OLEH:
NPM : 23203038
2023/2024
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN MOBILISASI
1. KONSEP DASAR
1.1 Pengertian
bergerak dan melakukan kegiatan secara mudah, bebas dan teratur guna
bantuan orang lain, maupun hanya dengan bantuan alat (Dewi, 2022).
disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya (Kusuma & Nada, 2021).
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.
1.2 Patofisiologi
otot skeletal karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagi sistem pengungkit. Tipe kontraksi otot ada dua, yaitu isotonik
peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak terjadi pemendekan atau
Hal ini menjadi kontraindikasi pada pasien yang memiliki penyakit seperti
infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik. Kepribadian dan suasana
D III keperawatanKEPERAWATAN
197 documents
Go to course
18
18
makalah laporan pendahuluan asuhan keperawatan pasien dengan penyakit hipertensi, konsep
asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa keperawatan (SDKI), tujuan & kriteria hasil (SLKI),
intervensi (SIKI))
16
22
LP Isolasi Sosial
12
19
Lp abses minggu 3
Related documents
Preview text
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN MOBILISASI
1. KONSEP DASAR
1 Pengertian Mobilitas atau mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak dan
melakukan kegiatan secara mudah, bebas dan teratur guna memenuhi kebutuhan hidupnya
sehari-hari, baik secara mandiri, dengan bantuan orang lain, maupun hanya dengan bantuan alat
(Dewi, 2022). Gangguan mobilitas atau imobilitas merupakan keadaan dimana seseorang tidak
dapat bergerak secara bebas karena kondisi yang mengganggu pergerakan (aktivitas), misalnya
trauma tulang belakang, cedera otak berat disertai fraktur pada ekstremitas, dan sebagainya
(Kusuma & Nada, 2021). Menurut Syaridwan (2019), gangguan mobilitas adalah keterbatasan
fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.
1 Patofisiologi Neuromuskular berupa sistem otot, skeletal, sendi, ligamen, tendon, kartilago dan
saraf sangat mempengaruhi mobilisasi. Gerakan tulang diatur otot skeletal karena adanya
kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja sebagi sistem pengungkit. Tipe
kontraksi otot ada dua, yaitu isotonik dan isometrik. Peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek pada kontraksi isotonik, selanjutnya pada kontraksi isometrik menyebabkan
peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak terjadi pemendekan atau gerakan aktif dari
otot, misalnya menganjurkan pasien untuk latihan kuadrisep. Gerakan volunter merupakan
gerakan kombinasi antara kontraksi isotonik dan kontraksi isometrik (Yusuf, 2021). Perawat
harus memperhatikan adanya peningkatan energi, seperti peningkatan kecepatan pernapasan,
fluktuasi irama jantung, dan tekanan darah yang dikarenakan pada latihan isometrik pemakaian
energi meningkat. Hal ini menjadi kontraindikasi pada pasien yang memiliki penyakit seperti
infark miokard atau penyakit obstruksi paru kronik. Kepribadian dan suasana
hati seseorang digambarkan melalui postur dan gerakan otot yang tergantung pada ukuran
skeletal dan perkembangan otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan kelompok otot tergantung
tonus otot dan aktivitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan gravitasi.
Tonus otot sendiri merupakan suatu keadaan tegangan otot yang seimbang. Kontraksi dan
relaksasi yang bergantian melalui kerja otot dapat mempertahankan ketegangan (Kusuma &
Nada, 2021). Immobilisasi menyebabkan aktivitas dan tonus otot menjadi berkurang. Rangka
pendukung tubuh yang terdiri dari empat tipe tulang, seperti panjang, pendek, pipih, dan
irreguler disebut skeletal. Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan, melindungiorgan vital,
membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam pembentukan sel darah merah.
Pengaruh imobilisasi yang cukup lama akan terjadi respon fisiologis pada sistem otot rangka.
Respon fisiologis tersebut berupa gangguan mobilisasi permanen yang menjadikan keterbatasan
mobilisasi. Keterbatasan mobilisasi akan mempengaruhi daya tahan otot sebagai akibat dari
penurunan masa otot, atrofi dan stabilitas (Syaridwan, 2019).
1.2 Etiologi Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), faktor penyebab terjadinya gangguan
mobilitas fisik, antara lain kerusakan integritas struktur tulang, perubahan metabolisme,
ketidakbugaran fisik, penurunan kendali otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot,
keterlambatan perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur, malnutrisi, gangguan
muskuloskeletal, gangguan neuromuskular, indeks masa tubuh di atas persentil ke-75 usia, efek
agen farmakologi, program pembatasan gerak, nyeri, kurang terpapar informasi tentang aktivitas
fisik, kecemasan, gangguan kognitif, keengganan melakukan pergerakan, dan gangguan
sensoripersepsi. NANDA-I (2018) juga berpendapat mengenai etiologi gangguan mobilitas fisik,
yaitu intoleransi aktivitas, kepercayaan budaya tentang aktivitas yang tepat, penurunan ketahanan
tubuh, depresi, disuse, kurang dukungan lingkungan, fisik tidak bugar, serta gaya hidup kurang
gerak. Pendapat lain menurut Setiati
menyebabkan embolisme paru yaitu sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang
mengalir ke paru yaitu dekubitus yang biasa mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi
kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat akan menjadi infeksi. Atrofi dan kekakuan sendi
juga menjadi salah satu komplikasi dari gangguan mobilitas fisik. Hal itu disebabkan karena
kurang gerak dan mobilisasi. Komplikasilainnya, seperti disritmia, peningkatan tekanan intra
cranial, kontraktur, gagal nafas, dan kematian.
1 Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium yaitu mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, kolesterol, dan
bila perlu analisa gas darah dan glukosa darah untuk melihat DM, hipoglikemia, atau
hiperglikemia.
