakaian oralit.

 ZINC aman diberikan kepada anak.

Cara Pemberian Obat ZINC


 Pastikan semua anak yang menderita diare mendapat obat zinc selama 10 (sepuluh)
hari berturut-turut.
 Larutkan tablet dalam 1 sendok air minum atau ASI (tablet mudah larut kira-kira 30
detik, segera berikan pada anak).
 Bila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemberian obat zinc, ulangi pemberian
dengan cara potongan lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga 1 dosis penuh.
 Bila anak menderita dehidrasi berat dan memerlukan cairan infus, tetap berikan zinc
segera setelah anak bisa minum atau makan.
Tabel pemberian obat zinc pada balita
Umur < 6 ½ tablet (10 mg) per
bulan hari selama 10 hari
Umur > 6 1 tablet (20 mg) per
bulan hari selama 10 hari

 Memberi makanan
Oleh karena itu perlu diperhatikan:
 Bagi ibu yang menyusui bayinya, dukung ibu agar tetap menyusui
bahkan meningkatkan pemberian ASI selama diare dan selama masa
penyembuhan (bayi 0-24 bulan atau lebih).
 Dukung ibu untuk memberikan ASI ekslusif kepada bayi berusia 0-6
bulan, jika bayinya sudah diberikan makanan lain atau susu formula
berikan konseling pada ibu agar kembali menyusui eksklusif. Dengan
menyusui lebih sering maka produksi ASI akan meningkat dan
diberikan kepada bayi untuk mempercepat kesembuhan karena ASI
memiliki antibodi yang penting untuk meningkatkan kekebalan tubuh
bayi.
 Anak berusia 6 bulan ke atas, tingkatkan pemberian makanan:
makanan pendamping ASI (MP-ASI) sesuai umur pada bayi 6-24
bulan dan sejak balita berusia 1 tahun sudah dapat diberikan makanan
keluarga secara bertahap.
 Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2
minggu untuk membantu pemulihan berat badan anak.
Pemberian makan sesuai umur sangat penting saat sakit maupun sehat
1. Bayi berusia 1 – 6 bulan
Saat usia ini, bayi HANYA diberi Air Susu Ibu (ASI) saja sesuai dengan keinginan
anak, paling sedikit 8 kali sehari; pagi, siang, maupun malam hari. Jangan berikan makanan
atau minuman lain selain ASI. ika ibu memberikan susu formula atau makanan lain:
bangkitkan rasa percaya ibu untuk HANYA memberikan ASI saja; jelaskan keuntungan ASI
dan dengan memberi ASI saja mencukupi kebutuhan bayi meskipun sedang diare; susui bayi
lebih sering, lebih lama: pagi, siang, maupun malam; secara bertahap mengurangi pemberian
susu formula atau makanan lain.
2. Bayi berusia 6 – 24 bulan
Teruskan pemberian ASI; mulai memberikan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
yang teksturnya sangat lembut seperti bubur/susu/pisang; secara bertahap sesuai dengan
pertambahan umur berikan bubur tim lumat ditambah kuning telur/ayam/ikan/tempe; setiap
hari berikan makanan sebagai berikut: usia 6 bulan 2 x 6 sdm peres, usia 7 bulan 2 -3 x 7 sdm
peres, usia 8 bulan 3 x 8 sdm peres.
3. Balita umur 9 sampai 12 bulan
Teruskan Pemberian ASI; berikan MP-ASI lebih padat dan kasar seperti nasi tim,
bubur nasi; tambahkan telur/ayam/ikan/tempe/sapi/kacang hijau; setiap hari berikan makanan
sebagai berikut: usia 9 bulan 3 x 9 sdm peres, usia 10 bulan 3 x 10 sdm peres, usia 11 bulan 3
x 11 sdm peres; berikan selingan 2 kali sehari di antara waktu pemberian makan sesuai umur
sangat penting saat sakit maupun sehat.
4. Balita umur 12 sampai 24 bulan
Teruskan pemberian ASI; berikan makanan keluarga secara bertahap sesuai dengan
kemampuan anak; berikan 3 x sehari, sebanyak 1/3 porsi makanan orang dewasa terdiri dari
nasi, lauk pauk, sayur, dan buah; beri makanan selingan kaya gizi 2 x sehari di antara waktu
makan; perhatikan variasi makanan; sejak umur 12 bulan, anak sudah bisa makan makanan
keluarga.
5. Balita umur 2 tahun lebih
Berikan makan keluarga 3 x sehari, sebanyak 1/3 – 1/2 porsi makan orang dewasa;
berikan makanan selingan kaya gizi 2x sehari diantara waktu makan.
6. Anjuran makanan untuk diare persisten
Jika anak masih mendapatkan ASI: berikan lebih sering dan lebih lama, pagi, siang,
dan malam; jika anak mendapatkan susu selain ASI: kurangi pemberian susu tersebut dan
tingkatkan pemberian ASI, gantikan setengah bagian susu dengan bubur nasi ditambah
tempe, jangan diberi susu kental manis, untuk makanan lain, ikuti anjuran pemberian makan
sesuai dengan kelompok umur.
2. Prosedur Tatalaksana Diare
I. Menilai Derajat Dehidrasi
1) Tanyakan riwayat penyakit anak
a) Berapa lama anak sudah mengalami diare?
b) Berapa kali anak buang air besar dalam satu hari?
c) Apakah tinjanya ada darah?
d) Apakah anak muntah?
e) Apakah ada penyakit lainnya?
II. Lihat dan periksa