2. Rontgen yaitu untuk mendiagnosa masalah kesehatan dan pemantauan kondisi kesehatan
klien.
3. Analisis urine mencakup penghitungan sel dan kimia urine untuk mengidentifikasi infeksi
dan penyakit ginjal (Kusuma & Nada, 2021).
1 Penatalaksanaan medis Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan masalah
gangguan mobilitas fisik yaitu dengan memberikan latihan rentang gerak. Latihan rentang gerak
yang dapat diberikan salah satunya yaitu dengan latihan Range of Motion (ROM) yang
merupakan latihan gerak sendi dimana pasien akan menggerakkan masing-masing persendiannya
sesuai gerakan normal baik secara pasif maupun aktif. Range of Motion (ROM) pasif diberikan
pada pasien dengan kelemahan otot lengan maupun otot kaki berupa latihan pada tulang maupun
sendi dikarenakan pasien tidak dapat melakukannya sendiri yang tentu saja pasien membutuhkan
bantuan dari perawat ataupun keluarga, untuk Range of Motion (ROM) aktif sendiri merupakan
latihan yang dilakukan sendiri oleh pasien tanpa membutuhkan bantuan dari perawat ataupun
keluarga Range of Motion (ROM) itu sendiri, yaitu mempertahankan atau memelihara kekuatan
otot, memelihara mobilitas
persendian, merangsang sirkulasi darah, mencegah kelainan bentuk (Yusuf, 2021). Lestari et al.,
(2018) berpendapat bahwa penatalaksanaan untuk gangguan mobilitas fisik, antara lain :
1. Pengaturan posisi tubuh sesuai dengan kebutuhan pasien, seperti memiringkan pasien,
posisi fowler, posisisims, posisi trendelenburg, posisi genupectoral, posisi dorsal
recumbent, dan posisi litotomi.
2. Ambulasi dini Salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
serta meningkatkan fungsi kardiovaskular. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara
melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi roda, dan
yang lainnya.
1. Identitas
3. Pola pengkajian ADL a. Pola nutrisi b. Pola aktivitas dan latihan Biasanya pasien tidak
akan mampu melakukan aktivitas dan perawatan diri secara mandiri karena kelemahan
anggota gerak, kekuatan otot berkurang, mengalami gangguan koordinasi, gangguan
keseimbangan mudah lelah. Aktivitas fisik yang kurang dapat mempengaruhi frekuensi
denyut jantung menjadi lebih tinggi sehingga otot jantung harus bekerja lebih keras
2 Diagnosa Keperawatan
2. Nyeri Akut
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan mobilitas fisik dapat
membaik dengan kriteria hasil :
Observasi
yang harus dilakukan (mis. berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke
kamar mandi, berjalan sesuai toleransi) 2. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan keperawatan
selama 3 x 24 jam nyeri teratasi dengan kriteria :
2. Gelisah menurun
Observasi
kriteria hasil :
kemandirian 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan makan.
Terapeutik 4. Sediakan lingkungan yang terapeutik 5. Siapkan keperluan pribadi 6. Dampingi
dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri 7. Fasilitasi untuk menerima keadaan
ketergantungan 8. Jadwalkan rutinitas perawatan diri Edukasi 9. Anjurkan melakukan perawatan
diri secara konsisten sesuai kemampuan. 4. Risiko gangguan integritas kulit/jaringan
Observasi
7. Nekrosis menurun
10. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan hipoalergik pada kulit sensitif
11. Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering Edukasi
17. Risiko Jatuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan kepada Klien selama 3 x 24 jam
diharapkan tingkat resiko jatuh
Observasi
1. Identifikasi kebutuhan keselamatan (mis. Kondisi fisik, fungsi kognitif, dan Riwayat
perilaku)
REFERENSI
Dewi, N. L. P. P. (2022). Gambaran Pengelolaan Mobilisasi Dini Pada Pasien Stroke Dengan
Gangguan Mobilitas Fisik Di Rsd Mangusada Badung Tahun 2022. Poltekkes Kemenkes
Denpasar Jurusan Keperawatan 2022.
Kusuma, Y. L. H., & Nada, S. (2021). Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan Anggota Keluarga
Mengalami Gangguan Mobilitas Fisik Pasca Stroke Di Masa Pandemi Covid-19 Di Desa Sooko
Kec. Sooko Kab. Mojokerto. Medica Majapahit (Jurnal Ilmiah Kesehatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Majapahit), 13 (1), 41–52.
Lestari, R., Rekawati, E., & Wiarsih, W. (2018). Merawat Lansia Dengan Gangguan Mobilisasi
Membentuk Nilai Spiritual Dan Kultural Anggota Keluarga Di Srengseng Sawah, Jakarta
Selatan. Media Ilmu Kesehatan, 7 (2), 97–103.
Nurshiyam, M. A., & Basri, M. (2020). Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Mobilitas
Fisik Pada Pasien Stroke Non Hemoragik Di Rskd Dadi Makasar. Jurnal Media Keperawatan:
Politeknik Kesehatan Makassar, 11 (01).
PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Yusuf, Y. (2021). Pengaruh Latihan Range Of Motion (Rom) Aktif Dan Pasif Pada Lansia Yang
Mengalami Sindrom Geriatric Immobility Dengan Masalah Gangguan Mobilitas Fisik.
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Company
About Us
Ask AI
E-Learning Statistics
Doing Good
Academic Integrity
Jobs
Blog
Dutch Website
F.A.Q.
Contact
Newsroom
Legal
Terms
Privacy Policy
Cookie Statement
English
Indonesia
Copyright © 2023 StudeerSnel B.V., Keizersgracht 424, 1016 GC Amsterdam, KVK: 56829787,
BTW: NL852321363B01
1