a) Bagaimana keadaan umum anak?

b) Sadar atau tidak sadar?

c) Lemas atau terlihat sangat mengantuk?

d) Apakah anak gelisah?

e) Berikan minum, apakah dia mau minum? Jika ya, apakah ketika minum ia
tampak sangat haus atau malas minum?

f) Apakah matanya cekung atau tidak cekung?

g) Lakukan cubitan kulit perut (turgor), Apakah kulitnya kembali segera,


lambat atau sangat lambat (lebih dari 2 detik)?

III. Lakukan Penilaian


Tabel Penilaian Untuk Menentukan Rencana Terapi PENILAIAN
A B C
BILA TERDAPAT 2 TANDA ATAU LEBIH
1. Baik, Sadar Gelisah, Lesu, lunglai atau tidak
LIHAT Normal rewel sadar Sangat cekung dan
Keadaa Minum Cekung kerimg Malas
n biasa, tidak Haus, ingin minum/tidak bisa minum
Umum haus minum
Mata banyak
Rasa
Haus
2. Kembali Kembali Kembali sangat lambat
PERIKS Normal lambat
A:
Turgor
Kulit
3. Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Berat
DERAJ Dehidrasi Ringan/Sed
AT ang
DEHID (dehidrasi
RASI tidak berat)
4. Rencana Rencana Rencana Terapi C
RENCA Terapi A Terapi B
NA
PENGO
BATAN

2) Menentukan rencana pengobatan diare Rencana pengobatan diare


dibagi menjadi 3 (tiga) berdasarkan derajat dehidrasi yang dialami
oleh balita, yaitu:
1) Rencana terapi A, jika penderita diare tidak mengalami dehidrasi.
2) Rencana terapi B, jika penderita diare mengalami dehidrasi
ringan/sedang.

3) Rencana terapi C, jika penderita diare mengalami dehidrasi berat.


2.8 Konseling Tatalaksana Diare
Sebagai petugas kesehatan harus memiliki kemampuan konseling. Konseling adalah
proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (disebut Konselor) kepada
individu yang mengalami suatu masalah (disebut konsele) yang bermuara pada teratasinya
masalah yang dihadapi pasien/klien (Kemenkes RI, 2011). Komunikasi yang baik dari
petugas kesehatan membantu ibu malakukan tatalaksanakan diare di rumah.
Teknik/keterampilan komunikasi yang baik yaitu:
 Tanya dan dengar
Tanya dan dengarkan hal-hal apa saja yang sudah dilakukan oleh ibu dalam merawat
anaknya ketika diare. Tanya dan dengarkan: tanda-tanda bahaya yang dialami balita
pada saat sakit; apa saja yang sudah dilakukan ibu balita/pengasuhnya untuk
mengatasi tanda-tanda bahaya tersebut; apa saja yang sudah dilakukan ibu
balita/pengasuh dengan baik dan apa yang perlu diperbaiki.
 Beri Pujian
Petugas kesehatan memberikan pujian kepada ibu balita/pengasuh jika melakukan
tindakan yang baik dalam mengatasi penyakit/tanda-tanda bahaya sakit yang dialami
balita.
 Beri Saran
Berikan saran kepada ibu balita/pengasuh cara merawat balita sakit di rumah.
Gunakan kalimat yang dimengerti oleh ibu; gunakan alat bantu yang diperlukan
ibu/pengasuh balita kenali; berikan pujian jika ibu/pengasuh
melakukan/mempraktekkan dengan benar dan bantu ibu/pengasuh belum
mempraktekkan dengan benar; berikan kesempatan untuk melakukan praktek lebih
dari satu kali jika dibutuhkan; dorong ibu/pengasuh untuk aktif bertanya jika ada hal-
hal yang ingin dia tanyakan dan jawab semua pertanyaannya; berikan saran yang
relevan saat ini.
 Periksa Pemahaman
Periksa sampai dimana pemahaman ibu tentang cara merawat balita sakit. Berikan
beberapa pertanyaan kepada ibu/pengasuh untuk mengetahui pemahaman ibu dan
berikan penjelasan ulang jika ibu/pengasuh balita belum paham. Hindari pertanyaan
tertutup (pertanyaan yang mengarahkan). Sebagai petugas kesehatan, anda
mengharapkan ibu/pengasuh balita mengerti cara balita sakitnya setelah anda
mengajarkannya. Dengan bertanya, anda akan tingkat pemahaman ibu/pengasuh
balita.

a. Ada 3 (tiga) langkah dasar cara mengajari ibu tentang tatalaksana diare balita di rumah:

 Berikan informasi yang tepat dan relevan kepada ibu, contoh bagaimana memberikan
zinc kepada balitanya,

 Peragakan kepada ibu, contoh cara memberikan zinc kepada balitanya,


 Ibu diminta untuk mempraktekkan sendiri cara memberikan zinc kepada balitanya.
Setelah

 mengajarkan ibu tentang tatalaksana diare, selanjutnya petugas kesehatan memeriksa


pemahaman ibu; caranya: gunakan pertanyaan (seperti mengapa, bagaimana, kapan
ibu harus melaksanakan tatalaksana diare di rumah), hindari pertanyaan mengarahkan,
berikan waktu kepada ibu untuk berfikir lalu menjawab pertanyaan, berikan pujian
kepada ibu jika ibu menjawab dengan benar, jika dibutuhkan; jelaskan, beri informasi
tambahan, dan peragakan kembali.
b. Mengajarkan kepada ibu tentang tatalaksana diare di rumah:
 Jelaskan apa tatalaksana diare dan mengapa harus melakukannya.
 Jelaskan langkah-langkah melakukan tatalaksana diare di rumah.
 Jika obat yang diberikan lebih dari satu jenis, perhatikan ketika ibu malakukannya.
 Jelaskan kepada ibu berapa lama harus melakukan tatalaksana diare tersebut di rumah.
 Periksa pemahaman ibu sebelum ibu meninggalkan sarana kesehatan.
c. Mengajarkan ibu tentang cara pemberian obat oral di rumah:
 Berikan obat yang sesuai dan jelaskan dosis yang herus diberikan sesuai umur atau
berat badan.

 Jelaskan alasan mengapa memberikan obat tersebut dan penyakit yang diobati.

 Peragakan cara mengukur dosis yang diberikan.

 Minta ibu untuk memberikan dosis yang pertama kepada balita.

d. Mengajarkan ibu tentang cara memberikan obat oral di rumah\

 Minta ibu untuk memberikan dosis yang pertama kepada balita.

 Jelaskan dengan perlahan bagaimana memberikan obat, jelaskan label yang ada di
obat dan paket obat yang diberikan.

 Jika obat yang dibeikan lebih dari satu, hitung jumlah obat yang diberikan dan
pisahkan obat berdasarkan jenis dan pisahkan pada kantong yang berbeda.

 Jelaskan kepada ibu untuk menghabiskan semua obat yang diberikan meskipun balita
sudah membaik dari sakitnya.

 Periksa pemahaman ibu sebelum ibu meninggalkan sarana kesehatan.


e. Kunjungan Segera
Nasehati ibu untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila: berak cair
lebih sering, muntah berulang, sangat haus, makan dan minum sangat sedikit, timbul demam,
berak berdarah, dan diare tidak membaik dalam 3 (tiga) hari.
f. Kunjungan Lanjutan
Beritahukan kepada ibu melakukan kunjungan lanjutan ke sarana kesehatan meski balita
kelihatan membaik.
 Jika balita tidak mempunyai masalah/penyakit baru, gunakan intruksi MTBS
kunjungan untuk masalah spesifik:

 Periksa balita sesuai intruksi

 Gunakan informasi untuk mengenali tanda-tanda bahaya yang dialami balita


untuk memberikan perawatan yang sesuai.

 Lihat jika ada kemajuan anak (semakin membaik atau tidak) atau berikan pengobatan
lain jika balita tidak membaik.

 Mungkin perlu mencoba obat jenis lain (second line-drug)

 Untuk kunjungan lanjutan berikutna sesuai tabel berikut:

Waktu Kunjungan Kunjungan Lanjutan


Sesuai Jenis Diare
Jenis Diare
Disentri 2 hari
Diare persisten 5 hari
Diare dehidrasi 3 hari
ringan/sedang
Diare tanpa 3 hari
dehidraasi
2.9 Pencegahan Penyakit Diare
1. Perilaku Sehat
a. Pemberian ASI
ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam
bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi.
ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai 6 bulan. Tidak ada
makanan yang lain yang dibutuhkan selama masa ini. ASI bersifat steril, pemberian
ASI saja, tanpa cairan dan makanan lain dan tanpa menggunakan botol, menghindari
anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare
(memberikan ASI Ekslusif). ASI mempunyai kasiat preventif secara imunologik
dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan
perlindungan terhadap diare. Pada bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh
mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar terhadap diare daripada pemberian ASI
yang disertai susu botol. Flora normal usus bayi yang disusui mencegah tumbuhnya
bakteri penyebab diare sedangkan pada botol untuk susu formula, berisiko tinggi
menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk. Bayi harus
disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari
kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan
lain (proses menyapih).
b. Makanan pendamping ASI
Pemberian makan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan
dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang
baik meliputi perhatian kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI
diberikan.
Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI ,
yaitu:
 Perkenalkan makan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat diteruskan
pemberian ASI. Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau
lebih. Berikan makan lebih sering (4x sehari) . Setelah anak berumur 1 tahun, berikan
semua makan yang dimasak dengan baik, 4 - 6 x sehari, serta teruskan pemberian
ASI bila mungkin.

 Tambahkan minyak, lemak, dan gula kedalam nasi/bubur dan biji-bijian untuk energi.
Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacang-kacangan, buah-buahan dan
sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.

 Cuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak. Suapi anak dengan
sendok yang bersih.

 Masak makan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan
dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
c. Menggunakan air bersih yang cukup
Yang harus diperhatikan oleh keluarga:
 Ambil air dari sumber yang bersih.
 Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung
khusus mengambil air.
 Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak.
 Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)

 Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan
cukup.

d. Mencuci Tangan
Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah
membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum menyuapi anak
dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare (Menurunkan kejadian
diare sebesar 47%).
e. Menggunakan Jamban

 Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai
oleh seluruh anggota keluarga.

 Bersihkan jamban secara teratur.

 Gunakan alas kaki bila akan buang air besar/kecil

f. Membuang tinja bayi yang benar

 Kumpulkan segera tinja bayi dan segera buang ke jamban

 Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah dijangkau
olehnya.

 Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam
lubang atau di kebun kemudian ditimbun.

 Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.

g. Pemberian Imunisasi Campak


Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi
tidak terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering diserta diare, sehingga
pemberian imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah
imunisasi campak segera setelah bayi berumur 9 bulan.
2. Penyehatan Lingkungan
 Penyediaan Air Bersih
Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain
adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan berbagai
penyakit lainnya. Maka, penyediaan air bersih baik secara kualitas dan kuantitas
mutlak diperlukan dalam memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk
menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Untuk mencegah terjadinya penyakit
tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah tangga harus tersedia.
Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.
 Pengelolaan Sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit
seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dan sebagainya. Selain itu sampah dapat
mencemari tanah dan menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau
yang tidak sedap dan pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu
pengelolaan sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut.
Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari dan di buang
ketempat penampungan sampah sementara. Bila tidak terjangkau oleh pelayanan
pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir cepat dilakukan pemusnahan
sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.
 Sarana Pembuangan Air Limbah
Air limbah baik pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian rupa agar
tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah yang tidak
memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi
tempat perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus. Kondisi ini dapat berpotensi
menularkan penyakit seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis
filaria. Bila ada saluran pembuangan air limbah di halaman, secara rutin harus
dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga tidak menimbulkan bau yang
tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dalam bahasa Inggris yaitu Intregated
Management of Chilhood Illness (IMCI) adalah suatu manajemen melalui pendekatan yang
terintegrasi/terpadu dalam tatalaksana balita sakit, status gizi, status imunisasi maupun
penanganan balita sakit tersebut dan konseling yang diberikan (Surjono et al,; Wijaya, 2009;
Depkes RI, 2008).
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih
dari biasanya (> 3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi encer, dengan/tanpa
darah dan/atau lendir) (Suraatmadja, 2010).
Diare adalah suatu kondisi dimana seseorang buang air besar dengan konsistensi lembek atau
cair, bahkan dapat berupa air saja dan frekuensinya lebih sering dari biasanya (tiga kali atau
lebih) dalam satu hari (WHO; Kemenkes RI, 2011).
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair
dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Dalam referensi lain disebutkan
bahwa definisi diare untuk bayi dan anak-anak adalah pengeluaran tinja > 10 gr/kg/24 jam,
sedangkan pengeluaran tinja normal pada bayi sebesar 5-10 gr/kg/24 jam (Buku ajar
Gastroenterologi-Hepatologi, 2011).
DAFTAR PUSTAKA

Aprilia AsriR, S. Kep, Ners. Diktat kuliah keperawatan anak1. 2011


Departemen kesehatan RI, 2008, Modul MTBS Revisi tahun 2008.

Anda mungkin juga menyukai